Anda di halaman 1dari 114

KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN

PADA Tn. H DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) DI BANGSAL


MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir Dalam Rangka
Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Keperawatan

Oleh :
RIA MEI ISNAWATI
2011.1373

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah dengan judul Kajian Asuhan Keperawatan Kelebihan Volume
Cairan pada Tn. H dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Bangsal Melati 1 RSUD
Dr. Moewardi Surakarta, telah diperiksa dan disetujui untuk
diujikan dihadapanTim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Program Studi DIII Keperawatan STIKES
PKUMuhammadiyah Surakarta

DiajukanOleh :
RIA MEI ISNAWATI
NIM. 2011.1373

Pada :
Hari

: Selasa

Tanggal

: 1 Juli 2014

Mengetahui,

Pembimbing I

Pembimbing II

SitiSarifah, S.Kep.Ns.,M.Kep.
NIDN. 0620047603

MetiaAriyanti, S.Kep.Ns.
NIDN. -

ii

LEMBAR PENGESAHAN

KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN


PADA Tn. H DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)DI BANGSAL
MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh :
RIA MEI ISNAWATI
NIM. 2011.1373

Kajian Asuhan Keperawatan ini telah diseminarkan dan diujikan


pada tanggal : 3 Juli 2014

Susunan Tim Penguji :

Penguji I

Penguji II

Penguji III

Cemy NurFitria, S.Kep.,Ns.,M.Kep.


NIDN. 0623087703

Weni Hastuti,S.Kep.,M.Kes.
NIDN. 0618047704

Siti Sarifah, S.Kep.,Ns.,M.Kep.


NIDN.0620047603

Mengetahui,
Ketua STIKES
PKU Muhammadiyah Surakarta

Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes.


NIDN. 0618047704

iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan judul:

KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN


PADA Tn. H DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) DI BANGSAL
MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa, tugas akhir ini karya
saya sendiri (ASLI). Dan isi dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah
di ajukan oleh orang lain atau kelompok lain untuk memperoleh gelar akademis
disuatu Institusi Pendidikan dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis dan/atau diterbitkan oleh orang lain atau
kelompok lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam naskah ini dan dalam
daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2014

Ria Mei Isnawati

iv

MOTTO

Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu adalah


untuk dirinya sendiri
(QS Al-Ankabut [29]:6)

Bertakwalah pada Allah maka Allah akan mengajarimu


(QS Al-Baqarah :282)

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua


(Aristoteles)

Manusia tak selamanya benar dan tak selamanya salah, kecuali ia yang selalu
mengoreksi diri dan membenarkan kebenaran orang lain atas kesalahan diri
sendiri
(Penulis)

Sabar dalam mengatasi kesulitan dan bertindak bijaksana dalam mengatasinya


(Penulis)

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan kepada:


1. Kedua orang tua penulis, Bapak Heri Subagyo
dan ibu Jasmiyati tercinta, yang selalu
memberikan kasih sayang yang tulus,
dukungan, semangat, bantuan moril maupun
materiil, serta doanya dalam segala hal,
2. Adik penulis Lisma Nikmah Fahreza yang saya
sayangi dan menjadi penyemangat penulis
dalam belajar.
3. Septian Bimas Prasetya seseorang yang
bersedia menemani penulis dari titik bawah,
seseorang yang memberikan semangat,
dukungan, dan doanya dalam segala hal.
4. Dosen pembimbingku Bu Sarifah dan Bu Metia
yang telah memberi semangat, motivasi, dan
ide-idenya, yang sabar membimbing dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.

vi

5. Puput Zetin Yuniasari yang telah memberikan


bimbingan dan motivasi untuk penulis dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Rekan Lindul dan rekan Sandik (Puzzle) yang
telah memberikan semangat dan dukungan saat
agenda selama penulisan Karya Tulis Ilmiah
ini.
7. Almamaterku STIKES PKU Muhammadiyah
Surakarta.
8. Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberi
semangat dan dukungannya.
9. Teman-teman Stikes PKU Muhammadiyah
Surakarta dan adik-adik tingkat yang penulis
sayangi.

vii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas


rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Kajian Asuhan Keperawatan
Kelebihan Volume Cairan pada Tn. H dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK) di
Bangsal Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Karya Tulis Ilmiah ini disusun
untuk memenuhi persyaratan tugas akhir dalam rangka menyelesaikan pendidikan
program studi Diploma III Keperawatan.
Dengan adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis
menyadari bahwa tanpa bimbingan dan pengarahan dari pembimbing maupun pihak
lain, Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes. selaku Ketua STIKES PKU Muhammadiyah
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah.
2. Ibu Cemy Nur Fitria, S.Kep.Ns.,M.Kep. selaku Ka. Prodi DIII Keperawatan
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan kesempatan
untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
3. Ibu Siti Sarifah, S.Kep.Ns.,M.Kep. selaku pembimbing I yang telah
membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
4. Ibu Metia Ariyanti, S.Kep.Ns. selaku pembimbing II yang telah membimbing
dan mengarahkan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

viii

5. Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.


6. Bapak dan ibu saya tercinta yang senantiasa membimbing dan mendoakan
keberhasilan saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Teman-teman yang telah memberi dukungan serta doanya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi
bantuan selama penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaanKarya Tulis Ilmiah ini.
Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi tenaga
kesehatan umumnya dan semua perawat khususnya.

Surakarta,

Juli 2014

Penulis,
Ria Mei Isnawati

ix

ABSTRAK
KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN PADA Tn. H
DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) DI BANGSAL MELATI 1 RSUD Dr.
MOEWARDI SURAKARTA
Ria Mei Isnawati1, Metia Ariyanti2, Siti Sarifah3
Latar Belakang: Di negara Afrika, insiden gagal ginjal kronik 3-4 kali lipat
dibandingkan negara maju. Angka kematiannya mencapai 200 kejadian perjuta
penduduk. Kejadian baru 34-200 perjuta populasi Afrika Selatan (Arizal, 2009).Di
Indonesia jumlah penderita gagal ginjal saat ini terbilang tinggi, mencapai 300.000
orang tetapi belum semua pasien dapat tertangani oleh para tenaga medis, baru
sekitar 25.000 orang pasien dapat ditangani, artinya ada 80% pasien tak tersentuh
pengobatan sama sekali (Susalit, 2012). Data rekam medik di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta menunjukkan pasien dengan penyakit GGK pada tahun 2014 selama 6
bulan, dimulai bulan Januari sampai Juni diantaranya sekitar 572 orang, laki-laki
323orang, perempuan 249orang. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan,
penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien GGK dengan
kelebihan volume cairan.
Tujuan:Melakukan kajian asuhan keperawatan kelebihan volume cairan pada
pasien dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK).
Metode: Kajian asuhan keperawatan ini dilakukan dengan cara deskriptif.
Hasil: Tn. H mengatakanperut terasa kembung dan terdapat edema pada kaki
kanan. Hasil pengkajian pada Tn. H di dapatkan tiga (3) diagnosa keperawatan
yaitu kelebihan volume cairan b.d disfungsi ginjal: penurunan haluaran urine, pola
nafas tidak efektif b.d suplai oksigen yang tidak adekuat dan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual,pembatasan diet.
Kesimpulan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
mengatakan perut kembung berkurang, masih terdapat edema pada kaki kanan,
sesak nafas berkurang dan makan habis 1 porsi, tidak mual dan muntah.

Kata Kunci: Kelebihan volume cairan, Gagal Ginjal Kronik


1. Mahasiswa Program DIII Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta
2. Dosen Pengampu Program DIII Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta
3. Dosen Pengampu Program DIII Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta

ABSTRACT
A STUDY OF NURSING CAREON FLUID VOLUME EXCESS FOR
Mr. H WITH CHRONIC RENAL FAILURE (CRF) AT MELATI 1 Dr. MOEWARDI
SURAKARTA HOSPITAL
Ria Mei Isnawati1, Metia Ariyanti2, Siti Sarifah3
Background: In African countries, the incidence of chronic renal failure 3-4 fold
compared to developed countries. Mortality rate of 200 events every million
population. The new Genesis 34-200 every million population of South Africa (Arizal,
2009). In Indonesia, the number of patients with kidney failure this time is high,
reaching 300.000 people but not all patients can be handled by the medical
personnel, approximately 25.000 new patients can be treated, meaning that 80% of
patients no treatment at all untouched (Susalit, 2012). Medical records inDr.
Moewardi Surakarta hospital showed patients with CRF in 2014 for 6 months,
starting in January through June of which around 572 people, 323 men, 249 women.
Based on the background described, the authors are interested in performing
nursing
care
in
patients
with
CRF
excess
fluid
volume.
Objective:Carrying out observation of study of nursing care for excess fluid volume
in
patients
withChronicRenal
Failure
(CRF).
Methods:This study of nursing care is conducted with descriptive method.
Results:Mr. H said the stomach was bloated and there is edema in the right leg.
The results of the assessment on Mr. H in get three (3) nursing diagnoses which
excess fluid volume from the renal dysfunction: decreased urine output, Ineffective
breathing pattern from the inadequate supply of oxygen and nutrients changes less
than body requirements from the anorexia, nausea, dietary restrictions.
Conclusion: After nursing actions for 3 x 24 hours the patient said flatulence is
reduced, there are still on the right foot edema, shortness of breath and reduced
feed in one portion, no nausea and vomiting.

Keywords: Excessfluid volume, Chronic Renal Failure


1. Student of Diploma 3 Program of Nursing Care of PKU Muhammadiyah
Surakarta
2. Lecturer
of
Nursing
Care
of
Diploma
3
Program
of
PKU
MuhammadiyahSurakarta
3. Lecturer
of
Nursing
Care
of
Diploma
3
Program
of
PKU
MuhammadiyahSurakarta

xi

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................

iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH ....

iv

HALAMAN MOTTO ....................................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................

vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................

viii

ABSTRAK ......................................................................................................

ABSTRACT ....................................................................................................

xi

DAFTAR ISI...................................................................................................

xii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................

B. Tujuan Penulisan ..................................................................................

C. Manfaat ................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Teori Gagal Ginjal Kronik ....................................................

1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan ....................................

a. Bagian Sistem Perkemihan ......................................................

b. Proses Perkemihan ...................................................................

10

xii

c. Ciri-Ciri Urine Normal ............................................................

10

d. Komposisi Urine Normal .........................................................

11

e. Fungsi Ginjal ............................................................................

11

2. Pengertian ......................................................................................

12

3. Etiologi ...........................................................................................

12

4. Manifestasi Klinik ..........................................................................

13

5. Patofisiologi ...................................................................................

14

6. Komplikasi dan Prognosa Penyakit ...............................................

16

7. Pemeriksaan Penunjang .................................................................

17

8. Penatalaksanaan .............................................................................

19

B. Tinjauan TeoriVolume Cairan .............................................................

20

1. Pengertian......................................................................................

20

2. Komposisi Cairan Tubuh ..............................................................

21

3. Fungsi Cairan ................................................................................

21

4. Pergerakan Cairan Tubuh ..............................................................

21

5. Gangguan Keseimbangan Cairan ..................................................

23

6. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan .....................

28

7. Mengukur Intake dan Output Cairan.............................................

30

C. Teori Asuhan Keperawatan GGK dengan Kelebihan Volume Cairan

31

1. Fokus Pengkajian ..........................................................................

31

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan ..........................................

33

3. Evaluasi .........................................................................................

41

D. Pathway ................................................................................................

42

xiii

BAB III METODE STUDI KASUS


A. Desain Studi Kasus ..............................................................................

43

B. Tempat dan Waktu ...............................................................................

43

C. Subyek Studi Kasus .............................................................................

43

D. Instrumen .............................................................................................

44

E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................

44

BAB IV RESUME KASUS DAN PEMBAHASAN


A. Resume Kasus ......................................................................................

46

B. Pembahasan..........................................................................................

57

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................

69

B. Saran ....................................................................................................

70

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.............................................

33

Tabel 4.1 Analisa Data......................................................................................

52

xv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1Anatomi Ginjal ..............................................................................

10

Gambar 2.2Pathway .........................................................................................

42

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.

Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.

Lembar Permohonan Ijin Studi Kasus


Lembar Ethical Clearance
Lembar Pengantar Penelitian
Surat Keterangan
Jadwal Studi Kasus
Format Pengkajian
Asuhan Keperawatan Kelebihan Volume Cairan pada Tn. H dengan
Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Bangsal Melati 1 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta
Format Vital Sign dan Balance Cairan Untuk Perawat
Format Balance Cairan Untuk Pasien
Satuan Acara Penyuluhan
Leaflet Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Lembar Konsultasi

xvii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia(Nursalam dan Baticaca, 2009 :
47). GGK merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena penyakit ini dapat
berlangsung lama dan mematikan. Penyakit GGK dapat disertai komplikasi,
yaitu anemia, gagal jantung kongestif, hipertensi, osteodistrofi renal,
hiperkalemia, ensefalopati uremik dan pruritus (gatal), ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit serta dapat terjadi koma atau kematian jika tanpa pengobatan
(Corwin, 2009 : 730).
Pada pasien GGK dengan kreatinin yang tinggi dipastikan pasien tersebut
akan mengalami edema. Edema dapat terjadi karena cairan ekstra seluler
meningkat, sehingga terjadi kelebihan volume cairan. Manusia membutuhkan
cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat di berbagai jaringan
tubuh agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya. Air menempati
proporsi yang besar dalam tubuh. Air menyusun 75% berat badan bayi, 70%
berat badan pria dewasa dan 55% tubuh pria usia lanjut. Sedangkankandungan
air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit dibandingkan pria (Wahit, 2007).
Di negara Afrika, insiden gagal ginjal kronik 3-4 kali lipat dibandingkan
negara maju. Angka kematiannya mencapai 200 kejadian perjuta penduduk.
Kejadian baru 34-200 perjuta populasi Afrika Selatan (Arizal, 2009).Di
1

Indonesia jumlah penderita gagal ginjal saat ini terbilang tinggi, mencapai
300.000 orang tetapi belum semua pasien dapat tertangani oleh para tenaga
medis, baru sekitar 25.000 orang pasien dapat ditangani, artinya ada 80% pasien
tak tersentuh pengobatan sama sekali (Susalit, 2012). Kasus gagal ginjal di Jawa
Tengah tahun 2009 dengan tindakan hemodialisa yang berjumlah sekitar 32010
tindakan. Kasus gagal ginjal di Jawa Tengah yang tertinggi adalah Kota
Surakarta 1497 kasus (25,22%) dan yang kedua adalah Kabupaten Sukoharjo
yaitu 742 kasus (12,50%) (Dinkes Jateng, 2008).
Data rekam medik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan
pasien dengan penyakit GGK pada tahun 2014 selama 6 bulan, dimulai bulan
Januari sampai Juni diantaranya sekitar 572 orang, laki-laki 323orang,
perempuan 249orang (Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2014).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien GGK dengan kelebihan volume
cairan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah penulis dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien GGK dengan kelebihan volume cairan.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penulisan ini bertujuan agar mahasiswa dapat:

a. Memahami teori pengertian, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi,


komplikasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan pada GGK
dengan kelebihan volume cairan.
b. Memahami teori dan asuhan keperawatan tentang kelebihan volume
cairan.
c. Memahami, melakukan dan menyusun asuhan keperawatan pada pasien
GGK dengan kelebihan volume cairan.
d. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien GGK dengan kelebihan
volume cairan.
e. Menyusun intervensi keperawatan pada pasien GGK dengan kelebihan
volume cairan.
f. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien GGK dengan
kelebihan volume cairan.
g. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien GGK dengan kelebihan
volume cairan.

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif pada pasien GGK dengan kelebihan volume
cairan.
2. Bagi Insitusi Pendidikan
a. Karya tulis ilmiah ini dapat dipakai sebagai salah satu bahan bacaan
kepustakaan.

b. Dapat sebagai wacana bagi institusi pendidikan dalam pengembangan


dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai bahan masukan perawat untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan terutama pada pasien GGK dengan kelebihan volume
cairan.
4. BagiRumahSakit
Sebagai bahan wacana untuk meningkatkan pelayanan pada pasien
GGK dengan kelebihan volume cairan. Supaya derajat kesehatan pasien
lebih meningkat.
5. Bagi Pasienatau Keluarga
Pasien penderita GGK dengan kelebihan volume cairan bisa
menerima perawatan yang maksimal dari petugas kesehatan. Sehingga
keluarga bisa menjaga anggota keluarga yang lain supaya terhindar dari
penyakit GGK.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Gagal Ginjal Kronik


1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
a. Bagian Sistem Perkemihan
1) Sistem perkemihan
Sistem perkemihan terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih
dan uretra. Ginjal mengeluarkan sekret urine, ureter mengeluarkan
urine dari ginjal ke kandung kemih yang bekerja sebagai penampung
urine kemudian dikeluarkan melalui uretra.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di
daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus
lapisan lemak yang tebal, di belakang peritoneum, atau di luar rongga
peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang,
mulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis
ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri karena letak hati
yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal
pada orang dewasa sekitar 6-7,5 cm, tebal 1,5-2,5 cm dan berat
sekitar 140 gram. Terdapat kelenjar suprarenalis atau kelenjar adrenal
pada bagian atas.

2) Struktur ginjal
Setiap ginjal diselubungi oleh kapsul tipis dari jaringan fibrus dan
membentuk pembungkus yang halus. Dalam ginjal terdapat struktur
ginjal berwarna ungu tua yang terdiri atas korteks di sebelah luar dan
medula di sebelah dalam. Bagian medula tersusun atas 15-16 massa
piramid yang disebut piramid ginjal. Puncaknya mengarah ke hilum
dan berakhir di kalises (kaliks). Kalises menghubungkannya dengan
pelvis ginjal.
3) Nefron
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan
satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar 1.000.000 pada setiap
ginjal. Setiap nefron dimulai sebagai berkas kapiler (badan malphigi
atau glomerulu) yang tertanam dalam ujung atas yang lebar pada
urinefrus. Tubulus berjalan berkelok-kelok dan sebagian lurus.
Bagian pertama berkelok-kelok dan sesudah itu terdapat sebuah
simpa yang disebut simpai henle, kemudian tubulus itu berkelokkelok lagi, yang dikenal dengan kelokan kedua atau tubulus distal,
yang bersambung dengan tubulus penampang yang berjalan melintasi
korteks dan medula, lalu berakhir di salah satu piramidalis.
4) Pembuluh Arteri
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis ke
ginjal. Cabang arteri memiliki banyak ranting di dalam ginjal dan
menjadi arteriola aferen serta masing-masing membentuk simpul dari

kapiler-kapiler di dalam salah satu badan malphigi, yaitu glomerulus.


Arteriola aferen membawa darah dari glomerulus, kemudian dibagi
ke dalam jaringan peritubular kapiler. Kapiler ini menyuplai tubulus
dan menerima materi yang direabsorpsi oleh struktur tubular.
Pembuluh eferen menjadi arteriola eferen yang bercabang-cabang
membentuk jaringan kapiler di sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler
ini bergabung membentuk vena renalis yang membawa darah dari
ginjal ke vena kava inferior. Kapiler arteriola eferen lainnya
membentuk vasa vecta yang berperan dalam mekanisme konsentrasi
ginjal.
5) Sekresi urine dan mekanisme kerja ginjal
Glomerulus berfungsi sebagai saringan. Setiap menit, kurang
lebih satu liter darah yang mengandung 500 cc plasma mengalir
melalui glomerulus dan sekitar 100 cc (10%) disaring keluar. Plasma
yang berisi garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring. Namun,
sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori
saringan dan tetap tinggi dalam darah. Cairan yang disaring yaitu
filtrat glomerulus, kemudian mengalir melalui tubulus renalis dan selselnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh serta
membuang yang tidak diperlukan. Dalam keadaan normal, semua
glukosa dan sebagian besar air diabsorpsi kembali, sedangkan produk
buangan dikeluarkan. Faktor yang mempengaruhi sekresi adalah
filtrasi gromerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Berat

jenis urine tergantung dari jumlah zat yang larut atau terbawa dalam
urine. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1.010. Bila ginjal
mengencerkan urine (misalnya sesudah minum air), maka berat
jenisnya kurang dari 1.010. Bila ginjal memekatkan urine, maka berat
jenis (BJ) urine lebih dari 1.010. Daya pemekatan ginjal diukur
menurut berat jenis tertinggi.
Tes fungsi ginjal 1) tes untuk protein. Bila ada kerusakan pada
glomerulus atau tubulus, maka protein bocor masuk ke urine; 2)
mengukur konsentrasi

urea darah. Bila ginjal

tidak cukup

mengeluarkan ureum, maka ureum darah meningkat di atas kadar


normal 20-40 mg per 100 cc darah karena filtrasi glomerulus harus
turun sampai 50% sebelum kenaikan kadar urea darah terjadi; 3) tes
konsentrasi. Tes ini dilakukan dalam keadaan puasa selama 12 jam
untuk melihat kenaikan BJ urine.
Ureter merupakan saluran retroperitoneum yang menghubungkan
ginjal dengan kandung kemih. Pada awalnya, ureter berjalan melalui
fasia gerota dan kemudian menyilang muskulus psoas dan pembuluh
darah iliaka komunis. Ureter berjalan sepanjang sisi posterior pelvis,
di bawah vas deferen dan memasuki basis vesika pada trigonum.
Pasokan darah ureter berasal dari pembuluh darah renalis, gonad,
aorta, iliaka komunisdan iliaka interna. Susunan saraf otonom pada
dinding ureter memberikan aktivitas peristaltik, dimana kontraksi
berirama berasal dari pemacu proksimal yang mengendalikan

transpor halus dan efisien bagi urine dari pelvis renalis ke kandung
kemih.
Kandung

kemih

(vesika

urinaria-VU)

berfungsi

sebagai

penampung urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir atau kendi.
Kandung kemih terletak di dalam panggul besar dan di belakang
simpisis pubis. Pada bayi letaknya lebih tinggi. Bagian terbawah
adalah basis sedangkan bagian atas disebut fundus. Puncaknya
mengarah ke depan bawah dan ada di belakang simpisis. Dinding
kandung kemih terdiri atas lapisan serus sebelah luar, lapisan berotot,
lapisan submukosa dan lapisan mukosa dari epitelium transisional.
Tiga saluran bersambung dengan kandung kemih. Dua ureter
bermuara secara oblik di sebelah basis, letak oblik menghindarkan
urine mengalir kembali ke dalam ureter. Uretra keluar dari kandung
kemih sebelah depan. Daerah segitiga antara dua lubang ureter dan
uretra disebut segitiga kandung kemih (trigonum vesika urinarius).
Pada wanita, kandung kemih terletak di antara simpisis pubis, uterus
dan vagina. Setelah dari uterus, kandung kemih dipisahkan oleh
lipatan peritoneu ruang uterovesikal atau ruang Douglas.
Uretra adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung
kemih ke lubang luar, dilapisi oleh membran mukosa yang
bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih. Meatus
urinarius terdiri atas serabut otot melingkar, membentuk sfingter

10

uretra. Panjang uretra pada wanita sekitar 2,5-3,5 cm sedangkan pada


pria 17-22,5 cm (Nursalam dan Baticaca, 2009 : 2-6).

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal


b. Proses Perkemihan
Mikturisi adalah peristiwa pembuangan urine. Keinginan berkemih
disebabkan oleh penambahan tekanan dan isi urine di dalam kandung
kemih. Jumlah urine yang ditampung kandung kemih dan menyebabkan
miksi yaitu 170-230 ml. Mikturisi merupakan gerakan yang dapat
dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat persarafan. Kandung kemih
dikendalikan oleh saraf pelvis dan serabut simpatik dari pleksus
hipogastrik (Nursalam dan Baticaca, 2009 : 6).
c. Ciri-Ciri Urine Normal
Rata-rata jumlah urine normal adalah 1-2 liter sehari, namun
jumlah yang dikeluarkan berbeda setiap kalinya sesuai jumlah cairan yang
masuk. Warna urine yang normal adalah bening orange pucat tanpa

11

endapan, berbau tajam, memiliki reaksi sedikit asam dengan pH rata-rata


6, dan BJ berkisar antara 1010-1025 (Nursalam dan Baticaca, 2009 : 6).
d. Komposisi Urine Normal
Urine terutama terdiri atas air, urea dan natrium klorida. Ureum
merupakan hasil akhir metabolisme protein dan berasal dari asam amino
dalam hati yang mencapai ginjal. Kandungan ureum normal dalam darah
sekitar 30-100 cc, namun tergantung dari jumlah protein yang dimakan
dan fungsi hati dalam pembentukan ureum. Kreatinin adalah hasil
buangan metabolisme protein dalam otot. Produk metabolisme mencakup
benda-benda purin, oksalat, fosfat dan sulfat. Elektrolit atau garam seperti
natrium dan kalium klorida diekskresikan untuk mengimbangi jumlah
yang masuk melalui mulut (Nursalam dan Baticaca, 2009 : 7).
e. Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah sebagai tempat mengatur air, sebagai tempat
mengatur konsentrasi garam dalam darah, sebagai tempat mengatur
keseimbangan asam-basa darah dan sebagai tempat ekskresi dan
kelebihan garam (Nursalam dan Baticaca, 2009 : 3).
Fungsi ginjal menurut Baradero (2008 : 1) yaitu : 1) mengatur
volume dan osmolalitas cairan tubuh, 2) mengatur keseimbangan
elektrolit, 3) mengatur keseimbangan asam-basa, 4) mengekskresi sisa
metabolik, toksin, dan zat asing, 5) memproduksi dan menyekresi
hormon.

12

2. Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia (Kusuma dan Nurarif, 2012 : 193).
Gagal ginjal kronik (chronic renal failure, CRF) terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok
untuk kelangsungan hidup (Baradero, 2008 : 124).
GGK adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam dan Baticaca, 2009 : 47).
GGK adalah penurunan fungsi ginjal dalam skala kecil (Colvy, 2010 :
40). GGK adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus
(Corwin, 2009 : 729). GGK merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang
progresif dan ireversibel yang berasal dari berbagai penyebab (Price, 2005 :
917).
3. Etiologi
GGK disebabkan oleh fungsi renal menurun karena produk akhir
metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan
terjadinya uremia dan memengaruhi seluruh sistem tubuh (Nursalam dan
Baticaca, 2009 : 47).

13

Penyebab GGK menurut Price (2005 : 918) dibagi menjadi delapan


kelas, antara lain :
a. Penyakit Infeksi tubulointestinal misalnya pielonefritis kronik atau refluks
nefropati.
b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis.
c. Penyakit

vaskuler

hipertensif

misalnya

nefrosklerosis

benigna,

nefrosklerosis maligna dan stenosis arteria renalis.


d. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa dan sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan hereditar misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik misalnya diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme
dan amiloidosis.
g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik dan nefropati timah.
h. Nefropati obstruktif misalnya traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah :
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra.
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik GGK menurut Nursalam dan Baticaca (2009 : 49)
antara lain :
a. Gatrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan.

14

b. Kardiovaskuler : Hipertensi, perubahan elektro kardiografi (EKG),


perikarditis, efusi perikardium dan tamponade perikardium.
c. Respirasi : edema paru, efusi pleura dan pleuritis.
d. Neuromuskular : lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan
muskular, neuropati perifer, bingung dan koma.
e. Metabolik/endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon seks
menyebabkan penurunan libido, impoten dan amnenorhoe (wanita).
f. Cairan elektrolit : gangguan asam-basa menyebabkan kehilangan sodium
sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia dan
hipokalsemia.
g. Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pruritus, eksimosis, dan uremia
frost.
h. Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalasia.
i. Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat dan perdarahan meningkat.
j. Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.
5. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit GGK pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Mula-mula karena adanya zat toksik, infeksi dan
obstruksi saluran kemih yang menyebabkan retensi urine. Dari penyebab
tersebut, Glomerular Filtration Rate (GFR) di seluruh massa nefron turun
dibawah normal. Hal yang dapat terjadi dari menurunnya GFR meliputi:

15

sekresi protein terganggu, retensi Na dan sekresi eritropoilitis turun.Hal ini


mengakibatkan terjadinya sindrom uremia yang diikuti oleh peningkatan
asam lambung dan pruritus. Asam lambung yang meningkat akan
merangsang rasa mual, dapat juga terjadi iritasi pada lambung dan
perdarahan jika iritasi tersebut tidak ditangani.
Proses retensi Na menyebabkan total cairan ekstra seluler meningkat,
kemudian terjadilah edema. Edema tersebut menyebabkan beban jantung
naik sehingga adanya hipertrofi ventrikel kiri. Proses hipertrofi tersebut
diikuti dengan menurunnya aliran darah ke ginjal, kemudian terjadilah
retensi Na dan H2O meningkat. Hal ini menyebabkan kelebihan volume
cairan pada pasien GGK. Adapun Hb yang menurun akan mengakibatkan
suplai O2 Hb turun dan pasien GGK akan mengalami kelemahan atau
gangguan perfusi jaringan (Sudoyo, 2009).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
stadium, yaitu :
a. Stadium I
Dinamakan penurunan cadangan ginjal.Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) normal dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.
b. Stadium II
Dinamakan insufisiensi ginjal. 1) Pada stadium ini, lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak; 2) GFR besarnya 25% dari normal; 3)

16

Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal; 4) Gejalagejala nokturia atau sering berkemih dimalam hari sampai 700 ml dan
poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.
c. Stadium III
Dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia. 1) Sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000
nefron saja yang masih utuh; 2) Nilai GFR hanya 10% dari keadaan
normal; 3) Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan
mencolok.Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu
oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik (Suharyanto dan
Madjid, 2009 : 185-186).
6. Komplikasi dan Prognosa Penyakit
Komplikasi GGK menurut Corwin (2009 : 730) antara lain:
a. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia dan uremia.
b. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernapasan.
c. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
d. Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom
anemia

kardiorenal,

suatu

trias

anemia

yang

lama,

penyakit

17

kardiovaskular dan penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan


peningkatan morbiditas dan mortalitas.
e. Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
f. Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari GGK menurut Sudoyo (2009 : 1037)
meliputi :
a. Gambaran laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit GGK adalah: (1) Sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya; (2) Penurunan fungsi ginjal berupa
peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan penurunan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) yang dihitung mempergunakan rumus KockcroftGault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk
memperkirakan fungsi ginjal; (3) Kelainan biokimiawi darah meliputi
penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiperkalemia
atau hipokalemia, hiponatremia, hiperkloremia atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik; (4) Kelainan urinalisis
meliputi, proteiuria, hematuri, leukosuria, cast dan isotenuria.
b. Gambaran radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit GGK adalah:(1) Foto polos
abdomen, bisa tampak batu radio-opak; (2) Pielografi intravena jarang
dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus,
selain itu, dikhawatirkan pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal

18

yang sudah mengalami kerusakan; (3) Pielografi antegrad atau retrograd


dilakukan sesuai dengan indikasi; (4) Ultrasonografi ginjal bisa
memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis,
adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi; (5)
Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.
c. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada
pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi
ginjal indikasi-kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang
sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang
tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal
napas dan obesitas.
Hasil pemeriksaan diagnostik yang mendukung diagnosis GGK
menurut Verrelli, (2006) dalam Bayhakki, 2012: 7-8 yaitu :
a. Sinar X abdomen: melihat gambaran batu radio-opak atau nefrokalsinosis.
b. Pielogram intravena: jarang dilakukan karena potensi toksin, sering
digunakan untuk diagnosis batu ginjal.

19

c. Ultrasonografi ginjal: untuk melihat ginjal polikistik dan hidronefrosis,


yang tidak terlihat pada awal obstruksi. Ukuran ginjal biasanya normal
pada nefropati diabetik.
d. CT scan untuk melihat massa dan batu ginjal yang dapat menjadi
penyebab GGK.
e. MRI untuk diagnosis trombosis vena ginjal. Angiografi untuk diagnosis
stenosis arteri ginjal, meskipun arteriografi ginjal masih menjadi
pemeriksaan standar.
f. Voiding cystourethrogram (VCUG): pemeriksaan standar untuk diagnosis
refluks vesikoureteral.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan GGK antara lain :
a. Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan ini untuk meredakan atau memperlambat
gangguan

fungsi ginjal progresif. Hal yang dapat dilakukan yaitu

pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan (Suharyanto dan


Madjid, 2009 : 198).
b. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, memperlambat perburukan
(progression) fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi (Sudoyo, 2009
: 1037).

20

c. Obat-obatan : antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat,


suplemen kalsium, furosemid untuk membantu berkemih (Kusuma dan
Nurarif, 2012 : 194).
d. Dialisis
Pelaksanaan terapi dialisis bergantung pada kombinasi keluhan atau
gejala pasien dengan kondisi komorbid dan parameter laboratorium
(Armelia, 2013 : 42).
e. Transplantasi ginjal
Dengan penemuan regimen obat-obat imunosupresi yang lebih baik
serta perbaikan lebih lanjut pada keberhasilan cangkokan jangka pendek,
maka transplantasi ginjal merupakan pilihan bagi sebagian besar pasien
GGK (Armelia, 2013: 48).

B. Tinjauan Teori Volume Cairan


1. Pengertian
Cairan merupakan komponen tubuh yang berperan dalam memelihara
fungsi tubuh dan proses homeostasis. Tubuh kita terdiri atas sekitar 60% air
yang tersebar di dalam sel maupun di luar sel. Namun demikian, besarnya
kandungan air tergantung dari usia, jenis kelamin dan kandungan lemak
(Tarwoto dan Wartonah, 2010 : 71).
Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. Dua per
tiga bagian dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3
bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES). CES dibedakan menjadi

21

cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari
total berat badan, dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari
total berat badan (Saryono dan Widianti, 2011 : 97).
2. Komposisi Cairan Tubuh
Kandungan cairan tubuh menurut (Tarwoto dan Wartonah, 2010 : 72)
yaitu :
a. Oksigen yang berasal dari paru-paru,
b. Nutrisi yang berasal dari saluran pencernaan,
c. Produk metabolisme seperti karbon dioksida,
d. Ion-ion yang merupakan bagian dari senyawa atau molekul atau disebut
juga elektrolit.
3. Fungsi Cairan
Fungsi cairan menurut Tarwoto dan Wartonah, 2010 : 72) yaitu :
a. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh,
b. Transpor nutrisi ke sel,
c. Transpor hasil sisa metabolisme,
d. Transpor hormon,
e. Pelumas antar organ,
f. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskular.
4. Pergerakan Cairan Tubuh
a. Osmosis
Perpindahan pelarut murni melalui membran semipermiabel
berpindah dari konsentrasi solut rendah ke konsentrasi solut tinggi. Bila

22

konsentrasi solut disatu sisi membran semipermiabel lebih besar, laju


osmosis akan cepat sehingga percepatan transfer zat menembus membran
semipermiabel. Larutan yang osmolalitasnya sama dengan plasma darah
disebut isotonik.
b. Difusi
Materi padat, partikel berpindah dari konsentrasi tinggi ke rendah.
Faktor yang mempengaruhi laju difusi :
1) Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.
2) Peningkatan permeabilitas.
3) Peningkatan luas permukaan difusi.
4) Berat molekul substansi.
5) Jarak yang ditempuh untuk difusi.
c. Filtrasi
Perpindahan air dan substansi yang dapat larut secara bersama
sebagai respon karena tekanan cairan. Jumlah cairan yang keluar
sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran
dan permeabilitas membran. Tekanan yang dihasilkan likuid dalam
sebuah ruangannya disebut tekanan hidostatik.
d. Transport aktif
Memerlukan lebih banyak ATP karena untuk menggerakkan
berbagai materi guna menembus membran sel. Contohnya pompa Na
untuk keluar dari sel dan kalium masuk ke sel (Saryono dan Widianti,
2011 : 97-98).

23

5. Gangguan Keseimbangan Cairan


Dalam keadaan normal, cairan tubuh berada dalam keseimbangan.
Maka dari itu, keseimbangan cairan tubuh dapat mengalami gangguan. Secara
garis besar, gangguan keseimbangan cairan tubuh terbagi dua yakni edema
(hipervolemik) dan dehidrasi (hipovolemik).
a. Edema (hipervolemik)
Edema adalah penimbunan cairan berlebihan di antara sel-sel tubuh
atau di dalam berbagai rongga tubuh. Edema disebut juga dengan efusi,
asites. Penamaan penimbunan cairan ini bergantung pada lokasi dimana
edema itu terjadi. Edema dapat terjadi secara lokal maupun umum. Edema
lokal disebut juga edema pitting, sedangkan edema umum disebut edema
anasarka.
Edema diakibatkan oleh peningkatan tenaga yang memindahkan
cairan dari intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan secara normal,
menurut hukum Starling, diatur oleh tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik di dalam dan di luar vaskuler. Besarnya tekanan hidrostatik pada
ujung arteriola sekitar 35 mmHg, sedangkan pada ujung venula sekitar 12
15 mmHg. Tekanan osmotik koloid plasma sebesar 20 25 mmHg.
Tekanan hidrostatik kapiler dipengaruhi antara lain oleh besarnya
tekanan dari jantung dan jumlah cairan di intravaskuler. Sedangkan
tekanan osmotik koloid ditentukan oleh albumin. Tekanan hidrostatik
bersifat mendorong cairan keluar melintasi membran kapiler. Sifat
tekanan osmotik koloid adalah menarik air dari luar. Tekanan hidrostatik

24

intravaskuler

dan

tekanan

osmotik

koloid interstitial

cenderung

menggerakkan cairan keluar melalui dinding kapiler, sedangkan tekanan


hidrostatik interstitial dan tekanan osmotik koloid intravaskuler cenderung
menggerakkan cairan masuk ke dalam. Pada kondisi normal, tekanan
hidrostatik di kapiler terus-menerus cenderung memaksa cairan dan zat
terlarut di dalamnya keluar melalui pori-pori kapiler masuk ke dalam
ruang interstitial. Tetapi sebaliknya, tekanan osmotik koloid cenderung
menyebabkan gerakan cairan dengan osmosis dari ruang interstitial ke
dalam darah. Tekanan osmotik koloid inilah yang mencegah keluarnya
volume cairan secara terus-menerus dari darah ke dalam ruang interstitial.
Edema akan terjadi apabila tekanan hidrostatik intravaskuler
meningkat, tekanan osmotik koloid plasma menurun, dan gangguan aliran
limfe. Ketiga keadaan tersebut merupakan penyebab primer edema yang
bukan disebabkan oleh reaksi radang.
Meningkatnya tekanan hidrostatik cenderung memaksa cairan masuk
ke dalam ruang interstitial. Penyebab peningkatan tersebut di antaranya
adalah kegagalan jantung, penurunan perfusi ginjal, aliran darah yang
lambat misalnya karena ada sumbatan, dan lain-lain.
Menurunnya

tekanan

osmotik

koloid

plasma

disebabkan

menurunnya kadar albumin plasma. Penurunan kadar albumin plasma


diakibatkan oleh kehilangan albumin serum yang berlebihan atau
pengurangan sintesis albumin serum. Kondisi ini misalnya dapat

25

ditemukan pada penyakit nefrotik sindrom, penyakit hati dan pankreas,


serta kekurangan protein yang berat dan lain-lain.
Terjadinya obstruksi aliran limfe menyebabkan cairan jaringan akan
tertimbun, dinamai limfedema. Penyebab terjadinya obstruksi aliran limfe
di antaranya dapat disebabkan oleh tindakan operasi (misalnya,
mastektomi radikal), tumor ganas yang menginfiltrasi kelenjar dan saluran
limfe, serta penyakit filariasis.
b. Dehidrasi (hipovolemik)
Dehidrasi adalah kehilangan air dari tubuh atau jaringan atau
keadaan yang merupakan akibat kehilangan air abnormal. Dehidrasi juga
merupakan hilangnya cairan dari semua pangkalan cairan tubuh. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa dehidrasi merupakan keadaan
kehilangan cairan tubuh.
Terdapat banyak sebab kehilangan cairan tubuh dan kandungan
elektrolit di antaranya kehilangan melalui kulit seperti diaforesis, luka
bakar. Kehilangan cairan tubuh melalui saluran pencernaan misalnya
muntah, diare, drainase dari gastrik intestinal. Kehilangan cairan tubuh
melalui saluran perkemihan, misalnya karena diuresis osmotik, diabetes
insipidus (Asmadi, 2009 : 54-55).
Gangguan keseimbangan cairan menurut Saryono dan Widianti
(2011 : 100-101) dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Kelebihan cairan :
a) Isotonic (CHF) hanya ekstrasel yang kelebihan cairan.

26

b) Hypertonic jarang terjadi kelebihan Na, cairan berpindah dari


intrasel ke ekstrasel.
c) Hypotonic water intoxication, life threatening, cairan berpindah
masuk ke intrasel dan seluruh kompartemen tubuh.
2) Kekurangan cairan :
a) Isotonic cairan dan ion hilang, penurunan volume darah.
b) Hypertonic cairan yang hilang lebih besar dari kehilangan ion.
c) Hypotonic ion yang hilang lebih besar dari kehilangan cairan.
Gangguan keseimbangan cairan menurut Brooker (2008 : 300302) yaitu gangguan keseimbangan cairan dapat isotonik atau
osmolar. Ketidakseimbangan isotonik terjadi jika proporsi kadar air
dan elektrolit terhadap kadar air dan elektrolit tersebut dalam cairan
ekstraseluler meningkat

atau menurun. Pada ketidak-seimbangan

osmolar, kehilangan atau peningkatan air hanya terjadi pada


konsentrasi elektrolit, terutama natrium, sehingga osmolalitas serum
juga terpengaruh.
3) Ketidakseimbangan isotonik
a) Defisit volume cairan
Pada defisit volume cairan, terjadi kehilangan proporsi
elektrolit dan air terhadap kadar air dan elektrolit tersebut di
dalam cairan ekstraseluler sehingga kadarnya dalam serum masih
normal. Kondisi ini harus dapat dibedakan dari dehidrasi, yang
dengan tepat mendeskripsikan ketidak-seimbangan osmolar.

27

Defisit volume cairan biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan


melalui saluran cerna misalnya muntah, diare, fistula, maupun
slang nasogastrik atau slang drainase lainnya. Penyebab lain
meliputi demam, berkeringat dan peningkatan volume urine.
b) Kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan terjadi jika proporsi elektrolit dan
air, mengalami retensi terhadap kadar di dalam cairan
ekstraseluler. Kondisi ini biasanya disebabkan retensi natrium
yang disertai retensi air. Cairan bergerak ke ruang interstisial dan
akumulasi cairan dalam ruang tersebut mengakibatkan edema
(kelebihan cairan jaringan). Penyebab kondisi ini melipti gagal
jantung kongestif, gagal ginjal, sirosis hati, kadar kortikosteroid
berlebihan, dan transfusi berlebihan dengan cairan IV yang
mengandung natrium.
4) Ketidakseimbangan osmolar
a) Ketidakseimbangan hiperosmolar
Dehidrasi atau deplesi air merupakan satu bentuk kondisi
ketidakseimbangan

hiperosmolar

dan

muncul

jika

terjadi

kehilangan air tanpa kehilangan elektrolit. Peningkatan kadar


natrium serum dan osmolalitas mengakibatkan cairan bergerak
keluar sel dan ke dalam sirkulasi untuk mempertahankan volume
darah. Saat sel mengalami dehidrasi, fungsi sel tersebut rusak.
Ginjal berespons dengan mensekresikan sedikit urine guna

28

mempertahankan cairan tubuh. Rasa haus merupakan respons


alami terhadap deplesi cairan dan terjadi jika osmolalitas darah
meningkat. Abnormalitas ini terjadi dengan volume cairan
ekstraselular yang hampir normal atau dapat disertai defisit atau
kelebihan volume cairan.
b) Ketidakseimbangan hipo-osmolar
Ketidakseimbangan hipo-osmolar disebut juga kelebihan
cairan dan menyebabkan penurunan cairan ekstraselular dalam
jumlah signifikan. Cairan bergerak dari cairan ekstraselular ke
cairan intraselular. Kondisi ini disebabkan asupan cairan
berlebihan intoksikasi air suatu masalah kesehatan jika berat
yang disebut juga polidipsi psikogenik atau kadar hormon
antidiuretik yang abnormal dan tinggi, kelenjar hipofisis (diabetes
insipidus).
6. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan
Faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan menurut (Saryono dan
Widianti, 2011 : 103) yaitu :
a. Usia
Tubuh bayi memiliki proporsi air lebih besar dari dewasa namun
juga memiliki kerentanan untuk mengalami kehilangan volume cairan.
Pada lansia, elastisitas kulit menurun, 45% sampai 50% dari berat badan,
kehilangan massa otot dan proporsi lemak meningkat. Area menilai turgor
kulit : sternum dan abdomen.

29

Renal : menurun filtrasi, meningkat pengeluaran cairan, ekskresi


sisa metabolisme menurun. Massa otot : risiko tinggi dehidrasi dan
penurunan pemasukan cairan. Neuro : berkurang refleks seperti pada
pusat rasa haus, endokrin : atrofi otot dan adrenal, regulasi Na dan K
berkurang, risiko hiponatremia.
b. Ukuran tubuh
Individu gemuk dan wanita memiliki sedikit proporsi air karena
wanita memiliki lemak pada payudara dan paha dibanding pria.
c. Temperatur lingkungan
d. Gaya hidup
Kebiasaan yang mempengaruhi keseimbangan cairan yaitu : diet,
stress dan olahraga.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan
menurut Tarwoto dan Wartonah (2010 : 74) yaitu :
a.

Usia : Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme


yang diperlukan dan berat badan.

b.

Temperatur

lingkungan

panas

yang

berlebihan

menyebabkan

berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak


15 30 gram/hari.
c.

Diet : pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan
energi, proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke
intraseluler.

30

d.

Stress : stress dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel,


konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan
retensi sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan
menurunkan produksi urine.

e.

Sakit : keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal, dan


jantung, gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.

7. Mengukur Intake dan Output Cairan


Penjelasan tentang mengukur intake dan output cairan menurut
(Asmadi, 2009 : 64-65) meliputi :
a. Pengertian
Pengukuran intake dan output cairan merupakan suatu tindakan
yang dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang masuk ke dalam
tubuh (intake) dan jumlah cairan yang keluar dari tubuh (output).
b. Tujuan
1) Menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien.
2) Menentukan tingkat dehidrasi klien.
c. Prosedur
1) Tentukan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh. Cairan yang
masuk ke dalam tubuh melalui air minum, air dalam makanan, air
hasil oksidasi (metabolisme) dan cairan intravena.
2) Tentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien. Cairan yang
keluar dari tubuh terdiri atas urine, Insensible Water Loss (IWL),
feses dan muntah.

31

3) Tentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan rumus : intakeoutput.


d. Hal yang perlu diperhatikan
1) Rata-rata intake cairan per hari :
a) Air minum

: 1500 2500 ml

b) Air dari makanan

: 750 ml

c) Air hasil metabolisme oksidatif

: 300 ml

2) Rata-rata output cairan per hari :


: 1 2 cc/kgBB/jam

a) Urine
b) InsensibleWater Loss:

(1) Dewasa : IWL = 10 15 cc/kgBB/hari


(2) Anak-anak : IWL = 30 umur (th) cc/kgBB/hari
(3) Bila ada kenaikan suhu : IWL = 200 (suhu sekarang 36,8oC)
c) Feses

: 100 200 ml

C. Teori Asuhan Keperawatan GGK dengan Kelebihan Volume Cairan


1. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)yaitu :
a. Riwayat gangguan kronis dan gangguan yang mendasari status kesehatan
(Nursalam dan Baticaca, 2009 : 51).
b. Kaji derajat kerusakan ginjal dan gangguan sistem tubuh lainnya melalui
pengkajian sistem tubuh serta kaji hasil laboratorium (Nursalam dan
Baticaca, 2009 : 51).

32

c. Lakukan pemeriksaan fisik (head to toe), tanda-tanda vital meliputi:


tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu. Selain itu sistem kardiovaskular
meliputi; 1) hipertensi; 2) pitting edema; 3) edema periorbital; 4)
pembesaran vena leher; 5) friction rub perikardial (Wijayaningsih, 2013 :
180). Sistem pencernaan meliputi: 1) anoreksia, mual dan muntah; 2)
perdarahan saluran GI (Gastro Intestinal); 3) ulserasi dan perdarahan pada
mulut; 4) konstipasi/diare; 5) nafas berbau amonia (Wijayaningsih, 2013 :
180). Sistem integumen meliputi: 1) warna kulit abu-abu mengkilat; 2)
kulit kering dan bersisik; 3) pruritus; 4) ekimosis; 5) kuku tipis dan rapuh;
6)

rambut

tipis

dan

kasar

(Wijayaningsih,

2013:180).

Sistem

muskuloskeletal meliputi: 1) kram otot; 2) kehilangan kekuatan otot; 3)


fraktur tulang; 4) foot drop (Wijayaningsih, 2013 : 180).

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


Tabel 2.1 Diagnosa keperawatan pada pasien GGK menurut (Kusuma dan Nurarif, 2012 : 196-201) adalah :
No.
1.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan keseimbangan cairan :
kelebihan volume cairan berhubungan
dengan retensi cairan, disfungsi ginjal
Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,
interstisial atau intraselular
Batasan Karakteristik :
a. Peningkatan denyut nadi dan tekanan
darah
b. Retensi
c. Kelemahan
d. Perubahan status mental
e. Konsentrasi urine menurun
f. Temperatur tubuh meningkat
g. Hematokrit meninggi
Faktor-faktor yang berhubungan :
a. Kelebihan volume cairan secara aktif
b. Kegagalan mekanisme pengaturan

Tujuan Dan Kriteria Hasil


NOC :
a. Fluid balance
b. Nutritional status : food and
fluid intake
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan urine output
sesuai dengan usia dan BB,
Hematokrit 38%
b. Tekanan darah : 120/80
mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36o
Respirasi : 20x/menit
c. Balance cairan seimbang

Intervensi
NIC :
Fluid management
a. Timbang popok/pembalut jika
diperlukan
b. Pertahankan catatan intake dan output
yang akurat
c. Monitor vital sign
d. Monitor masukan makanan/cairan dan
hitung intake kalori harian
e. Kolaborasikan pemberian cairan IV
f. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
g. Batasi masukan oral
h. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
i. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk
j. Atur kemungkinan transfusi
k. Persiapan untuk transfusi
Hypervolemia Management
a. Monitor status cairan termasuk intake
dan output cairan
b. Pelihara IV line
33

2.

Gangguan eliminasi urin berhubungan


dengan proses filtrasi yang terganggu
akibat terganggunya kerusakan atau
disfungsi GFR
Definisi : disfungsi pada eliminasi urine
Batasan karakteristik :
a. Disuria
b. Sering berkemih
c. Anyang-anyangan
d. Nokturia
e. Retensi
f. Dorongan

NOC :
a. Urinary elimination
b. Urinary contiunence
Kriteria Hasil :
a. Kandung kemih kosong
secara penuh
b. Tidak ada residu urine >100200 cc
c. Intake cairan dalam rentang
normal
d. Bebas dari ISK
e. Tidak ada spasme bladder
f. Balance cairan seimbang

c. Monitor tingkat Hb dan hematokrit


d. Monitor tanda vital
e. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
f. Monitor berat badan
g. Batasi pasien untuk intake oral
h. Pemberian cairan IV monitor adanya
tanda dan gejala kelebihan volume
cairan
i. Monitor adanya tanda gagal ginjal
NIC :
Urinary Retention Care
a. Monitor intake dan output
b. Monitor penggunaan obat
antikolinergik
c. Monitor derajat distensi bladder
d. Instruksikan pada pasien dan keluarga
untuk mencatat output urine
e. Sediakan privacy untuk eliminasi
f. Stimulasi reflek bladder dengan
kompres dingin pada abdomen
g. Kateterisasi jika perlu
h. Monitor tanda dan gejala ISK (panas,
hematuria, perubahan bau dan
konsistensi urine)

Faktor yang berhubungan :


a. Obstruksi anatomik
b. Penyebab multiple
34

3.

c. Gangguan sensori motorik


d. Infeksi saluran kemih
Kurang pengetahuan berhubungan dengan
proses penyakit, prosedur perawatan,
pengobatan
Definisi : tidak adanya atau kurangnya
infornasi kognitif sehubungan dengan
topik spesifik
Batasan karakteristik :
Menyebabkan adanya masalah,
ketidakakuratan mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai
Faktor yang berhubungan :
Keterbatasan kognitif, interpretasi
terhadap informasi yang salah, kurangnya
keinginan untuk mencrari informasi

NOC :
a. Knowledge : disease process
b. Knowledge : health behavior

Kriteria Hasil :
a. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya

NIC :
Teaching : disease process
a. Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan
cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
d. Gambarkan proses penyakit, dengan
cara yang tepat
e. Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat
f. Sediakan imformasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
g. Hindari harapan yang kosong
h. Sediakan bagi keluarga atau informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
i. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
35

4.

Nyeri akut berhubungan dengan proses


infeksi
Definisi : sensori yang tidak
menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional) :
serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat
yang dapat diantisipasi dengan akhir yang
dapat diprediksi dan dengan durasi kurang
dari 6 bulan

NOC :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan

akan datang dan atau proses


pengontrolan penyakit
j. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
k. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
l. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
m. Instruksikan pasien mengenai tanda
dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
NIC :
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
c. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
d. Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa
36

menggunakan manajemen
Batasan karakteristik :
nyeri
a. Laporkan secara verbal atau non
c. Mampu mengenali nyeri
verbal
(skala, intensitas, frekuensi
b. Fakta dari observasi
dan tanda nyeri)
c. Posisi antalgik untuk menghindari
d. Menyatakan rasa nyaman
nyeri
setelah nyeri berkurang
d. Gerakan melindungi
e. Tanda vital dalam rentang
e. Tingkah laku berhati-hati
normal
f. Muka topeng
g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
h. Terfokus pada diri sendiri
i. Fokus menyempit (penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
j. Tingkah laku distraksi, contoh : jalanjalan, menemui orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
k. Respon autonom (seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
l. Perubahan autonomic dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang dari lemah ke
kaku)
m. Tingkah laku ekspresif (contoh :

lampau
f. Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa lampau
g. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
h. Kurangi faktor presipitasi nyeri
i. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
j. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
k. Ajarkan tentang tehnik non
farmakologi
l. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
m. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
n. Tingkatkan istirahat
o. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
p. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri sebelum pemberian
37

gelisah, merintih, menangis, waspada,


iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
n. Perubahan dalam nafsu makan dan
minum
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis)

5.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


perubahan otot
Definisi : ketidakcukupan energi secara
fisiologis maupun psikologis untuk
meneruskan atau menyelesaikan aktivitas
yang diminta atau aktivitas sehari-hari
Batasan karakteristik :
a. Melaporkan secara verbal adanya

NOC :
a. Energy conservation
b. Self Care : ADL
Kriteria Hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR
b. Mampu melakukan aktivitas

obat
b. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri hebat
i. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)
NIC :
Aktivity Therapy
a. Kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang
tepat
b. Bantu kilen untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
c. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
38

kelelahan atau kelemahan


b. Respon abnormal dari tekanan darah
atau nadi terhadap aktivitas
c. Perubahan EKG yang menunjukkan
aritmia atau iskemia
d. Adanya dyspneu atau
ketidaknyamanan saat beraktivitas
Faktor-faktor yang berhubungan :
a. Tirah baring atau imobilisasi
b. Kelemahan menyeluruh
c. Ketidakseimbangan antara suplei
oksigen dengan kebutuhan
d. Gaya hidup yang dipertahankan

sehari-hari (ADL) secara


mandiri

kemampuan fisik, psikologi dan social


d. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
e. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
f. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
g. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
h. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
j. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
k. Monitor respon fisik, emosi, social dan
spiritual
Energy management
a. Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas
b. Dorong untuk mengungkapkan
perasaan terhadap keterbatasan
c. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
kelelahan
d. Monitor nutrisi dan sumber energi
39

yang adekuat
e. Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
f. Monitor respon kardiovaskuler
terhadap aktivitas
g. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien

40

41

3. Evaluasi
Evaluasi pada pasien GGK menurut Nursalam dan Baticaca (2009 :
54) adalah :
a. Tekanan darah stabil dan tidak ada penambahan BB.
b. Makan makanan rendah protein dan tinggi karbohidrat.
c. Tidak ada kerusakan kulit dan pasien melaporkan gatal berkurang.
d. Ambulasi tanpa jatuh.
e. Bertanya dan membaca materi tentang dialisis.

42
42
D. Pathway

Zat toksik

Vaskular

Reaksi
antigen
antibodi

Arterio
skerosi
s
Suplai
darah ginjal
turun

Tertimbun
ginjal

Kurangnya
informasi

GFR turun
GGK
Sekresi protein terganggu

Retensi Na

Sindrom uremia

Mual

Pruritus

Iritasi lambung

Infeksi

Perdarahan

Gastritis

Anemia

Nyeri akut
akkjklljm,
mmakutak
Nutrisi kurang dari
ut
kebutuhan tubuh

Sekresi eritropoitin turun


Produksi Hb turun

Tekanan
kapiler naik

Gangguan
integritas
kulit

Retensi urine

Kurang
pengetahua
n

Total CES naik

Peningkatan
asam
lambung

Obstruksi
saluran kemih

Infeksi

O2 Hb
turun
turun
Suplai O2
turun

Edema

Beban jantung naik


Hipertrofi
ventrikel kiri

Lemah,
letih

Gangguan
perfusi
jaringan

Intoleransi
aktivitas

Payah
jantung
COP turun
Aliran
darah ginjal
turun
Retensi Na dan H2O naik

Bendungan atrium kiri


naik
Tekanan vena pulmonalis
Kapiler paru naik
Edema paru

Sumber : Kusuma & Nurarif (2012)


Sudoyo, dkk (2009)

Kelebihan
volume cairan

Gangguan pertukaran gas


jmmmmmmmmmmmkkkgasg
asgasgaskkgas

43

BAB III
METODE STUDI KASUS

A. Desain Studi Kasus


Metode penulisan dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, penulis
menggunakan metode deskriptif yang menggambarkan studi kasus dan metode
studi kepustakaan. Metode deskriptif adalah mendeskripsikan (memaparkan)
peristiwa-peristiwa yang dilakukan secara sistematis dan lebih menekankan pada
data factual dari pada penyimpulan. Fenomena disajikan apa adanya tanpa
manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa
fenomena tersebut bisa terjadi (Nursalam, 2011).

B. Tempat dan Waktu


Penulisan studi kasus ini penulis mengambil satu kasus yaitu Kelebihan
Volume Cairan pada Tn. H dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK) di Bangsal
Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tempat yang dijadikan sasaran untuk
pengkajian asuhan keperawatan yaitu di bangsal Melati 1. Waktu pengambilan
kasus atau pengolahan data untuk dijadikan asuhan keperawatan dilakukan pada
tanggal 12 Juni 2014 sampai 15 Juni 2014, selama 3 hari.

C. Subyek Studi Kasus


Penyusunan dalam studi kasus ini penulis membutuhkan subyek/pasien
sesuai dengan kasus yang dikelola yaitu pasien GGK dengan kelebihan volume

43

44

cairan tanpa ataupun dengan penyakit penyerta, dan pasien GGK yang sudah
pernah hemodialisis atau baru pertama kali hemodialisis.

D. Instrumen
Penulis menggunakan alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data
yang berasal dari format pengkajian yaitu identitas pasien, keluhan utama,
riwayat kesehatan pasien dan keluarga, pola-pola fungsional (model konsep
fungsional Gordon), pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, data subyektif
dan data obyektif. Data subyektif adalah data riwayat kesehatan yang diperoleh
dari wawancara dengan pasien. Data obyektif adalah data yang diperoleh dari
pengkajian fisik pasien (Priharjo, 2007).

E. Teknik Pengumpulan Data


Penulis dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah studi literature,
internet, wawancara, observasi dan dokumentasi.
1. Studi literature merupakan pengumpulan bahan-bahan berupa buku teks
(teori) maupun hasil penelitian dari orang lain, majalah, jurnal dan
sebagainya (Notoadmodjo, 2010).
2. Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan
data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan
dari

seseorang

sasaran

penelitian

(responden)

atau

bercakap-cakap

berhadapan muka dengan orang tersebut (Notoadmodjo, 2010).

45

3. Observasi adalah kegiatan pengamatan terhadap suatu objek dengan


menggunakan

seluruh

alat

indra

seperti

penglihatan,

penciuman,

pendengaran, peraba dan pengecap (Arikunto, 2010).


4. Dokumentasi yaitu tulisan (paper), tempat (place) dan kertas atau orang,
namun ada juga peneliti dapat menyelidiki benda-benda tertulis (Arikunto,
2010).
Peneliti dalam pendokumentasian dapat juga melihat dan mempelajari
catatan

medik,

catatan

(penunjang/laboratorium)

keperawatan

dan

hasil-hasil

pemeriksaan

BAB IV
RESUME KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Resume Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari Kamis tanggal 12 Juni 2014 pukul
11.45 WIB.
a. Identitas
Identitas pasien: nama Tn. H, umur 55 tahun, jenis kelamin lakilaki, alamat: Keblokan, RT 02 RW VIII Sendangijo, Selogiri, Wonogiri,
pasien tidak bekerja, agama islam, masuk rumah sakit hari Rabu tanggal
11 Juni 2014, pukul 22.00 WIB, nomor rekam medis : 01.22.XX.75,
diagnosa medis: CKD stage V.
Identitas penanggung jawab: nama Ny. T, umur 35 tahun, jenis kelamin
perempuan, alamat: Keblokan, RT 02 RW VIII Sendangijo, Selogiri,
Wonogiri,pekerjaan sebagai karyawan, agama islam, hubungan dengan
pasien: anak.
b. Keluhan utama
Pasien mengatakan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu sebelum
masuk RS (9 Juni 2014).
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu.Saat dirumah
pasien mengeluh sesak, sesak bertambah jika pasien beraktifitas atau
berjalan dan dapat berkurang dengan istirahat.Pasien lebih nyaman tidur

46

47

menggunakan 3 bantal, pasien juga sering terbangun malam hari saat tidur
karena merasa sesak.Pasien mengeluh kaki kanannya bengkak, perut
membesar, terasa kembung atau mbeseseg.Pasien merasa mual dan
muntah, apa yang dimakan seakan berisi air. Pasien batuk tidak berdahak,
mengeluh pusing dan lemas bertambah, lemas tidak berkurang dengan
makan dan istirahat.Nafsu makan berkurang karena pasien mengeluh
mual tiap kali makan.Pasien hanya istirahat di rumah, tidak ada
pengobatan untuk mengurangi keluhannya.Karena sesak bertambah, maka
pada tanggal 11 Juni 2014 jam 22.00 WIB pasien dirawat di bangsal
Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Pasien sebelum dirawat di
bangsal, berada di IGD. Saat di IGD pasien masih mengeluh sesak nafas,
pusing dan perut kembung, kemudian dilakukan vital sign dan
pemeriksaan laboratorium: kreatinine 9,9 mg/dl, ureum 154 mg/dl, kalium
darah 5,7 mmol/L.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya sudah pernah dirawat di RS dengan
diagnosa CKD.Pasien juga sudah pernah hemodialisa sejak 9 bulan
yang lalu.Hemodialisa rutin setiap hari sabtu.Hipertensi sejak 10 tahun
yang lalu, pasien tidak kontrol rutin.Terakhir dirawat di RS yaitu pada
tanggal 3 Juni 2014 sampai 7 Juni 2014.Pasien dirawat dengan keluhan
sesak nafas di RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama 5 hari.Selama 9
bulan pengobatan yang dilakukan pasien di rumah yaitu minum obat yang
diberikan dari kontrol di RS.

48

e. Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami sakit
seperti yang diderita pasien saat ini.Keluarga juga tidak mempunyai
penyakit keturunan seperti Hipertensi, Diabetes Mellitus, Jantung, dll juga
tidak ada penyakit menular.
f. Pola Fungsional
Pola persepsi dan manajemen kesehatan: pasien mengatakan
apabila anggota keluarganya ada yang sakit maka akan segera periksa ke
dokter, jika keadaan tidak membaik akan dibawa ke RS. Pola nutrisi;
sebelum sakit: pasien mengatakan makan 3x/hari habis 1 porsi dengan
komposisi nasi, sayur, lauk pauk dan buah, selama sakit: pasien
mengatakan tidak nafsu makan, mual tiap kali makan, makan 3x/hari,
habis 4-5 sendok makan dengan komposisi nasi, sayur, lauk pauk dan
buah. Pola eliminasi; sebelum masuk RS: pasien mengatakan BAK 78x/hari atau 300 cc/hari warna urine kuning, BAB 1x/hari, feses kuning
kecoklatan, konsistensi lembek, selama sakit: pasien mengatakan BAK
3-4x/hari atau 150 cc/hari warna urine kuning, BAB 1x/hari, terkadang
dua hari sekali, feses kuning kecoklatan, konsistensi lembek. Pola cairan
dan elektrolit; sebelum masuk RS: pasien mengatakan minum habis 4-5
gelas/hari atau 1.000 cc/hari, pasien minum air putih, jarang minum air
teh, selama sakit: pasien mengatakan minum air putih hanya 1-2
gelas/hari atau 300 cc/hari. Pasien terpasang infus Nacl 16 tpm.

49

Menghitung IWL = (15 x BB) / 24 jam


= (15 x 42) / 24 jam
= 630 cc/24 jam
Menghitung balance cairan :
1) Input : Air (makan + minum)
Cairan infus
Terapi injeksi
-furosemid 20mg/8jam
-gastrofer 40mg/12jam
Air metabolisme (5cc/kgBB/hari)

2) Output : Urine
Feses
IWL

= 400 cc
= 1.150 cc
=
6 cc
= 10 cc
= 210 cc
--------------- +
1.776 cc
= 150 cc
= 100 cc
= 630 cc
--------------- +
880 cc

Jadi balance cairan Tn. H dalam 24 jam:


intakecairan output cairan= 1.776 cc 880 cc= + 896 cc
Kesimpulan: Tn . H kelebihan volume cairan
Pola oksigenasi: pasien mengatakan sesak nafas, R: 26x/menit,
terpasang O2 2 liter/menit. Pola aktivitas dan latihan; sebelum sakit:
pasien mengatakan dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari dengan
mandiri, selama sakit: pasien mengatakan aktifitas dilakukan secara
mandiri jika itu ringan, tetapi kadang juga dibantu oleh keluarganya. Pola
kognitif perseptual: pasien mengatakan sudah mengetahui tentang
penyakitnya sejak 9 bulan yang lalu, setelah diberi tahu oleh dokter
tentang penyakitnya pasien sangat cemas. Pola istirahat dan tidur;
sebelum sakit: pasien mengatakan dapat tidur 7-8 jam/hari, tidur siang

50

1 jam/hari, selama sakit: pasien mengatakan sulit tidur, tidur 6-7


jam/hari, tidur tidak nyenyak, sering terbangun pada malam hari karena
merasa sesak nafas.
Konsep diri; body image: pasien mengatakan tidak malu dengan
keadaanya tubuhnya. Self ideal: pasien mengatakan ingin cepat sembuh
dan bisa melakukan aktifitasnya seperti biasa. Self esteem: pasien
mengatakan tidak mengalami kehilangan rasa percaya diri. Role: selama
sakit pasien tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dan
ayah. Identity: pasien mengetahui identitasnya sebagai seorang suami dan
ayah. Pasien juga mengetahui dimana pasien berada.
Pola peran dan hubungan; sebelum sakit: pasien dapat berperan
sebagai seorang suami dan ayah, selama sakit: pasien tidak dapat berperan
sebagai seorang suami dan ayah. Pola aman dan nyaman: pasien
mengatakan pusing. Pola reproduksi/seksual: pasien seorang laki-laki
berumur 55 tahun, sudah pernah menikah dan mempunyai 4 orang anak.
Pola koping dan toleransi stress: pasien mendapat dukungan moral dari
keluarganya, jika ada masalah pasien terbuka dengan keluarganya. Pola
keyakinan dan nilai: pasien beragama islam, selama sakit pasien tidak
menjalankan ibadah, hanya berdoa.
Pemeriksaan fisik; kesadaran compos mentis, keadaan umum
lemah, tanda-tanda vital: tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 84x/menit,
suhu 36,5C, respirasi 26x/menit. Kepala: tidak ada lesi, rambut pendek,
hitam beruban. Mata: simetris, fungsi penglihatan baik. Hidung: simetris,

51

bersih, tidak ada sekret, terpasang kanul O2 2 liter/menit.Telinga: simetris,


bersih, tidak ada serumen dan fungsi pendengaran baik. Mulut: mukosa
bibir lembab, tidak ada stomatitis, lidah tidak ada lesi. Leher: tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid. Thorax: simetris, retraksi (-). Paru-paru;
inspeksi: pengembangan dada kanan dan kiri sama, palpasi: fremitus raba
kanan dan kiri sama, perkusi: sonor, auskultasi: bronkovesikuler. Jantung;
inspeksi: ictus cordis tidak tampak, palpasi: ictus cordis kuat angkat,
perkusi: batas jantung kesan melebar caudolateral, auskultasi: bunyi
jantung I dan II normal. Abdomen; inspeksi: asites, tidak ada lesi,
auskultasi: peristaltik usus 13x/menit, palpasi: tidak ada nyeri tekan,
perkusi: tympani. Genetalia: tidak terpasang DC. Ekstremitas atas:
terpasang infus Nacl 16 tpm pada tangan kanan, tidak ada lesi, tidak
oedem, bisa bergerak dan berfungsi dengan baik, ekstremitas bawah:
terdapat oedem pada kaki kanan. Kulit: turgor kulit baik, tidak ada lesi.
Pemeriksaan penunjang; hasil pemeriksaan laboratorium pada
tanggal 11 Juni 2014 jam 9:00 pm, hematologi rutin; hemoglobin 11,0
g/dl (N: 13,5-17,5 g/dl), hematokrit 32% (N: 33-45%), leukosit 6,5 ribu/ul
(N: 4,5-11,0 ribu/ul), trombosit 199 ribu/ul (N: 150-450 ribu/ul), eritrosit
3,97 juta/ul (N: 4,50-5,90 juta/ul), kimia klinik; kreatinine 9,9 mg/dl (N:
0,9-1,3 mg/dl), ureum 154 mg/dl (N: <50mg/dl), elektrolit; natrium darah
135 mmol/L (N: 136-145 mmol/L), kalium darah 5,7 mmol/L (N: 3,3-5,1
mmol/L), kalsium ion 1,19 mmol/L (N: 1,17-1,29 mmol/L). Program
terapi infus Nacl 16 tpm, furosemid 20mg/8jam, gastrofer 40mg/12jam,

52

CaCO3 3x1, asam folat 1x2tab, amlodipin 1x10mg dan hemodialisa setiap
hari sabtu.
2. Analisa Data
Tabel 4.1 Analisa Data
No
1.

2.

3.

Data Fokus
DS : pasien mengatakan perut
terasa kembung atau mbeseseg
DO :
-Oedem pada kaki kanan
-BAK 3-4x/hari atau 150
cc/hari
-asites
-TTV; TD:170/100 mmHg
N:84x/menit
R:26x/menit
S: 36,5C
-Ureum 154 mg/dl
-Kreatinine 9,9 mg/dl
-IWL 630 cc/hari
-Kelebihan volume cairan
896cc
-Pitting edema: derajat IV
kedalamannya 7 mm dengan
waktu kembali 7 detik
DS : pasien mengatakan sesak
nafas
DO :
-Terpasang O2 2 liter/menit
-Respirasi 26x/menit
-Pasien terlihat nafas terengahengah
DS : pasien mengatakan tidak
nafsu makan, mual tiap kali
makan
DO :
-BB: 42 kg
-TB: 152 cm
-Makan 4-5 sendok sekali
makan
-Pasien tampak lemah
-Hemoglobin 11,0 g/dl
-Hematokrit 32 %

Etiologi
Problem
Disfungsi ginjal: Kelebihan
penurunan
volume cairan
haluaran urine

Suplai oksigen Pola nafas tidak


yang
tidak efektif
adekuat

Anoreksia,
mual,
pembatasan diet

Perubahan
nutrisi
kurang
dari kebutuhan
tubuh

53

-Kesadaran: compos mentis


-Postur otot: lemah
-Tidak ada stomatitis

3. Diagnosa Keperawatan
a.

Kelebihan volume cairan b.d disfungsi ginjal: penurunan haluaran urine

b.

Pola nafas tidak efektif b.d suplai oksigen yang tidak adekuat

c.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual,


pembatasan diet

4. Intervensi Keperawatan
Pada hari Kamis, 12 Juni 2014 jam 13.00 ditetapkan intervensi dari
diagnosa 1. Tujuan yang ditetapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan
3x24jam kelebihan volume cairan dapat dikurangi yang dibuktikan dengan
keseimbangan cairan dan indikator hidrasi yang adekuat. Kriteria hasil yang
diinginkan adalah pasien menunjukkan pengeluaran urine tepat seimbang
dengan pemasukan, hasil laboratorium mendekati normal (kreatinine 0,91,3mg/dl, ureum <50mg/dl), BB stabil, TTV dalam batas normal (TD: 130/90
mmHg, N: 80x/menit, R: 20x/menit, S: 36,5C), tidak ada oedem. Intervensi
yang ditetapkan adalah kaji status cairan (hitung keseimbangan cairan, kaji
turgor kulit dan adanya oedem), observasi TTV, anjurkan pasien untuk
membatasi masukan cairan, berikan penkes kepada pasien dan keluarga
tentang penyakitnya dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi,
misalnya: furosemid.
Pada hari Kamis, 12 Juni 2014 jam 13.15 ditetapkan intervensi dari
diagnosa 2. Tujuan yang ditetapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan 3

54

x 24 jam pola nafas efektif. Kriteria hasil yang diinginkan adalah pasien tidak
sesak nafas, respirasi 16-20x/menit, irama teratur. Intervensi yang ditetapkan
adalah kaji kepatenan jalan nafas, ajarkan batuk efektif dan cara nafas dalam,
posisikan pasien semifowler, anjurkan pasien untuk membatasi aktifitas dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian O2 sesuai dengan kebutuhan.
Pada hari Kamis, 12 Juni 2014 jam 13.30 ditetapkan intervensi dari
diagnosa 3. Tujuan yang ditetapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan 3
x 24 jam kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan adekuat. Kriteria hasil
yang diinginkan adalah nafsu makan meningkat, mual, muntah hilang, BB
naik, makan habis 1 porsi. Intervensi yang ditetapkan adalah kaji status
nutrisi, perubahan BB, pola makan pasien, observasi KU dan TTV pasien,
anjurkan untuk makan sedikit tapi sering, berikan penjelasan terhadap
pentingnya nutrisi bagi tubuh dan proses penyembuhan dan kolaborasi
dengan dokter untukpemberian terapi gastrofer.
5. Implementasi
Kelebihan volume cairan b.d disfungsi ginjal: penurunan haluaran
urine. Implementasi yang dilakukan pada hari Kamis, 12 Juni 2014 jam 14.00
mengkaji status cairan (menghitung keseimbangan cairan, mengkaji turgor
kulit dan adanya oedem) dengan hasil subyektif: pasien mengatakan perutnya
kembung, badannya lemas, obyektif: IWL = 630 cc/hari, kelebihan volume
cairan 896 cc, BB 42 kg, turgor kulit baik, oedem pada kaki kanan, jam 14.10
mengobservasi TTV dengan hasil subyektif: pasien mengatakan badannya
lemas, obyektif: TD: 170/100 mmHg, N: 84x/menit, R: 26x/menit,

55

S: 36,5C, jam 14.15 menganjurkan pasien untuk membatasi masukan cairan


dengan hasil subyektif: pasien mengatakan akan membatasi minum, obyektif:
minum < 300 cc/hari, jam 14.20 memberikan penkes kepada pasien dan
keluarga tentang penyakitnya dengan hasil subyektif: pasien mengatakan
belum paham tentang penyakitnya, obyektif: pasien dan keluarga kooperatif,
mendengarkan informasi yang disampaikan mahasiswa, jam 14.35 kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi furosemid 20mg/8jam dengan hasil
subyektif: pasien mengatakan bersedia jika diinjeksikan furosemid, obyektif:
furosemid diinjeksikan IV 20mg/8jam, tidak terjadi oedem, tidak bocor.
Pola nafas tidak efektif b.d suplai oksigen yang tidak adekuat.
Implementasi yang dilakukan pada hari Kamis, 12 Juni 2014 jam 14.45
mengkaji kepatenan jalan nafas dengan hasil subyektif: pasien mengatakan
sesak nafas, obyektif: tidak ada sumbatan, respirasi 26x/menit, terpasang O2 2
liter/menit, jam 15.00 menganjurkan batuk efektif dan cara nafas dalam
dengan hasil subyektif: pasien mengatakan sebelumnya belum pernah
diajarkan batuk efektif dan cara nafas dalam, obyektif:pasien kooperatif,
pasien bisa mengulangi cara nafas dalam, jam 15.10 memposisikan pasien
semifowler dengan hasil subyektif: pasien mengatakan sesak berkurang jika
dengan posisi semifowler, obyektif: pasien posisi semifowler, jam 15.20
menganjurkan pasien untuk membatasi aktifitas dengan hasil subyektif:
pasien mengatakan badannya lemas, obyektif: pasien kooperatif, jam 15.30
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian O2 sesuai dengan kebutuhan

56

dengan hasil subyektif: pasien mengatakan sesak berkurang, obyektif:


terpasang kanul O2 2 liter/menit.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual,pembatasan diet. Implementasi yang dilakukan pada hari Jumat, 13
Juni 2014 jam 09.00 mengkaji status nutrisi, perubahan BB, pola makan
pasien dengan hasil subyektif: pasien mengatakan tidak nafsu makan,
obyektif: BB 42 kg, pasien tampak lemas, jam 09.10 mengobservasi KU dan
TTV pasien dengan hasil subyektif: pasien mengatakan badannya lemas,
obyektif: TD: 160/100 mmHg, N: 86x/menit, R: 26x/menit, S: 36,6C, jam
09.20 menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering dengan hasil subyektif:
pasien mengatakan akan mengikuti anjuran mahasiswa, obyektif: pasien
tampak lemas, jam 09.30 memberikan penjelasan terhadap pentingnya nutrisi
bagi tubuh dan proses penyembuhan dengan hasil subyektif: pasien
mengatakan mual tiap kali makan, obyektif: pasien kooperatif, jam 09.45
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi gastrofer 40mg/12jam
dengan hasil subyektif: pasien bersedia jika obat di drip melalui flabot infus,
obyektif: gastrofer 40mg/12jam di drip ke dalam infus Nacl 500 cc.
6. Evaluasi
Kelebihan volume cairan b.d disfungsi ginjal: penurunan haluaran
urine. Evaluasi; subyektif: pasien mengatakan perut kembung atau mbeseseg
berkurang, obyektif: masih terdapat oedem pada kaki kanan, BAK 3-4x/hari
atau 150 cc/hari, TD: 130/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S:
36,5C, pasien terlihat rileks, assesment: masalah kelebihan volume cairan

57

teratasi sebagian, planning: rencana keperawatan dipertahankan dengan


observasi TTV, anjurkan pasien untuk membatasi masukan cairan dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi, misalnya: furosemid.
Pola nafas tidak efektif b.d suplai oksigen yang tidak adekuat. Evaluasi;
subyektif: pasien mengatakan sesak berkurang, obyektif: terpasang O2 2
liter/menit, respirasi 22x/menit, pasien tampak rileks, KU sedang, assesment:
masalah pola nafas tidak efektif teratasi sebagian, planning: rencana
keperawatan dipertahankan dengan adalah ajarkan batuk efektif dan cara
nafas dalam, posisikan pasien semifowler, anjurkan pasien untuk membatasi
aktifitas dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian O2 sesuai dengan
kebutuhan.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual,pembatasan diet. Evaluasi; subyektif: pasien mengatakan makan habis 1
porsi, tidak merasa mual dan muntah, obyektif: BB 42 kg, TD: 130/90
mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 36,5C, assesment: masalah
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, planning: rencana
keperawatan dihentikan.

B. Pembahasan
1. Pengkajian
Dari pengkajian telah didapatkan data sebagai berikut: pasien
mengatakan perut terasa kembung atau mbeseseg, sesak nafas, batuk tidak
berdahak, tidak nafsu makan, mual muntah tiap kali makan, berat badan 42

58

kg, TB 152 cm, makan 4-5 sendok sekali makan, terdapat oedem pada kaki
kanan, asites, IWL 630 cc/hari, kelebihan volume cairan 896 cc, pitting
edema: derajat IV kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik, pasien
terpasang infus Nacl 16 tpm di tangan kanan, O2 2 liter/menit, pasien terlihat
nafas terengah-engah, pasien tampak lemah, kesadaran compos mentis, postur
otot lemah, tidak ada stomatitis, BAK 3-4x/hari atau 150 cc/hari,
TD:170/100 mmHg, N:84x/menit, R:26x/menit, S:36,5C, ureum 154 mg/dl,
kreatinine 9,9 mg/dl, hemoglobin 11,0 g/dl, hematokrit 32 % g/dl. Data-data
tersebut termasuk dalam karakteristik kelebihan volume cairan karena adanya
oedem sesuai teori (Asmadi, 2009 : 54-55) dan data tersebut menunjukkan
bahwa pasien mengalami kerusakan fungsi ginjal yang menyebabkan retensi
cairan dan aliran darah ginjal menurun mengakibatkan retensi air dan natrium
meningkat. Adanya gejala kelebihan volume cairan yaitu: sesak nafas,
peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat, asites, edema, adanya
ronkhi, kulit lembab, distensi vena leherdan irama gallop (Tarwoto dan
Wartonah, 2010 : 78). Kemungkinan data yang ditemukan di atas sebagai
pola nafas tidak efektif sesuai dengan teori (Tarwoto dan Wartonah, 2010 :
41) yaitu: perubahan irama pernapasan dan jumlah pernapasan, dispnea,
penggunaan otot tambahan pernapasan, suara pernapasan tidak normal, batuk
disertai dahak, menurunannya kapasitas vital, dan kecemasan. Hanya saja
pasien batuk tidak berdahak.Data tersebut menunjukkan bahwa pasien
mengalami tidak adekuatnya suplai oksigen yang menyebabkan tidak
efektifnya pola nafas.Pasien juga mengalami gangguan kebutuhan nutrisi

59

karena anoreksia, mual, muntah yang menyebabkan tidak adekuatnya nutrisi


yang masuk ke dalam tubuh.Data tersebut termasuk dalam karakteristik
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sesuai teori (Tarwoto dan
Wartonah, 2010 : 66).
2. Diagnosa
Pada bab ini penulis akan membahas masalah-masalah keperawatan
yang muncul pada Tn. H dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK). Setelah penulis
melakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, ditemukan tiga diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan b.d disfungsi ginjal : penurunan haluaran
urine
Kelebihan volume cairan adalah kondisi ketika individu mengalami
atau beresiko mengalami kelebihan beban cairan intraseluler atau
interstisial. Batasan karakteristiknya: edema, kulit tegang dan mengilap,
asupan cairan lebih banyak daripada haluaran, sesak nafas dan
penambahan berat badan (Carpenito, 2009 : 463). Kelebihan volume
cairan terjadi jika proporsi elektrolit dan air, mengalami retensi terhadap
kadar di dalam cairan ekstraseluler. Kondisi ini biasanya disebabkan
retensi natrium yang disertai retensi air. Cairan bergerak ke ruang
interstisial dan akumulasi cairan dalam ruang tersebut mengakibatkan
edema (kelebihan cairan jaringan). Penyebab kondisi ini meliputi gagal
jantung kongestif, gagal ginjal, sirosis hati, kadar kortikosteroid

60

berlebihan, dan transfusi berlebihan dengan cairan IV yang mengandung


natrium (Brooker, 2008 : 300-302).
Hal ini dibuktikan dengan data subyektif laporan adanya perut
terasa kembung atau mbeseseg, sesak nafas dan data obyektif: asites,
oedem pada kaki kanan, respirasi 26x/menit, pitting edema: derajat IV
kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik, kelebihan volume
cairan 896 cc, IWL 630 cc/hari. Kelebihan volume cairan (edema) adalah
penimbunan cairan berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam
berbagai rongga tubuh. Edema disebut juga dengan efusi, asites (Asmadi,
2009 : 54-55). Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung
bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari. Penilaian pitting edema
ada empat derajat yaitu: derajat I; kedalamannya 1-3 mm dengan waktu
kembali 3 detik, derajat II; kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali
5 detik, derajat III; kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik,
derajat IV; kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7
detik.
Hasil pengkajian pada Tn. H didapatkan respirasi 26x/menit, ini
membuktikan pasien mengalami sesak nafas. Pada keadaan normal,
frekuensi pernapasan pada orang dewasa sekitar 18-22x/menit. Tn. H
juga mengalami takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal
dengan frekuensi lebih dari 24x/menit (Tarwoto dan Wartonah, 2010 :
35). Sesak nafas yang timbul pada Tn. H karena adanya edema pada
paru-paru. Edema paru-paru adalah suatu keadaan terkumpulnya cairan

61

patologi di ekstravaskuler dalam paru. Edema paru merupakan kondisi


yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. Cairan ini terkumpul
dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk
bernafas.
Pasien juga mengalami kelebihan volume cairan sebanyak 896 cc.
Balance cairan didapatkan dari intake cairan dikurangi output cairan.
Adapun input dalam sehari: air (makan + minum) 400 cc, cairan infus
1.150 cc, terapi injeksi furosemid 20mg/8jam 6 cc dan gastrofer
40mg/12jam 10 cc dan air metabolisme (5cc/kgBB/hari) 210 cc. Jumlah
input sebanyak 1.776 cc/hari. Output dalam sehari urine 150 cc, feses
100 cc dan IWL 630 cc/hari. Jumlah output sebanyak 880 cc/hari.
Kesimpulannya Tn. H kelebihan volume cairan 896 cc/hari.
IWL (Insensible Water Loss) adalah hilangnya cairan yang tidak
dapat

dilihat

melalui

evaporasi

dan

respirasi.

Dewasa

10-15

cc/kgBB/hari, anak 30 cc/kgBB/hari. Data yang ditemukan dari Tn. H


IWL 630 cc/hari. Didapatkan dari 15x42 = 630 cc/hari.
Salah satu hasil metabolisme yang akan dibuang oleh ginjal yaitu
ureum dan kreatinin adalah sebagai indikator derajat kesehatan pada
ginjal. Dan apabila keduanya meningkat, hal ini menunjukkan fungsi
ginjal tidak baik. Data yang ditemukan dari hasil laboratorium ureum 154
mg/dl, sedangkan nilai normalnya 20-40 mg/dl. Ureum adalah hasil akhir
metabolisme protein, karena ureum yang tinggi atau meningkat maka
terjadi uremia. Uremia adalah keadaan zat toksik yang disebabkan gagal

62

ginjal. Hal ini terjadi bila fungsi ginjal tidak dapat membuang urea keluar
dari tubuh sehingga urea menumpuk dalam darah.
Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan kreatin fosfat
yang terjadi di otot. Kreatinin adalah zat racun dalam darah, terdapat
pada seseorang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan normal.
Batas normal kreatinin 0,5-1,5 mg/dl. Data yang ditemukan pada Tn. H
nilai kreatininnya 9,9 mg/dl.
Pembenaran analisa data hasil laboratorium hemoglobin dan
hematokrit dari diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d anoreksia, mual, pembatasan diet termasuk dalam diagnosa kelebihan
volume cairan b.d disfungsi ginjal: penurunan haluaran urine. Hasil
laboratorium yang didapat adalah hemoglobin 11,0 g/dl, nilai normalnya
13,5-17,5 g/dl dan hematokrit 32% nilai normalnya 33-45%. Data ini
menunjukkan Tn. H mengalami kekurangan hemoglobin dan hematokrit.
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan
bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah
pada darah ditentukan oleh kadar hemoglobin. Penurunan hemoglobin
terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal.
Hematokrit adalah angka yang menunjukkan persentase zat padat
(kadar sel darah merah, dan lain-lain) dengan jumlah cairan darah.
Semakin tinggi persentase hematokrit berarti konsentrasi darah semakin
kental. Penurunan hematokrit terjadi pada pasien yang mengalami
kehilangan darah akut, misalnya anemia. Kurangnya asupan nutrisi atau

63

intake

makanan

akan

mengakibatkan

malnutrisi

yang

akan

mempengaruhi kecepatan pembentukan hemoglobin dan konsentrasi


dalam darah menurun sehingga menyebabkan anemia. Hal ini terjadi
karena zat besi yang tersedia tidak cukup untuk pembentukan
hemoglobin, sehingga produksi hemoglobin lebih rendah dari normal.
Diagnosa keperawatan ini muncul pada Tn. H karena ditemukan
data subyektif pasien mengatakan perut terasa kembung atau mbeseseg,
sesak nafas dan data obyektif oedem pada kaki kanan, terpasang O2 2
liter/menit, pasien terlihat nafas terengah-engah, BAK 3-4x/hari atau
150 cc/hari, asites, TTV; TD: 170/100 mmHg, N: 84x/menit, R:
26x/menit, S: 36,5C, ureum 154 mg/dl, kreatinine 9,9 mg/dl, IWL 630
cc/hari, kelebihan volume cairan 896 cc, pitting edema: derajat IV
kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7 detik.
Diagnosa keperawatan ini muncul sebagai prioritas utama, karena
menurut Price, (2005 : 952) kelebihan volume cairan apabila tidak segera
ditangani akan menyebabkan beban sirkulasi berlebihan, edema,
hipertensi dan gagal jantung kongestif.
Tujuan yang diharapkan dalam penanganan kelebihan volume
cairan adalah setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
kelebihan volume cairan dapat dikurangi yang dibuktikan dengan
keseimbangan cairan dan indikator hidrasi yang adekuat. Kriteria hasil
yang diinginkan adalah pasien menunjukkan pengeluaran urine tepat
seimbang dengan pemasukan, hasil laboratorium mendekati normal

64

(kreatinine 0,9-1,3mg/dl, ureum <50mg/dl), BB stabil, TTV dalam batas


normal (TD: 130/90 mmHg, N: 80x/menit, R: 20x/menit, S: 36,5C),
tidak ada oedem (Kusuma dan Nurarif, 2012 : 196-201).
Intervensi yang ditetapkan diantaranya:kaji status cairan (hitung
keseimbangan cairan, kaji turgor kulit dan adanya oedem), mengkaji
status cairan intake atau output merupakan pengkajian dasar dan data
dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi
intervensi (Kusuma dan Nurarif, 2012 : 196-201). ObservasiTTV,
mengobservasi tanda-tanda vital bertujuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien (Kusuma dan Nurarif, 2012 : 196-201). Anjurkan pasien
untuk membatasi masukan cairan, pembatasan cairan akan menentukan
berat tubuh ideal, haluaran urine dan respon terhadap terapi (Kusuma dan
Nurarif, 2012 : 196-201). Berikan penkes kepada pasien dan keluarga
tentang penyakitnya, memberikan informasi tentang penyakitnya dapat
meningkatkan pengetahuan dan pola hidup sehat pasien (Kusuma dan
Nurarif, 2012 : 196-201). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi, misalnya : furosemid, kolaborasi atau konsultasi dengan dokter
dalam pemberian terapi dengan maksud segala tindakan atau terapi atas
dasar perintah dan sepengetahuan dokter. Adapun intervensi yang tidak
penulis munculkan yaitu: tinggikan ekstremitas yang mengalami edema
di atas level jantung (Carpenito, 2009 : 467).
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa
kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal:

65

penurunan haluaran urine yaitu mengkaji status cairan (menghitung


keseimbangan cairan, mengkaji turgor kulit dan adanya oedem),
mengobservasi TTV, menganjurkan pasien untuk membatasi masukan
cairan, memberikan penkes kepada pasien dan keluarga tentang
penyakitnya dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
furosemid 20 mg/8jam. Faktor yang mendukung dalam melakukan
tindakan asuhan keperawatan yaitu pasien kooperatif dalam melakukan
pembatasan cairan yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan.
Evaluasi yang didapatkan pada tanggal 15 Juni 2014 setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, masalah kelebihan
volume cairan teratasi sebagian. Hal ini dapat dibuktikan dengan pasien
mengatakan perut kembung atau mbeseseg berkurang, masih terdapat
oedem pada kaki kanan, BAK 3-4x/hari atau 150 cc/hari, TD: 130/90
mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S: 36,5C, pasien terlihat rileks,
sehingga tindakan keperawatan dilanjutkan dengan anjurkan pasien untuk
membatasi masukan cairan (Kusuma dan Nurarif, 2012 : 196-201).
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual, pembatasan diet
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan
dimana intake nutrisi kurang dari kebutuhan metabolisme tubuh. Adapun
penyebab yang berhubungan yaitu : efek dari pengobatan, mual atau
muntah, gangguan intake makanan, radiasi atau kemoterapi dan penyakit
kronis. Kemungkinan data yang ditemukan adalah berat badan menurun,

66

kelemahan, kesulitan makan, nafsu makan berkurang, hipotensi,


ketidakseimbangan elektrolit dan kulit kering (Tarwoto dan Wartonah,
2010 : 66).
Hal ini dibuktikan dengan data subyektif laporan tidak nafsu
makan, mual tiap kali makan dan data obyektif pasien tampak lemah.
Mual adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi tidak
menyenangkan
epigastrium

seperti

atau

pada

gelombang

di

seluruh

bagian

belakang
abdomen

kerongkongan,
yang

dapat

mengakibatkan muntah ataupun tidak (Carpenito, 2009 : 231).


Diagnosa keperawatan ini muncul pada Tn. H karena ditemukan
data subyektif pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual tiap kali
makan dan data obyektif BB: 42 kg, TB: 152 cm, makan 4-5 sendok
sekali makan, pasien tampak lemah, Hemoglobin 11,0 g/dl, Hematokrit
32 %, kesadaran: compos mentis dan postur otot: lemah.
Tujuan yang diharapkan dalam penanganan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh adalah setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan
adekuat. Kriteria hasil yang diinginkan adalah nafsu makan pasien
meningkat, tidak terjadi mual dan muntah, berat badan naik dan makan
habis 1 porsi (Tarwoto dan Wartonah, 2010 : 66).
Intervensi yang ditetapkan diantaranya: kaji status nutrisi,
perubahan BB, pola makan, mengkaji status nutrisi merupakan
pengkajian dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau

67

perubahan dan mengevaluasi intervensi (Tarwoto dan Wartonah, 2010


:67). Observasi KU dan TTV pasien, mengobservasi tanda-tanda vital
bertujuan untuk mengetahui keadaan umum pasien (Kusuma dan Nurarif,
2012 : 196-201). Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering, sering makan
mempertahankan netralisasi HCl, melarutkan isi lambung pada kerja
minimal asam mukosa lambung (Tarwoto dan Wartonah, 2010 : 67).
Berikan penjelasan terhadap pentingnya nutrisi bagi tubuh dan proses
penyembuhan, pengetahuan yang meningkat dapat meningkatkan perilaku
hidup sehat (Tarwoto dan Wartonah, 2010 : 67). Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian terapi gastrofer 40mg/12jam, menghilangkan
mual muntah dan meningkatkan pemasukan oral.
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual,
pembatasan diet yaitu mengkaji status nutrisi, perubahan BB, pola makan
pasien, mengobservasi KU dan TTV pasien, menganjurkan untuk makan
sedikit tapi sering, memberikan penjelasan terhadap pentingnya nutrisi
bagi tubuh dan proses penyembuhan, kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi gastrofer 40mg/12jam. Faktor yang mendukung dalam
melakukan tindakan asuhan keperawatan yaitu pasien dan keluarga
kooperatif dan bekerjasama saat tenaga kesehatan memberikan penjelasan
terhadap pentingnya nutrisi bagi tubuh dan proses penyembuhan.
Evaluasi yang didapatkan pada tanggal 15 Juni 2014 setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, masalah perubahan

68

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi. Hal ini dapat dibuktikan
dengan pasien mengatakan makan habis 1 porsi tidak merasa mual dan
muntah, BB 42 kg, TD: 130/90 mmHg, N: 84x/menit, R: 22x/menit, S:
36,5C, sehingga tindakan keperawatan dihentikan.
Inti dari pembahasan ini pada diagnosa kedua yaitu pola nafas tidak
efektif b.d suplai oksigen yang tidak adekuat tidak dimunculkan dalam
pembahasan, karena data mayor pada diagnosa ini termasuk dalam data
kelebihan volume cairan.

69

BAB V
PENUTUP

Pada bab ini penulis akan membuat kesimpulan dari pengelolaan dan
pembahasan asuhan keperawatan yang telah dibuat pada Tn. H dengan masalah
utama Gagal Ginjal Kronik (GGK) di bangsal Melati 1 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
A. Kesimpulan
Kesimpulan adalah ringkasan dan materi bahasan yang sebagai hasil
pembahasan. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. H dengan Gagal
Ginjal Kronik (GGK) di bangsal Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada
tanggal 12 Juni sampai dengan 15 Juni 2014 penulis membuat beberapa
kesimpulan yaitu:
1.

Pengkajian yang didapatkan Tn. H mengatakan perut terasa kembung atau


mbeseseg, sesak nafas , tidak nafsu makan, mual tiap kali makan, edema di
kaki kanan. Pasien mengatakan sudah menderita Gagal Ginjal Kronik sejak
9 bulan yang lalu, pasien juga hemodialisa setiap hari sabtu secara rutin.

2.

Diagnosa keperawatan yang muncul dari pengkajian di atas yaitu: kelebihan


volume cairan b.d disfungsi ginjal: penurunan haluaran urine, pola nafas
tidak efektif b.d suplai oksigen yang tidak adekuat dan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, pembatasan diet.

3.

Intervensi keperawatan yang ditetapkan adalah kaji status cairan (hitung


keseimbangan cairan, kaji turgor kulit dan adanya oedem), kolaborasi

69

70

dengan dokter dalam pemberian terapi, misalnya: furosemid, kaji kepatenan


jalan nafas, ajarkan batuk efektif dan cara nafas dalam, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian O2 sesuai dengan kebutuhan, kaji status nutrisi,
perubahan BB, pola makan pasien, observasi KU dan TTV pasien dan
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi gastrofer. Intervensi di
atas sudah sesuai dengan teori.
4.

Tindakan yang dilakukan berdasarkan intervensi. Faktor yang mendukung


dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan yaitu pasien dan keluarga
kooperatif dan bekerjasama dengan tenaga kesehatan. Kelemahan dalam
melakukan tindakan keperawatan ini adalah Tn. H belum maksimal dalam
melakukan tindakan keperawatan batuk efektif dikarenakan pasien masih
mengeluh mual.

5.

Evaluasi dari diagnosa kelebihan volume cairan b.d disfungsi ginjal:


penurunan haluaran urine dan diagnosa pola nafas tidak efektif b.d suplai
oksigen yang tidak adekuat adalah masalah teratasi sebagian. Diagnosa
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual,
pembatasan diet dengan hasil masalah teratasi.

B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien kelebihan
volume cairan pada Gagal Ginjal Kronik (GGK), penulis akan memberikan
usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain:

71

1. Bagi Penulis
Penulis dapat mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan lebih
dalam lagi untuk melakukan asuhan keperawatan kelebihan volume cairan
pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK).
2. Bagi Institusi Pendidikan
Institusi

dapat

mengembangkan

pengetahuan

tentang

asuhan

keperawatan kelebihan volume cairan pada pasien Gagal Ginjal Kronik


(GGK) dan mungkin bisa menjadi salah satu acuan bagi penelitian
selanjutnya.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien agar lebih maksimal,
khususnya pada pasien dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK). Perawat
diharapkan dapat memberikan pelayanan professional dan komprehensif.
4. Bagi Rumah Sakit
Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan
dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun
klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang optimal pada umumnya dan pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) pada
khususnya.

72

5. Bagi Pasien atau Keluarga


Pasien lebih kooperatif, selalu memperhatikan serta tidak melakukan
hal-hal yang menyimpang dari petunjuk dokter/perawat. Bila dirumah harus
dapat menjaga diri agar tidak terjadi kondisi yang memperparah penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2010.ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktik.Jakarta: PT RinekaCipta


Arizal,

2009.Angka
Kejadian
dan
Prevalensi.http://digilib.Unimus.ac.a
Id/artikel_keperawatan. Diakses pada tanggal 1 Februari 2014 Jam 13.15
WIB

Armelia, L., 2013. Buku Saku Harrison Nefrologi. Alih Bahasa; Andry Hartono.
Tangerang: Karisma Publishing Group
Asmadi, 2009.Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Baradero, M., 2008.Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Bayhakki, 2012.Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: EGC
Brooker, C., 2008.Ensiklopedia Keperawatan.Alih Bahasa; Andry Hartono. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J., 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi
9. Jakarta: EGC
Colvy, J., 2010. Gagal Ginjal. Yogyakarta: Dafa Publishing
Corwin, E.J., 2009. Patofisiologi : Buku Saku, Edisi 3. Jakarta: EGC
Dinkes Jateng, 2008. Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Kecemasan Pasien Gagal
Ginjal Kronik yang Dilakukan Tindakan Hemodialisa Di RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan. Oleh : Siswantinah, 2011 Universitas
Muhammadiyah
Semarang.
http://jtptunimus-gdl-siswantinah-6072-2bab1.pdf. Diakses pada tanggal 18 Februari 2014 Jam 12.53 WIB
Kusuma, H & Nurarif, A.H., 2012.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: TIM
Notoatmodjo., 2010. MetodologiPenelitianKesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam dan Baticaca, F.B., 2009.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam., 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Ilmu Keperawatan Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrument Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Potter & Perry, 2006.Buku Ajaran Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta: EGC

Price, S.A., 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,


Vol. 2. Jakarta: EGC
Priharjo, 2007.Pengkajian Fisik Keperawatan, Edisi 2. Jakarta:EGC
Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2014.Pasien Gagal Ginjal Kronik.
Tidak Dipublikasikan
Saryono dan Widianti., 2011. Kebutuhan Dasar Manusia (KDM). Yogyakarta: Nuha
Medika
Sudoyo, A.W., 2009. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Suharyanto, T & Madjid, A., 2009.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info Media
Susalit, 2012.Teknik Baru Pengobatan Gagal Ginjal, Edisi Minggu 22 Januari
2012.Koran
Jakarta.
Dibuka
pada
Website:
http://koranjakarta.com/index.php/detail/view01/81403. Diakses pada tanggal 18
Februari 2014 Jam 12.47 WIB
Tarwoto dan Wartonah., 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika
Wahit, N., 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan Aplikasi Dalam
Praktik. Jakarta: EGC
Wijayaningsih, K.S., 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info
Media

JADWAL STUDI KASUS


KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN PADA Tn. H DENGAN
GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) DI BANGSAL MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Oleh : Ria Mei Isnawati
No

Kegiatan

November

1
1
2
3
4

Pengumpulan
judul KTI
Studi
pendahuluan
Bimbingan
proposal
Ujian proposal
KTI
Revisi
proposal studi
kasus dan
pengambilan
ijin studi kasus
Pengambilan
data studi
kasus
Pembimbingan
penyusunan
laporan hasil
studi kasus
Ujian laporan
hasil studi
kasus
Revisi hasil
studi kasus
dan
pengumpulan
KTI

Desember

Januari

Maret

Februari

April
5

Mei
4

Juni
4

Juli
4

KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN


PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Nama Mahasiswa

NIM

A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk

Jam masuk

Tanggal pengkajian

Jam pengkajian

Ruang

No. RM

Dx. Medis

1. Identitas pasien
Nama

Umur

Jenis kelamin

Agama

Suku/bangsa

Pendidikan

Pekerjaan

Alamat

2. Identitas penanggung jawab


Nama

Umur

Jenis kelamin

Agama

Suku/bangsa

Pendidikan

Pekerjaan

Alamat

Hubungan dengan pasien :

B. KELUHAN UTAMA

C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
2. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
4. Genogram

D. POLA FUNGSIONAL GORDON


1. Pola Persepsi - Managemen Kesehatan
2. Pola Nutrisi - Metabolik
Sebelum sakit

Selama sakit

Antropometri measurement
BB

TB

Biochemical data
Hemoglobin

Hematokrit

Clinical sign of nutrition status


Kesadaran

Postur otot

Abdomen

Rambut

Kulit

Mukosa bibir

Mulut

Mata

Diet history
Pola makan

Kebiasaan makan :
Program diet

Alergi

3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit

Selama sakit

4. Pola Latihan - Aktivitas


Sebelum sakit

Selama sakit

5. Pola Kognitif Perseptual


6. Pola Istirahat - Tidur
Sebelum sakit

Selama sakit

7. Pola Konsep Diri - Persepsi Diri


Body image

Self ideal

Self esteem

Role

Identity

8. Pola Peran dan Hubungan


Sebelum sakit

Selama sakit

9. Pola Reproduksi/Seksual
10. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stress)
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
E. PEMERIKSAAN FISIK
-

Kesadaran

Keadaan Umum :

Tanda-Tanda Vital : TD :
N

RR :
-

Pemeriksaan Kepala

Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan Hidung

Pemeriksaan Telinga

Pemeriksaan Mulut

Pemeriksaan Leher

Pemeriksaan Thorax

Pemeriksaan Dada

I:
P:
P:
A:

Pemeriksaan Jantung

I:
P:
P:
A:

Pemeriksaan Abdomen

I:
A:
P:
P:

Pemeriksaan Genetalia

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas

Bawah

Pemeriksaan Integumen/kulit

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
2. Terapi

G. ANALISA DATA
NO

Data Fokus

Kemungkinan Etiologi

Kemungkinan Masalah

DS :
DO :

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Tgl/jam

Tujuan dan KH

Intervensi

Rasional

Dx

J. IMPLEMENTASI
No. Tgl/jam
Dx

Implementasi

Respon

ttd

K. EVALUASI
No. Dx

Tgl/Jam

Evaluasi

ttd

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

Oleh :

RIA MEI ISNAWATI


2011.1373

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan

: Gagal Ginjal Kronik (GGK)

Sub Pokok Bahasan

: a. Pengertian Gagal Ginjal Kronik (GGK)


b. Penyebab GGK
c. Tanda dan gejala GGK
d. Penatalaksanaan GGK

Hari/Tanggal

: Kamis, 12 Juni 2014

Waktu

: 14.20 WIB selama 20 menit

Tempat

: Bangsal Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Sasaran

: Pasien GGK

A.

Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhanselama20 menit, pasien mengerti
tentang Gagal Ginjal Kronik (GGK).

B.

Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan, pasien dapat mengetahui dan memahami
tentang :
1.

Pengertian GGK

2.

Penyebab GGK

3.

Tanda dan gejala GGK

4.

Penatalaksanaan GGK

C.

D.

Materi
1.

Pengertian GGK

2.

Penyebab GGK

3.

Tanda dan gejala GGK

4.

Penatalaksanaan GGK

Metode
Ceramah dan tanya jawab

E.

Media
Leaflet

F.

Kegiatan Penyuluhan

NO

TAHAP /
WAKTU
Pembukaan :
3 menit

1.

2.

Pelaksanaan :
10 menit

KEGIATAN PENYULUHAN
-

3.

4.

Evaluasi :
5 menit

Terminasi :
2 menit

KEGIATAN SASARAN

Memberi salam pembuka


Memperkenalkan diri
Menjelaskan pokok bahasan
dan tujuan penyuluhan
Membagi leaflet
Menjelaskan pengertian Gagal
Ginjal Kronik (GGK)
Menjelaskan penyebab GGK
Menjelaskan tanda dan gejala
GGK
Menjelaskan penatalaksanaan
GGK

Menjawab salam
Memperhatikan
Memperhatikan

Menanyakan kepada pasien


tentang materi yang telah
diberikan, dan memberi
reinforcement kepada peserta
yang dapat menjawab
pertanyaan.
Mengucapkan terimakasih
atas peran serta pasien
Mengucapkan salam penutup

Menjawab pertanyaan

Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan

Mendengarkan
Menjawab salam

G.

Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan selama proses dan pada akhir kegiatan penkes
dengan memberikan pertanyaan secara lisan sebagai berikut :
1.

Jelaskan kembali pengertian Gagal Ginjal Kronik (GGK)

2.

Sebutkan tanda dan gejala GGK

3.

Sebutkan penatalaksanaan GGK

Kriteria evaluasi :
Menyiapkan SAP
Menyiapkan materidan media
Kontrak waktu dengan sasaran
Menyiapkan tempat
Menyiapkan pertanyaan

MATERI PENYULUHAN
GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

A. Pengertian Gagal Ginjal Kronik (GGK)


Gagal Ginjal Kronik adalah kehilangan atau penurunan fungsi ginjal
yang sudah lanjut dan bertahap serta bersifat menahun sehingga ginjal tidak
dapat berfungsi dengan baik dan perlu dilakukan perawatan dan pengobatan
yang serius.
B. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi karena adanya kelainan atau penyakit yang
tidak segera disembuhkan seperti:
1.

Adanya infeksi pada ginjal

2.

Adanya peradangan pada ginjal

3.

Hipertensi

4.

Diabetes Mellitus

5.

Kelainanbawaan dan penyakit keturunan

6.

Keracunan obat-obatan

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari gagal ginjal kronik mudah diketahui sejak awal seperti:
1. Gejalaawal:
-

Sakit kepala

Kelelahan fisikdan mental

Berat badan berkurang

Mudah tersinggung

2. GejalaLanjut:
-

Anoreksia

Mual dan muntah

Sesak nafas

Edema

Gagal jantung

Hipertensi

Kulit kering dan bersisik

Rambut tipis dan kasar

D. Penatalaksanaan
Gagal ginjal kronik dapat diatasi dengan cara:
1.

Hemodialisa secara rutin

2.

Minum obat-obatan seperti obat anti hipertensi

3.

Membatasi asupan makanan yang banyak mengandung protein


(misalnya: telurdan daging) dan memperbanyak makanan yang
mengandung karbohidrat (misalnya : nasi)

4.

Transfusi darah

5.

Cangkok ginjal

Anda mungkin juga menyukai