Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOANALISIS

PERCOBAAN 4
PENETAPAN KADAR OBAT
DAN JUMLAH METABOLITNYA DALAM URIN

DISUSUN OLEH :
Ayu Mayangsari

(G1F009022)

Rendi Nurhidayat

(G1F009023)

Andardian WIdiniyah

(G1F009024)

Kurnia Aulia K.

(G1F009025)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO

2012
PERCOBAAN 4
PENETAPAN KADAR OBAT
DAN JUMLAH METABOLITNYA DALAM URIN

A. Tujuan
Melakukan penetapan kadar obat dalam urin dan menentukan jumlah
metabolitnya dalam urin.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass, labu ukur, pipet
ukur, pipet tetes, gelas ukur, tabung reaksi, tabung sentrifuse, rak tabung reaksi,
jarum sonde, alat penampung urin tikus, plat KLT silika GF, Detektor UV 366
nm, spektrofotometer UV-Vis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah urin tikus, parasetamol tablet,
aquades, asam klorida 6 N, Natrium Nitrit 10%, Asam sulfanilat, dan NaOH 10%.
Fase gerak 1 = etil asetat-methanol-air-asam asetat (60:30:9:1), Fase gerak 2 = nbutanol-asam asetat-air (4:1:1).
C. Prosedur Percobaan
a. Pembuatan Kurva Baku
Larutan baku
paracetamol
dibuat seri konsentrasi
(0,05;0,1;0,15;0,2;0,25)mg/ml

dilakukan preparasi sampel seperti


pada penetapan kadar parasetamol
dibuat kurva baku hubungan antara
konsentrasi dengan absorbansi
HASIL

b. Penetapan Kadar parasetamol

sampel urin
diambil sebanyak 0,2 ml
dimasukkan dalam tabung reaksi

di add sampai 10 ml
disentrifuse selama 10 menit dgn kec. 2000
dipindahkan beningannya ke dalam tabung
reaksi lain
ditambah HCl 6 N 0,5 ml dan NaNO3 10%
sebanyak 1 ml
divortex selama 5 menit
ditambah 1 ml asam sulfanilat
ditambah 2,5 ml NaOH 10%
didiamkan selama 3 menit

diukur absorbansinya pada panjang gelombang


maksimum
HASIL

c. Penetapan Jumlah Metabolit dalam Sampel Urin


beningan Urin tikus yang diberi
parasetamol hasil sentrifugasi
diambil
dilakukan uji KLT dua arah dengan
kondisi percobaan :
fase diam silika gel G
fase gerak 1 = etil asetat-methanolair-asam asetat (60:30:9:1), panjang
elusi 6 cm
digunakan detektor UV 366 nm
diamati dan diukur bercaknya
setelah proses elusi
digunting bercak larutan standarnya,
dan diputar 90 ke kiri, dielusi
dengan Fase gerak 2 = n-butanolasam asetat-air (4:1:1).
digunakan detektor UV 366 nm

diamati dan diukur bercaknya setelah


proses elusi

HASIL

D. Data Pengamatan
a. Pembuatan Kurva Baku
Panjang gelombang maksimum yang didapat = 424 nm
Larutan Baku
Konsentrasi

Absorbansi

0,05

0,333

0,075

0,394

0,1

0,493

0,125

0,667

Dari hasil regresi linier


a= 0,0825
b= 4,44
r = 0,975
jadi, persamaan regresinya adalah Y = 0,0825 + 4,44 x
Hasil Kurva Baku

absorbansi
0.8
0.6
0.4

absorbansi

0.2
0
0,05

0,075

0,1

b. Penetapan Kadar Paracetamol


Sampel Urin
Kelompok

absorbansi

A1

0,500

A2

0,209

A3

0,462

A4

0,425

0,125

c. Penetapan Jumlah Metabolit dalam Sampel Urin

Jarak pelarut dari garis start ke garis finish = 6 cm


Jarak sampel dari garis start = 5,5 cm
Jarak standar paracetamol dari garis start = 5,5 cm

E. Perhitungan
a. Pembuatan larutan stok
Berat tablet 500 mg di add 50 ml
Konsentrasinya = 500 mg/50 ml
= 10 mg/ml
b. Dosis yang diberikan
150 mg/kg BB
BB tikus = 130 gram

c. Volume pemberian

= 2 ml
d. Larutan stok 10 mg/ml

Dibuat 0,06 mg/ml


M1xV1 = M2xV2
10xV1 = 0,25x25
V1 = 0,625 add 25 ml
e. Kadar sampel urin (larutan standar y=0,0864+4,404x)
A4 0,425 = 0,0864+4,404x
4,404x=0,425-0,0864
4,404x=0,3386
x=0,0769 . 5 . 2
x=0,769 mg/ml
f. Fase gerak 1

g. Fase gerak 2

Rata-rata Rf = 0,762

F. Pembahasan
Monografi Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
a. Paracetamol

Nama resmi

: Acetaminophenum

Nama lain

: Paaracetamol

RM / BM

: C8H9NO2 / 151,56

Pemerian

: Hablur atau hablur serbuk putih, tidak berbau,rasa

pahit.
Kelarutan

: Larut dalam 70 bagian air, dlam 7 bagian etanol95 %

p, dalam 17 bagian aseton p, dalam 40 bagian gliserol.


Khasiat

: Analgetikum antipiretikum.

Kegunaan

: Sebagai sampel.

Persyaratan kadar

: Mengandung tidk kurang dari 98 % dan tidak


lebih dari 101,0 % C8H9NO2 dihitung terhadapzat
yang telah dikeringhkan.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

(Anonim,1995)
b. Asam klorida

HCl ; BM 36,46;
Cairan tidak berwarna sampai dengan kuning pucat
murni pereaksi, mengandung 36% b/b HCl
c. Natrium Nitrit

Larutan natrium nitrit P10 % b/v yang dibuat segar (Anonim, 1995).

d. Asam sulfanilat

Sinonim
Asam 4-Aminobenzensulfonat; Asam p-Anilinsulfonat

Formula : (H2N)C6H4SO3H
Berat Molekul : 173,19
Toksisitas : LD50 pemberian secara oral pada tikus: 12300 mg/kg
Bentuk Fisik : Serbuk halus abu-abu
Titik Leleh : 288 C
Kelarutan dalam Air : 1 g / 100 ml
Aplikasi
Asam sulfanilat adalah serbuk halus atau kristal abu-abu; agak larut dalam
air, alkohol dan eter, larut dalam air panas dan HCl pekat, hangus pada suhu
288 - 300 C. Asam sulfanilat adalah hasil sulfonasi dari anilin. Anilin adalah
bahan baku dalam industri penghasil bahan pewarna celup. Asam sulfonat
dan garam-garamnya yang terkandung dalam bahan pewarna celup organik
memberikan fungsi yang berguna pada kelarutan dalam air dan atau
meningkatkan kecepatan pencucian bahan pewarna yang disebabkan karena
kemampuan keduanya mengikat lebih rapat dengan kain. Asam sulfanilat
dipakai sebagai perantara untuk pewarna (bahan pewarna celup, pewarna
makanan, bahan pencemerlang), obat dan sintesis organik lainnya. Asam
sulfanilat adalah komponen dari reagen Griess untuk menentukan HNO2.
Asam sulfanilat diubah menjadi sulfanilamid yang merupakan satu dari
bahan-bahan dasar untuk memproduksi obat-obat sulfa antibakteri. Asam

sulfanilat mempunyai isomer yaitu asam metanilat, gugus sulfonat terletak di


posisi 2. Senyawa tersebut digunakan dalam pembuatan bahan pewarna celup
azo dan sintesis obat-obat sulfa (Satrya, 2011)

e. Natrium Hidroksida (NaOH)

Rumus molekul

: NaOH

Berat molekul

: 40,0 g/mol.

NaOH mengandung

: tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5%

alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak lebih dari
3,0%.). NaOH dapat merusak jaringan dengan cepat.
Pemerian

: putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk

pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, keras, rapuh dan menunjukkan
pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbon dioksida
dan lembap. NaOH mudah larut dalam air dan dalam etanol.
Kelarutan

: mudah larut dalm air dan dalam etanol

Wadah dan penyimpanannya : dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

f. Aquades
Rumus molekul

:H2O

Berat molekul

: 18,02 g/mol

Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang
sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum dan tidak
mengandung zat tambahan lain. Densitas 0,998 g/cm dalam fase cairan dan
0,92 g/cm dalam fase padatan. Titik leburnya 0 C (273,15 K) (32 F) dan
titik didihnya 100 C (373.15 K) (212 F).

Pemeriaan

: cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dengan pH

antara 5,0 - 7,0.


Wadah dan penyimpanannya : dalam wadah tertutup rapat

( Anonim, 1995).

g. Etil asetat

CH3COOC2H5; BM : 88,11; murni pereaksi. (Anonim, 1995)


Etil

asetat

adalah

senyawa

organik

dengan

rumus

CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam


asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas.
Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc
mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai pelarut.
Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah
menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan
penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen
karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat
pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen. Etil asetat dapat
melarutkan air hingga 3%, dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu
kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Namun
demikian, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau
asam. Murni digunakan sebagai pereaksi.
h. Metanol

Metil alkohol P; CH3OH; BM 32,04; murni pereaksi (Anonim, 1995)


i. N-butanol

n-Butanol C4H9OH
j. Urin
Urin atau air kencing merupakan salah satu sisa metabolisme tubuh yang
dapat memberikan gambaran keadaan kesehatan tubuh kita. Mungkin tanpa
sadar kita sering memperhatikan bahwa urin yang kita keluarkan terkadang
jernih tetapi dilain waktu keruh atau bahkan berwarna gelap. Sebenarnya
perubahan yang terjadi menunjukkan keadaan sistem metabolisme didalam
tubuh kita. Pemeriksaan urin bisa memberikan gambaran tentang fungsi
ginjal, saluran kemih baik bagian atas maupun bagian bawah, fungsi hati,
infeksi pada saluran kemih dan lain-lain. Pemeriksaan urin lebih banyak
dilakukan sebagai pemeriksaan skrining suatu penyakit karena biaya
pemeriksaannya relatif lebih murah daripada pemeriksaan darah atau cairan
tubuh lainnya (Anonim, 2012).

Prinsip kerja Spektrofotometer UV-Vis dan KLT yang digunakan dalam analisis
adalah :
Prinsip Spektrofotometri UV/Vis
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan
spektrofotometer

ini,

metoda

yang

digunakan

sering

disebut

dengan

spektrofotometri. Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer,


yaitu :

A=

log ( Io / It )

= abc

Keterangan : Io = Intensitas sinar datang


It = Intensitas sinar yang diteruskan
a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet
c = konsentrasi (g/l)
A = Absorban
Spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari
penilikan visual dimana studi yang lebih terinci mengenai pengabsorpsian energi
cahaya oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam
pencirian dan pengukuran kuantitatif. Dalam penggunaan dewasa ini istilah
spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya pengabsorpsian energi cahaya
oleh suatu sistem kimia itu sebagai fungsi dari panjang gelombang radiasi,
demikian pula pengukuran pengabsorpsian yang menyendiri pada suatu panjang
gelombang tertentu ( Underwood, 1995).
Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV tampak. Oleh
karena mereka mengandung electron, baik yang dipakai bersama maupun tidak
yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Underwood, 1986).
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi
radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia
peka, gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang
berlainan sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan
menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400760 nm. Keuntungan utama pemilihan metode spektrofotometri bahwa metode ini
memberikan metode sangat sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang
sangat kecil (Anonim, 1979).
Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari
tingkat energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan
elektron tidak diikuti oleh perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan
tereksitasi singlet. Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang

terdiri dari spectrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari


spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas

cahaya

yang

ditransmisikan

atau

yang

diabsorbsi.

Jadi,

spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif. Jika energi


tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spectrum
tampak yang kontinyu, monokromator. Sel pengabsorpsi untuk larutan sampel
atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan
blanko ataupun pembanding (Khopkar,1990).
Syarat syarat analisis dengan spektrofotometer UV Vis
a. Larutan harus berwarna atau mengandung senyawa organic tak jenuh
b. Sinar harus monokromatis
c. Larutan harus jernih (tidak keruh)
d. Pelarut tidak boleh bereaksi secara kimia dengan sampel yang dianalisis.
Pemilihan pelarut
a. Dapat melarutkan cuplikan
b. Dapat meneruskan sinar dari panjang gelombang yang dipakai (tidak boleh
menyerapnya.
c. Tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkojugasi pada struktur
molekulnya
d. Tidak berwarna
e. Tidak terjadi

interaksi

dengan molekul

senyawa

yang

dianalisisf.

Kemurniannya harus tinggi


g. Polaritasnya disesuaikan dengan senyawa yang dianalisis.
Komponen dari spektrofotometer adalah :
a. Monokromator
Berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis. Terdiri dari :
-

Celah masuk, berperan penting dalam terbentuknya radiasi monokromatis


dan resolusi panjang gelombang

Filter, berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya


yang diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang
gelombang yang dipilih

Prisma, berfungsi untuk mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar


mungkin supaya didapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis

Kisi, fungsinya sama seperti prisma, namun karena bentuk kisi adalah
konkaf, maka dapat memberikan resolusi radiasi yang lebih baik.
Spektrofotometer UV Vis modern menggunakan prisma dan kisi
sekaligus

Celah keluar, tempat keluarnya sinar monokromatis yang selanjutnya akan


diteruskan menuju sampel

b. Sel atau kuvet


Sel atau kuvet adalah tempat sampel, harus terbuat dari bahan yang tembus
radiasi pada panjang gelombang yang akan digunakan untuk pengukuran
absorbansi
1) Berdasarkan pemakaiannya ada dua kuvet:
Kuvet permanen dibuat dari bahan gelas atau leburan silika
Kuvet dispossable dibuat dari teflon atau plastik
2) Berdasarkan bahannya ada dua macam kuvet :
Kuvet dari silica, dapat dipakai untuk analisis kuantitatif dan kualitatif
pada daerah pengukuran 190 1100 nm
Kuvet dari gelas, dapat dipakai untuk analisis kuantitatif dan kualitatif
pada daerah pengukuran 380 1100 nm, karena bahan dari gelas dapat
mengabsorpsiradiasi UV
3) Berdasarkan penggunaannya ada dua macam kuvet :
kuvet bermulut sempit, untuk mengukur kadar zat alam pelarut yang
mudah menguap
Kuvet bermulut lebar, untuk mengukur kadar zat alam pelarut yang tidak
mudah menguap.

4) Cuvet harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :


a. Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
b. Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar.
c. Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.
d. Tidak boleh rapuh.
e. Mempunyai bentuk (design) yang sederhana
c. Detektor
1) Syarat detektor yang baik :
- Harus punya kepekaan yang tinggi terhadap radiasi yang diterima
- Harus memberikan noise yang sangat minim, sehingga mampu mendeteksi
intensitas sinar yang rendah
- Harus mampu memberi respon terhadap radiasi pada daerah panjang
gelombang yang lebar
- Harus memberi respon terhadap radiasi dalam waktu yang serempak
- Harus memberikan jaminan terhadap respon kuantitatif
- Sinyal elektronik yang diteruskan oleh detektor harus dapat diamplifikasikan
oleh amplifier ke recorder
Spektrofotometer UV-Vis dibagi menjadi :
a. Spektrofotometer single beam (berkas tunggal)
Pada spektrofotometer ini hanya terdapat satu berkas sinar yang dilewatkan
melalui cuvet. Blanko, larutan standar dan contoh diperiksa secara bergantian.
b. Spektrofotometer double beam (berkas ganda)
Pada alat ini sinar dari sumber cahaya dibagi menjadi 2 berkas oleh cermin yang
berputar (chopper).
- Berkas pertama melalui cuvet berisi blanko
- Berkas kedua melalui cuvet berisi standar atau contoh Blanko
Blanko berguna untuk menstabilkan absorbsi akibat perubahan voltase atau IO

dari sumber cahaya. Dengan adanya blanko dalam alat kita tidak lagi
mengontrol titik nolnya pada waktu-waktu tertentu, hal ini berbeda jika pada
single beam.

Prinsip Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi

merupakan

metode

yang

digunakan

secara

luas

yang

memungkinkandilakukannya pemisahan, identifikasi dan determinasi dari


senyawa

kimia

dalam

campuran

yangkompleks.

Metode

kromatografi

menggunakan fase stasioner ( diam ) dan fase gerak. Komponensebuah campuran


dibawa melalui fase stasioner oleh aliran fase gerak, dan pemisahan
didasarkanpada perbedaan kecepatan migrasi diantara komponen-komponen fase
gerak ( Skoog et al.,1996 ).
Proses kromatografi lapis tipis dilakukan pada plat gelas yang dilapisi dengan
lapisanyang tipis dan adheren. Lapisan ini berfungsi sebagai fase stasioner. Fase
stasioner

berupa

silika

memiliki

permukaan

yang

bersifat

polar,

karenapermukaannya memiliki gugus hidroksida. Keberadaan gugus hidroksida


ini menyebabkan platsilika dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawasenyawa yang bersesuaian ( bersifatpolar ) contohnya air. Pelarut yang digunakan
berfungsi sebagai fase gerak. Campuran yang akan dipisahkan diletakkan pada
fase stasioner.Fase stasioner diletakkan dalam bejana yang berisi fase gerak.Fase
gerak akan bergerak melalui fase stasioner berdasarkan pada prinsip kapilaritas.
Komponen-komponen campuran akan dibawa melalui fase stasioner oleh fase
gerak. Setelah proses kromatografi selesai, fase stasioner dipindahkan dari bejana
berisi pelarut dan dikeringkan. Letak komponen-komponen dapat ditentukan
dengan berbagai macam cara. Proses menganalisa hasil kromatografi pada plat
tipisini disebut visualisasi ( Skoog et al., 1996 ). KLT digunakan secara luas untik
analisis solut-solut organik terutama dalam bidang biokimia, farmasi, klinik,
forensik, baik untuk analisis kualitatif dengan cara membandingkan nilai Rf solut
dengan nilai Rf senyawa baku atau untuk analisis kualitatif (Gandjar, 2007).

Penggunaan umum KLT adalah untuk :


-

Menentukan banyaknya komponen dalam campuran


Identifikasi senyawa
Memantau berjalannya suatu reaksi
Menentukan efektifitas pemurnian
Menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom
Untuk memantau kromatografi kolom
Melakukan screening sampel untuk obat (Gandjar, 2007)

Penggunaan KLT pada beberapa macam analisis :


1. Analisis Kualitatif
KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada
KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua senyawa dikatan
identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang
sama (Gandjar, 2007)
2. Analisis Kuantitatif
Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama,
bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau
dengan teknik densitometri. Cara kedua dalah dengan mengerok bercak lalu
menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode
analisis yang lain, misalkan dengan spektrofotometri (Gandjar, 2007)
3. Analisis Preparatif
Analisis preparatif ditujukan untuk memisahkan analit dalam jumlah yang
banyak lalu senyawa yang telah dipisahkan ini dianalisis lebih lanjut, misalkan
dengan spektrofotometri atau dengan teknik kromatografi lain (Gandjar, 2007).

Langkah langkah dalam menganalisis :


Praktikum kali ini adalah uji analisis parasetamol dalam cairan hayati. Hal
pertama yang kami lakukan adalah pemberian parasetamol pada tikus yang
dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan praktikum. Pemberian parasetamol
dengan dosis 19,5 mg bertujuan untuk menginduksi tikus dengan BB 130 gram

agar bisa menghasilkan urine. Kemudian untuk keesokan harinya, urine tikus
yang dihasilkan ditampung guna dilakukannya analisis lebih lanjut. Urine tikus
tersebut dikumpulkan dalam tabung reaksi dan

ditetesi dengan TCA yang

berfungsi sebagai antikoagulan. TCA digunakan untuk untuk menghentikan


jalannya reaksi hidrolisis dengan cara mendenaturasi enzim karena sifat TCA
adalah asam yang digunakan untuk mengendapkan protein dalam darah. Pada
praktikum kali ini, TCA tidak diberikan karena bahan yang tersedia di
laboratorium terbatas sehingga proses penghilangan protein tidak kami lakukan.
Selanjutnya dilakukan proses sentrifugasi. Sentrifugasi ini bertujuan

untuk

memisahkan campuran heterogen dengan berat jenis berdekatan yang sulit untuk
dipisahkan.
a. Pembuatan kurva baku
Kurva baku dibuat dengan mengambil larutan stok dengan konsentrasi
10mg/ml sebanyak 0,625 ml dan di add dengan 25 ml aquades. Kemudian
dibuat dalam berbagai konsentrasi, yaitu : 0,05;0,075;0,1;0,125. Dan diukur
absorbansinya pada spektrofotometer. Hasilnya adalah :
Konsentrasi

Absorbansi

0,05

0,333

0,075

0,394

0,1

0,493

0,125

0,667

Dari hasil regresi linier didapatkan :


a= 0,0825
b= 4,44
r = 0,975
jadi, persamaan regresinya adalah Y = 0,0825 + 4,44 x
b. Penetapan kadar parasetamol dalam urin
Tahapannya adalah proses pencampuran urin dengan HCl 6N sebanyak 0,5 ml
dan NaNO2 10% sebanyak 1 ml. Penambahan HCl ini berfungsi untuk mengubah

suasana menjadi asam dan penambahan

NaNO2

berfungsi dalam proses

penetapan gugus amino aromatis untuk penetapan semua senyawa-senyawa yang


mengandung gugus amino aromatis dalam reaksi diazotasi (Harjadi,1986).
Reaksi yang terjadi antara HCl dan NaNo2 adalah:
HCl (aq) + NaNO2 (aq) HNO2 (aq) + NaCl (aq)

(Lehninger, 1998)

Dengan persyaratan tertentu, reaksi di atas bersifat kuantitatif sehinggadapat


digunakan sebagai dasar penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai
gugus amina aromatis primer bebas atau senyawa-senyawa yang dapat
menghasilkan gugus tersebut. Persyaratan tersebut antara lain : suhu yang
digunakan harus rendah (dibawah 15C), sebab pada suhu yang lebih tinggi
garam diazonium yang terbentuk tidak stabil dan akan terhidrolisis menjadi fenol
dan gasnitrogen, disamping itu di khawatirkan pada suhu yang lebih tinggi asam
nitrit akan lebih cepat terurai (Mursyidi dan Rohman,2006).
Selanjutnya, selama 5 menit maka

asam sulfanilat sebanyak 1 ml

ditambahkan. Asam sulfanilat ini berfungsi untuk memberikan warna dalam


proses spektrofotometri. Reaksi yang terjadi adalah :

(Mursyidi & Rohman, 2006)


Dilakukan penambahan NaOH 10% sebanyak 2,5 ml untuk menambah suasana
alkali dan didiamkan selama 3 menit. Reaksi yang terjadi adalah:
2 H+ (aq) + NaOH (aq) Na+ (aq) + H2O (l)
Hasil absorbansi yang didapat dari penetapan kadar parasetamol adalah
Dari hasil regresi linier larutan baku :
a= 0,0825

b= 4,44
r = 0,975
jadi, persamaan regresinya adalah Y = 0,0825 + 4,44 x
Didapatkan nilai Absorbansi sampel (A4) = 0,425
0,425 = 0,0864+4,404x
4,404x=0,425-0,0864
4,404x=0,3386
x=0,0769 . 5 . 2
x=0,769 mg/ml
Jadi, kadar parasetamol yang ada pada sampel urin adalah 0,769 mg/ml.
c. Penetapan jumlah metabolit dalam sampel urin
Tahapan tahapan dalam

penetapan kadar obat dan jumlah metabolitnya

dalam urin adalah sebagai berikut:


1. Persiapan Sampel
Urin tikus diambil,yang sebelumnya diberi parasetamol dengan dosis 150
mg/kg BB yang telah ditampung selama 24 jam. Lalu urin yang sudah ditampung
dipisahkan dari kotoran-kotoran yang ada termasuk pakannya ,kemudian
dilakukan pengenceran dan uji KLT dua arah.
2. Penotolan Sampel
Disiapkan lempeng KLT lalu dipotong dengan lebar 7 cm, panjang 7 cm,
garis start dibuat setinggi 0,5 cm dari tepi bawah dan garis front 0,5 cm dari tepi
atas. Bercak ditotolkan pada garis start (totolan pertama standar parasetamol dan
totolan kedua sampel urin) dan dilakukan 3 kali penotolan bercakyang
sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu untuk setiap penotolannya.
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya
jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin.
Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan
terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih dari pada penotolan secara
manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15 l. Penotolan
sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak
ganda. (Mulya,1995).
3.

Elusi Sampel (Fase Gerak I)


Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan

mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling
sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua
pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi
secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan
mengoptimasi fase gerak :

Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.

Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.

Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika


gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang
berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat
sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil
benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.

Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran


pelarut sebagai fase geraknya seperti campuran air dan metanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia
masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan
asam (Kealey ,2002)

Eluen pertama pada chamber yang berisi (etil asetat : metanol : air : asam
asetat = 60 : 30 : 9 : 1) dibuat dan ditunggu hingga jenuh. Kemudian, lempeng
KLT dimasukkan ke dalam ruang (chamber) dijenuhi dengan uap eluen dengan
arah elusi naik. Chamber ditutup dengan rapat dan eluen dibiarkan naik sampai

garis front. Jika eluen telah sampai pada garis front, maka lempeng KLT diangkat
dengan hati-hati dan dilakukan pengeringan menggunakan kipas angin. Setelah
kering dan proses elusi selesai, maka lempeng KLT dimasukkan kedalam kotak
flouresens dan bercak yang nampak diamati pada sinar UV 366 nm. Jarak masingmasing bercak komponen sampel dan bercak standar diukur. Harga Rf dihitung
dan hasil data yang didapatkan dievaluasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
4.

Elusi Sampel (Fase gerak II)


Jika Nilai Rf dari standar parasetamol dan sampel urin didapat,maka lempeng

KLT dipotong sedemikian rupa sehingga pada lempeng KLT hanya terdapat
bercak sampel urin,lalu lempeng diputar 900. Bercak sampel urin yang didapat
dielusi. Elusi dilakukan dengan dimasukkan bercak tersebut ke dalam chamber
yang beisi eluen ke-2 (n-butanol : asam asetat : air = 4 : 1 : 1) yang sudah jenuh.
Chamber ditutup dengan rapat dan eluen dibiarkan naik sampai garis front. Jika
eluen telah mencapai garis front, lempeng KLT diangkat dengan hati-hati dan
dilakukan pengeringan dengan menggunakan kipas angin.Setelah kering dan
proses elusi usai, lempeng KLT dimasukkan kedalam kotak flouresens .
Selanjutnya dilakukan pengamatan bercak tampak pada sinar UV 366 nm.. Jarak
masing-masing bercak komponen sampel dan bercak standar diukur. Pada
identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna dapat langsung
diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative pada
pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi
dengan jarak tempuh oleh eluen ( fase gerak ) Harga Rf dihitung dan
dibandingkan dengan pustaka.Jumlah metabolit dapat diketahui dari analisis
metode KLT dengan standar paracetamol dan sampel urin.
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya

senyawa

tersebut

pada

plat

kromatografi

lapis

tipis.Saat

membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang


sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.Nilai Rf dapat dijadikan

bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai


yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang
sama atau mirip.Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat
dikatakan merupakan senyawa yang berbeda (Rudi,2010).
Hasil dari pengujian ini adalah :

Fase gerak 1

Fase gerak 2

Rata-rata Rf = 0,762
Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa sampel urin mengandung parasetamol.
Sedangkan sampel urin sendiri memiliki 3 metabolit. Metabolit ini bisa berupa
protein ataupun zat pengganggu lainnya yang tidak terpisah pada sampel ini. Hal
ini dikarenakan bahan TCA yang tidak digunakan pada praktikum ini.

G. Kesimpulan
-

Kadar paracetamol dalam sampel urin tersebut adalah 0,769 mg/ml.

Sampel urin mengandung parasetamol. Sedangkan sampel urin sendiri


memiliki 3 metabolit. Metabolit ini bisa berupa protein ataupun zat
pengganggu lainnya yang tidak terpisah pada sampel ini. Hal ini dikarenakan
bahan TCA yang tidak digunakan pada praktikum ini.

H. Daftar Pustaka
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Ed. III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Depkes RI
Anonim.2012. Sekilas Tentang Pemeriksaan Lab Urin.
http://ndiel2.wordpress.com/2012/03/01/sekilas-tentang-pemeriksaan-laburin/. Diakses tanggal 9 April 2012
Gandjar, I. G., Rohman A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar :
Yogyakarta
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar . Gramedia : Jakarta
Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS
Scientific Publishers Limited, New York
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Lehninger.A.L, 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta
Mulya, M., dan Suherman, 1995, Analisis Instrumen, Airlangga University Press,
Surabaya.
Mursyidi & Rohman, A. 2006. Anilisis Obat dan Makanan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Rudi, L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas
Haluoleo.
Satrya, Yogi. 2011. Asam Sulfanilat.
http://yogisatrya.blogspot.com/2011/11/asam-sulfanilat.html. diakses tanggal
9 April 2012
Skoog, DA, West, DM, Holler, FJ, Crouch, SR. 1996. Fundamentals of Analytical
Chemistry 7th edition. New York: Saunders College Publishing
Underwood, A. L & R. A. Day, JR. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga

Anda mungkin juga menyukai