Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA


A. Pengertian Pendidikan Akhlak dalam Keluarga
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Sebelum dijelaskan tentang pengertian pendidikan akhlak maka
terlebih dahulu akan dikemukakan tentang pengertian pendidikan yaitu
sebagai berikut :
Ditinjau

secara etimologi, dalam bahasa Arab

pendidikan

diterjemahkan dengan kata at-Tarbiyah.


Menurut Abdur-rahman An-Nahlawi kata at-Tarbiyah berasal dari
kata, yaitu :
Pertama : raba-yarbu,
Kedua

: rabiya--yarba,

Tiga

: rabba- yarubbu,

yang artinya bertambah dan tumbuh.


yang artinya menjadi besar
yang artinya memperbaiki,

menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.1


Pendidikan ditinjau secara terminologi menurut ahli pendidikan
adalah :
a. Sir Godfrey Thomson mengemukakan bahwa :
By education I mean the influence of the environment upon the
individual to produce a parmanent change in his habits of behaviour of
thought, and of attitude.2
Yang saya maksudkan dengan pendidikan adalah pengaruh lingkungan
kepada individu untuk menghasilkan suatu perubahan yang tetap di
dalam kebiasaannya bertingkah laku, berpikir, dan bersikap.

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Pendidikan Islam dalam Keluarga, di


Sekolah dan di Masyarakat, terj. Sihabuddin, (Bandung: Diponegoro, 1992), hlm. 30 31
2

Sir. Godfrey Thompson, A Modern Philosophy of Education, (London: George Allen and
Unwin Ltd, 1959), p. 19.

15

16
b. Pendidikan menurut Syeikh Mustafa Al Ghulayani adalah :

$%

&

' () *+, -

! "#
* . /. *. 012+34 52
=
</6 7 89: ; 4

Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia pada jiwa anak dan
menyirami dengan petunjuk dan nasehat. Sehingga pribadinya menjadi
jiwa yang baik lalu buahnya kemuliaan dan kebaikan serta cinta beramal
untuk kepentingan negara.
c. Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional dalam bab I pasal I, disebutkan bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi

dirinya

pengendalian

untuk

diri,

memiliki

kepribadian,

kekuatan
kecerdasan,

spiritual
akhlak

keagamaan,
mulia,

serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.4


Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar melalui
bimbingan, pengarahan dan atau latihan untuk membantu mengarahkan
anak didik agar berkepribadian tinggi menuju hidup yang sempurna serta
mampu melaksanakan kewajibannya terhadap agama dan negara.
Pengertian akhlak dilihat dari sudut bahasa (etimologi), kata akhlak
adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang
merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluk yang berarti budi pekerti,
tabiat atau tingkah laku.5

Syeikh Mustafa Al Ghulayani, Idhatun Nasyiin, (Beirut: Maktabah, t.th.), hlm. 189.
Munawar Niam, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Media
Wacana Press, 1992), hlm. 2.
4

M. Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2000), hlm. 8.

17
Untuk mengetahui pengertian akhlak menurut istilah (terminologi),
di bawah ini terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli
sebagai berikut :
1) Menurut Imam Al-Ghazali :

>?

>" @ :A B2+ C 5

<?

! /C D 1C E %
*AF G 4$ /.

Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang
dari padanya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah, tanpa melalui
proses pemikiran dan pertimbangan.
2) Menurut Ahmad Amin :
Akhlak adalah kebiasaan kehendak, berarti bahwa kehendak itu bila
membiasakan sesuatu maka kebiasaan itu disebut akhlak.7
Dari definisi akhlak tersebut di atas kita dapat melihat lima ciri yang
terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu : pertama, perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah
menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah yang dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,
tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, bahwa perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan
main-main atau karena sandiwara. Kelima, sejalan dengan ciri yang
keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan
yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena
ingin dipuji orang atau karena ingin mendapat sesuatu pujian.8
Jelasnya, akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang bersumber
dari hati nurani yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena
kebiasaan dan mudah dilaksanakan tanpa melalui pemikiran dan
6
7
8

Imam Al Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz III, (Singapore: Sulaiman Mari, t.th.), hlm. 52.
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Bandung: Bulan Bintang, 1975), hlm. 62.
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 5 7.

18
pertimbangan terlebih dahulu dan yang sesuai dengan pandangan akal dan
syara.
Pengertian akhlak mempunyai dua sinonim kata, yaitu etika dan
moral. Secara garis besar ketiga kata (akhlak, etika dan moral) itu berasal
dari tiga bahasa yang berbeda. Akhlak berasal dari bahasa Arab yang
berarti budi pekerti, etika berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti
adat kebiasaan, sedangkan moral berasal dari kata mores (bahasa Latin)
yang berarti adat kebiasaan.9
Etika dan akhlak itu memang ada persamaannya, yaitu keduanya
membahas tentang baik buruknya tingkah laku manusia. Akan tetapi
secara implisit terdapat perbedaan di antara keduanya. Etika merupakan
cabang dari ilmu filsafat, etika lebih bertitik tolak dari akal pikiran
manusia dan bukan dari agama seperti halnya akhlak.
Namun istilah etika yang lazim dipergunakan untuk akhlak sebagai
etika Islam. Menurut Hamzah Yaqub, etika Islam mempunyai
karakteristik tertentu yang membedakannya dengan etika filsafat, di antara
perbedaan itu adalah:
a) Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber ukuran baik dan
buruknya perbuatan itu didasarkan pada ajaran Allah (al-Quran) dan
Rasul-Nya (sunnah).
b) Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima oleh
seluruh manusia dalam segala waktu dan tempat.
c) Ajaran-ajarannya praktis dan tepat, cocok dengan fitrah dan akal pikiran
manusia, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman bagi seluruh
manusia.10
Sedang moral berasal dari bahasa Latin (Mores) yang berarti adat
kebiasaan. Yang dimaksud dengan moral adalah tindakan manusia yang sesuai
dengan ide-ide yang umum diterima. Mana yang baik dan wajar. Namun
moral ini juga mempunyai beberapa persamaannya. Di anatara perbedaan
9

Hamzah Yaqub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), hlm. 13.


Ibid., hlm. 14.

10

19
etika dengan moral adalah etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral
lebih banyak bersifat praktis.11
Akan tetapi dalam hal moral ini ada juga yang berpendapat bahwa
akhlak itu adalah moral Islam. Sebagaimana dikemukakan oleh Abul Ala Al
Madudi yang dikutip oleh Humaidi Tatapangarsa sebagai berikut: Dilihat
dari sumber dan sifatnya, moral itu dapat dibedakan menjadi moral keagamaan
dan moral tanpa agama (moral sekuler).12
(1). Moral keagamaan adalah moral yang berdasarkan kepercayaan kepada
Tuhan dan kehidupan akhirat. Dan moral keagamaan ini terbagi atas
moral politheistik, moral zuhud, moral monotheistik. Sedangkan moral
Islam termasuk dalam monetheistik, sebab Islam adalah agama tauhid,
moral Islam itu berdasarkan bimbingan dan petunjuk Allah dalam alQuran.13
(2). Moral sekuler
Dalam moral sekuler ini, Tuhan dan kehidupan akhirat tidak
dikenal sama sekali, karena moral ini menolak bimbingan Tuhan ataupun
ajaran-ajaran agama. Moral sekuler ini bersumber dari pikiran dan
prasangka manusia yang beraneka ragam.14
Dari penjelasan ketiga kata tersebut (akhlak, etika dan moral),
dapat kita fahami bahwa ketiga kata tersebut secara harfiyah memang
tidak ada perbedaannya, karena ketiga kata itu mempunyai arti yang
sama dan ketiganya berbicara masalah baik dan buruk. Di samping itu
sumber asalnya juga berasal dari bahasa yang berbeda.
Kembali kepada permasalahan utama yaitu akhlak. Setelah
mengetahui masing-masing dari pengertian pendidikan dan akhlak, maka
selanjutnya penulis akan menjelaskan pengertian dari pendidikan akhlak.
Pendidikan akhlak adalah usaha sadar yang dilakukan manusia dalam
rangka mengalihkan, menanamkan pikiran, pengetahuan maupun
11

Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 512.
Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Jakarta: Bina Ilmu, 1992), hlm. 22.
13
Ibid
14
Hamzah Yaqub, op.cit., hlm. 15.
12

20
pengalamannya dalam hal tata nilai terutama nilai-nilai Islami dan cara
bersikap atau berperilaku yang baik kepada generasi penerusnya, supaya
mereka dapat melakukan fungsi hidupnya dan mencapai kebahagiaan
dan kesejahteraan hidup.
2. Pengertian Keluarga
Untuk mengetahui pengertian keluarga yang dimaksud dalam
penelitian ini, sebelumnya peneliti akan memberikan sedikit gambaran
pengertian keluarga baik dari sudut pandang yuridis, sosiologis dan
pardagogies.
a. Tijauan yuridis formal
Pengertian keluarga secara yuridis formal adalah suatu ikatan
persekutuan hidup bersama atau seorang laki atau perempuan yang
sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik anaknya sendiri,
adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.15
b. Sudut pandang paedagogies
Secara paedagogies keluarga diartikan sebagai lembaga pertama dan
utama dengan dialami seseorang dimana proses belajar yang terjadi
tidak berstruktur dan pelaksanaanya tidak terikat oleh waktu.16
c. Sudut pandang sosiologis
Secara sosiologis keluarga diartikan sebagai unit terkecil atau umat
kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian
tugas dan kerja, serta kewajiban bagi amsing-masing anggotanya.17
Berkaitan dengan penelitian ini, maka pengertian keluarga yang
dimaksud adalah dari perspektif paedagogies. Sebab dalam hal ini peran
keluarga sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya dalam
membimbing dan membina generasi mendatang, terutama dalam
pendidikan akhlak.

15

Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan Konseling Keluarga, (Yogyakarta: Menara Mas Offsett,


1994), hlm. 11.
16
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara,
1992), hlm. 64.
17
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 255.

21
Dari definisi pendidikan akhlak dan keluarga tersebut, maka yang
dimaksud pendidikan akhlak dalam keluarga adalah usaha bimbingan,
pengarahan dan atau latihan dengan membiasakan anak didik agar
terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan terpuji dan menjauhi perbuatanperbuatan tercela, yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak,
sehingga anak memperoleh sikap dan pengetahuan dari pengalamannya
sehari-hari baik secara sadar atau tidak diperoleh dari keluarga.
Berbicara tentang akhlak tidak akan lepas dengan kepribadian
muslim yang pembentukannya Iman, Islam dan Ihsan. Iman seseorang
berkaitan dengan akhlaknya. Iman sebagai konsep dasar sedang akhlak
adalah aplikasi dari konsep dalam hubungannya dengan sikap dan
perilaku sehari-hari. Dalam kaitan ini Nabi saw bersabda:

MNO J C K POQ K @ @ IM@ IJC K


D ?! L /C
[\
<ZWX. # Y V
N >4 R . ST 89U
Dari Abu Hurairah r.a berkata: bahwa Rasulullah saw telah
bersabda: orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah
yang paling baik akhlaknya.(HR. Turmidzi).
Tampak jelas bagaimana erat hubungan antara keimanan seseorang
dengan ketinggian akhlaknya. Dalam memberikan analisisnya tentang
akhlak yang berhubungan dengan pembentukan kepribadian, Jalaluddin
mengutip dari Abdullah Darras mengemukakan bahwa :pendidikan
akhlak berfungsi sebagai pemberi nilai-nilai Islam. Dengan adanya nilainilai Islam itu dalam sikap dan perilaku seseorang maka terbentuklah
kepribadiannya.19
Pendidikan akhlak adalah dasar dari pembentukan watak dan
kepribadian. Watak itu terbentuk melalui proses pembentukan kebiasaan
dan pengertian, serta merupakan perpaduan yang meliputi bakat,
18

Syeikh Islam Muhyidin Abi Zakaria Yahya bin Syarif An Nawawi, Riyadus Shalihin,
(Semarang: Toha Putra, t.th), hlm. 304.
19

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 179.

22
pendidikan, pengalaman dan alam sekelilingnya., yang menyatakan diri
dalam segala rupa tingkah laku. Kepribadian adalah suatu kesatuan
fungsianal antara fisik dan psikis atau jiwa dan raga dalam diri individu
yang membentuk karakteristik atau ciri khas unik yang terwujud di dalam
tingkah laku secara lahiriah maupun sikap batinnya sebagai bentuk
penyesuaian dengan lingkungan.
Jadi watak atau kepribadian itu adalah pribadi jiwa yang telah
terbentuk yang menyatakan diri dan bercorak sebagai pekerti atau tingkah
laku atau organisasai kepribadian melingkupi kerja rohani dan kerja
ragawi dalam kesatuan kepribadian.
Penegasan bahwa pendidikan akhlak itu merupakan dasar
pembentukan watak dan kepribadian, adalah telah digariskan oleh Nabi
Muhammad saw dalam sabdanya:

J C K POQ K @ _ :` M@ I 9 C K
$]" /" ) 9:^ /C
B>Aa B>A b B>c d 0 Q bA e&. B>c f O)
MNO
ij
<Zg h1 V ;
! O B>c d
Dari Numan bin Basyir ra. Berkata, saya telah mendengar
Rasulullah saw bersabda: Ingatlah bahwa sesungguhnya di dalam
tubuh itu terdapat segumpal darah, jika ia dalam keadaan baik
maka baik pulalah keadaan seluruh tubuh, dan jika buruk
keadaannya maka buruklah keadaan seluruh tubuh, ketahuilah
bahwa segumpal darah ialah hati. (HR. Bukhari).
Pengertian yang dapat diambil dari khadits nabi tersebut di atas
adalah, bahwa keadaaan individu itu menentukan keadaan wataknya,
keadaan budi individu itu dalam keadaan baik, maka wataknya serta
pekertinya baik, sebaliknya kalau budinya dalam keadaan buruk, maka
wataknya akan buruk pula. Jadi pembentukan watak itu merupakan suatu
keharusan demi menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dan yang
menjadi dasar pembentukan watak adalah mendidik akhlak.

20

Imam Zaenuddin Ahmad bin Abdul Zubaedi, Shahih Bukhari, Juz I, (Libanon: Dar al
Kutub, t.th.), hlm. 28.

23
B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak
1. Dasar Pendidikan Akhlak
Dasar pendidikan akhlak sebagaimana dasar ajaran Islam, yaitu alQuran dan hadits.
a. Al-Quran
Al-Quran menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca.21 Al-Quran
merupakan landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan
sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang
buruk.
Al-Quran adalah kalam (diktum) Allah swt yang diturunkan olehNya dengan perantaraan Malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah,
Muhammad bin Abdullah dengan lafazh (kata) bahasa Arab dan
dengan makna yang benar, agar menjadi hujjah Rasul saw dalam
pengakuannya sebagai Rasulullah, sebagai undang-undang yang
dijadikan pedoman pokok umat manusia dan sebagai amal ibadah
bila dibacanya, yang dimulai dengan surat al-Fatikhah dan ditutup
surat an-Nas yang diceritakan secara mutawatir.22
Sebagai sumber utama pendidikan Islam, al-Quran adalah kitab akhlak
yang bertujuan mencetak dan membangun manusia seutuhnya.
Sepertiga dari kandungan al-Quran, baik secara langsung atau tidak,
telah membahas sekitar masalah akhlak.23 Oleh karena itu, al-Quran
memuat dasar-dasar yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
pendidikan akhlak.
b. Hadits
Di samping al-Quran, hadits juga merupakan sumber pendidikan Islam
sehingga hadits di bawah ini juga merupakan dasar pendidikan akhlak.
Rasulullah bersabda:

21

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Quran dan
Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 3.
22

Abdul Wahab Kallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996), hlm.

23

Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak, (Jakarta: Lentera, 2000), hlm. 240.

22.

24

n /. . M@ INO J C K P Q k ) JC K l
B m /C
it
<ZWX. # Y V E % />4 /. . o ?/.ST B1: )p. f 8 qrs
Dari Abu Darda ra. Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw
bersabda : Tiada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang
Mukmin dihari Kiamat, selain dari pada keindahan akhlak.
(HR.Turmidzi)
Sabda Rasulullah tersebut di atas menjelaskan bahwa budi pekerti
yang baik merupakan amal yang dapat memperberat timbangan amal
kebajikan

seseorang.

Dengan

demikian,

budi

yang

baik

dapat

menjadikannya masuk surga sebagai kenikmatan kehidupan di akhirat.


Hadits / sunah adalah sumber asasi dan sumber Islam yang kedua
sesudah al-Quran. Kedudukannya sebagai sumber sesudah al-Quran
adalah disebabkan karena kedudukannya sebagai juru tafsir, dan pedoman
pelaksaan yang otentik terhadap al-Quran. Ia menafsirkan dan
menjelaskan ketentuan yang masih dalam garis besar atau membatasi
keumuman atau menyusuli apa yang disebut oleh al-Quran.25
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Setiap usaha yang dilakukan secara sadar oleh manusia, pasti tidak
lepas dari tujuan. Demikian juga halnya dengan tujuan pendidikan akhlak,
yaitu bahwa yang akan dicapai dalam pendidikan akhlak tidak berbeda
dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan tertinggi agama dan
akhlak ialah mencapai kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat),
kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan kebahagiaan,
kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi masyarakat.26

304.

24

Syaikh Muhyiddin An Nawawi, Riyadhus Al Shalihin, (Surabaya: Al Hidayah, t.th.), hlm.

25

Nazaruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Al Maarif, 1993), hlm. 101.

26

Omar Mohammad Al Toumy Al Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan


Bintang, 1979), hlm. 346.

25
Menurut Hamzah Yaqub, tujuan dari setiap aktivitas hidup dan
aktivitas pendidikan secara implisit adalah jika seorang muslim mencari
rizki bukanlah sekedar untuk mengisi perut bagi diri dan keluarganya.
Pada hakikatnya ia mempunyai tujuan yang lebih tinggi atau tujuan
filosofis. Dia mencari tujuan yang lebih dekat dan masih ada tujuan yang
lebih tinggi lagi. Ia mencari rizki untuk mendapatkan makanan guna
membina kesehatan rohani dan jasmani, sedangkan tujuan membina
kesehatan itu ialah supaya kuat beribadah dan beramal ibadah itulah dia
dapat mencapai tujuan terakhir, yakni ridlo Allah swt. Jika dia belajar,
bukan hanya sekedar untuk memiliki ilmu. Ilmu itu akan menjadi
jembatan emas dalam membina taqwa dan takarrub kepada Allah swt,
supaya menjadi insan yang diliputi ridlo ilahi.27
Sedangkan tujuan pendidikan akhlak dijelaskan oleh Barmawie
Umary sebagai berikut : pertama, untuk memperoleh irsyad yaitu dapat
membedakan antara amal yang baik dan buruk. Kedua, untuk
mendapatkan taufik sehingga perbuatannya sesuai dengan tuntunan
Rasulullah saw dan akal yang sehat. Ketiga, untuk mendapatkan hidayah
artinya melakukan perbuatan baik dan terpuji dan menghindari perbuatan
yang buruk.28
Apabila dicermati, pendapat Barmawie Umary itu merupakan
tujuan yang prosesif, tetapi sebenarnya yang dikehendaki adalah figur
setelah diperolehnya tiga unsur tersebut (irsyad, taufik dan hidayah) yaitu
insan yang diridloi oleh Allah swt, dan orang yang diridloi adalah insan
kamil (yang sempurna).
Insan kamil adalah tujuan pendidikan akhlak, juga merupakan
tujuan pendidikan Islam, namun ini yang bersifat personal. Jangkauan
yang lebih luas adalah efek dari perbuatan-perbuatan insan kamil tersebut
yang berupa perilaku terpuji dan baik dalam perspektif Islam.

27

Hamzah Yaqub, op. cit., hlm. 53-54.

28

Barmawie Umary, Materia akhlak, (Solo: Ramadhani, 1991), hlm. 3

26
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, tujuan pendidikan dalam
keluarga adalah terciptanya kesempurnaan akhlak dari masing-masing
anggota keluarga, baik akhlak kepada Allah swt, sesama manusia, diri
sendiri, maupun makhluk lainnya.

C. Materi Pendidikan Akhlak


Dalam siklus kehidupan manusia, masa kanak-kanak merupakan
sebuah periode yang paling penting, namun sekaligus juga merupakan suatu
periode yang sangat berbahaya dalam artian sangat memerlukan perhatian
dalam kesungguhan dari pihak-pihak yang bertanggungjawab mengenai
kehidupan anak-anak. Sebab, seorang anak pada hakekatnya telah tercipta
dengan kemampuan untuk menerima kebaikan maupun keburukan kedua
orang tuanya yang membuatnya cenderung ke arah salah satu dari keduanya.
Oleh karena itu, penanaman pendidikan pada masa anak sangatlah
penting agar anak memiliki bekal dalam hidup selanjutnya. Dan pendidikan
yang relevan ditanamkan pada masa ini adalah pendidikan akhlak.
Pendidikan akhlak harus dilakukan sejak dini, sebelum kerangka watak dan
kepribadian seorang anak yang masih suci diwarnai oleh pengaruh
lingkungan yang belum tertentu paralel dengan tuntunan agama.29
Pendidikan akhlak pada anak usia balita, dapat dilakukan dengan
mengajarkan bacaan-bacaan doa ketika akan melalui pekerjaan, perilaku anak
kepada orang tua, sikap anak kepada teman, tamu dan sebagainya.
Al-Quran

juga

memberikan

gambaran

yang

jelas

mengenai

pendidikan akhlak pada anak-anak yang tertuang dalam surat Luqman.


1. Akhlak kepada Allah
Q. Surat Luqman ayat 13:

uNvwxyC uNz{xry|v}] ~)wwK w"v|wv]+ry"y?J{xw:y?y!y wJwv"wr) y9z{r@rIzbwy


<Z M) 9 V
29

M. Fuad Nasar, Agama di Mata Remaja, (Padang: Angkasa Raya, 1991), hlm. 44.

27
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia
memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar.(Q.S. Luqman : 13).30
Ayat tersebut mengisyaratkan bagaimana seharusnya para orang tua
mendidik anaknya untuk mengesakan penciptanya dan memegang prinsip
tauhid dengan tidak menyekutuan Tuhannya. Kemudian anak-anak hendaklah
diajarkan untuk mengerjakan shalat. Sehingga terbentuk manusia yang
senantiasa kontak dengan penciptanya.
Q. Surat Luqman ayat 17:

y y"yQ ry. yP yC vw1vQ y wr*v9z w/yC yJvy w vv:9rzw"v.zsy rD r2 wNwIry"y?


Z M) 9 V<wv.zwovpyC v/w. y wrb ~)w
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu,. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).(Q.S.
Luqman: 17).31
2. Akhlak kepada orang tua
Q. Surat Luqman ayat !4:

Pwv{*v w)rw/vy.yC PwAJ{y2 wAy /v!y PryC v!y J.{Jv#ry9y4 wJv?yBwyw"r) y>vw rvQ yy
Z M) 9 V<vw2 y9z rwy v?yBwywy
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.(Q.S. Luqman: 14).32
Islam mendidik anak-anak untuk selalu berbuat baik terhadap orang
tua sebagai rasa terima kasih atas perhatian, kasih sayang dan semua yang

30

R. H. Soenarjo, dkk., Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, (Semarang:


Toha Putra, 1989), hlm. 654.
31
Ibid., hlm. 655.
32
Loc.cit.

28
telah mereka lakukan untuk anak-anaknya. Bahkan perintah untuk bersyukur
kepada orang tua menempati posisi setelah perintah bersyukur kepada Allah.
3. Akhlak kepada orang lain
Q. Surat Luqman ayat 18:

@ y#vh . ~8{U ; w5 ? rK ~)w 4yy. w vrzPwAw v9y+ ry w wy|By v}:y2 + ry


Z M) 9 V <vh rA
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. (Q.S. Luqman: 18). 33
Kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat , anak-anak haruslah
dididik untuk tidak bersikap acuh terhadap sesama, sombong atas mereka dan
berjalan dimuka bumi ini dengan congkak, karena perilaku-perilaku tersebut
tidak disenangi oleh Allah dan dibenci manusia.
4. Akhlak kepada diri sendiri
Q. S. Luqman ayat 19:

<wvw9y5 z a vy2 rwa yvQ zyr*vr~) wy w+vyQ v/w. v & zy y wv]y. PwAvBw2 Iy
Z M) 9 V
Dan sederhanalah kamu dalam perjalanan dan lunakanlah suaramu,
sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S.
Luqman: 19).34
Bersamaan dengan larangan berjalan dengan congkak, Allah
memerintahkan

untuk

sederhana

dalam

berjalan,

dengan

tidak

menghempaskan tenaga dalam bergaya, tidak mengolok-ngolok, tidak


memanjangkan leher karena angkuh, berjalan dengan sederhana, langkah
sopan dan tegap.
Memelankan suara adalah budi luhur. Begitu pula percaya diri dan
tenang karena berbicara jujur. Suara lantang (melengking) dalam berbicara
termasuk perangai yang buruk.
33
34

Loc.cit.
Loc.cit.

29
Demikianlah Allah swt. Telah memberikan contoh yang konkrit
mendidik akhlak anak-anak. Jika setiap orang tua dapat melaksanakannya
dengan baik, maka besar harapan anak-anak akan tumbuh menjadi manusia
muslim yang berakhlak luhur.

D. Metode Pendidikan Akhlak


Metode pendidikan yang dimaksud disini adalah cara yang digunakan
dalam upaya mendidik.35 Jadi metode pendidikan akhlak adalah cara yang
dilakukan dalam upaya mendidik akhlak.
Menurut Abdur Rahman an- Nahlawi, metode pendidikan yang dapat
digunakan adalah metode hiwar (percakapan), metode kisah, metode amtsal
(perumpamaan), metode teladan, metode pembiasaan diri dan pengalaman,
metode pengambilan pelajaran dan peringatan, metode targhib dan tarhib
(janji dan ancaman).36
A. Nasikh Ulwan membagi metode pendidikan menjadi : metode
keteladanan, metode nasehat, metode pengawasan, metode hukuman atau
sanksi.37
Sedangkan menurut M. Qutb metode pendidikan yang dapat dipakai
adalah : metode teladan, metode nasehat, metode hukuman, metode cerita,
metode kebiasaan, metode penyaluran kekuatan, metode mengisi kekosongan,
metode hikmah suatu peristiwa.38
Dari beberapa pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa metode
pendidikan akhlak yang dapat digunakan adalah :
1. Metode Keteladanan

35

Asnelly Ilyas, Mendambakan Anak Saleh : Prinsip-prinsip Pendidikan Anak dalam Islam,
(Bandung: Al-Bayan, 1996), hlm. 31.
36
Abdurrahman An Nahlawi, op. cit., hlm. 282-284.
37

Abdullah Nasikh Ulwan, Pendidikan Anak menurut Islam Kaidah-kaidah Dasar,


(Bandung: Remaja Rodakarya, 1992), hlm. 2.
38

Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harun, (Bandung: Al Maarif,
1993), hlm. 7.

30
Pendidikan dengan teladan berarti pendidikan dengan memberi
contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan sebagainya.39
Keteladanan merupakan metode yang paling baik dalam rangka bimbingan
orang tua kepada anaknya. Setiap anak yang akan menjalani proses
kehidupannya, mereka memerlukan keteladanan yang baik dan saleh.
Keteladanan dapat diperoleh dari orang tuanya. Manusia itu memiliki
kebutuhan psikologis untuk menyerupai dan mencontoh orang yang
dicintai dan dihargainya.40 Apabila anak dibesarkan dengan bimbingan
akhlak yang baik dari orang tua serta lingkungan muslim yang baik, maka
ia akan mendapatkan banyak contoh atau keteladanan yang baik untuk
perkembangan jiwanya.41 Yang berarti bahwa orang tua haruslah dapat
memberi contoh yang baik bagi anaknya. Kedudukan orang tua merupakan
sentral figur bagi anak-anaknya. Apabila orang tua memberi contoh yang
kurang baik dalam perilakunya, maka seorang anak akan sulit berbuat
yang baik.
Di dalam rumah tangga muslim, moral, tata krama, dan tata cara
keagamaan yang paling baik adalah diajarkan dengan percontohan atau
keteladanan. Teladan dari orang tua akan jauh lebih membekas dari pada
semua kata yang mereka ajarkan. Sebagaimana firman Allah dalam surat
al- Baqarah ayat 44 :

<r)v{wv:y+ rrArsy y#w*z r) v#y+vN#vrsy vN{*y>{vrsr)vy>vy+y }w1zw"y r)v. zy+rs


Z M D 1V
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang
kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca
al-kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?.
(Q. S. Al-Baqarah: 44).42

39

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 178.

40

Ali Badawi, Imbalan dan Hukuman Pengaruhnya bagi Pendidikan Anak, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002), hlm. 13.
41

Norma Tarazi, Wahai Ibu Kenali Anakmu, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), hlm. 165.

42

R. H. A. Soenarjo, op. cit., hlm. 16.

31
Dari ayat di atas jelas bahwa dengan memberi teladan yang baik
kepada anak maka secara tidak langsung orang tua juga harus berlaku yang
baik. Dengan demikian keteladanan yang diberikan orang tua pada anakanaknya akan sangat menentukan keberhasilan orang tua dalam
membimbing anak-anaknya. Dan metode inilah yang paling efektif untuk
membimbing anaknya. Orang tua tidak hanya memberikan bimbingan
secara lisan malainkan juga langsung memberikan contoh kepada anakanaknya.
2. Metode Kisah
Di antara sistem pendidikan yang masyhur dan terbaik adalah
dengan bentuk kisah atau cerita. Kisah itu mampu menyentuh jiwa jika
didasari oleh ketulusan hati yang mendalam. Dan kisah itu juga mampu
mempengaruhi seseorang yang membacanya atau mendengarnya, hingga
dengan itu dia tergerak hatinya untuk melakukan kebaikan dan
meninggalkan kejelekan. Peranan kisah dalam pembentukan akhlak itu
sudah dikenal sejak dahulu, dan al-Quran datang dengan kisah-kisah
pendidikan yang sangat penting artinya dalam kehidupan manusia dalam
sisi akhlak dan jiwa.43 Hal ini karena penyampaian kisah yang indah
biasanya itu sangat dalam artinya sebagaimana al-Quran menyebutkan
peranan kisah sebagai suatu pelajaran akhlak :

?V <w y1zrzPw{wrDyv1wC vNww2 y2 rIPwAr) rU vBrr

Sesungguhnya dalam cerita mereka itu ada pelajaran bagi orang-orang


yang berakal. (Q. S. Yusuf : 111)44
Dalam Islam banyak kisah para nabi yang dapat dipetik pelajaran
moral yang dipaparkan melalui metode cerita. Sebagai contoh, kisah nabi
Nuh, nabi Ibrahim, nabi Yunus, nabi Musa, kisah penyembelihan nabi
Ismail dan lain-lain. Dari kisah-kisah tersebut, orang tua menceritakan
kepada anak-anaknya dengan metode yang sangat berkesan dan dengan
43
44

Asnelly Ilyas, op. cit., hlm. 41.


R. H. A. Soenarjo,dkk., op. cit., hlm. 366.

32
ungkapan-ungkapan yang sederhana sehingga anak dapat menyerap
dengan baik dan dapat menerapkan dalam kehidupannya.45
3. Metode Nasehat
Di antara metode pendidikan yang populer sejak dulu adalah dengan
cara nasehat, sebab manusia itu senang dan selalu memperhatikan jika
mendengar nasehat dari orang yang dicintainya. Oleh sebab itu, dalam
kondisi yang demikian ini, nasehat sangat mampu berpengaruh pada diri
orang yang mendengarkan nasihat.
Di samping itu, nasehat tidak akan membekas manakala perbuatan
yang memberi nasehat tidak sesuai dengan apa yang telah dinasehatkan.
Oleh karena itu, dalam pendidikan nasehat saja tidaklah cukup bila tidak
disertai dengan teladan dan perantara yang memungkinkan teladan itu
diikuti dan diteladani.46 Metode nasehat sangat diperlukan dalam
menjelaskan kepada anak tentang segala hakekat moral yang mulia dalam
agama Islam.
Dari penjelasan di atas maka orang tua hendaknya memahami
dalam memberikan nasehat dalam mendidik anak-anaknya secara spiritual,
moral dan sosial. Sehingga akhirnya dapat menjadi anak yang baik
akhlaknya serta berfikir jernih dan berwawasan luas.
4. Metode Pembiasaan
Pembiasaan merupakan salah satu metode dalam mendidik dan
membimbing anak, yaitu dengan cara membiasakan anak untuk melakukan
perbuatan yang diajarkan dalam agama. Misalnya, membaca basmalah
ketika akan melakukan perbuatan yang baik dan mengucapkan hamdalah
ketika selesai melakukan suatu perbuatan yang baik supaya mendapatkan
keridlaan dari Allah. Firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 41 dan 42 :

45

Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap sosial,Moral dan Spiritual Anak dalam
Keluarga Muslim, Terj. Ibnu Burdah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), hlm. 85.
46

Muhammad Quthb, op. cit., hlm. 334.

33

<Z

V< vwQ rsyDyz*"Yv5 }1yy Z

V vwrU zUwb K v{Uzb vy.rsy/v?wX~y?ry?


Z M p4 V

Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kepada Allah sebanyakbanyaknya. Dan bertakwalah kepada-Nya pagi dan siang hari. (QS.
Al Ahzab : 41 42).47
Dengan membiasakan anak-anak untuk berbuat baik dalam kehidupan
sehari-hari, maka akan berakibat baik pula pada perilaku anak kelak
jika sudah dewasa.
5. Metode Pengawasan
Metode lain yang ikut menunjang pelaksanaan pendidikan orang tua
terhadap anak adalah melakukan pengawasan. Maksudnya yaitu
mendampingi anak dalam upaya membentuk akhlak serta mengawasi dan
mempersiapkan secara terus menerus tentang keadaannya, baik dalam
jasmani maupun rohaninya.
Pengawasan merupakan metode pendidikan yang tidak bisa
diabaikan oleh orang tua. Anak tidak akan selamanya berada ditengahtengah keluarganya dan berhubungan dengan orang-orang yang berada di
dalamnya. Makin besar anak, makin luas dunianya. Atas dasar itu, sejak
awal ia perlu belajar bersosialisasi dengan baik. Dengan bersosialisasi,
anak akan mempelajari banyak akhlak tentang hubungan dengan orang
lain, seperti menyayangi, tidak boleh menyakiti, memaafkan dan bermurah
hati kepada sesamanya. Sulit dibayangkan anak akan bisa mengerti nilainilai tersebut apabila ia sendiri tidak pernah berhubungan dengan
sesamanya. Sementara itu anak juga harus dihindarkan dari teman-teman
yang berakhlak buruk, sebab anak sangat mudah untuk beridentifikasi.48
6. Metode Hukuman
Bila teladan dan nasehat tidak mampu, maka waktu itu harus di
adakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang

47

Ibid., hlm. 674.

48

Hery Noer Aly, op.cit., hlm. 216.

34
benar, tindakan tegas itu adalah hukuman. Hukuman merupakan metode
terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan. Hukuman adalah
cara yang paling akhir. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang hendaknya
diperhatikan pendidik dalam menggunakan hukuman49 :
a. Hukuman adalah metode kuratif, artinya tujuan hukuman ialah untuk
memperbaiki peserta didik yang melakukan kesalahan dan memelihara
peserta didik yang lainnya, bukan untuk balas dendam.
b. Hukuman baru digunakan apabila metode lain tidak berhasil guna
dalam memperbaiki peserta didik.
c. Sebelum dijatuhi hukuman, peserta didik hendaknya lebih dahulu di
beri kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri.
d. Hukuman yang dijatuhkan pada peserta didik hendaknya dapat
dimengerti olehnya, sehingga ia sadar akan kesalahannya dan tidak
mengulanginya.
e. Hukuman psikis lebih baik dari pada hukuman fisik.
f. Hukuman hendaknya disesuaikan dengan latar belakang kondisi
peserta didik.
g. Dalam menjatuhkan hukuman, hendaknya diperhatikan prinsip logis,
yaitu hukuman disesuaikan dengan jenis kesalahan.
h.

Pendidik hendaknya tidak mengeluarkan ancaman hukuman yang


tidak mungkin dilakukannya.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak benar-benar

membutuhkan perhatian dari lingkungan keluarga, khususnya orang tua.


Orang tua harus dapat menjadi teladan utama, dapat memberikan nasehatnasehat bila anak ada masalah yang mungkin tidak dapat diselesaikan oleh
diri anak itu sendiri. Orang tua juga harus membiasakan anak-anaknya
untuk melakukan perbuatan yang baik serta mengawasi segala
perbuatannya untuk kebaikan mereka dalam hidup di dunia ini. Apabila
hal ini dapat dilakukan, maka nilai-nilai dan kaidah moral akan menjadi
sendi-sendi dasar bagi anak.
49

Ibid., hlm. 200-202.

Anda mungkin juga menyukai