Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang
terkandung dalam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah iman kepada
takdir. Tidak semua orang yang mengenal iman kepada takdir, mengetahui hikmah
dibalik beriman kepada takdir dan bagaimana mengimani takdir. Beriman kepada
takdir merupakan salah satu dari rukun iman yang terpenting.
Bagaimana tidak, orang yang tidak beriman kepada takdir akan terjatuh ke
dalam banyak kesesatan, seperti meyakini ada pengatur alam semesta selain Allah,
berburuk sangka kepada Allah, malas berusaha dalam kebaikan dunia dan akhiratnya,
sombong dan takabbur ketika mendapatkan apa yang dia inginkan, putus asa dari
rahmat Allah ketika gagal, rusak tawakkalnya, rusak kesabarannya, dan semacamnya
dari dosa-dosa besar yang lahir akibat tidak beresnya keimanan kepada takdir.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Iman Kepada Takdir?
2. Bagaimana cara mengimani Iman Kepada Takdir?
C. TUJUAN
1. Untuk menyeselesaikan tugas mata kuliah Agama Islam yang diberikan oleh
Bpk. Nur Fitri Hadi
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Iman Kepada Takdir
3. Supaya kita mengetahui betapa pentingnya Iman Kepada Takdir tersebut

BAB II
PEMBAHASAN
Beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk, hukumnya wajib,
karena ia merupakan salah satu di antara rukun iman yang enam. Adalah sangat ironis

jika seseorang mengaku beriman kepada Allah Subhanahu wa Taala, namun ia ragu
bahkan ingkar terhadap takdir, meskipun tidak total. Seseorang yang tidak beriman
kepada takdir dan mengingkarinya, maka ia kafir.
Beriman kepada takdir mempunyai empat tingkatan:
1.

Tingkatan al-ilmu.
Maksudnya kita harus meyakini bahwa Allah Taala telah mengetahui takdir

seluruh makhluk, baik secara global maupun terperinci, baik yang berkenaan dengan
perbuatan Allah sendiri maupun perbuatan makhluk, baik yang terjadi di masa lalu,
masa sekarang, maupun masa yang akan datang. Bahkan sesuatu yang tidak jadi
terjadi, Allah Taala mengetahui apa yang terjadi setelahnya seandainya sesuatu itu
terjadi. Dan ilmu Allah akan takdir makhluk ini tidak ada awalnya.
2.

Tingkatan al-kitabah (penulisan).


Maksudnya kita meyakini bahwa Allah Taala telah selesai menuliskan takdir

makhluk yang Dia ketahui itu ke dalam lauh al-mahfuzh, 50.000 tahun sebelum
penciptaan langit dan bumi.
3.

Tingkatan al-masyi`ah (kehendak).


Maksudnya kita meyakini apa yang Dia kehendaki pasti akan terjadi dan apa

yang kita kehendaki jika Dia tidak kehendaki maka tidak akan terjadi. Karenanya
ketika ada sebuah kejadian yang terjadi maka itu berarti Allah telah menghendakinya,
karena seandainya Dia tidak menghendakinya niscaya sesuatu itu tidak akan bisa
terjadi.
4.

Tingkatan al-khalq (penciptaan).


Yakni kita meyakini bahwa semua makhluk, sifat-sifat mereka, perbuatan-

perbuatan mereka, bahkan sifat diam dan bergeraknya mereka (dari gerakan sekecil
apapun sampai gerakan yang besar), semuanya adalah ciptaan Allah Taala.
Semua sekte yang sesat dalam masalah takdir dinamakan Qadariah, hanya saja yang
ekstrim dalam menolak takdir dinamakan Qadariah, dan sekte ini terbagi lagi menjadi

dua golongan, sedang yang ekstrim dalam menetapkan takdir dinamakan Jabriah, dan
sekte ini juga terbagi dua.

Kaum penolak takdir/Qadariyah dapat dibagi menjadi 2:


1.

Qadariah. Sekte yang ekstrim dalam menolak takdir. Sekte ini terbagi menjadi

dua:
a.

Qadariah ghulah (ekstrim).


Yaitu yang mengingkari tingkatan pertama dan kedua dari tingkatan takdir di

atas. Sekte ini pertama kali muncul di Bashrah (Iraq) di zaman Abdullah bin Umar
-radhiallahu anhuma-. Hukum pelakunya adalah kafir keluar dari Islam, yang mana
pengkafiran ini keluar langsung dari mulut Ibnu Umar tatkala beliau berkata:
Apabila kamu bertemu orang-orang tersebut, maka kabarkanlah kepada mereka
bahwa saya berlepas diri dari mereka, dan bahwa mereka berlepas diri dariku. Dan
demi Zat yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya, seandainya salah seorang
di antara mereka menginfakkan emas seperti gunung Uhud, niscaya sedekahnya itu
tidak akan diterima hingga dia beriman kepada takdir baik dan buruk. (HR. Muslim
no. 8 ). Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa sekte ini sudah tidak ada zaman
ini, alias punah.
b.

Qadariah judud (neo Qadariah) atau dikenal juga dengan nama Mutazilah.
Mereka ini sekte yang mengingkari tingkatan ketiga dan keempat. Hukum

pelakunya tidak kafir, tapi dikategorikan ke dalam 72 golongan yang diancam masuk
neraka.

2.

Jabriah. Sekte yang ekstrim dalam menetapkan takdir, sampai-sampai mereka

meyakini bahwa seluruh makhluk itu tidak punya kehendak dalam perbuatannya, tapi
Allahlah yang mengatur atau memaksa dirinya untuk berbuat. Sekte ini juga terbagi
dua:
a.

Meyakini al-jabr (pemaksaan dari Allah) secara lahir dan batin. Yakni

mereka menyatakan bahwa semua niat, kehendak, dan juga amalan zhahir makhluk
adalah paksaan dari Allah Taala. Ini adalah mazhab Jahmiah yang telah dikafirkan
oleh 500 orang ulama, sebagaimana yang dinukil oleh Imam Al-Lalakai dalam Syarh
Ushul Itiqad Ahlussunnah.
b.

Meyakini al-jabr hanya dalam hal yang zhahir, tidak pada perkara batin.

Hukumnya tidak kafir tapi juga dikategorikan ke dalam sekte bidah yang sesat.
Demikian keterangan ringkas mengenai takdir, pembahasan selengkapnya insya Allah
akan datang pada tempatnya.

Empat Prinsip Keimanan kepada Takdir


Pertama. Mengimani bahwa Allah Taala mengetahui dengan ilmunya yang azali
(sejak dahulu) dan abadi tentang segala sesuatu yang terjadi baik perkara yang kecil
maupun yang besar, yang nyata maupun yang tersembunyi, baik itu perbuatan yang
dilakukan oleh Allah maupun perbuatan makhluk-Nya. Semuanya terjadi dalam
pengilmuan Allah Taala.
Kedua. Mengimani bahwa Allah Taala telah menulis dalam lauhul mahfuzh catatan
takdir segala sesuatu sampai hari kiamat. Tidak ada sesuatupun yang sudah terjadi
maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat.
Dalil kedua prinsip di atas terdapat dalam Al Kitab dan As Sunnah. Dalam Al Kitab,
Allah Taala berfirman (yang artinya), Apakah kamu tidak mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?

Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh).
Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah (QS. Al Hajj : 70).
Allah juga berfirman (yang artinya), Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua
yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui
apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi,
dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh) (QS. Al Anam:59).
Sedangkan dalil dari As Sunnah, di antaranya adalah sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima
puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi (HR. Muslim)
Ketiga. Mengimani bahwa kehendak Allah meliputi segala sesuatu, baik yang terjadi
maupun yang tidak terjadi, baik perkara besar maupun kecil, baik yang tampak
maupun yang tersembunyi, baik yang terjadi di langit maupun di bumi. Semuanya
terjadi atas kehendak Allah Taala, baik itu perbuatan Allah sendiri maupun perbuatan
makhluk-Nya.
Keempat. Mengimani penciptaan Allah,bahwa Allah Taala menciptakan segala
sesuatu baik yang besar maupun kecil, yang nyata dan tersembunyi,. Ciptaan Allah
mencakup segala sesuatu dari bagian makhluk beserta sifat-sifatnya dan segala
sesuatu berupa perkataan dan perbuatan makhluk.
Dalil kedua prinsip di atas adalah firman Allah Taala(yang artinya), Allah
menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nya lah
kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.(QS. Az Zumar :

62-63). Juga firman-Nya (yang artinya), Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu
dan apa yang kamu perbuat itu. (QS. As Shaffat : 96).
Jelaslah bahwa beriman kepada takdir bukan berarti membolehkan seseorang
untuk hanya bersandar kepada takdir tanpa melakukan usaha. Namun, Allah
memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beramal saleh yang merupakan sebab
mendapatkan kebahagiaan. Allah juga melarang perbuatan kemaksiatan yang akan
menyebabkan kebinasaan. Allah berfirman:
Barang siapa membawa kebaikan, ia memperoleh (balasan) yang lebih baik dari
(amal kebaikan)nya dan mereka itu adalah orang-orang yang aman tenteram dari
kejadian yang dahsyat pada hari itu (kiamat). Barang siapa membawa kejahatan,
disungkurkanlah muka mereka ke dalam neraka. Tidaklah kalian dibalasi melainkan
(setimpal) dengan apa yang dahulu kalian kerjakan. (Q.S An-Naml: 89-90)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk, hukumnya wajib
karena termasuk rukun iman yang ke enam.
2. Beriman kepada takdir mempunyai empat tingkatan yaitu tingkatan al-ilmu,
tingkatan al-kitabah (penulisan), tingkatan al-masyiah (kehendak), dan
tingkatan al-khalq (penciptaan).
3. Kaum penolak takdir dibagi menjadi dua, yaitu Qadariah dan Jabriah.

4. Keimanan kepada takdir memiliki empat prinsip, kita harus berpegang teguh
pada empat prinsip tersebut.
5. Beriman kepada takdir bukan berarti membolehkan seseorang untuk hanya
bersandar kepada takdir tanpa melakukan usaha.
B. SARAN
1. Seburuk apapun hal yang terjadi pada kita, kita tetap harus meyakini bahwa
segalanya sudah menjadi ketetapan atau takdir Allah SWT
2. Berusaha menerima dan selalu bersyukur atas segala hal yang terjadi pada
kita baik itu hal baik maupun hal buruk

DAFTAR PUSTAKA
http://buletin.muslim.or.id/uncategorized/memahami-takdir-allah
http://almanhaj.or.id/content/2475/slash/0/dalil-dalil-iman-kepada-qadha-dan-qadar/
http://al-atsariyyah.com/iman-kepada-takdir.html
http://almanhaj.or.id/content/3185/slash/0/iman-kepada-qadartakdir-baik-dan-buruk/
http://abumushlih.com/iman-kepada-takdir.html/
http://khotbahjumat.com/iman-kepada-takdir-membawa-sukses-dunia-akhirat/

http://asysyariah.com/kewajiban-beriman-kepada-takdir/

Anda mungkin juga menyukai