Anda di halaman 1dari 163

BAB 1

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Aceh merupakan salah satu dari sembilan provinsi di Indonesia yang
masih berstatus kesehatan buruk. Delapan propinsi lainnya masing-masing
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Gorontalo, Papua, Papua Barat,
Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur adalah provinsi berstatus
kesehatan buruk disebutkan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih
dalam temu media, Jumat (1/10/2010). Kesembilan provinsi tersebut akan
menjadi sasaran guna memperkuat komitmen pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium serta mensinergikan kebijakan kesehatan pemerintah pusat dan
daerah (Tribunnews.com).
Data tersebut yang dikeluarkan Menteri Kesehatan berasal dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 yang khusus menggunakan indikator MDGs
kesehatan, seperti status gizi balita (memberantas kelaparan), status kesehatan
ibu dan anak (menurunkan kematian anak dan meningkatkan kesehatan Ibu),
prevalensi malaria, tuberculosis dan HIV/AIDS (menurunkan angka kesakitan
penyakit menular) serta akses sumber air minum yang aman dan fasilitas
sanitasi dasar. Secara umum Riskesdas bertujuan untuk memperoleh gambaran
pencapaian target MDGs kesehatan Indonesia pada tahun 2010 di tingkat
nasional dan provinsi, serta secara khusus bertujuan untuk : (a) Menilai status
pencapaian target MDGs kesehatan Indonesia pada tahun 2010 di tingkat
nasional dan provinsi, (b) Memperoleh gambaran faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi status pencapaian target MDGs kesehatan Indonesia di tingkat
nasional dan provinsi.
Menurut data daripada World Hunger Organization, terdapat empat jenis
masalah kekurangan gizi utama dan berpengaruh pada golongan berpendapatan
rendah di negara berkembang. Masalah gizi utama tersebut adalah Kurang
Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) (World Hunger Organization,
1

2009). Masalah malnutrisi pada anak usia bawah lima tahun dapat mengganggu
proses tumbuh kembang secara fisikal maupun mental dan ini dapat
memberikan dampak yang negatif pada sumber daya manusia pada masa
mendatang. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) Nasional,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa
prevalensi gizi buruk nasional berdasarkan presentase berat badan per umur
(BB/U) pada anak balita mencapai 5,4% dan gizi kurang sebesar 13% (Laporan
Riset Kesehatan Dasar Nasional, 2007).
Daerah-daerah berstatus kesehatan buruk nampaknya terkait dengan
komitmen pemerintah daerah yang dinilai masih rendah mewujudkan target
Millenium Development Goals (MDGs) di dalam sektor kesehatan.
Sebagaimana diketahui, lima dari delapan tujuan MDGs berada dalam bidang
kesehatan, sehingga bidang ini dapat disebut esensi dari pencapaian MDGs.
Ketiadaaan komitmen dari pemerintah daerah bisa diukur dari alokasi anggaran
daerah (APBD) untuk pembangunan kesehatan yang masih rendah. Anggaran
justru lebih banyak tersedot ke birokrasi dan sebagian pada pembangunan
infrastruktur.
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan
Gizi Kurang pada Balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh Tenggara (48,7%),
Rote Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah Selatan (40,2%),
Simeulue (39,7%), Aceh Barat Daya (39,1%), Mamuju Utara (39,1%), Tapanuli
Utara

(38,3%),

Kupang (38,0%),

dan

Buru

(37,6%).

Sedangkan

10

kabupaten/kota dengan prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang pada Balita
terendah adalah Kota Tomohon (4,8%), Minahasa (6,0%), Kota Madiun (6,8%),
Gianyar (6,8%), Tabanan (7,1%), Bantul(7,4%), Badung (7,5%), Kota
Magelang (8,2%), Kota Jakarta Selatan (8,3%), dan Bondowoso (8,7%).
Prevalensi nasional Gizi Lebih Pada Balita adalah 4,3%. Sebanyak 15
provinsi mempunyai prevalensi Gizi Lebih Pada Balita diatas prevalensi
nasional, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,

Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua.
Riskesdas menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan
kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi gizi
kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari
18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat
lagi menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang dari 11,1 persen tahun
2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Untuk cakupan imunisasi lengkap yang
angkanya meningkat dari 41,6 persen (2007) menjadi 59,2 persen (2013), akan
tetapi masih dijumpai 32,1 persen yang diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7
persen yang tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit,
keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat
imunisasi, serta sibuk/repot. Program pelayanan kesehatan anak yang juga
membaik adalah kunjungan neonatus (KN) lengkap meningkat dari 31,8 persen
(2007) menjadi 39,3 persen (2013), cakupan pemberian kapsul vitamin A (dari
71,5% tahun 2007 menjadi 75,5% tahun 2013). Menyusui hanya ASI saja
dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan meningkat dari 15,3 persen
(2010) menjadi 30,2 persen (2013), demikian juga inisiasi menyusu dini <1 jam
meningkat dari 29,3 persen (2010) menjadi 34,5 persen (2013).
Berdasarkan masalah dan data tersebut diatas, maka perlu dilakukan
pengkajian terhadap aspek gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
status gizi baik pada balita, WUS, BUMIL, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan gizi dan kesehatan dalam suatu kegiatan pelaksanaan yang disebut
sebagai Praktek Belajar Lapangan (PBL).
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Aceh
sebagai salah satu institusi penyelenggaraan pendidikan nasional dengan
kekhususan ilmu gizi, baik gizi masyarakat, gizi klinik maupun institusi juga
turut bertanggung jawab dalam mempersiapkan tenaga profesi gizi yang handal,
dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dilakukan dikelas dan
3

dlapangan (dalam komoditas masyarakat). Mata kuliah dengan kegiatan belajar


lapangan ini disebut Praktek Belajar Lapangan (PBL).
Sesuai dengan kurikulum pendidikan Diploma

III Gizi tahun 2003

bahwa pada Semester V (lima) mahasiswa diwajibkan mengikuti Praktek


Belajar Lapangan (PBL). Untuk mata kuliah Perencanaan Program Gizi (PPG)
kegiatan Praktek Belajar Lapangan dilakukan di masyarakat. Aspek yang harus
dicapai adalah agar mahasiswa mempunyai pengetahuan dan keterampilan
dalam pengenalan masalah, penyebab dan alternatif pemecahan masalah gizi di
masyarakat.
Praktek Belajar Lapangan (PBL) merupakan bagian dari mata kuliah
Perencanaan Program Gizi (PPG) dengan hitungan 3 SKS. Kegiatan ini
dirancang untuk memberikan pengalaman praktis dan melibatkan mahasiswa
dengan masyarakat secara aktif dalam proses kegiatan lapangan yang bertujuan
untuk menglihat masalah-masalah gizi pada khususnya dan masalah kesehatan
pada umumnya sekaligus memberikan kesempatan untuk melakukan intervensi
dalam rangka memecahkan masalah gizi dan kesehatan yang ada, sehingga
diharapkan mampu memberikan konstribusi bagi terselenggaranya gizi baik dan
pelayanan kesehatan yang optimal serta meningkatkan pengetahuan masyarakat
terhadap masalah gizi dan kesehatan yang dihadapinya dengan kegiatan yang
lebih terencana dan terkoordinasi.
B. Pengumpulan Data Dasar Gizi dan Kesehatan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui permasalahan gizi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas,
serta permasalahan gizi lainnya yg dominan terjadi di Aceh, terutama di Desa
Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui permasalahan gizi yang terjadi pada balita, ibu hamil,
ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di

masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh


Barat.
b. Untuk mengetahui hubungan pola asupan konsumsi dengan masalah gizi
yang terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah
gizi lainnya yang terjadi di Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
c. Untuk mengetahui hubungan pola asuh dengan masalah gizi yang terjadi
pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya
yang terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
d. Untuk mengetahui hubungan penyakit infeksi dengan masalah gizi yang
terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi
lainnya yang terjadi di Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat.
e. Untuk mengetahui hubungan pendidikan dengan masalah gizi yang terjadi
pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya
yang terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
f. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan masalah gizi yang
terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi
lainnya yang kerap terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
g. Untuk mengetahui hubungan ketersediaan pangan dengan masalah gizi
yang terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah
gizi lainnya yang terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
h. Untuk mengetahui hubungan pendapatan dengan masalah gizi yang terjadi
pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya
yang terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.

i. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat.
j. Untuk mengetahui hubungan konsumsi MP-ASI dengan masalah gizi yang
terjadi pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi
lainnya yang kerap terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
C.

Manfaat
a. Masyarakat yang berada dalam dalam wilayah kerja Desa Suak Pandan,
Kecamtan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat mengenal dan paham tentang
peran institusi pendidikan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI
Aceh bagi gizi dan kesehatan masyarakat, serta masyarakat dapat
mengetahui bagaimana status gizi anak balita dilokasi penelitian sehingga
b.

mereka dapat melakukan usaha yang dapat mengurangi penyakit gizi.


Bagi institusi pendidikan, dapat menambah khazanah perpustakaan di
kampus Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Aceh, yang

c.

berguna sebagai bahan bacaan dan pendukung untuk penelitian lebih lanjut.
Bagi Pemerintah dan Instansi terkait, sebagai informasi terutama bagi dinas
kesehatan dan Puskesmas, serta dinas pendidikan nasional dalam
merencanakan pembangunan dibidang kesehatan dan pendidikan untuk
meningkatkan status kesehatan balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

D.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada di latar belakang di atas, maka dapat
disusun perumusan masalah sebagai berikut : Permasalahan apa sajakah yang
terjadi serta faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan masalah gizi pada
bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas serta masalah gizi lainnya di
Desa suak Pandan Kecamatan Samatiga kabupaten Aceh Barat?.

E.

Hipotesa
a. Ada hubungan permasalahan gizi yang terjadi pada balita, ibu hamil, ibu
menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di masyarakat
Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
b. Ada hubungan pola asupan konsumsi dengan masalah gizi yang terjadi
pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya
yang terjadi di Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
c. Ada hubungan pola asuh dengan masalah gizi yang terjadi pada balita, ibu
hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di
masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
d. Ada hubungan penyakit infeksi dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
terjadi di Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
e. Ada hubungan pendidikan dengan masalah gizi yang terjadi pada balita,
ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di
masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
f. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
kerap terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
g. Ada hubungan ketersediaan pangan dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat.
h. Ada hubungan pendapatan dengan masalah gizi yang terjadi pada balita,
ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di
masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.

i. Ada hubungan sikap dengan masalah gizi yang terjadi pada balita, ibu
hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang terjadi di
masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat.
j. Ada hubungan konsumsi MP-ASI dengan masalah gizi yang terjadi pada
balita, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas dan masalah gizi lainnya yang
kerap terjadi di masyarakat Desa Suak Pandan Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. GIZI BURUK
1.1. Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi
menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor),

karena

kekurangan

karbohidrat

atau

kalori

(disebut

marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi


pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya
perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang
dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya
berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa
protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu

istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan
kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya
kekurangan gizi menahun. (Nency, 2005)
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui
dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun
(baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur
menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau
sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila
jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah
salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut. (Pardede, J, 2006)

1.2. Klasifikasi Gizi Buruk


a. Marasmus,
b. Kwashiorkor,
c. Marasmus-kwashiorkor.
1.2.1. Marasmus
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi
makanan sumber energi (kalori). Gejala yang timbul diantaranya muka
seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis
meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar
b.
c.
d.
e.

lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit


Wajah seperti orang tua
Iga gambang dan perut cekung
Otot paha mengendor (baggy pant)
Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa

lapar
a. Komplikasi:
1. Defisiensi Vitamin A
2. Dermatosis
3. Kecacingan
4. diare kronis
5. tuberculosis
b. Pencegahan dan pengobatan
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah
penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian
pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak
terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat
menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 23 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat
minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami
gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk
ke RSU kabupaten.
2. Atasi/cegah hipotermia (suhu tubuh rendah)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah
dibawah 360 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara
yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap
anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu
dijaga agar anak tetap dapat bernafas.
Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut
tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak
boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa
penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur
(bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah
normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian

10

rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.


Tidak dibenarkan penghangatan anak dengan menggunakan botol
berisi air panas.
3. Atasi/cegah dehidrasi
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP
berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
a.
1.

Ada riwayat diare sebelumnya


Anak sangat kehausan
Mata cekung
Nadi lemah
Tangan dan kaki teraba dingin
Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah :
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap
setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat
minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi
minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan
sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut

ReSoMal.
2. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi
buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika
anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus)
cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan
perbandingan 1:1.
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit diantaranya :
a. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma
rendah.
b. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

11

Ketidak seimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema


dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu
paling sedikit 2 minggu.
Berikan :
1. Makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
2. Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X
(dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr
gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang
banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium,
Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak.
Contoh bahan makanan sumber mineral :
Sumber Zink
:daging sapi, hati, makanan laut, kacang
tanah,
telur ayam
: daging, hati.
: beras, kacang tanah, kedelai.
: kacang-kacangan, bayam.
: jus tomat, pisang, kacang2an, apel,

Sumber Cuprum
Sumber Mangan
Sumber Magnesium
Sumber Kalium

alpukat,

bayam,

daging

tanpa

lemak.
5. Obati/cegah infeksi
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya
menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak
tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis yang sesuai.
6. Mulai pemberian makanan
Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase,
yaitu: Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi
a. Fase Stabilisasi ( 1-2 hari) :
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat
hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai
segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa

12

sehingga

energi

dan

protein

metabolisma basal saja.


Formula
khusus
75/modifikasi/Modisco

cukup

seperti
yang

untuk

memenuhi

Formula

dianjurkan

dan

WHO
jadwal

pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat


mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa


Energi : 100 kkal/kg/hari
Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100

ml/Kg bb/hari)
5. Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi
Formula

WHO

75/pengganti/Modisco

dengan

menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah


berikan dengan sendok/pipet
6. Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau
pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun
sesuai dengan kebutuhan anak.
Keterangan :
a. Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema,
maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat
dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
b. Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco dalam sehari, maka berikan
sisa

formula

tersebut

melalui

pipa

nasogastrik

( dibutuhkan ketrampilan petugas )


c. Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100
Kkal/Kg bb/hari
d. Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula
diturunkan menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7
diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam

13

e. Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir


minggu 1)
Pantau dan catat :
1.
2.
3.
4.

Jumlah yang diberikan dan sisanya


Banyaknya muntah
Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
Berat badan (harian)
Selama fase ini diare secara perlahan berkurang
pada penderita dengan edema , mula-mula berat
badannya akan berkurang kemudian berat badan naik

Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)


Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan
fase rehabilitasi :
b. Fase Transisi (minggu ke 2) :
1. Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara
berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung,
yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam
jumlah banyak secara mendadak.
2. Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.91.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi
100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka
waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein
yang sama.
3. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya
sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah
30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. frekwensi nafas
2. frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi
> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan,

14

kurangi volume pemberian formula.

Setelah normal kembali,

ulangi menaikkan volume seperti di atas.


3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan
Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
3. Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak
terbatas dan sering.
4. Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
5. Protein 4-6 gram/kg bb/hari
6. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula
WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
7. Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak
terbatas dan sering
8. Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
9. Protein 4-6 g/kgbb/hari
10. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan
makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
11. Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
Pemantauan fase rehabilitasi :
Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
12. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
13. Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
14. Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.
15. Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi
menyeluruh.
TAHAPAN PEMBERIAN DIET
FASE STABILISASI
:
FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI
:
FORMULA WHO 75 FORMULA WHO
FASE REHABILITASI

5.

100 ATAU PENGGANTI


FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

Koreksi defisiensi nutrien mikro

15

Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang


vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan
tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai
anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya
pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat
memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :
a. Tambahan multivitamin lain
b. Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk
tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai
berikut :

Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi :


1.1.1.1.1 TABLET
UMUR
DAN
BERAT BADAN

BESI/FOLAT

1.1.1.1.2 SIRUP BESI

Sulfas ferosus 200 mg + Sulfas ferosus 150 ml


Berikan 3 kali sehari
0,25 mg Asam Folat
Berikan 3 kali sehari

6 sampai 12 bulan
tablet
(7 - < 10 Kg)
12 bulan sampai 5
tablet
tahun

2,5 ml (1/2 sendok teh)


5

ml (1 sendok teh)

Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis
tunggal sebagai berikut :

PIRANTEL PAMOAT
UMUR ATAU BERAT BADAN

(125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)

16

4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg)


9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg)
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg)
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg)

Umur
6 bln sampai 12 bln
12 bln sampai 5 Thn
6.

tablet
tablet
1 tablet
1 tablet

Kapsul Vitamin A
Kapsul Vitamin A
200.000 IU
100.000 IU
1 kapsul
1 kapsul
Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan
emosi/mental
Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan
perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan :

a.
b.
c.
d.
e.

Kasih sayang
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan,
bermain dsb)

7. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.


Bila berat badan anak sudah berada di garis warna
kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga
kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola pemberian makan
yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah
pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada
lampiran 5, dan aktifitas bermain.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
1. Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara
teratur di Puskesmas
2. Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk
memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat
pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak

17

selalu

ditimbang

setiap

bulan

secara

teratur

di

posyandu/puskesmas.
3. pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan
nutrien yang padat
4. penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau
Posyandu
5. Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
6. Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI
atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan
Agustus.
Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase
yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas
kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk
setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor,
Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.
Bagan dan Jadwal Pengobatan :
No FASE
Hipoglikemia
Hipotermia
Dehidrasi
Elektrolit
Infeksi
MulaiPemberian
Makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
8 Mikronutrien
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut

STABILISASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7

TRANSISI
REHABILITASI
Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

1
2
3
4
5
6

Tanpa Fe

dengan Fe

A. Syarat Diet Penderita Marasmus Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) :


1. Energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB.
2. Protein tinggi, yaitu 2,0-2,5 g/kg BB.

18

3.
4.
5.
6.

Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total.


Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal.
Makanan diberikan dalam bentuk mudah dicerna.

Bahan Makanan Yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan :


Bahan Makanan
Sumber karbohidrat

Dianjurkan
Nasi,
Roti,

Tidak Dianjurkan
mie,

makaroni, cake, tarcis,


puding, pastri, dodol,
Sumber protein

ubi, gula pasir.


Daging sapi,

ayam, Dimasak

ikan, telur, susu, keju, banyak


Sumber protein nabati

minyak

atau

yoghurt dan es krim.


kelapa/santan kental.
Semua jenis kacang- Dimasak
dengan
kacangan, tempe, tahu banyak

Sayuran

dengan

minyak

atau

dan pindakas.
kelapa/santan kental
Semua jenis sayuran, Dimasak
dengan
terutama jenis bayam, banyak

minyak

atau

daun singkong, kacang kelapa/santan kental.


panjang, labu siam, dan
wortel, dengan teknik
pengolahan
Buah-buahan

dikukus dan ditumis


Semua jenis buah segar,
buah

Lemak dan minyak

direbus,

kaleng,

buah

kering dan jus buah.


Minyak
goreng, Santan kental
mentega,

margarin,

santan encer dan salad


Minuman

dressing.
Soft drink, madu, sirup, Minuman

19

rendah

Bumbu

teh dan kopi encer.


energi.
Bumbu tidak tajam Bumbu

yang

tajam

seperti bawang merah, seperti cabe dan merica.


bawang

putih,

laos,

salam dan kecap.


1.2.2. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat
yang disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake
karbohidrat yang normal atau tinggi. Kwashiorkor bisanya terjadi pada
anak usia 1-3 tahun. Pertumbuhannya terhambat, jaringan otot lunak
dan kendor. Namun jaringan lemak dibawah kulit masih ada dibanding
bayi marasmus. Istilah kwashiorkor sendiri berasal dari bahasa salah
satu suku di Afrika yang berarti "kekurangan kasih sayang ibu".
Beberapa tanda khusus dari kwashiorkor adalah:
a. Selalu ada oedema (bengkak), terutama pada kaki dan tungkai
bawah. Sifatnya pitting oedema. Bayi tampak gemuk, muka
membulat (moon face), karena oedema. Cairan oedema sekitar 520% dari jumlah berat badan yang diperhitungkan dari penurunan
berat badan ketika tidak oedema lagi (pada masa penyembuhan).
b. Rambut berubah menjadi warna kemerahan atau abu-abu, menipis
dan mudah rontok, apabila rambut keriting menjadi lurus.
c. Kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia.
d. Terjadi dispigmentasi dikarenakan habisnya cadangan energi atau
protein. Pada kulit yang terdapat dispigmentasi akan tampak pucat.
Sering terjadi dermatitis (radang pada kulit). Kulit mudah luka
karena tidak adanya tryptophan dan nicotinamide, meskipun
kekurangan zinc bisa juga menjadi penyebab dermatitis. Pada
kasus kwashiorkor tingkat berat kulit akan mengeras seperti

20

keripik terutama pada persendian utama. Bibir retak-retak, lidah


pun menjadi lunak dan gampang luka.
e. Pada kwashiorkor, pengaruh terhadap sistem neurologi dijumpai
adanya tremor seperti Parkinson yang berpengaruh terhadap
jaringan (cabang) syaraf tunggal maupun syaraf kelompok pada
otot. Seperti otot mata sering terjadi terus berkedip, atau pada pita
suara yang menghasilkan suara getar serak/cengeng. Perubahan
mental juga terjadi misalnya bayi menjadi cengeng, apatis,
hilangnya nafsu makan dan sukar diberi makan/disulang. Gejala
anemia dan defisiensi mikronutrien juga sering dijumpai pada
kasus ini.
Ciri-ciri :
1.
Rambut halus, jarang, dan pirang kemerahan kusam.
2. Kulit tampak kering (Xerosis) dan memberi kesan kasar dengan garisgaris permukaan yang jelas.
3. Didaerah tungkai dan sikut serta bokong terdapat kulit yang
menunjukkan hyperpigmentasi dan kulit dapat mengelupas dalam
lembar yang besar, meninggalkan dasar yang licin berwarna putih
mengkilap.
4. Perut anak membuncit karena pembesaran hati.
5. Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat perlemkan sel-sel hati.
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake
protein yang berlansung kronis
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan
mengandung

kalori

yang

cukup,

tidak

semua

makanan

mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih


menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan
ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri
21

sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah


dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan
nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor,
terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan
untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turunturun
3.

dapat

menjadi

hal

yang

menyebabkan

terjadinya

kwashiorkor.
Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak
tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi

kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP
dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan
gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Gejala klinis
a. Gagal untuk menambah berat badan
b. Pertumbuhan linear terhenti.
c. Edema gerenal (muka sembab, punggung kaki, perut yang membuncit)
d. Diare yang tidak membaik
e. Dermatitis, perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo).
f. Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut.
g. Penurunan masa otot
h. Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas dan apatis dapat terjadi.
i. Perubahan lain yang dapat terjadi adala perlemakan hati, gangguan
fungsi ginjal, dan anemia.
j. Pada keadaan berat/ akhir (final stages) dapat mengakibatkan shock,
coma dan berakhir dengan kematian
Komplikasi

22

Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi


dikarenakan lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan
potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan
riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa
kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat
menurunkan IQ secara permanen.
Penatalaksanaan/ terapi
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya
kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin
dengan restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada
tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana,
dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.
Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu
yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah,
khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori yang tinggi.
Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak
penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance)
dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim
lactase.
1.2.3. Marasmic Kwashiorkor
Anak/bayi yang menderita marasmic-kwashiorkor mempunyai gejala
(sindroma) gabungan kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita
marasmus lalu berlanjut menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung
dari makanan/gizinya dan sejauh mana cadangan energi dari lemak dan
protein akan berkurang/habis terpakai.

23

Apabila masukan energi kurang dan cadangan lemak terpakai,


bayi/anak akan jatuh menjadi marasmus. Sebaliknya bila cadangan protein
dipakai untuk energi, gejala kwashiorkor akan menyertai. Hal ini dapat
terjadi pada anak yang dietnya hanya mengandung karbohidrat saja seperti
beras, jagung atau singkong yang miskin akan protein. Gagalnya
pertumbuhan kemungkinan akan menyertai pada kasus KEP-marasmus,
Kwashiorkor atau keduanya.
a. Pencegahan kep
KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait
sinergis

secara

klinis

maupun

lingkungan

(masyarakat).

Pencegahan hendaknya meliputi seluruh faktor secara simultan dan


konsisten. Meskipun KEP tidak sepenuhnya dapat diberantas,
tanpa harus menunggu, dapat segera dilaksanakan beberapa
tindakan untuk mengatasi keadaan :
1.

Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya


diare:
a.

Sanitasi : personal, lingkungan terutama

b.
c.
d.

makanan dan peralatannya.


Pendidikan : Dasar, Kesehatan dan Gizi.
Program Imunisasi.
Pencegahan penyakit yang erat dengan lingkungan,

seperti TBC, nyamuk (malaria, DHF), parasit (cacing).


2. Memperkecil dampak penyakit-penyakit infeksi terutama diare
di wilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. Diarhea
merupakan penyakit endemo-epidemik yang menjadi salah satu
penyebab bagi malnutrisi. Dehidrasi awal dan re-feeding
secepat mungkin merupakan pencegahan untuk menghindari
3.

bayi malnutrisi/KEP.
Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan:

24

1)

Memonitor tumbuh kembang dan status gizi Balita

2)

secara kontinyu, misalnya dengan tolok ukur KMS.


Perhatian khusus untuk faktor risiko tinggi yang akan
berpengaruh kelangsungan status gizi (antara lain:

kemiskinan, ketidak tahuan, adanya penyakit infeksi).


4.
Memelihara status gizi anak
5. Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang
baik diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang
baik pula.
6. Setelah lahir segera diberi ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6
bulan.
7. Pemberian makanan pendamping ASI (weaning food) bergizi,
mulai usia 4 atau 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat
menerima menu lengkap keluarga.
8. Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu
dan bayi menghendaki.
b. Penatalaksanaan
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan
penanganan kegawatan)
1)
Penanganan hipoglikemi
2)
Penanganan hipotermi
3)
Penanganan dehidrasi
4)
Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5)
Pengobatan infeksi
6)
Pemberian makanan
7)
Fasilitasi tumbuh kejar
8)
Koreksi defisiensi nutrisi mikro
9)
Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
10)
Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2.
Pengobatan penyakit penyerta
1.
Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke
1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi
memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
a. umur > 1 tahun
: 200.000 SI/kali

25

b. umur 6 12 bulan
: 100.000 SI/kali
c. umur 0 5 bulan
: 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan :
a. Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin,
b.
c.
2.

setiap 2-3 jam selama 7-10 hari\


Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5
hari
Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi,
deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif,
menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder,
antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan
KmnO4 (K permanganat) 1% selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat

3.

Zn peroral
Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari

4.

selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.


Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada
perbaikan

keadaan

umum.

Berikan

formula

bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus


dan

Giardiasis

merupakan

penyebab

lain

dari

melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan


tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB
5.

setiap 8 jam selama 7 hari.


Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes
tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto

26

toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati


3.
a.

sesuai pedoman pengobatan TB.


Tindakan kegawatan
Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering
menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya
secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik
dengan cepat pada pemberian cairan intravena,
sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati
terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1)
atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5%
sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
1) Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi
nadi dan pernapasan) dan status hidrasi syok
disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan
seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian
lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti,
per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10
jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F75/pengganti).
2) Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita
syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat
sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi
darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan
(dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian
formula (F-75/pengganti)

6. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :

27

Hb < 4 g/dl
Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda

gagal jantung
Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red
cells untuk transfusi dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat
transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal,
Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas
setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl,
jangan diulangi pemberian darah.
1.3.

Faktor Penyebab Gizi Buruk


Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi
sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku,
pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor
kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah
kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan
kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan
kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya
dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya.
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan
makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi.
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah

28

mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.


Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang
sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan
kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency, 2005)
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan
yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk
dari usus (malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh
tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare,
pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. (Nurcahyo,
2008)
2. ANEMIA ZAT BESI PADA BALITA
2.1.
Pengertian Anemia
Anemia didefinisikan

sebagai

suatu

keadaan

kadar

hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nili normal


untuk kelompok orang yang bersangkutan. Kelompok ditentukan
menurut umur dan jenis kelamin, seperti yang terlihat di dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 2. Batas normal Kadar Hemoglobin
Kelompok
Anak
Dewasa

Umur
6 bulan s/d 6 tahun
6 tahun s/d 14 tahun
Laki-laki
Wanita
Wanita hamil

Hemoglobin
11
12
13
12
11

Sumber WHO
2.2.

Patofisiologi Anemia
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah)

29

dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat
besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut
elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan
oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas
(asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya
simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada
tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi,
berkurangnya

kejenuhan

transferin,

berkurangnya

jumlah

protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan


menurunya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan
cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186 :303)
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan
mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum
dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan.
Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan
orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya
<12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum
normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal.
Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan
kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining
dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah
merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan
batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990)
2.3.

Penyebab Anemia Gizi Pada Balita


Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi
lahir dari ibu yang menderita anemia kemungkinan akan menderita

30

anemia gizi, mempunyai berat badan lahir rendah, prematur dan


meningkatnya mortalitas (Academi of Sciences, 1990).
Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak (Soemantri, 1982):
a.
Pengadaan zat besi yang tidak cukup
a) Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
b) Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
c) Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat
besi yang berat
d) Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum
persalinan seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan
retroplasesta
b. Absorbsi kurang
1) Diare menahun
2) Sindrom malabsorbsi
3) Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada
lahir kurang bulan dan pada saat akil balik.
d. Kehilangan darah
1) Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada
poliposis rektum, divertkel Meckel
2) Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.
2.4. Pengaruh Anemia Pada Balita
1.

Terhadap kekebalan tubuh (imunitas seluler dan


humoral)
Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat lebih
meningkatkan kerawanan terhadap Penyakit infeksi. Seseorang
yang menderita defisiensi besi (terutama balita) lebih mudah
terserang mikroorganisme, karena kekurangan zat besi
berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional
dari mekanisme kekebalan tubuh yang penting untuk menahan
masuknya penyakit infeksi.
Fungsi kekebalan tubuh telah banyak diselidiki pada
hewan maupun manusia. Meskipun telah banyak publikasi
yang mengatakan bahwa kekurangan besi menimbulkan
31

konsekwensi fungsional pada sistem kekebalan tubuh, tetapi


tidak semua peneliti mencapai kesepakatan tentang kesimpulan
terhadap abnormalitas pada fungsi kekebalan spesifik.
Laporan klinis yang pertama-tama dilaporkan pada
tahun 1928 oleh Mackay (dikutip oleh Scrimshaw-2)
mengatakan bahwa bayi-bayi dari keluarga-keluarga miskin di
London yang menderita bronchitis dan gastroenteritis menjadi
berkurang setelah mereka mendapat terapi zat besi. Lebih
lanjut di Alaska, penyakit diare dan saluran pernafasan lebih
umum ditemui pada orang-orang eskimo dan orang-orang asli
yang menderita defisiensi besi. Meningitis lebih sering
berakibat fatal pada anak-anak dengan kadar hemoglobin di
2.

atas 10,1 g/dl.


Imunitas humoral
Peranan sirkulasi antibodi sampai sekarang dianggap
merupakan pertahanan utama terhadap infeksi, dan hal ini
dapat

didemonstrasikan

pada

manusia.

Pada

manusi

kemampuan pertahanan tubuh ini berkurang pada orang-orang


yang menderita defisiensi besi.
Nalder dkk mempelajari pengaruh defisiensi besi
terhadap sintesa antibodi pada tikus-tikus dengan menurunkan
setiap 10% jumlah zat besi dalam diit. Ditemukan bahwa
jumlah produksi antibodi menurun sesudah imunisasi dengan
tetanus toksoid, dan penurunan ini secara proporsional sesuai
dengan penurunan jumlah, zat besi dalam diit. Penurunan fifer
antibodi tampak lebih erat hubungannya dengan indikator
konsumsi zat besi, daripada dengan pemeriksaan kadar
hemoglobin, kadar besi dalam serum atau feritin, atau berat
3.

badan.
Imunitas sel mediated
Invitro responsif dari limfosit dalam darah tepi dari
32

pasien defisiensi besi terhadap berbagai mitogen dan antigen


merupakan topik hangat yang saling kontraversial. Bhaskaram
dan Reddy menemukan bahwa terdapat reduksi yang nyata
jumlah sel T pada 9 anak yang menderita defisiensi besi.
Sesudah pemberian Suplemen besi selama empat minggu,
jumlah sel T naik bermakna.
Srikanti dkk membagi 88 anak menjadi empat
kelompok menurut kadar hemoglobin yaitu defisiensi besi
berat (Hb<8,0 g/dl). Pada anak yang defisiensi besi sedang (Hb
antara 8,0 - 10,0 g/dl), defisiensi ringaan (Hb antara 10,1 - 12,0
g/dl), dan normal (Hb > 12 g/dl). Pada anak yang defisiensi
berat dan sedang terjadi depresi respons terhadap PHA oleh
limfosit, sedangkan pada kelompok defisiensi ringan dan
normal tidak menunjukkan hal serupa. Keadaan ini diperbaiki
4.

dengan terapi besi.


Fagositosis
Faktor penting lainnya dalam aspek defisiensi besi
adalah aktivitas fungsional sel fagositosis. Dalam hal ini,
defisiensi besi dapat mengganggu sintesa asam nukleat
mekanisme seluler yang membutuhkan metaloenzim yang
mengandung Fe. Schrimshaw melaporkan bahwa sel-sel
sumsum tulang dari penderita kurang besi mengandung asam
nukleat yang sedikit dan laju inkorporasi (3H) thymidin
menjadi DNA menurun.
Kerusakan ini dapat dinormalkan dengan terapi besi.
Sebagai tambahan, kurang tersedianya zat besi untuk enzim
nyeloperoksidase menyebabkan kemampuan sel ini membunuh
bakteri menurun.
Anak-anak

yang

menderita

defisiensi

besi

menyebabkan persentase limfosit T menurun, dan keadaan ini

33

dapat diperbaiki dengan suplementasi besi. Menurunnya


produksi makrofag juga dilaporkan oleh beberapa peneliti.
Secara umum sel T, di mana limfosit berasal, berkurang pada
hewan dan orang yang menderita defisiensi besi. Terjadi
penurunan produksi limfosit dalam respons terhadap mitogen,
dan ribonucleotide reductase juga menurun. Semuanya ini
5.

dapat kembali normal setelah diberikan suplemen besi.


Terhadap kemampuan intelektual
Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan
antara keadaan kurang besi dan dengan uji kognitif. Walaupun
ada beberapa penelitian mengemukakan bahwa defisiensi besi
kurang nyata hubungannya dengan kemunduran intelektual
tetapi banyak penelitian membuktikan bahwa defisiensi besi
mempengaruhi pemusnahan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ)
, dan prestasi belajar di sekolah. Denganl memberikan
intervensi besi maka nilai kognitif tersebut naik secara nyata.
Salah satu penelitian di Guatemala terhadap bayi
berumur 6-24 bulan. Hasil, penelitian tsb menyatakan bahwa
ada perbedaan skor mental (p<0,05) dan skor motorik (p<0,
05) antara kelompok anemia kurang besi dengan kelompok
normal.
Pollit, dkk melakukan penelitian di Cambridge terhadap
15 orang anak usia 3-6 tahun yang menderita defisiensi besi
dan 15 orang anak yang normal, status besinya sebagai kontrol.
Pada awal penelitian anak yang menderita defisiensi besi
menunjukkan skor yang lebih rendah daripada anak yang
normal terhadap uji oddity learning. Setelah 12 minggu
diberikan preparat besi dengan skor rendah pada awal
penelitian, menjadi normal status besinya diikuti dengan
kenaikan skor kognitif yang nyata sehingga menyamai skor

34

kognitif anak yang normal yang dalam hal ini sebagai


kelompok kontrol.
2.5. Keluhan Dan Gejala Anemia Gizi
Rasa lemah, letih, hilang nafsu makan, menurunya daya
konsentras dan sakit kepala atau pening adalah gejala awal anemia.
Pada kasus yang lebih parah, sesak nafas disertai gejala lemah jantung
dapat

terjadi.

Untuk

memastikan,

diagnosa

perlu

dilakukan

pemeriksaan laboratorium, diantaranya dilakukan penentuan kadar


hemoglobin atau hematokrit dalam darah (Kardjati Sakit, 1985).
3.

GAKY (Gangguan Kekurangan Yodium)


Gangguan akibat kekurangan yodium adalah sekumpulan gajala yang
dapat ditimbulkan karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara
terus-menerus dalam waktu cukup lama (Depkes RI, 2000).
Gangguan akibat kekurangan yodium di Indonesia merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar
terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Selain berupa
pembesaran kelenjar gondok dan hipotiroid, kekurangan yodium jika terjadi pada
wanita hamil mempunyai risiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat
bawaan pada bayi yang lahir berupa gangguan perkembangan saraf, mental, dan
fisik yang disebut kretin. Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya
produktivitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai permasalahan
sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat pembangunan (Depkes RI,
2005).
Gejala kekurangan yodium adalah malas dan lamban, kelenjar tiroid
membesar, pada ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin, dan dalam keadaan berat bayi lahir dalam keadaan cacat mental permanen
serta hambatan pertumbuhan yang dikenal sebagai kretinisme. Seorang anak
yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal dan IQ sekitar 20.
35

Kekurangan yodium pada anak-anak menyebabkan kemampuan belajar yang


rendah (Almatsier, 2009).
Menurut Arisman (2009) bahwa kekurangan yodium pada anak secara
khas terpaut dengan insidensi gondok. Angka kejadian gondok meningkat
bersama usia dan mencapai puncaknya setelah remaja. Kasus gondok pada anak
sekolah yang berusia antara 6-12 tahun dapat dijadikan petunjuk. Total Goitre
Rate (TGR) anak sekolah lazim digunakan sebagai petunjuk dalam perkiraan
besaran GAKY masyarakat suatu daerah. Penelitian terhadap anak sekolah yang
tinggal di daerah endemis menunjukkan gangguan kinerja belajar serta nilai
kecerdasan intelligence quotient (IQ).
Akar permasalahan GAKY yang semula disebabkan miskinnya unsur
yodium dalam air dan tanah, kemudian diperberat dengan adanya zat goitrogenik
dalam makanan yang dikonsumsi, makin banyak polutan sebagai dampak dari
modernisasi atau dari limbah industri. Selain itu juga karena adanya blocking
agent yang secara alami terdapat dalam air dan tanah di lingkungan tempat
tinggal, dan digunakannya alat kontrasepsi hormonal untuk menjarangkan
kelahiran, menyebabkan masalah GAKY yang merupakan masalah gizi laten
yang tak kunjung hilang (Widodo, 2004)
3.1

Masalah yang Timbul Akibat GAKY


Masalah yang dapat ditimbulkan GAKY antara lain:
1.
Defisiensi pada janin
Pengaruh utama defisiensi yodium pada janin ialah kretinisme
endemis. Gejala khas kretinisme terbagi menjadi dua jenis, yaitu jenis
saraf yang menampilkan tanda dan gejala seperti kemunduran mental,
bisu-tuli dan diplegia spastik. Jenis kedua yaitu bentuk miksedema
2.

yang memperlihatkan tanda hipotiroidisme dan dwarfisme.


Defisiensi pada bayi baru lahir
Selain berpengaruh pada angka kematian, kekurangan yang
parah dan berlangsung lama akan mempengaruhi fungsi tiroid bayi

yang kemudian mengancam perkembangan otak secara dini.


3.
Defisiensi pada anak dan remaja
36

Kekurangan yodium pada anak khas terpaut dengan insiden


gondok. Angka kejadian gondok meningkat bersama usia, dan
mencapai puncaknya setelah remaja. Prevalensi gondok pada wanita
lebih tinggi daripada lelaki. Total Goitre Rate(TGR) anak sekolah
lazim digunakan sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY
masyarakat suatu daerah. Gangguan pada anak dan remaja akibat
kekurangan yodium yaitu gondok, hipoiroidisme Juvenile dan
perkembangan fisik terhambat.
4. Defisiensi pada Dewasa
Pada orang dewasa, kekurangan yodium menyebabakan
keadaan lemas dan cepat lelah, produktifitas dan peran dalam
kehidupan sosial rendah (Isna, 2009). Gondok dan penyulit,
hipotiroidisme, hipertiroidisme diimbas oleh yodium.
5. Defisiensi pada ibu hamil
Pada ibu hamil menyebabkan keguguran spontan, lahir mati
dan kematian bayi, mempengaruhi otak bayi dan kemungkinan
menjadi cebol pada saat dewasa nanti. Seorang ibu yang menderita
pembesaran gondok akan melahirkan bayi yang juga menderita
kekurangan yodium. Jika tidak segera diobati, maka pada usia 1 tahun,
sudah akan terjadi pembesaran pada kelenjar gondoknya (Isna, 2009).
6. Defisiensi pada semua usia
Bentuk gangguannya adalah kepekaan terhadap radiasi nuklir
meningkat.
Dampak dari GAKY bukan hanya pembesaran kelenjar gondok
namun dapat berakibat lebih buruk yaitu penurunan tingkat kecerdasan
yang dimulai pada masa janin hingga dewasa. Semakin muda usia
ketika terkena GAKY maka akan semakin berat akibatnya, terutama
pada susunan saraf pusat yang disebut kretin endemik tipe neurologik
yang terbentuk sejak dalam kandungan dan keadaan ini tidak dapat
dikoreksi (Syahbudin, 2002).

37

3.2

Penanggulangan dan Pencegahan GAKY


1.
Penanggulangan
Penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain:
a. Garam beryodium
Sesuai Keppres no 69, mewajibkan semua garam yang
dikonsumsi, baik manusia maupun hewan, diperkaya dengan
yodium sebanyak 30-80 ppm.
b. Suplementasi yodium pada binatang
c. Suntikan minyak beryodium (Lipiodol)
d. Kapsul minyak beryodium
2.
Pencegahan
Secara relatif, hanya makanan laut yang kaya akan yodium,
yaitu sekitar 100 g/100 gr. Pencegahan dilaksanakan melalui
pemberian garam beryodium. Jika garam beryodium tidak tersedia,
maka diberikan kapsul minyak beryodium setiap 3,6 atau 12 bulan,
atau suntikan ke dalam otot setiap 2 tahun. Berikut adalah kandungan
yodium dalam makanan.
Tabel Kandungan Yodium dalam Makanan

No

Jenis makanan

Kandungan
dalam

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4.

Ikan air tawar


Ikan air laut
Kerang
Daging hewan
Susu
Telur
Serealia biji
Buah
Tumbuhan polong
Sayuran

keadaan dalam

segar (/gram)
17-40
163-3180
308-1300
27-97
35-56
93
22-72
0-29
23-36
12-201

STATUS GIZI
4.1 Pengertian Status Gizi

38

Kandungan
keadaan

kering (/gram)
68-194
471-4591
1292-4987
34-92
62-277
223-245
204-1636

Status gizi adalah keadaan seimbang antara asupan dan kebutuhan


zat

gizi.

Status

gizi

kurang

terjadi

karena

defisiensi

atau

ketidakseimbangan energi atau status gizi. Kelebihan dari konsumsi zat


gizi dan juga aktifitas fisik yang kurang akan menyebabkan obesitas.
Kekurangan gizi pada semua golongan umur dapat yang menyebabkan
mudahnya serangan penyakit lainnya serta lambatnya proses regenerasi
sel tubuh. Penggunaan makanan oleh tubuh tergantung ada pencernaan
serta penyerapan dan metabolisme zat gizi. Hal yang tergantung pada
kebersihan lingkungan dan ada tidaknya penyakit yang berpengaruh
terhadap penggunaan zat gizi untuk tercapainya status gizi yang optimal
(Almatsier, 2001).
4.2

Penilaian Status Gizi


Status gizi dapat dinilai secara langsung maupun tidak langsung.
Penilaian tidak langsung dapat dilakukan secara antropometri, klinis,
biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak
langsung dapat dilakukan melalui survei makanan, statistik vital dan
faktor ekologi. Dalam penilaian status gizi diperlukan beberapa parameter
yang kemudian disebut dengan indeks antropometri (Supariasa, dkk,
2002).
4.2.1

Penilaian Status Gizi Secara Langsung


1.

Antropometri
Pengukuran

antropometri

adalah

prengukuran

terhadap dimensi tubuh dan komposisi tubuh. Beberapa


pengukuran antropometri utama yang digunakan antara lain
adalah tinggi badan/strature (TB/PB), berat badan (BB),
lingkar lengan (dengan komponen lemak bawah kulit dan
otot tulang) dan lipatan lemak bawah kulit.
Berikut alat serta cara pengukuran untuk beberapa
pengukuran antropometri, diantaranya :
a.
Pengukuran Tinggi Badan (TB/PB)
39

Pengukuran tinggi badan pada orang dewasa


menggunakan microtoice. Namun juga dapat digunakan
untuk anak yang berumur > 24 bulan. Untuk anak yang
berusia < 24 bulan, pengukuran panjang badan
dilakukan dengan menggunakan alat Baby Lenght
Board (BLB).
Langkah pengukuran TB dengan mikrotoice
1.
Mikrotoice diletakkan didinding yag datar
2.
Anak berdiri tegak lurus, pegang lutut anak agar
3.
4.
5.

anak benar-benar dalam keadan lurus


Mata anak memandang lurus ke depan
Tekan pergelangan kaki anak
Bahu rata, kepala, punggung, bokong, betis dan

tumit kaki menempel ke dinding


6.
Tulis hasil di form
Langkah Pengukuran Panjang Badan dengan BLB
1.
BLB diletakkan ditempat datar
2.
Balita berbaring di bidang datar
3.
Mata Balita memandang lurus ke atas
4.
Tekan pergelangan kaki anak
5.
Bila posisi anak sudah rata, gerakkan alat
6.
b.

pengukur sampai angka desimal terdekat


Tulis hasi di form
Pengukuran Berat Badan (BB)
Timbangan dacin ialah timbangan

untuk

mengethaui berat badan anak 0-12 bulan. Sedangkan


untuk orang dewasa biasa digunakan timbangan injak
digital (seca).
Langkah pengukuran dengan Dacin
1. Pasang Dacin
2. Periksa Kekuatan dacin
3. Letakkan bandul geser pada angka nol,
4. Pasang celana Timbang/Kain Timbang
5. Seimbangkan dacin dengan Pasir dlm plastik
6. Anak ditimbang, seimbangkan dacin
7. Tentukan BB anak dg baca angka
8. Catat hasil penimbangan pd kertas (form)

40

9.
c.

Geser bandul ke angka Nol, tali pengaman dipasang


Pengukuran lingkar lengan dengan pita LLA
Pita LLA digunakan pada balita bila tinggi

badannya 65 cm. Ada 2 Jenis Pita LLA, yaitu Pita


LLA balita dan Pita LLA untuk Wanita Dewasa
Langkah Pengukuran LLA:
1. Singsingkan lengan baju anak (lengan kiri)
2. Lihat letak bahu kiri dan siku tangan kiri
3. Minta anak untuk mengangkat tangan kiri hingga
membentuk sudut. Posisikan alat ukur LILA pada
4.

bahu lalu tarik hingga siku


Beri tanda pada LILA pada pertengahan antara

5.
6.

bahu dan siku


Lalu lingkarkan alat ukur LILA
Pada saat mengukur alat ukur LILA jangan terlalu

7.

ketat dan jangan terlalu longgar


Pengukuran LILA dapat dilakukan kepada balita
yang tingginya >=65 cm

2.

Indeks Antropometri
Menurut Soekirman (2000) untuk mengetahui apakah
berat dan tinggi badan normal, lebih rendah atau lebih tinggi
dari yang seharusnya, maka dilakukan pembandingan dengan
suatu standar internasional yang ditetapkan oleh WHO. Untuk
mengetahui status gizi diperlukan indikator yang merupakan
kombinasi antara BB, TB dan Umur dimana masing-masing
indikator mempinyai makna tersendiri.
Indikator tersebut antara lain adalah sebagai berikut
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007).
a.
Berat Badan terhadap Umur (BB/U)
Merupakan indikator status gizi kurang saat
sekarang dan sensitif terhadap perubahan kecil. Dapat
digunakan

untuk

memonitor

pertumbuhan

dan

pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth


41

failure karena infeksi atau KEP. Kekurangan pemakaian


indeks ini adalah sulitnya mendapatkan umur yang
akurat, keliru dalam mengintrepretasikan status gizi bila
terdapat edema dan kesalahan pengukuran yang dapat
disebabkan oleh pengaruh pakaian atau anak bergerak
saat ditimbang serta adanya hambatan dari srgi perspektif
b.

budaya.
Tinggi Badan terhadap Umur (TB/U)
Merupakan indikator status gizi masa lalu dan
kesejahteraan

dan

kemakmuran

suatu

bangsa.

Kekurangan pemakaian indeks ini adalah sulitnya


mendapatkan umur yang akurat dan perubahan tinggi
badan tidak banyak terjadi daalm waktu singkat dan perlu
c.

dua orang untuk membantu mengukur tinggi anak.


Berat Badan terhadap Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear
dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indeks
yang independen terhadap umur. Merupakan indikator
untuk menilai status gizi saat kini diman umur tidak perlu
diketahui. Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui

d.

proporsi badan gemuk, normal dan kurus.


Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan alat sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih
panjang. IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa

e.

yang berumur diatas 18 tahun (Supariasa, 2002).


LLA (Lingkar Lengan Atas)

42

Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan


untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan
cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang
susah diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan
jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit (Sirajuddin,
3.

2012).
Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut juga pemeriksaan secara
laboratorium. Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan yang
digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada
kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan
dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat
gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif
terhadap deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis. Cara lain
adalah dengan menggunakan uji gangguan fungsional yang
berfungsi untuk mengukur besarnya konsekuensi fungsional
daru suatu zat gizi yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia
sebaiknya digunakan perpaduan antara uji biokimia statis dan
uji gangguan fungsional (Baliwati, 2004).

4.

Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi
berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat
dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi.
Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang
terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang
dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti

5.

dan Triyanti, 2007).


Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan
43

melihat perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan


dalam keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa,
2001).
4.2.2

Penilaian
Status

Gizi

Secara
Tidak
Langsung
a.

Survei Konsumsi Makanan


Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian
status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat
dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif
dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi,
sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dancara
seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai
dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).
Ada beberapa metode pengukuran konsumsi makanan,
yaitu sebagai berikut :
a)
Recall 24 jam (24 Hour Recall)
Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
makanan serta minuman yang telah dikonsumsi dalam 24 jam
yang lalu. Recall dilakukan pada saat wawancara dilakukan
dan mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Wawancara
menggunakan formulir recall harus dilakukan oleh petugas
yang telah terlatih. Data yang didapatkan dari hasil recall lebih
bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka
perlu ditanyakan penggunaan URT (Ukuran Rumah Tangga).
Sebaiknya recall dilakukan minimal dua kali dengan tidak
berturut-turut. Recall yang dilakukan sebanyak satu kali kurang
44

dapat menggambarkan kebiasaan makan seseorang (Supariasa,


2001).
Metode recall sangat tergantung dengan daya ingat
individu, sehingga sebaiknya responden memiliki ingatan yang
baik agar dapat menggambarkan konsumsi yang sebenarnya
tanpa ada satu jenis makanan yang terlupakan. Recall tidak
cocok bila dilakukan pada responden yang di bawah 7 tahun
dan di atas 70 tahun. Recall dapat menimbulkan the flat slope
syndrome, yaitu kecenderungan responden untuk melaporkan
konsumsinya. Responden kurus akan melaporkan konsumsinya
lebih banyak dan responden gemuk akan melaporkan konsumsi
lebih sedikit, sehingga kurang menggambarkan asupan energi,
protein, karbohidrat, dan lemak yang sebenarnya (Supariasa,
2001).
Langkah-langkah metode food recall
1. Dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu
2. Responden menceritakan semua yang dimakan dan
diminum selama 24 jam yang lalu
3. Wawancara dilakukan oleh petugas dengan menggunakan
kuesioner terstruktur
a.
Food Frequency Questionnaire (FFQ)
FFQ merupakan metode pengukuran konsumsi
makanan

dengan

menggunakan

kuesioner

untuk

memperoleh data mengenai frekuensi seseorang dalam


mengonsumi

makanan

dan

minuman.

Frekuensi

konsumsi dapat dilakukan selama periode tertentu,


misalnya harian, mingguan, bulanan maupun tahunan.
Kuesioner terdiri dari daftar jenis makanan dan
minuman (Supariasa, 2001). Langkah-langkah metode
Food Frequency Questionnaire (FFQ)

45

a)

Responden diminta memberi tanda (checklist)


pada daftar yang tersedia pada kuestionare
mengenai frekuensi penggunaan setiap jenis

b)

bahan makanan atau makanan


Lakukan
rekapitulasi
tentang

frekuensi

penggunaan

terutama

jenis

bahan

makanan

sember zat gizi tergantung zat gizi yang ingin


diketahui pola konsumsinya selama periode waktu
c)
d)

tertentu
Lakukan analisis secara kualitatif
Hasil analisis hanya bersifat kualitatif berupa
frekuensi konsumsi setiap jenis bahan makanan
dan pola kebiasaan tentang jenis bahan makanan

e)

yang sering dikonsumsi


Hasil frekuensi konsumsi setiap jenis bahan
makanan dapat dikelompokkan seperti setiap hari,
sering, jarang dan tidak pernah, sesuai kebutuhan

b.

c.

dan tujuan survei


Kelebihan Metode FFQ
1) Relatif murah dan sederhana
2) Dapat dilakukan sendiri oleh responden
3) Tidak membutuhkan latihan khusus
4) Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan
antara penyakit dan kebiasaan makan
Kekurangan Metode FFQ
1) Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari
2) Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data
3) Cukup menjemukan bagi responden
4) Perlu percobaan pendahuluan untuk menentukan
jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar
kuesioner
5) Responden harus jujur dan mempunyai motivasi
tinggi.

b. Statistik Vital

46

Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian


status gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang
berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur
tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik
pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang berkaitan
dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
c.

Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi
karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor
ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan
budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk
mengetahui penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu
masyarakat yang nantinya akan sangat berguna untuk melakukan
intervensi gizi (Supariasa, 2001).
Menurut Bengoa (dikutip oleh Jelliffe, 1966), malnutrisi
merupakan

masalah

ekologi

sebagai

hasil

yang

saling

mempengaruhi (Multiple Overlapping) dan interaksi beberapa


faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya (Supariasa, dkk,
4.3

2002).
Klasifikasi Status Gizi
Penentuan klasifikasi status gizi diperlukan ada batasan-batasan
yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap Negara relatife
berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di Negara
tersebut, berdasarkan hasil penelitian Empiris dan keadaan klinis.
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku
yang di sebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di
Indonesia adalah WHO-NCHS.
Klasifikasi status gizi menurut standar WHO-NCHS berdasarkan
Depkes RI, 2002 adalah sebagai berikut :

47

INDEKS

STATUS GIZI
Gizi Lebih
Gizi Baik
Berat badan menurut umur (BB/U)
Gizi Kurang
Gizi Buruk
Tinggi badan menurut umur (TB/U) Normal
Pendek (stunted)
Berat badan menurut tinggi badanGemuk
Normal
(BB/TB)
Kurus (wasted)
Kurus sekali

AMBANG BATAS *)
> + 2 SD
-2 SD sampai +2 SD
< -2 SD sampai -3 SD
< 3 SD
2 SD
< -2 SD
> + 2 SD
-2 SD sampai + 2 SD
< -2 SD sampai -3 SD
< 3 SD

Sumber : Depkes RI, 2002


Ambang batas pengukuran LILA berdasarkan Sirajuddin, 2012.
Klasifikasi
Batas ukur
Wanita usia subur
KEK
<23,5 cm
Normal
23,5 cm
Bayi Usia 0-30 hari
KEP
<9,5 cm
Normal
9,5 cm
Balita
KEP
<12,5 cm
Normal
12,5 cm
Sumber : Sirajuddin 2012
Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas IMT
yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel 2.1 yang merupakan ambang batas
IMT untuk Indonesia.
Menurut WHO :
IMT (kg/m2)
<18,5
18,5-24,99
25,00
25,00 29,99
30,00 34,99
35,00 39,99

Kategori
Underweight
Normal
Overweight
Preobese
Obesitas tingkat 1
Obesitas tingkat 2
48

Obesitas tingkat 3
40,0
Sumber : WHO (2000) dalam Gibson (2005)
4.4

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


a.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan seseorang biasanya diperoieh dari pengalaman yang
berasal dari berhagai macam sumber, misalnya media massa,
elektronik, buku petunjuk, penyuluhan, dan kerabat dekat. (Yuwono,
1999).
Pengetahuan adalah konsep didalam pikiran manusia sebagai
hasil

penggunaan

panca

inderanya

yang

berbeda

sekali

dengankepercayaan, takhayul dan penerangan penerangan yang


keliru. Pengetahuan bertujuan untuk mendapatkan kepastian serta
menghilangkan ketidakpastian dan adanya kepercayaan kepercayaan
yang tidak dapat dibuktikan kebenaranya. Sedangkan pengetahuan gizi
merupakan pengetahuan gizi merupakan pemahaman masyarakat
tentang pemilihan bahan makanan sehat serta fungsinya bagi tubuh
yang dinilai berdasarkan jawaban responden terhadap pertanyaan yang
diajukan sesuai dengan kuesioner. (Suwondo, 1975).
Pengetahuan tentang pentingnya gizi dipengaruhi oleh 3
kenyataan, yaitu: {a) setiap gizi yang cukup adalah pentingnya
bagikesehatan dan kesejahteraan, (b) setiap orang hanya akan cukup
jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, pemeliharaan dan energi.
(c) gizi memberikan fakta fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar dengan menggunakan pangan dengan lebih baik bagi
kesejahteraan.(Suharjo, 1986)
Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan
konsumsi sehari hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi
yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi

49

bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi


baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh
cukupzat gizi yang dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi
apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi essential.
Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi
dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek yang
membahayakan. (Almatsier, 1989)
Semakin tinggi gizi seseorang akan semakin memperhitungkan
jenis dan makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang yang
pengetahuan gizinya rendah akan berperilaku memilih makanan yang
menarik panca indra dan tidak mengadakan pemilihan berdasarkan
nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin tinggi
pengetahuannya, lebih banyak mempergunakan mempertimbangkan
rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut, sehingga
seorang ibu dapat menyusun dan mengolah makanan yang bergizi bagi
keluarga. (Sediaoetama, 1989).
b.

Pendidikan
Pendidikan adalah usaha yang dilakaukan secara sadar, sengaja,
sistematis, dan terencana oleh orang dewasa kepada anak yang belum
dewasa yang merupakan bimbingan, pertolongan, dan kepemimpinan
dengan tujuan agar anak dapat mencapai tingkat kedewasaan jasmani
dan rohani (Astuti, 2000). Menurut tingkat atau jenjang pendidikan
terdiri dari :
1)

Tingkat pendidikan dasar : pendidikan ditenipuli selama 9 tahun


antara lain harus menyelesaikan sekolah dasar dan lanjutan

2)

tingkat menengah pertama.


Tingkat pendidikan menengah : telah tamat pendidikan dasar

3)

waktu yaag ditempuh selama 12 tahun.


Tingkat pendidikan tinggi : pendidikan yang haras ditempuh
setelah menyelesaikan pendidikan menengah.
50

Menurut Notoatmojo (1984) yang dikutip oleh Astuti,


pendidikan adalah suatu proses yang unsur -unsurnya terdiri dari
masukan (input) yaitu sasaran pendidikan dan keluaran (output) yaitu
suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan dan sasaran pendidikan.
Proses tersebut dipengaruhi oleh perangkat lunak yang terdiri dari
kurikulum, pendidikan, metode. Serta perangkat keras yang terdiri dari
ruang buku-buku dan alat bantu pendidikan lain. Masukan dalam
pendidikan adaiah periiaku masyarakat yang sesuai dengan normanorma yang ada.
c.

Pendapatan keluarga
Pendapatan rumah tangga adalah sejumlah penghasilan dan
penerimaan berupa uang atau barang dari semua anggota keluarga,
maupun penerimaan transfer. Tingkat pendapatan juga menentukan
pola makanan apa yang dibeli dengan uang tambahan tersebut (Berg,
1986).
Rendahnya pendapatan merupakan tantangan lain yang
menyebabkan orang orang tak mampu membeli pangan dalam
jumlah yang diperlukan (Sajogyo, 1983). Pada pendapatan terendah,
maka hampir semua pendapatan akan dikeluarkan untuk makan
(Handayatu, 1994).
Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar
pendapatan tambahan itu untuk makan. Sedangkan yang kaya tentu
akan lebih berkurang dari jumlah itu. Bagian untuk makanan padi
-padian akan menurun dan untuk makanan yang dibuat dari susu akan
bertambah jika keluarga-keluarga beranjak ke pendapatan tingkat
menengah. Semakin tinggi pendapatan, semakm bertambah besar pula
persentase

pertambahan

pembelanjaannya.

Dengan

demikian,

pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan


kuantitas (Berg, 1986).
51

Tingkat pendapatan juga menentukan pola makanan apa yang


dibeli dengan uang tersebut. Orang miskin akan membelanjakan
sebagian besar pendapatanya untuk makanan. Jika pendapatan
meningkat, pembelanjaan untuk membeli makanan juga bertambah,
termasuk untuk buah-buahan, sayuran dan jenis makanan lainnya.
Dengan demikian pandapatan merupakan faktor yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap zat gizi (Soekirman, 1999).
d.

Ketersediaan pangan
Bila ketersediaan pangan jauh lebih rendah dari perkiraan
kebutuhan, dapat menyebabkan masalah gizi kurang yang berat.
(Suhardjo, 1989)
Ketersediaan dalam keluarga penting diperhatikan karena
konsumsi makanan sehari-hari harus selalu ada untuk kelangsungan
hidup dan ketahanan tubuh seluruh anggota keluarga terutama balita
dan Anak-anak. (Soekirman, 2000).

e.

Pola asuh
Pola asuh adalah praktek dirumah tangga yang diwujudkan
dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber
lainnya untuk kelangsungan pangan, pertumbuhan dan perkembangan
anak. Pola asuh yang baik akan mempengaruhi keadaan kesehatan dan
keadaan gizi anak. (Soekirman, 2000).

f.

Lingkungan
Kebersihan

lingkungan

(sanitasi

lingkungan)

adalah

tersedianya air bersih dan sarana kesehatan yang terjangkau oleh setiap
keluarga yang membutuhkan makin dekat jangkauan keluarga
terhadap

pelayanan

dan

sarana

kesehatan

ditambah

dengan

pemahaman ibu tentang kesehatan, maka makin kecil resikoanak


terkenan penyakit dan kekurangan gizi. Semakin tinggi pengetahuan
masyarakat

tentang

pentingnya

52

sanitasi

lingkungan,

akan

meningkatkan usaha masyarakat untuk menjaga kesehatan individu,


keluarga dan lingkungan. Apabila sanitasi lingkungan terjaga dengan
baik maka kemungkinan timbulnya penyakit infeksi dapat dikurangi
(Soekirman, 2000)
Pelayanan kesehatan adalah akses atau jangkauan anak dan
keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan
kesehatan seperti imunisasi, penimbangan anak balita, penyuluhan
kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti :
Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit dan tersedianya air bersih.
Ketidak jangkauan pelayanan kesehatan karenan jauh atau tidak
mamapu

membayar.

Kurangnya

pendidikan

dan

pengetahuan

merupakan kendalal masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara


baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga
g.

pada status gizi.


Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah akses atau jangkauan anak dan
keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan
kesehatan seperti imuisasi, penimbangan anak balita, penyuluhan
kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti :
Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, dan tersedianya air bersih.
Ketidakjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh atau tidak mampu
membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan
kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan
kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi

h.

(Soekirman, 2000).
Pola Makan
Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal
dimulai dengan penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan
yang cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam negeri yaitu
pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk-pauk,

53

sayur-sayuran, dan buah-buahan (Almatsier, 2003). Pola konsumsi ini


juga dapat mempengaruhi sattus kesehatan ibu, dimana pola konsumsi
yang kurang baik dapat menimbulkan suatu gangguan kesehatan atau
penyakit pada ibu. Pengukuran konsumsi makanan sangat penting
untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan
hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan
faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi.
Klasifikasi tingkat konsumsi dibagi 5, Cut Of Points
menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).
Klasifikasi
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Cukup
Rendah
i.

% AKG
>115 % AKG
106 115 % AKG
95 105 % AKG
85% - 94 % AKG
<85 % AKG

Sosial budaya
Banyak sekali penemuan yang menyatakan bahwa factor budaya
sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi diberbagai
masyarakat dan Negara. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan
suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan
dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan
peranan dan nilai yang berbeda-beda trehadap pangan atau makanan.
Misalnya, bahan-bahan makanan tertentu suatu budaya masyarakat
dapat dianggap tabu untuk dikonsumsi dengan alasan tertentu,
sementara itu ada pangan yang dinilai sangat tinggi dari segi ekonomi
maupun sosial karena mempunyai peranan yang penting dalam
hidangan makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan agama
atau kepercayaan. (suhardjo, 2005).

j.

Penyakit Infeksi

54

Infeksi biasa berhubungan deangan gangguan gizi. Infeksi sendiri


mengakibatkan si penderita kehilangan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare. Selain itu juga penghancuran jaringan
tubuh akan mengikat karena dipakai untuk pembentukan protein atau
enzim-enzim yang diperlukan dalam usaha pertahanan tubuh.
Gangguan gizi dan infeksi sering bekerja secara sinergis, infeksi akan
memperburuk kemampuan seseorang untuk mengatasi penyakit
infeksi. Zat gizi dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh kembang guna
meneapai hasil yang optimal sesuai dengan kebutuhan. Apabila zat
gizi ini kurang, maka akan dapat mengakibatkan infeksi dan rawat gizi
pada remaja. Pada remaja yang kekurangan energi protein akan
menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan.

B. KERANGKA TEORI
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan Gizi

Pendidikan
Pendidikan
Pelayanan
Pendapatan
Ketersediaan
Sosial
Lingkungan
Pola
PolaMakan
Budaya
Asuh
Kesehatan
Keluarga
Pangan
Pelayanan
Pendapatan
Ketersediaan
Sosial
Lingkungan
Pola
PolaMakan
Budaya
Asuh
Kesehatan
Keluarga
Pangan

55
Penyakit Infeksi
Penyakit Infeksi

Asupan Makan
Asupan Makan
Status Gizi
Status Gizi

Gambar Kerangka Teori Penelitian

C. KERANGKA KONSEP

Faktoryang
yang
Statusgizi
gizianak
anakpada
pada
Faktor
Status
balita
mempengaruhistatus
status
balita
mempengaruhi
gizi
gizi
Gambar Kerangka Konsep Penelitian

56

D. Definisi Operasional
Variabel

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Pengetahuan
gizi

Pengetahuan dan
pemahaman mengenai
ilmu gizi dasar yang
meliputi gizi seimbang
Jenjang pendidikan
formal terakhir yang
ditamatkan oleh
responden

Wawancara

Besarnya penghasilan
responden perbulan

Pendidikan

Pendapatan
kleuarga

Hasil ukur

Kuestioner

Skala
Ukur
Ordinal

Wawancara

Kuestioner

Ordinal

1. Tinggi =
Diploma/PT
2. Sedang = SMP
dan SMA
(sederajat)
3. Rendah = SD
dan tidak sekolah

Wawancara

Kuestioner

Ordinal

1. Rendah, jika

1. Baik = >80%
2.Sedang = 40-80%
3. Kurang = <40%

Rp. 2.000.000
2. Tinggi, jika

Ketersediaan
pangan

Pola asuh

Tersedianya pangan
bagi rumah tangga yang
tercermuin dari
tersedianya pangan
yang cukup
Pola prilaku untuk
mereaksi secara baik
atau buruk.

Wawancara

Kuestioner

Ordinal

Wawancara

Kuestioner

Ordinal

57

Rp. 2.000.000
1. Cukup : ratarata.
2. Kurang : < ratarata
1. Baik = ratarata.
2. Kurang = < ratarata

Lingkungan

Pelayanan
kesehatan

Pola makan

Keadaan yang sehat


atau kebersihan
lingkungan tempat
tinggal
Suatu bentuk pelayanan
yang paling banyak
dibutuhkan oleh
masyarakat untuk
kesehatan tubuh
Informasi tentang jenis
dan jumlah pangan
yang dimakan
seseorang atau
kelompok orang
(keluarga/rumah
tangga) pada waktu
tertentu

Sosial budaya Suatau nilai yang dianut


oleh seseorang yang
dapat memberikan
gambaran terhadap
suatu objek yang
didapat melalui proses
belajar
Penyakit
Orang yang mengalami
infeksi
gizi kurang daya tahan
tubuh terhadap penyakit
menjadi rendah
sehingga mudah
terkenan serangan
penyakit infeksi
Status
gizi Keadaan gizi anak
anak balita
berdasarkan BB/U,
TB/U dan BB/PB

Observasi

Chek list

Wawancara

Kuestioner

Ordinal

Ordinal

Wawancara

Form FFQ dan


food recall

Ordinal

Wawancara

Kuestioner

Ordinal

Wawancara

Kuestioner

Ordinal

Mengukur berat
badan dan tinggi
atau panjang
badan

1.BB
menggunakan
dacin
2.TB
menggunakan
microtoice
3. PB
menggunakan
BLB (Body

Ratio

58

1. Baik :
rata.
2. Kurang : <
rata
1. Baik :
rata.
2. Kurang : <
rata

ratarataratarata-

1. Sangat Tinggi:
>115 % AKG
2. Tinggi : 106
115 % AKG
3. Sedang : 95
105 % AKG
4. Cukup : 85% 94 % AKG
5. Rendah : <85 %
AKG
1. Baik : ratarata.
2. Kurang : < ratarata

1. Ada
2. Tidak

BB/U :
1. Gizi lebih = > +2
SD
2. Gizi baik = -2
SD s/d +2 SD
3. Gizi kurang = -3
SD s/d <-2 SD
4. Gizi buruk = <
-3 SD

Longht Board)

TB/U
1. Normal = -2
SD
2. Pendek = < -2
SD
BB/TB
1. Gemuk = > + 2
SD
2. Normal = -2 SD
s/d +2 SD
3. Kurus = -3 SD
s/d <-2 SD
4. Sangat kurus = <
-3 SD

BAB III
METODE PENGUMPULAN DATA
A.

Jenis dan Rancangan


Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional survey akan
menggambarkan tentang faktor faktor yang berhubungan dengan masalah gizi
masyarakat di kabupaten aceh tenggara.

B.

Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 24-29 November 2014
yang bertempat di Desa Suak Pandan Kecamatan Samtiga Kabupaten Aceh
Barat.

C.

Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi yang diambil dalam pengumpulan data dasar gizi kesehatan
ini adalah seluruh bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui di
kabupaten Aceh Tenggara.
2. Sampel

59

Sampel yang diambil dalam pengumpulan data dasar gizi kesehatan


ini adalah keseluruhan dari bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu
menyusui. Teknik pengambilan sampel

dilakukan dengan cara sebagai

berikut :
a. Menyusun sampling menurut kecamatan sampel, bayi/balita, Bumil
dan Buteki
b.

Lalu

dirandom,

berikan

teknik

c.

random sampling (lampirkan)


Mengumpulkan
dan
membagi
sampel yang setara bagi peserta
PBL

D.

Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.
1.

Data Primer
Data primer penelitian ini meliputi data status gizi, asupan
makanan, pengetahuan, sikap, pendidikan, pendapatan, ketersediaan
pangan, penyakit infeksi, kesehatan linkungan, pelayanan kesehatan dan
pola asuh.

2.

Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
keadaan umum lokasi penelitian meliputi luas wilayah, batas wilayah,
jumlah penduduk.

E.

Cara Pengumpulan data


1. Data Primer
Data pola makan, pengetahuan, sikap, tindakan, pendidikan,
pendapatan, penyakit infeksi, pelayanan kesehatan di posyandu, dan
pemberian Imunisasi diperoleh dengan wawancara dengan menggunakan
kuesioner. Status gizi bayi/balita, ibu hamil dan ibu menyusui serta

60

Masyarakat diperoleh dengan Antropometri. Sedangkan data asupan zat gizi


diperoleh dengan menggunakan metode food recall.
2. Data Sekunder
Gambaran umum desa , luas dan batas wilayah, jumlah penduduk,
sarana dan prasarana umum, sarana pelayanan kesehatan, dan tenaga
pelayanan kesehatan diperoleh melalui penelusuran dokumen desa.
F.

Pengolahan data
Untuk Pengolahan

data

pengetahuan

pengasuh/ibu,

perilaku

pengasuh/ibu, sikap pengasuh/ibu tentang gizi, asupan makanan balita, pola


makan balita, pendidikan pengasuh/ibu, pendapatan keluaraga, penyakit
infeksi, pelayanan kesehatan posyandu dan pemberian imunisasi terhadap
balita.
Data yang diperoleh di periksa kembali kelengkapannya kemudian
data tersebut dikelompokkan dan diberikan skor. Kemudian skor yang
diperoleh dijumlahkan hasilnya, dan dibandingkan dengan jumlah seluruh
sampel dan di hitung dengan menggunakan rumus Rata-rata sebagai berikut

=
Keterangan :
X : Rata-rata pengetahuan tentang gizi/perilaku tentang gizi/sikap
n
N

tentang gizi/ kesehatan lingkungan


: jumlah nilai skor yang di dapat
: jumlah sampel

Hasil yang diperoleh disajikan dalam skala ordinal dengan kategori sesuai
definisi operasional.
Status Gizi
Penilaian Status Gizi Balita
Z-Score

61

Untuk menilai status gizi balita, maka angka berat badan dan tinggi
badan setiap balita dikonversikan kedalam bentuk nilai terstandar (ZScore) dengan menggunakan baku antropometri WHO 2006.
Z-Score =
Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score masing-masing indikator tersebut
ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut.
Indeks BB/U
Gizi lebih, bila Z-Score terletak > 2 SD
Gizi normal, bila Z-Score terletak 2 SD s/d > -2 SD
Gizi kurang, bila Z-Score terletak - 2 SD s/d > -3 SD
Gizi buruk, bila Z-Score terletak - 3 SD
Indeks TB/U
Gizi lebih, bila Z-Score terletak > 2 SD
Gizi normal, bila Z-Score terletak 2 SD s/d > -2 SD
Gizi kurang, bila Z-Score terletak - 2 SD s/d > -3 SD
Gizi buruk, bila Z-Score terletak - 3 SD
Indeks BB/TB
Gizi lebih, bila Z-Score terletak > 2 SD
Gizi normal, bila Z-Score terletak 2 SD s/d > -2 SD
Gizi kurang, bila Z-Score terletak - 2 SD s/d > -3 SD
Gizi buruk, bila Z-Score terletak - 3 SD
G. Analisa Data
1. Univariat
Analisa data deskritif masing masing variabel telah di tabulasi untuk
melihat status gizi balita, asupan makanan balita, pengetahuan pengasuh/ibu,
sikap pengasuh/ibu, pendidikam pengasuh/ibu, pendapatan keluaraga,
ketersediaan pangan dalam keluaraga, penyakit infeksi, kesehatan lingkungan,
pelayanan kesehatan dan pola asuh pada balita.
2. Bivariat

62

Analisa tabel untuk mengetahui hubungan dua variabel dan dilakukan


uji statistik. Jenis uji statistik yang dilakukan sangat tergantung dari jenis
data/variabel yang akan dihubungkan..Uji yang biasa digunakan dengan Uji
Chi Square dan T Test dengan syarat kepercayaan 95 %.
3. Penyajian Data
Penyajian data disajikan dengan tekstular, tabular, grafikal,
1.
2.
3.
4.

Tekstular
Tabular
Grafikal
Gambar

: Penyajian data dengan menggunakan teks atau narasi


: Penyajian data dengan menggunakan tabel
: Penyajian data dengan menggunakan grafik
: penyajian ditambah gambar untuk memperkuat isi teks atau

narasi
4. Penentuan Masalah
Masalah gizi kurang pada balita
Mengukur status gizi balita
Melihat gejala-gejala klinis
5. Prioritas Masalah
Masalah Gizi Kurang:
Kekurangan Energi Protein (KEP), Marasmus, Kwarsiokor, Marasmuskwarsiokor
Anemia
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

63

A.

Gambaran Umum Desa


Desa Suak Pandan terletak di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat dengan luas wilayah 325 hektar. Desa Suak Pandan mempunyai hasil
kebun berupa padi, karet, sawit, sayuran, dan buah. Mayoritas penduduk desa
suak pandan bekerja di bidang agraris dimana penghasilannya di peroleh dari
hasil perkebunan dan pertanian.
1.

Batas Wilayah
Desa Suak Pandan, berbatasan dengan Desa Cot Simeureung dan
Suak Timah

2.

Jumlah Penduduk
Desa Suak Pandan memiliki jumlah penduduk lebih kurang 547
jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 294 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan sebanyak 253 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga di desa ini adalah
sebanyak 168 jiwa.

2. Sarana dan Prasarana Umum


Desa Suak Pandan memiliki beberapa sarana dan prasarana umum
diantaranya, balai desa, masjid, tempat wudhu, jalan desa, lapangan bola,
SD Suak Pandan, TK dan P AUD Suak Pandan.
3. Sarana Pelayanan Kesehatan
Sarana pelayanan kesehatan satu-satunya

yang ada di Desa Suak

Pandan adalah Polindes. Kegiatan yang biasa dilakukan di Polindes tersebut


adalah imunisasi balita, pengukuran berat badan dan tinggi badan balita,
pemberian PMT, seperti pemberian bubur kacang hijau, biscuit, buahbuahan untuk balita yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali.
4. Tenaga Pelayanan Kesehatan
Desa Suak Pandan memiliki 1 orang bidan desa yang dibantu oleh 6
orang kader posyandu.

64

B. Hasil Survei
1. Hasil Univariat
a. Balita
Table I
Distribusi Karakteristik KK di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat tahun 20142015
No.
1.

Karakteristik KK
Umur KK
1. < 25 tahun
2. 25 34 tahun
3. 35 45 tahun
4. > 45 tahun
Jumlah

N
1
11
14
4
30

65

%
3.3
36.7
46.7
13.3
100

2.

3.

4.

6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
5

Pendidikan KK
1. Tidak Sekolah
2. SD/MI
3. SLTP
4. SLTA
5. Diploma/PT
Jumlah
Total Pendapatan Keluarga
(bulan)
1. Tinggi
2. Rendah
Jumlah
Pengeluaran Keluarga dari
Pendapatan
1. Tinggi
2. Rendah
Jumlah
Pekerjaan Kepala Keluarga
1. PNS/BUMN/TNI/POLRI
2. Petani/Berkebun
3. Pedagang/Wiraswasta
4. Buruh
5. Nelayan
6. Lain-lain

0
7
8
14
1
30

0
23.3
26.7
46.7
3.3
100

7
23

23.3
76.7

30

100

8
22
30

26.7
73.3
100

0
10
7
4
5
4

0
33.3
23.3
13.3
16.7
13.3

Jumlah
30
100
Dari table diatas, terlihat bahwa umur kepala keluarga yang paling banyak
adalah berkisar antara 35-45 tahun yaitu sebanyak 14 orang KK (46.7%), umur KK
dibawah 25 tahun 1 orang, hal ini dikarenakan kepala keluarganya adalah seorang
ibu, sehingga ada kepala keluarga yang usianya dibawah 25 tahun. Umur 25-34 tahun
ada 11 orang yaitu sekitar 36,7%. Sedangkan umur diatas 45 tahun ada 4 orang
(13,3%). Pada umumnya mayoritas pekerjaan dari penduduk desa Suak Pandan
adalah bertani/berkebun, dalam data ini kami mendapatkan penduduk yang bekerja
sebagai petani 10 orang (33,3%). Untuk pendidikan KK yang tertinggi di tempuh
adalah jenjang pendidikan SLTA yaitu sebanyak 14 orang (46,7%). Pendapatan
dengan kategori tinggi yaitu diatas Rp 1.750.000 sebanyak 7 KK, atau 23,3%,

66

pengeluaran terbanyak/tertinggi dengan kategori diatas Rp 1.200.000 adalah


sebanyak 8 KK dengan presentasi 26.7%.

Tabel 2
Distribusi karakteristik Ibu di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga, Kabupaten
Aceh Barat tahun 2013 2014
No
1.
1.
2.
3.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Karakteristik Responden
Umur Responden
< 25 tahun
25 34 tahun
35 45 tahun
>45 tahun
Jumlah
Pekerjaan Ibu
1. PNS/BUMN/TNI/POLRI
2. Petani/Berkebun
3. Pedagang/Wiraswasta
4. Buruh
5. Nelayan
6. Lain-lain (Ibu Rumah Tangga)
Jumlah

67

Total
N

%
2
20
8
0
30

6.68
66.66
26.66
0
100

0
1
1
0
0
28

0
3.33
3.33
0
0
93.34

30

100

3.

Pendidikan Ibu
1. Tidak Sekolah
2. SD/MI
3. SLTP
4. SLTA
5. Diploma/PT
Jumlah

0
6
8
11
5
30

0
20
26.66
36.66
16.68
100

Dari table diatas, didapatkan bahwa umur ibu yang < 25 tahun ada 2 orang
(6,68%), umur 25-34 tahun 20 orang (66,66%), umur 35-45 tahun 8 orang (26,66%),
sedangkan umur > 45 tahun tidak ada. Mayoritas pekerjaan para ibu di desa Suak
Pandan adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 28 orang (93,34%). Tingkat
pendidikan ibu yang paling banyak adalah lulusan SLTA 11 orang (36,66%), dan 5
orang (16.68%) mengenyam pendidikan perguruan tinggi/diploma.
Tabel 3.
Distribusi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Responden di desa Suak Pandan,
Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 - 2015
No.
1.

2.

3.

Total

Variabel
Pengetahuan tentang gizi
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
Jumlah
Sikap terhadap Gizi
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
Jumlah
Perilaku Gizi
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
Jumlah

68

1
0
29
30

3.33
0
96.7
100

12
18
0
30

40
60
0
100

14
14
2
30

46.7
46.7
6.7
100

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa ibu yang berpengetahuan baik hanya 1
orang (3.33%), 96,7% lainnya berpengetahuan kurang. Untuk sikap, ibu yang
memiliki sikap baik sebanyak 12 orang (40%), dan sedang 18 orang (60%). Perilaku
gizi yang baik dan sedang dimiliki oleh masing-masing 14 orang ibu (46,7%), perlaku
gizi kurang hanya 2 orang (6,7%).

Tabel 4
Persentase Balita menurut Satus Gizi BB/U, TB/U, BB/TB di desa Suak Pandan,
Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 - 2015
No.

Status Gizi

1.

BB/U

2.

TB/U

3.

BB/TB

Indikator

Total

1. Lebih
2. Normal
3. Kurang
4. Buruk
Jumlah
1. Normal
2. Stunting

N
6
16
4
4
30
14
16

%
20
53.33
13.34
13.34
100
46.7
53.3

Jumlah
1. Gemuk
2. Normal
3. Kurus
4. Kurus Sekali
Jumlah

30
5
25
0
0
30

100
16.67
83.33
0
0
100

Dari table diatas, dengan jumlah balita sebanyak 30 orang, didapatkan bahwa
status gizi BB/U (4 kategori) dengan indicator gizi lebih sebanyak 20%, normal
53,33%, gizi kurang dan gizi buruk masing-masing 13,34%. Status gizi berdasarkan
TB/U (2 kategori) dengan indicator normal sebanyak 46,7% dan stunting sebanyak

69

53,3%. Sedangkan status gizi berdasarkan BB/TB dengan indicator gemuk sebanyak
16,67%, normal 83,33%, kurus dan kurus sekali 0%.
Tabel 5
Frekuensi Penyakit Infeksi Pada Balita di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 2015
No.

Frekuensi Penyakit balita tiga bulan


Total
terakhir
N
%
1. Tidak Pernah
27
90
2. Pernah
3
10
Jumlah
30
100
Dari table diatas, dapat dilihat bahwa balita yang pernah menderita penyakit

infeksi dalam 3 bulan terakhir adalah 3 orang balita dengan presentase 10%,
sedangkan balita yang tidak pernah mengalami penyakit infeksi dalam tiga bulan
terakhir berjumlah 27 balita dengan presentase 90%.
Tabel 6
Asupan Zat Gizi Makro Balita di desa Suak Pandan, kecamatan Samatiga, Aceh Barat
Tahun 2014 2015
No.
1.

2.

3.

Asupan Zat Gizi Makro


Asupan Energi
1. Sangat tinggi
2. Tinggi
3. Baik
4. Cukup
5. Rendah
Jumlah
Asupan KH
1. Sangat tinggi
2. Tinggi
3. Baik
4. Cukup
5. Rendah
Jumlah
Asupan Lemak
1. Sangat tinggi
2. Tinggi
70

Total
N

4
0
0
0
26
30

13.3
0
0
0
86.67
100

24
1
1
1
3
30

80
3.33
3.33
3.33
10
100

0
0

0
0

4.

3. Baik
0
0
4. Cukup
0
0
5. Kurang
30
100
Jumlah
30
100
Asupan Protein
1. Sangat tinggi
9
30
2. Tinggi
1
3.33
3. Baik
4
13.3
4. Cukup
1
3.33
5. Rendah
15
50
Jumlah
30
100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa, asupan energy rata-rata rendah

yaitu terdapat pada 26 balita (86,67%) sedangkan asupan yang sangat tinggi terdapat
pada 4 balita (13.3%). Asupan KH dengan kategori sangat tinggi terdapat pada 24
balita (80%), sedangkan asupan lemak semua balita tergolong kategori kurang.
Asupan protein juga lebih banyak tergolong kedalam kategori rendah yaitu sebanyak
15 balita (50%), setengah dari jumlah balita yang kami wawancarai.

71

Tabel 7
Asupan Zat Gizi Mikro Balita di desa Suak Pandan, kecamatan Samatiga, Aceh Barat
Tahun 2013 2014
No

Asupan zat gizi mikro

Asupan Ca
1. Sangat tinggi
2. Tinggi
3. Baik
4. Cukup
5. Rendah
Jumlah
Asupan Fe
1.
Sangat tinggi
2.
Tinggi
3.
Baik
4.
Cukup
5.
Rendah
Jumlah
asupan vitamin C
1.
Sangat tinggi
2.
Tinggi
3.
Baik
4.
Cukup
5.
Rendah
Jumlah
Asupan vitamin A
1. Sangat tinggi
2. Tinggi
3. Baik
4. Cukup
5. Rendah
Jumlah

2.

3.

4.

Total
N

5
4
3
3
15
30

16.67
13.33
10
10
50
100

6
2
1
0
21
30

20
6.67
3.33
0
70
100

3
0
0
0
27
30

10
0
0
0
90
100

0
0
2
3
25
30

0
0
6.66
10
83.34
100

Untuk distribusi zat gizi mikro, berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa
asupan kalsium (Ca) kebanyakan tergolong rendah, yaitu setengah dari jumlah balita
yang diwawancarai. Asupan Fe juga tergolong rendah yaitu sebanyak 21 balita (70%)
asupan Fe nya masih rendah. Untuk vitamin C juga kebanyakan tergolong rendah

72

yaitu terdapat pada 27 balita (90%). Vitamin A untuk kategori cukup ada 3 balita
(10%), baik 2 balita (6.66), rendah pada 25 balita (83,34).
b.

Ibu Hamil
1) Karakteristik KK

Tabel 8
Distribusi Karakteristik KK di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat 2014 2015
No.
1.

2.

3.

4.

Karakteristik KK

Jumlah

0
3
1
0
4

0
75
25
0
100

Jumlah

0
0
3
0
1
0
4

0
0
75
0
25
0
100

Jumlah

0
0
0
4
0
4

0
0
0
100
0
100

Jumlah

2
2
4

Umur KK
5. < 25 tahun
6. 25 34 tahun
7. 35 45 tahun
8. > 45 tahun
Pekerjaan KK
1. PNS/BUMN/TNI/POLRI
2. Petani/Berkebun
3. Pedagang/Wiraswasta
4. Buruh
5. Nelayan
6. Lain-lain
Pendidikan KK
1. Tidak Sekolah
2. SD/MI
3. SLTP
4. SLTA
5. Diploma/PT
Total Pendapatan Kepala keluarga
1. Tinggi
2. Rendah

50
50
100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang berumur 25-34 tahun berjumlah 3
orang dengan presentase 75%, yang berumur 35-45 tahun berjumlah 1 orang dengan
presentase 25%. Pekerjaan kepala keluar\ga yang bekerja sebagai pedagang

73

berjumlah 3 orang dengan presentase 75%, dan yang bekerja sebagai nelayan
berjumlah 1 orang dengan presentase 25%. Pendidikan terakhir kepala keluarga SLTA
berjumlah 4 dengan presentase 100%. Pendapatan keluarga yang tinggi berjumlah 2
orang dengan presentase 50% dan yang berpendapatan rendah berjumlah 2 orang
dengan presentase 50%.
2)

Karakteristik Ibu Hamil


Tabel 9
Distribusi Karakteristik Ibu Hamil di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 2014
No.
1.

Karakteristik Ibu

Umur ibu
6.
7.
8.
9.

< 25 tahun
25 34 tahun
35 45 tahun
> 45 tahun
Jumlah

2.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

PNS/BUMN/TNI/POLRI
Petani/Berkebun
Pedagang/Wiraswasta
Buruh
Nelayan
Lain-lain
Jumlah

3.

Pendidikan Ibu
1. Tidak Sekolah
2. SD/MI
3. SLTP
4. SLTA
5. Diploma/PT

1
3
0
0
4
0
0
0
0
0
4
4

25
75
0
0
100
0
0
0
0
0
100
100

0
0
1
2
1

0
0
25
50
25

Jumlah
4
100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang berumur 25-34 tahun berjumlah 3
orang dengan presentase 75%, yang berumur >25 tahun berjumlah 1 orang dengan
presentase 25%. Pekerjaan ibu hamil yang bekerja sebagai

ibu rumah tangga

berjumlah 4 orang dengan presentase 100%, Pendidikan terakhir ibu hamil SLTA
berjumlah 2 dengan presentase 50%, yang berpendidikan SLTP 1 orang dengan
74

presentase 25%, dan yang berpendidikan diploma/PT berjumlah 1 orang dengan


presentase 25 %.
Tabel 10
Status Gizi Ibu Hamil berdasarkan LILA di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 2015
No.
1.

Status Gizi
LILA

Total

Indikator

N
4
0
4

1. Normal
2. KEK
Jumlah

%
100
0
100

Dari hasil data diatas, dapat kita lihat bahwa tidak ada ibu hamil di Desa suak
pandan yang mengalami KEK, semua ukuran LLA nya normal.

c. Ibu Menyusui
1) Karakteristik Kepala Keluarga
Tabel 11
Distribusi Karaktristik Kepala Keluarga di desa Suak Pandan, Kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 2015
No.
1.

Total

Karakteristik Kepala Keluarga


Umur
1. < 25 tahun
2. 25-34 tahun
3. 35-45 tahun
4. < 45 tahun

75

0
3
1
0

0
75
25
0

2.

3.

4.

Jumlah
Pekerjaan Kepala Keluarga
1. PNS/BUMN/TNI/POLRI
2. Petani/Berkebun
3. Pedagang/Wiraswasta
4. Buruh
5. Nelayan
6. Lain-lain

100

0
2
1
1
0

0
50
25
25
0

Jumlah
Pendidikan Kepala Keluarga
1. Tidak Sekolah
2. SD/MI
3. SLTP
4. SLTA
5. Diploma/PT
Jumlah
Total
Pendapatan
Kepala
Keluarga
1. Tinggi
2. Rendah

100

0
1
1
2
0
4

0
25
25
50
0
100

0
4

0
100

100

Jumlah

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang berumur 25-34 tahun berjumlah 3
orang dengan presentase 75%, yang berumur 35-45 tahun berjumlah 1 orang dengan
presentase 25%. Pekerjaan kepala keluarga yang bekerja sebagai pedagang berjumlah
2 orang dengan presentase 50%, yang bekerja sebagai nelayan 1 orang dengan
presentase 25%,dan yang bekerja sebagai buruh berjumlah 1 orang dengan presentase
25%. Pendidikan terakhir kepala keluarga SLTA berjumlah 2 dengan presentase 50%
yang berpendidikan SLTP 1 orang dengan presentase 23% dan yang berpendidikan
SD/MI berjumlah 1 orang dengan presentase 25%. Pendapatan rendah berjumlah 4
orang dengan presentase 100%.

76

2)

Karakteristik Ibu menyusui


Tabel 12
Distribusi Karaktristik Ibu menyusui di desa Suak Pandan, kecamatan Samatiga,
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 2015

No.
1.

2.

3.

Total

Karakteristik Ibu Hamil


Umur
1. < 25 tahun
2. 25-34 tahun
3. 35-45 tahun
4. < 45 tahun
Jumlah
Pekerjaan Ibu
6. PNS/BUMN/TNI/POLRI
7. Petani/Berkebun
8. Pedagang/Wiraswasta
9. Buruh
10. Nelayan
11. Lain-lain
Jumlah
Pendidikan Ibu
1. Tidak Sekolah
2. SD/MI

77

1
2
1
0
4

25
50
25
0
100

0
0
0
0
0
4

0
0
0
0
0
100

100

0
1

0
25

3. SLTP
4. SLTA
5. Diploma/PT

1
2
0

25
50
0

Jumlah

100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa yang berumur >25 tahun berjumlah 1
orang dengan presentase 25%, yang berumur 25-34 tahun berjumlah 2 orang dengan
presentase 50%, yang berumur 35-45 tahun berjumlah 1 orang dengan presentase
25%. Pendidikan terakhir ibu menyusui SLTA berjumlah 2 dengan presentase 50%,
yang berpendidikan SLTP 1 orang dengan presentase 25%, yang berpendidikan
SD/MI 1 orang dengan presentase 25%.
Tabel 13
Status Gizi Ibu Menyusui di desa Suak Pandan, kecamatan Samatiga, Kabupaten
Aceh Barat Tahun 2014 2015
No.

Status Gizi

1.

LILA

2.

IMT

Indikator

Total
N
0
4
4
0
3
1
4

1. KEK
2. Normal
Jumlah
1. Kurus
2. Normal
3. Lebih
Jumlah

%
0
100
100
0
75
25
100

Dari paparan table diatas dapat dilihat bahwa, 4 orang ibu menyusui yang ada
di Desa Suak Pandan sama sekali tidak ada yang mengalami KEK. Sedangkan untuk
IMT Ibu menyusui, 75% normal, dan 25% gizi lebih.
d. Kebiasaan Sarapan Anak Sekolah
Tabel 14.
Kebiasaan sarapan anak sekolah
Kebiasaan Makan Anak Sekolah

78

Baik

27

75

Kurang

25

Jumlah

36

100

Jadi, sebanyak 27 Anak sekolah memiliki kebiasaan makan yang baik dengan
persentase 75%.

e. Makanan Pantangan
Tabel 15.
Makanan Pantangan

Ada

Tidak

Total

Kelompok
N

Balita

30

100

30

100%

Bumil

75%

25%

100%

Busui

100%

100%

Jadi, semua balita tidak memiliki pantangan terhadap makanan. Sedangkan


ibu hamil sebanyak 75% memiliki pantangan. Dan ibu menyusui memiliki pantangan
terhadap makanan dengan persentase 100%.

79

f. Penggunaan bahan pangan oleh keluarga


Tabel 16.
Penggunaan Bahan Pangan Keluarga
Bahan

Frekuensi Konsumsi

Pangan
Sering

Menurut
Jenis

Jarang

Tidak Pernah
%

Total

Karbohidrat

60

100

60

100

protein

60

100

60

100

hewani
protein

20

33

10

17

15

25

45

75

nabati
sayuran A

10

23

38.3

31

51.7

60

100

sayuran B

33

55

17

28.3

10

16.7

60

100

Buah-

13.3

15

25

37

61.7

60

100

buahan
Lemak

12

20

45

75

60

100

Jadi, sumber KH yang dikonsumsi oleh masyarakat di Desa Suak Pandan


sebanyak 100% kategori Baik, sumber Protein Hewani sebanyak 100% kategori
Baik, Sumber Protein nabati sebanyak 20% (sering) Kategori kurang baik, sumber
sayuran A sebanyak 10% (sering) kategori kurang baik, sumber sayuran B sebanyak
55% (sering) kategori kurang baik, sumber buah-buahan sebanyak 13,3% (sering)
kurang baik, sumber lemak sebanyak 20% (sering) kurang baik.
g. Imunisasi Balita
Tabel 17.
80

Imunisasi Balita
Status

Imunisasi
Lengkap

20

66,67

Tidak lengkap

23,33

Tidak pernah

10

Jumlah

30

100

Jadi, sebanyak 20 balita telah mendapatkan imunisasi lengkap dengan


persentase 66,67%.
2. Hasil Bivariat
A. Balita
1) Hubungan Pendidikan dengan Status Gizi
a) Hubungan pendidikan KK dengan Status Gizi TB/U
Tabel 18.
No Pendidikan KK
1. SD/MI
2. SLTP
3. SLTA
4. Diploma/PT
Total

n
6
5
8
0
19

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
%
N
%
85.7
1
14.3
62.5
3
37.5
57.1
6
42.9
0
1
100
63.3
11
36.7

Total
n
7
8
14
1
30

%
100
100
100
100
100

Dapat dilihat dari table diatas, bahwa dari variable pendidikan KK, terdapat 7
KK berpendidikan SD/MI, 6 balita yang berstatus gizi stunting, dan 1 balita yang
normal. Untuk 8 KK yang berpendidikan tingkat SLTP, ada 5 balita yang stunting dan
3 balita normal. 14 KK dengan pendidikan hingga SLTA, terdapat 8 balita yang
stunting dan 6 balita berstatus gizi normal. 1 KK yang berpendidikan tingkat
diploma/perguruan tinggi balita berstatus gizi normal.

81

Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan


95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (0,325).
b) Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi BB/TB
Tabel 19.
No Pendidikan KK
1. SD/MI
2. SLTP
3. SLTA
4. Diploma/PT
Total

n
1
2
2
0
5

Status Gizi BB/TB


Gemuk
Normal
%
n
%
85.7
6
14
25
6
75
14.3
12
85.7
0
1
100
16.7
25
83.3

Total
n
7
8
14
1
30

%
100
100
100
100
100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 7 KK yang mengenyam pendidikan
akhir SD/MI 1 balita berstatus gizi gemuk, 6 balita bersatatus gizi normal. 8 KK yang
berpendidikan SLTP, 2 balitanya gemuk dan 6 balita lainnya normal. Untuk 14 KK
yang mengenyam pendidikan hingga tingkat SLTA, 12 balitanya normal, dan 2 balita
gemuk. 1 orang KK yang berpendidikan akhir hingga tingkat perguruan tinggi
memiliki 1 balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (0,877).

c) Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi BB/U


Tabel 20.
No.
1.
2.

Pendidikan
KK
SD/MIN
SLTP

Lebih
n
%
0
0
0
0

Status gizi BB/U


Kurang
Normal
n
%
n
%
4
57.1
2
28.6
6
75
2
25

82

Gizi buruk
n
%
1
14.3
0
0

Total
N
7
8

%
100
100

3.
4.

SLTA
Diploma/PT
Total

1
0
1

7.1
0
3.3

10
1
21

71.4
100
70.0

3
0
7

21.4
0
23.3

0
0
1

0
0
3.3

14
1
30

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pendidikan SD/MI yang menjadi
pendidikan terakhir dari 7 KK 4 balitanya bersatatus gizi normal, 2 balita kurang, dan
1 yang berstatus gizi buruk. Untuk 8 KK yang berpendidikan akhir SLTP tidak ada
balitanya yang berstatus gizi buruk dan gizi lebih, 6 balita normal, 2 balita kurang.
Dari 14 KK yang berpendidikan SLTA 1 balita bergizi lebih, tidak ada balita yang
berstatus gizi buruk, 3 balita lainnya bergizi kurang. 1 KK yang menempuh
pendidikan akhir di perguruan tinggi, balitanya berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,825).
d) Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi TB/U
Tabel 21.
No Pendidikan ibu
1. SD/MI
2. SLTP
3. SLTA
4. Diploma/PT
Total

n
4
5
8
2
19

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
%
n
%
66.7
2
33.3
62.5
3
37.5
72.7
3
27.3
40
3
60
63.3
11
36.7

Total
n
6
8
11
5
30

%
100
100
100
100
100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa, ibu yang berpendidikan SD/MI ad 6 ibu,
4 balita berstatus gizi stunting, daan 2 balita normal. Untuk 8 ibu yang berpendidikan
akhir SLTP 5 balita stunting dan 3 balita lainnya normal. 11 ibu yang berpendidikan
akhir SLTA 8 balitanya stunting, 3 balita lainnya normal. Ibu yang mengenyam
pendidikan hingga perguruan tinggi ada 5 ibu,2 balitanya stunting, dan 3 lainnya
normal.

83

100
100
100

Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan


95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (0,655).
e) Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi BB/TB
Tabel 22.
No.

Pendidikan ibu

1.
2.
3.
4.

SD/MIN
SLTP
SLTA
Diploma/PT
Total

Status gizi BB/TB


Gemuk
normal
n
%
n
%
1
16.7
5
83.3
0
0
6
75
1
7.1
10
71.4
0
0
1
100
1
3.3
21
70.0

Total
n
6
8
11
5
30

%
100
100
100
100
100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa pendidikan akhir SD/MI dari 6 ibu ada 1
balitanya yang berstatus gizi gemuk, 5 normal. 8 ibu yang berpendidikan akhir SLTP,
1 balitanya gemuk, 7 balita normal. Untuk 11 orang ibu yang berpendidikan akhir
SLTA balitanya yang gemuk ada 2 balita, sedangkan yang normal 9 balita. Ibu yang
mengenyam pendidikan perguruan tinggi ada 5 orang, dengan 1 balitanya berstatus
gizi gemuk, dan 4 orang balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (0,984).
f) Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi BB/U
Tabel 23.
No.
1.
2.
3.
4.

Pendidikan
KK
SD/MIN
SLTP
SLTA
Diploma/PT
Total

Lebih
n
%
0
0
0
0
1
9.1
0
0
1
3.3

Status gizi BB/U


Kurang
Normal
n
%
n
%
3
50
3
50
5
62.5
2
25.0
8
72.7
2
18.2
5
100
0
0
21
70.0
7
23.3
84

Gizi buruk
n
%
0
0
1
12.5
0
0
0
0
1
3.3

Total
N
6
5
11
5
30

%
100
100
100
100
100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, dari 30 Ibu yang diwawancarai, 6 ibu
berpendidikan akhir SD/MI, 3 balita berstatus gizi normal, dan 3 balita lainnya
berstatus gizi kurang. Untuk ibu yang berpendidikan akhir SLTP terdapat 8 ibu,
No

Status Gizi TB/U


Total
Stunting
Normal
N
%
N
%
N
%
1. Tinggi
3
42.9
4
57.1
7
100
2. Rendah
16
69.6
7
30.4
23
100
Total
19
63.3
11
36.7
30
100
dengan 5 balita berstatus gizi normal, 2 kurang, dan 1 orang gizi buruk. 11 orang ibu
Pendapatan KK

mengenyam pendidikan akhir hingga SLTA, 1 gizi lebih, 8 normal, 2 kurang. Untuk
pendidikan akhir diploma/PT ditempuh oleh 5 ibu, dank e 5 balitanya berstatus gizi
normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,468).

2) Hubungan pendapatan dengan Status Gizi


a) Hubungan pendapatan KK dengan status gizi TB/U
Tabel 24.

Dari hasil tabel diatas, 7 KK yang memiliki pendapatan tinggi, 3 balitanya


mengalami stunting, 4 balita lainnya memiliki status gizi normal. Untuk 23 KK yang

85

memiliki pendapatan rendah,16 balita mengalami stunting, sedangkan 7 balita lainnya


memiliki status gizi normal
No
Pendapatan KK
1.
2.

Tinggi
Rendah
Total

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
N
%
N
%
3
42.9
4
57.1
16
69.6
7
30.4
19
63.3
11
36.7

Total
N
7
23
30

%
100
100
100

Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan


95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (0,403).

b) Hubungan Pendapatan KK dengan status gizi BB/TB


Tabel 25.
Berdasarkan tabel diatas, 7 KK dengan pendapatan tinggi memliki 1 balita
yang gemuk, dan 6 balita lainnya normal. Untuk pendapatan KK kategori rendah
sebanyak 23 KK dengan 4 balita gemuk dan 19 balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (1,000).
c) hubungan pendapatan KK dengan Status Gizi BB/U
Tabel 26.
No

Pendapatan Kk
Lebih

Status Gizi BB/U


Normal
Kurang

86

Total
Gizi Buruk

1.
2.

N
0
1
1

Tinggi
Rendah
total

%
0
4.3
3.3

N
6
15
21

%
85.7
65.2
70.0

N
1
6
7

%
14.3
26.1
23.3

N
0
1
1

%
0
4.3
3.3

N
7
23
30

Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa dari 7 pendapatan KK yang
tergolong kedalam kategori tinggi 6 status gizi balita normal, dan 1 balita kurang.
Sedangkan untuk 23 KK yang memiliki pendapatan rendah, ada 1 balita yang
memiliki status gizi lebih, 15 balita normal, 6 kurang, dan 1 orang gizi buruk.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendapatan kepala
keluarga dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,741).
3)
Hubungan Penyakit Infeksi dengan status Gizi
a) Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi BB/U
Tabel 27.
NO

1
2

PENYAKIT
INFEKSI
Pernah
Tidak pernah
total

lebih
n
1
6
7

%
12,5
27,3
23,3

STATUS GIZI
Normal
kurang
n
5
12
17

%
62,5
54,5
56,7

n
2
3
5

%
25
13,6
16,7

Gizi
buruk
n %
0
0
1 4,5
1 3,3

total
n
8
22
30

%
100
100
100

Dapat dilihat untuk variable penyakit infeksi, dari 22 balita yang tidak pernah
mengalami penyakit infeksi terdapat 12 balita yang berstatus gizi normal, 6 balita
gizi lebih, 3 balita gizi kurang dan 1 balita gizi buruk. Sedangkan pada 8 balita yang
pernah mengalami penyakit infeksi terdapat 5 balita berstatus gizi normal, 1 balita
gizi lebih, dann 2 balita gizi kurang.
Hasil analisa statistik menggunakan Fishers Exact test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit
infeksi dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P >0,05 yaitu
(0,698).
b)

Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi TB/U


Tabel 28.

87

F
100
100
100.

No
1
2

Penyakit
infeksi
Pernah
Tidak
pernah
total

Status gizi

total

Stunting
n
F
6
75
13
59,1

2
9

25
40,9

8
22

f
100
100

19

11

36,7

30

100

63,3

Normal
n

Dapat dilihat untuk variable penyakit infeksi, dari 22 balita yang tidak pernah
mengalami penyakit infeksi terdapat 13 balita stunting dan 9 balita normal.
Sedangkan 8 balita yang pernah mengalami penyakit infeksi terdapat 6 balita
stunting dan 2 balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan Fishers Exact test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit
infeksi dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P >0,05 yaitu
(0,672).
c)

No
1
2

Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi BB/TB


Tabel 29.
Status gizi

Penyakit
infeksi
Pernah
Tidak
pernah
total

gemuk
N
1
4

F
12,5
18,2

12,5

total

Normal
n
7
18

F
87,5
81,8

n
8
22

f
100
100

25

87,5

30

100

Dapat dilihat untuk variable penyakit infeksi, dari 22 balita yang tidak pernah
mengalami penyakit infeksi terdapat 18 balita berstatus gizi normal dan 4 balita
gemuk. Sedangkan 8 balita yang pernah mengalami penyakit infeksi terdapat 7 balita
berstatus gizi normal dan 1 balita gemuk.
Hasil analisa statistik menggunakan Fishers Exact test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit
infeksi dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P >0,05 yaitu
(1,000).

88

4)

No
1
2

Hubungan Pengetahuan dengan Status Gizi


a) Hubungan Pengetahuan ibu dengan status gizi TB/U
Tabel 30.
Pengetahuan
Ibu
Kurang
Baik
Total

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
N
%
N
%
18
62,1
11
37,9
1
100
0
0
19
63,3
11
36,7

Total
N
29
1
30

%
100
100
100

Dari data diatas, diketahui bahwa dari 29 ibu yang berpengetahuan kurang, 18
balitanya berstatus gizi stunting, dan 11 normal. Sedangkan pada seorang ibu dengan
pengetahuan baik, balitanya berstatus gizi stunting.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (1,000).
b) Hubungan Pengetahuaan ibu dengan status Gizi BB/TB
Tabel 31.
No
1
2

Pengetahuan
Ibu
Kurang
Baik
Total

N
5
0
5

Status Gizi BB/TB


Gemuk
Normal
%
N
%
17,2
24
82,8
0
1
100
16,7
25
83,3

Total
N
29
1
30

%
100
100
100

Dari data diatas, dapat lihat bahwa, dari 29 ibu yang berpengetahuan kurang,
24 baliata bersatatus gizi normal, dana 6 balita stunting. Sedangkan pada 1 ibu yang
berpengetahuan baik, 1 balitanya normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (1,000).
c) Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi BB/U
Tabel 32.

89

No
1
2

Pengetahuan
Ibu
Kurang
Baik
Total

Status Gizi BB/U


Kurang
Normal

Lebih
N
1
0
1

F
3,4
0
3,3

N
21
0
21

F
72,4
0
70

F
6
1
7

N
20,7
100
23,3

Gizi
Buruk
N
F
1
3,4
0
0
1
3,3

Total
N
29
1
30

F
100
100
100

Dari hasil tabel diatas, dapat diketahui bahwa, dari 29 ibu yang
berpengetahuan kurang, 21 balita normal, 1 balita bergizi lebih, 6 kurang, dan 1 balita
bergizi buruk. Sedangkan pada ibu yang berpengetaahuan baik, status gizi balitanya
kurang.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,334).
5)

Hubungan Sikap dengan status gizi


a) Hubungan sikap ibu dengan status gizi TB/U
Tabel 33.

No Sikap ibu
1. sedang
2. baik
Total

n
11
8
19

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
%
n
%
61.1
7
38.9
66.7
4
33.3
63.3
11
36.7

Total
n
18
12
30

%
100
100
100

Berdasarkan data diatas, bisa dilihat bahwa tidak ada ibu yang bernilai sikap
kurang. Sikap ibu dengan kategori sedang ada 18 ibu dengan 11 balita stunting, dan 7
normal. Sikap ibu yang berkategori baik 12 ibu memiliki 8 balita dengan status gizi
stunting, dan 4 balita lainnya bestatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan status
gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (1,000)
b)

Hubungan Sikap ibu dengan status gizi BB/TB


Tabel 34.

90

No Sikap ibu
1. sedang
2. baik
Total

n
11
8
19

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
%
n
%
61.1
7
38.9
66.7
4
33.3
63.3
11
36.7

Total
n
18
12
30

%
100
100
100

Dari data diatas dapat dilihat, bahwa 18 ibu dengan kategori sikap sedang,
status gizi balita yang gemuk ada 3 balita dan 15 balita lainnya normal. Untuk ibu
yang kategori sikapnya baik berjumlah 12 orang, dengan 5 balita gemuk, dan 25
balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan status
gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (1,000).
c)

No.
1.
2.

Hubungan sikap ibu dengan status gizi BB/U


Tabel 35.
Sikap
Sedang
Baik
Total

Lebih
n
%
0
0
1
8.3
1
3.3

Status gizi BB/U


Normal
Kurang
n
%
n
%
11
61.1
6
33.3
10
83.3
1
8.3
21
70.0
7
23.3

Gizi buruk
n
%
1
5.6
0
0
1
3.3

Total
N
18
12
30

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 18 ibu yang berkategori
sikap sedang memiliki 11 balita berstatus gizi normal, 6 kurang, dan 1 orang berstatus
gizi buruk. Untuk 12 ibu yang berkategori sikap baik 1 balitanya bergizi lebih, 10
normal, 1 bergizi kurang, dan tidak ada yang bergizi buruk.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan status
gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 (0,203).
6)

Hubungan perilaku dengan Status gizi


a) Hubungan Perilaku ibu dengan status gizi TB/U
Tabel 36.

No Perilaku ibu

Status Gizi TB/U


91

Total

%
100
100
100

1. Kurang
2. sedang
3. baik
Total

n
2
9
8
19

Stunting
%
100
64.3
57.1
63.3

n
0
5
6
11

Normal
%
0
35.7
42.9
36.7

N
2
14
14
30

%
100
100
100
100

Dari hasil tabel diatas, dapat dilihat bahwa 2 ibu memiliki skor perilaku
kategori kurang, terlihat 2 balita memiliki status gizi gemuk, dan tidak ada yang
berstatus gizi normal. Ibu yang memiliki skor perilaku sedang ada 14 ibu , 9 balita
berstatus gizi gemuk, dan 5 lainnya sedang. Untuk 14 ibu yang memiliki skor
kategori baik, ada 8 balita yang berstatus gizi gemuk, dan 6 lainnya berstatus gizi
normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku ibu dengan
status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 (0,498).

b)

Hubungan Prilaku Ibu dengan status Gizi BB/TB


Tabel 37.

No Perilaku ibu
1. Kurang
2. sedang
3. baik
Total

n
0
4
1
5

Status Gizi BB/TB


gemuk
Normal
%
n
%
0
2
100
28.6
10
71.4
7.1
13
92.9
16.7
25
83.3

Total
N
2
14
14
30

%
100
100
100
100

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat 30 ibu, untuk variable kategori
perilaku kurang ada 2 ibu, dengan status gizi balita stunting 0, dan 2 orang yang
status gizi normal. Variable kategori baik balita yang memiliki status gizi stunting 1
orang, dan status gizi normal 13 balita, dari 14 ibu.

92

Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan


95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku ibu dengan
status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 (0,254).
c)

hubungan perilaku ibu dengan status gizi BB/U


Tabel 38.

No.
1.
2.
3.

Sikap
kurang
Sedang
Baik
Total

Lebih
n
%
1
50
0
0
0
8.3
1
3.3

Status gizi BB/U


Normal
Kurang
n
%
n
%
1
50
0
0
9
64.3
4
28.6
11
83.3
3
8.3
21
70.0
7
23.3

Gizi buruk
N
%
0
0
1
7.1
0
0
1
3.3

Total
N
2
14
14
30

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat, dari 30 ibu yang diwawancarai


terdapat 2 ibu yang memiliki skor kategori kurang dengan status gizi balita lebi 1
balita, dan status gizi normal 1 orang. Untuk skor kategori kurang dimiliki oleh 14
ibu dengan status gizi balita normal 9, kurang 4 balita. Skor kategori baik dimilki
oleh 14 ibu dengan status gizi balita normal 11 orang, dan 3 balita berstatus gizi
kurang.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara perilaku ibu dengan status
gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,013).
7)

Hubungan Asupan Zat Gizi Makro balita dengan Status Gizi


a) Hubungan Asupan energy dengan status gizi TB/U
Tabel 39.

No Asupan Energi
1
2

Rendah
Sangat tinggi
Total

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
N
F
N
F
18
69,2
8
30,8
1
25
3
75
19
63,3
11
36,7

Total
N
26
4
30

F
100
100
100

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan energy rendah terdapat pada 26
balita, balita yang berstatus gizi normal ada 8 balita, dan balita yang berstatus gizi
93

%
100
100
100

stunting sebanyak 18 balita. Untuk kategori asupan energy sangat tinggi, terdapat 1
balita yang berstatus gizi stunting, dan 3 balita lainnya berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan energy dengan
status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P < 0,05 (0,249).
b) Hubungan Asupan energy dengan status gizi BB/TB
Tabel 40.
Status Gizi BB/TB
No Asupan Energi
Gemuk
Normal
N
F
N
F
1
Rendah
5
19,2
21
80,8
2
Sangat tinggi
0
0
4
100
Total
5
16,7
25
83,3
Dari data diatas dapat dilihat bahwa, dari 26 balita yang

Total
N
26
4
30
memiliki

F
100
100
100
asupan

energy rendah, 5 balita berstatus gizi gemuk, dan 21 balita lainnya normal. Untuk
asupan energy sangat tinggi, tidak ada balita yang berstatus gizi gemuk, dan 4 balita
berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan energy dengan
status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P < 0,05 (0,810).
c) Hubungan asupan energy dengan status gizi BB/U
Tabel 41.
No
1
2

Asupan
Energi
Rendah
Sangat
tinggi
Total

Lebih

Status Gizi BB/U


Kurang
Normal

N
1

F
3,8

N
20

F
76,9

25

3,3

21

70

F
4
3

N
15,4
75

Gizi
Buruk
N
F
1
3,8
0
0

23,3

3,3

Total
N
26

F
100

100

30

100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa, dari 26 balita yang memiliki asupan
energy rendah 1 balita berstatus gizi lebih, 20 balita normal, 4 balita kurang, dan 1

94

balita gizi buruk. Dari 4 balita yang memiliki asupan energy sangat tinggi terdapat 1
balita gizi normal dan 3 kurang status gizinya.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan energy dengan
status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,074).

a) Hubungan asupan protein dengan status gizi TB/U


Tabel 42.
No
1
2
3
4
5

Asupan
Protein
Rendah
Cukup
Baik
Tinggi
Sangat tinggi
Total

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
N
F
N
F
8
61,5
5
38,5
1
100
0
0
2
50
2
50
1
100
0
0
7
63,6
4
36,4
19
63,3
11
36,7

Total
N
13
1
4
1
11
30

F
100
100
100
100
100
100

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan protein rendah terdapat pada 13
balita, 5 balita yang berstatus gizi normal, dan 8 balita yang berstatus gizi stunting.
Dari 1 balita yang asupan proteinnya cukup termasuk dalam stunting. Dari 4 balita
yang asupan proteinnya baik terdapat 2 balita stunting dan 2 balita normal. Dari 1
balita yang asupan proteinnya tinggi termasuk dalam stunting. Dan untuk kategori
asupan protein sangat tinggi, terdapat 7 balita yang berstatus gizi stunting, dan 4
balita lainnya berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan
status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P < 0,05 (0,830).
b) Hubungan asupan protein dengan status gizi BB/TB
Tabel 43.
No

Asupan

Status Gizi BB/TB


95

Total

Gemuk
Normal
N
F
N
F
Rendah
3
23,1
10
76,9
Cukup
0
0
1
100
Baik
1
25
3
75
Tinggi
0
0
1
100
Sangat tinggi
1
9,1
10
90,9
Total
5
16,7
25
83,3
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan protein rendah
Protein

1
2
3
4
5

N
F
13
100
1
100
4
100
1
100
11
100
30
100
terdapat pada 13

balita, 3 balita gemuk, dan 10 balita normal. Dari 1 balita yang asupan proteinnya
cukup termasuk dalam gizi normal. Dari 4 balita yang asupan proteinnya baik
terdapat 1 balita gemuk dan 3 balita normal. Dari 1 balita yang asupan proteinnya
tinggi termasuk dalam normal. Dan untuk kategori asupan protein sangat tinggi,
terdapat 1 balita gemuk, dan 10 balita lainnya berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan
status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P < 0,05 (0,837).
c) Hubungan asupan protein dengan status gizi BB/U
Tabel 44.
No
1
2
3
4
5

Asupan
Protein
Rendah
Sangat
tinggi
Baik
Tinggi
Sangat
tinggi
Total

Lebih

Status Gizi BB/U


Kurang
Normal

N
1

F
7,7

N
9

F
69,2

100

0
0

0
0

2
1

50
100

72,7

3,3

21

70

F
2
0

N
15,4
0

Gizi
Buruk
N
F
1
7,7
0
0

2
0
3

50
0
27,3

0
0
0

0
0
0

23,3

3,3

Total
N
13

F
100

100

4
1

100
100

11

100

30

100

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa 13 dari 30 balita asupan proteinnya
rendah, 1 balita normal, 9 balita normal, 2 kurang, dan 1 balita gizi buruk. Dari 30
balita hanya 1 balita yang asupan proteinnya cukup dan berstatus gizi normal. Untuk

96

asupan energy dengan kategori baik terdapat pada 4 balita, 2 balita normal, dan 2
balita lainnya berstatus gizi kurang. Untuk asupan protein tinggi terdapat pada 1
balita dan berstatus gizi normal. Asupan protein dengan kategori sangat tinggi
terdapat pada 11 balita, dengan 8 balita berstatus gizi normal, dan 3 lainnya berstatus
gizi kurang.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan
status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,950).
a) Hubungan asupan lemak dengan status gizi BB/U
Tabel 45.
No
1
2
3
4
5

Asupan
Lemak
Rendah
Sangat
tinggi
Baik
Tinggi
Sangat
tinggi
Total

Lebih

Status Gizi BB/U


Kurang
Normal

N
1

F
4,2

N
17

F
70,8

50

0
0

0
0

1
1

100
50

100

3,3

21

70

Gizi
Buruk
N
F
1
4,2
0
0

F
5
1

N
20,8
50

0
1
0

0
50
0

0
0
0

23,3

Total
N
24

F
100

100

0
0
0

1
2

100
100

100

3,3

30

100

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan lemak rendah terdapat pada 24
balita dan salah satunya mengalami gizi buruk. Dari 2 balita yang asupan lemaknya
cukup terdapat 1 balita gizi normal dan 1 balita kurang. Satu balita yang asupan
lemaknya baik termasuk gizi normal. Dari 2 balita yang asupan lemaknya tinggi
terdapat 1 balita gizi normal dan 1 balita kurang. Satu balita yang asupan lemakya
sangat tinggi termasuk gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan
status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,997).

97

b) Hubungan asupan lemak dengan status gizi BB/TB


Tabel 46.
No
1
2
3
4
5

Asupan
Lemak
Rendah
Cukup
Baik
Tinggi
Sangat tinggi
Total

N
4
0
0
1
0
5

Status Gizi BB/TB


Gemuk
Normal
F
N
F
16,7
20
83,3
0
2
100
0
1
100
50
1
50
0
1
100
16,7
25
83,3

Total
N
24
2
1
2
1
30

F
100
100
100
100
100
100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 30 balita yang


diwawancarai 24 diantaranya berkategori asupan lemak rendah, 4 berstatus gizi
gemuk, dan 20 balita lainnya berstatus gizi normal. Asupan lemak cukup terdapat
pada 2 balita dan berstatus gizi normal. Asupan lemak cukup terdapat pada 1 balita
dengan status gizi normal. Untuk asupan lemak tinggi terdapat pada 2 balita, masingmasing berstatus gizi gemuk dan normal. Sedangkan asupan lemak sangat tinggi
terdapata pada 1 balita dengan status gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan
status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P < 0,05 (0,663).

c) Hubungan asupan lemak dengan status gizi TB/U


Tabel 47.
No
1

Asupan
Lemak
Rendah

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
N
F
N
F
16
66,7
8
33,3

98

Total
N
24

F
100

2
3
4
5

Cukup
Baik
Tinggi
Sangat tinggi
Total

1
1
1
0
19

50
100
50
0
63,3

1
0
1
1
11

50
0
50
100
36,7

2
1
2
1
30

100
100
100
100
100

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan lemak rendah terdapat pada 24
balita terdapat 16 balita stunting dan 8 balita normal. Dari 2 balita yang asupan
lemaknya cukup terdapat 1 balita gizi normal dan 1 balita stunting. Satu balita yang
asupan lemaknya baik termasuk balita stunting. Dari 2 balita yang asupan lemaknya
tinggi terdapat 1 balita gizi normal dan 1 balita stunting. Satu balita yang asupan
lemakya sangat tinggi termasuk gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan
status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P < 0,05 (0,640).
a) Hubungan asupan KH dengan status gizi TB/U
Tabel 48.
Asupan
Karbohidrat

No
1
2
3
4
5

Rendah
Cukup
Baik
Tinggi
Sangat tinggi
Total

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
N
F
N
F
2
66,7
1
33,3
0
0
1
100
0
0
1
100
1
100
0
0
16
66,7
8
33.3
19
63,3
11
36,7

Total
N
3
1
1
1
24
30

F
100
100
100
100
100
100

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan karbohidrat rendah terdapat pada
3 balita terdapat 2 balita stunting dan 1 balita normal. Dari balita yang asupan
karbohidratnya cukup termasuk gizi normal. Satu balita yang asupan karbohidratnya
baik termasuk balita normal. Balita yang asupan karbohidratnya tinggi termasuk
stunting. Balita yang asupan karbohidratnya sangat tinggi termasuk gizi normal ada 8
balita.

99

Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan


95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P < 0,05 (0,384).
b) Hubungan asupan KH dengan status gizi BB/TB
Tabel 49.
No
1
2
3
4
5

Asupan
Karbohidrat

N
1
0
0
0
4
5

Rendah
Cukup
Baik
Tinggi
Sangat tinggi
Total

Status Gizi BB/TB


Gemuk
Normal
F
N
F
33.,3
2
66,7
0
1
100
0
1
100
0
1
100
16,7
20
83,3
16,7
25
83,3

Total
N
3
1
1
1
24
30

F
100
100
100
100
100
100

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan karbohidrat rendah terdapat pada
3 balita terdapat 1 balita gemuk dan 2 balita normal. Balita yang asupan
karbohidratnya cukup, baik dan tinggi termasuk gizi normal. 24 balita yang asupan
karbohidratnya sangat tinggi 20 balita termasuk gizi normal dan 4 balita termasuk
gemuk.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P < 0,05 (0,878).
c) Hubungan asupan KH dengan status gizi BB/U
Tabel 50.
No
1
2
3
4
5

Asupan
Karbohidrat
Rendah
Sangat tinggi
Baik
Tinggi
Sangat tinggi
Total

Lebih
N
1
0
0
0
0
1

F
33,3
0
0
0
0
3,3

Status Gizi BB/U


Kurang
Normal
N
1
1
1
1
17
21

F
33,3
100
100
100
70,8
70
100

F
1
0
0
0
6
7

N
33,3
0
0
0
25
23,3

Gizi
Buruk
N
F
0
0
0
0
0
0
0
0
1
4,2
1
3,3

Total
N
3
1
1
1
24
30

F
100
100
100
100
100
100

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa asupan karbohidrat rendah terdapat pada
3 balita, masing-masing 1 balita termasuk dalam kategori lebih, normal, dan kurang.
Balita yang asupan karbohidratnya cukup, baik dan tinggi termasuk gizi normal.
Balita yang asupan karbohidratnya sangat tinggi terdapat 17 balita termasuk gizi
normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat
dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P < 0,05 (0,523).
\

8.Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dengan status gizi balita


a) Hubungan asupan Ca dengan status gizi BB/U
Tabel 51.
no Asupan
Ca
1.
2.
3.
4.
5.

Rendah
Cukup
Sedang
Tinggi
Sangat
tinggi
Total

Status Gizi BB/u


lebih
normal
n
%
n
1
5.6 11
2
66.7 0
1
33.3 2
0
0
1
2
40
2

%
61.1
0
66.7
100
40

53.3 4

20

16

Total
kurang
n
4
0
0
0
0

%
22.2
0
0
0
0

Gizi buruk
N
%
2
11.1
1
33.3
0
0
0
0
1
20

13.3 4

n
18
3
3
1
5

%
100
100
100
100
100

13.3 30

100

Dapat dilihat untuk variable asupan calsium, dari 18 balita yang kategori
asupan calsiumnya rendah terdapat 4 balita berstatus gizi kurang, dan 2 balita
berstatus gizi buruk. Dari 3 balita yang kategori asupan calsiumnya cukup terdapat 2

101

balita yang berstatus gizi lebih dan 1 balita yang berstatus gizi buruk. Dan dari 3
balita yang kategori asupan calsiumnya sedang terdapat 2 balita yang berstatus
normal dan 1 balita yang berstatus gizi lebih. Balita yang asupan calsiumnya tinggi
termasuk dalam status gizi normal. Dan dari 5 balita yang asupan calsium sangat
tingggi tedapat 2 balita yang berstatus gizi normal dan 2 balita yang berstatus gizi
lebih.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan calsium dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,339).

b)

Hubungan asupan Ca dengan status gizi BB/TB


Tabel 52.

No Asupan Ca
1.
2.
3.
4.
5.
total

rendah
cukup
sedang
tinggi
Sangat tinggi

n
3
0
1
0
1
5

Status Gizi BB/TB


gemuk
Normal
%
n
%
16.7
15
83.3
0
3
100
33.3
2
66.7
0
1
100
20
4
80
16.7
25
83.3

Total
N
18
3
3
1
5
30

%
100
100
100
100
100
100

Dapat dilihat untuk variable asupan calsium, dari 18 balita yang kategori
asupan calsiumnya rendah terdapat 3 balita gemuk, dan 15 balita berstatus gizi
normal. Dari 3 balita yang kategori asupan calsiumnya cukup berstatus gizi normal.
Dan dari 3 balita yang kategori asupan calsiumnya sedang terdapat 2 balita yang
berstatus normal dan 1 balita gemuk. Balita yang asupan calsiumnya tinggi termasuk
dalam status gizi normal. Dan dari 5 balita yang asupan calsium sangat tingggi
tedapat 4 balita yang berstatus gizi normal dan 1 balita gemuk.

102

Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat


kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan calsium dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,837).

c)

Hubungan asupan Ca dengan status gizi TB/U


Tabel 53.

No Asupan Ca
1.
2.
3.
4.
5.
total

Rendah
Cukup
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

n
12
2
2
0
3
19

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
%
n
%
66.7
6
33.3
66.7
1
33.3
66.7
1
33.3
0
1
100
60
2
40
63.3
11
36.7

Total
N
18
3
3
1
5
30

%
100
100
100
100
100
100

Dapat dilihat untuk variable asupan calsium, dari 18 balita yang kategori
asupan calsiumnya rendah terdapat 12 balita berstatus stunting, dan 6 balita
berstatus gizi normal. Dari 3 balita yang kategori asupan calsiumnya cukup dan
sedang terdapat 2 balita stunting dan 1 balita yang berstatus gizi normal. Balita yang
asupan calsiumnya tinggi termasuk dalam status gizi normal. Dan dari 5 balita yang
asupan calsium sangat tingggi tedapat 2 balita yang berstatus gizi normal dan 3
balita yang stunting.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan kalsium dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,760).

103

a)

Hubungan asupan Fe dengan status gizi BB/U


Tabel 54.

no Asupan
Fe
1.
2.
3.
4..

Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat
tinggi
Total

Status Gizi BB/u


lebih
normal
n
%
n
4
23.5 9
1
50
1
1
33.3 1
0
0
5

kurang
%
n
52.9 2
50
0
33.3 0
62.5 2

Gizi buruk
%
N
%
11.8 2
11.8
0
0
0
0
1
33.3
25
1
12.5

53.3 4

13.3 4

20

16

Total
n
17
2
3
8

%
100
100
100
100

13.3 30

100

Dapat dilihat untuk variable asupan Fe, dari 17 balita yang kategori asupan
Fe rendah terdapat 2 balita berstatus gizi kurang, dan 2 balita berstatus gizi buruk.
Dan dari 2 balita yang kategori asupan Fe sedang terdapat 1 balita yang berstatus
normal dan 1 balita yang berstatus gizi lebih. 3 balita yang asupan Fe tinggi 1 balita
termasuk dalam status gizi normal dan 1 balita termasuk dalam status gizi lebih. Dan
dari 8 balita yang asupan Fe sangat tingggi tedapat 5 balita yang berstatus gizi
normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan Fe dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05 yaitu
(0,745).

104

b) Hubungan asupan Fe dengan status gizi BB/TB


Tabel 55.
no

Asupan Fe

Status Gizi BB/TB


gemuk

Total

Normal

rendah

17.6

14

82.4

17

100

sedang

100

100

tinggi

100

100

Sangat tinggi

100

100

total

16.7

83.3

100

30

100

Dapat dilihat untuk variable asupan Fe, dari 17 balita yang kategori asupan
Fe rendah terdapat 3 balita gemuk, dan 14 balita berstatus gizi normal. Dan dari 2
balita yang kategori asupan Fe sedang berstatus gemuk. 3 balita yang asupan Fe
tinggi termasuk dalam status gizi normal. Dan dari 8 balita yang asupan Fe sangat
tinggi berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan Fe dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05 yaitu
(0,007).
c)

Hubungan asupan Fe dengan status gizi TB/U


Tabel 56.

No Asupan Fe
1.
2.
3.
4.
total

Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

n
13
2
1
3
19

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
%
n
%
76.5
4
23.5
100
0
0
33.3
2
66.7
37.5
5
62.5
63.3
11
36.7

105

Total
N
17
2
3
8
30

%
100
100
100
100
100

Dapat dilihat untuk variable asupan Fe, dari 17 balita yang kategori asupan
Fe rendah terdapat 13 balita berstatus stunting, dan 4 balita berstatus gizi normal.
Dari 2 balita yang kategori asupan Fe sedang terdapat 2 balita stunting. Dari 3 balita
yang kategori asupan Fe tinggi terdapat 1 balita stunting dan 2 balita berstatus gizi
normal. Dan dari 8 balita yang asupan Fe sangat tingggi tedapat 5 balita yang
berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan Fe dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05 yaitu
(0,117).
a)

Hubungan asupan vitamin C dengan status gizi BB/U


Tabel 57.

no Asupan
C
1.
2.

Rendah
Sangat
tinggi
Total

Status Gizi BB/u


lebih
normal
n
%
n
%
4
14.8 15
55.6
2
66.7 16
53.3
6

20

16

Total
kurang
n
%
4
14.8
4
13.3

53.3 4

Gizi buruk
N
%
n
4
14.8 27
4
13.3 30

13.3 4

13.3 30

%
100
100
100

Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin C, dari 27 balita yang kategori
asupan vitamin C rendah terdapat 4 balita berstatus gizi kurang, dan 4 balita
berstatus gizi buruk. Dan dari 3 balita yang asupan vitamin C sangat tingggi tedapat
1 balita yang berstatus gizi normal dan 2 balita yang berstatus gizi lebih.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin C dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,190).
b) Hubungan asupan Vitamin C dengan status gizi BB/TB
Tabel 58.
No Asupan Ca

Status Gizi BB/TB

106

Total

1. rendah
2. Sangat tinggi
total

n
4
1
5

gemuk
%
14.8
33.3
16.7

n
23
2
25

Normal
%
85.2
66.7
83.3

N
27
3
30

%
100
100
100

Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin C, dari 27 balita yang kategori
asupan vitamin C rendah terdapat 4 balita gemuk, dan 23 balita berstatus gizi
normal. Dan dari 3 balita yang asupan vitamin C sangat tingggi 1 balita gemuk dan
2 balita berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin C dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,433).
c) Hubungan asupan vitamin C dengan status gizi TB/U
Tabel 59.
No Asupan Vitamin
C
1. Rendah
2. Sangat tinggi
total

n
17
2
19

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
%
n
%
63
10
37
66.7
1
33.3
63.3
11
36.7

Total
N
27
3
30

%
100
100
100

Dapat dilihat untuk variable asupan Fe, dari 27 balita yang kategori asupan
vitamin C rendah terdapat 17 balita berstatus stunting, dan 10 balita berstatus gizi
normal. Dan dari 3 balita yang asupan vitamin C sangat tingggi tedapat 2 balita
stunting dan 1 balita yang berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin C dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (1.000).
a) Hubungan Vitamin A dengan status gizi BB/U
Tabel 60.

107

no Asupan
Vitamin
A
1. Sedang
2. Tinggi
3. Sangat
tinggi
Total

lebih
n
1
1
5

Status Gizi BB/u


normal
kurang
%
n
%
n
50
1
50
0
33.3 2
66.7 0
20
14
56
5

%
0
0
20

23.3 17

16.7 1

56.7 5

Total
Gizi buruk
N
%
0
0
0
0
1
4
3.3

N
2
3
25

%
100
100
100

30

100

Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin A, dari 2 balita yang kategori
asupan vitamin A sedang terdapat 1 balita berstatus normal. Dari 3 balita yang
kategori asupan vitamin A tinggi terdapat 2 balita yang berstatus gizi normal. Dari
25 balita yang kategori asupan vitamin A sangat tinggi terdapat 14 balita yang
berstatus gizi normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin A dengan status gizi balita berdasarkan BB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,908).

b) Hubungan asupan vitamin A dengan status gizi TB/U


Tabel 61.
No Asupan Vitamin
A
1. sedang
2. tinggi
3. Sangat tinggi
total

n
1
3
15
19

Status Gizi TB/U


Stunting
Normal
%
n
%
50
1
50
100
0
0
60
10
40
63.3
11
36.7

Total
N
2
3
25
30

%
100
100
100
100

Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin A, dari 2 balita yang kategori
asupan vitamin A sedang terdapat masing-masing 1 balita yang stunting dan normal.
Dari 3 balita yang kategori asupan vitamin A tinggi terdapat 3 balita yang stunting.
108

Dari 25 balita yang kategori asupan vitamin A sangat tinggi terdapat 15 balita
stunting dan 10 balita normal.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin A dengan status gizi balita berdasarkan TB/U dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,366).
c) Hubungan vitamin A dengan status gizi BB/TB
Tabel 62.
No Asupan Ca
1. sedang
2. tinggi
3. Sangat tinggi
total

n
0
1
4
5

Status Gizi BB/TB


gemuk
Normal
%
n
%
0
2
100
33.3
2
66.7
16
21
84
16.7
25
83.3

Total
N
2
3
25
30

%
100
100
100
100

Dapat dilihat untuk variable asupan vitamin A, dari 2 balita yang kategori
asupan vitamin A sedang terdapat 2 balita gizi normal. Dari 3 balita yang kategori
asupan vitamin A tinggi terdapat 2 balita gizi normal dan 1 balita gemuk. Dari 25
balita yang kategori asupan vitamin A sangat tinggi terdapat 25 balita gizi normal
dan 5 balita gemuk.
Hasil analisa statistik menggunakan chi - square test pada derajat
kepercayaan 95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara kategori
asupan vitamin A dengan status gizi balita berdasarkan BB/TB dimana nilai P > 0,05
yaitu (0,604).
B.Ibu Hamil
1. Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi Ibu hamil
a) Hubungan Pendidikan KK dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Tabel 63.
No.

Pendidikan kk

1.

SLTA

Status gizi LILA


Normal
N
%
4
100

109

Total
N
4

%
100

Total

100

100

Dapat dilihat bahwa, dari 4 ibu hamil yang diwawancarai didaptkan bahwa ke
4 KK memiliki pendidikan terakhir SLTA dan kesemua ibu hamil memiliki status gizi
normal.
b)Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
tabel 64.
No.
1.

Pendapatan kk
SLTA
Total

Status gizi LILA


Normal
N
%
4
100
4
100

Total
N
4
4

%
100
100

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa, semua kategori status gizi ibu hamil
normal, dari berbagai jenjang pendidikan akhir yang ditempuh 4 ibu hamil, 2 orang
lulusan SLTA, 1 orang lulusan SLTP dan 1 orang lainnya lulusan diploma/PT.
2.Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu hamil
a) hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Tabel 65.
No.
1.
2.

Pendidikan kk
pedagang
Nelayan
Total

Status gizi LILA


Normal
N
%
3
100
1
100
4
100

Total
N
3
1
4

%
100
100
100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 4 KK yang diwawancarai, ada 3
KK yang bekerja sebagai pedagang/wiraswasta dan 1 KK bekerja sebagai nelayan.
Walaupun bidang pekerjaan yang ditekuni 4 KK ada yang berbeda, tetapi status gizi
ibu hamil semuanya normal.
b)hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Tabel 66.
No.

Pekerjaan ibu

Status gizi LILA


Normal
110

Total

1.

Lain-lain
Total

N
4
4

%
100
100

N
4
4

%
100
100

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa ke 4 ibu bekerja di bidang lain-lain, lainlain disini adalah ibu rumah tangga, dan ke 4 ibu hamil tersebut berstatus gizi normal.

3.Hubungan pendapatan Keluarga terhadap status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Tabel 67.
No.
1.
2.

Pendapatan keluarga
Tinggi
Rendah
Total

Status gizi LILA


Normal
N
%
2
100
2
100
4
100

Total
N
2
2
4

%
100
100
100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, dari 4 keluarga yang


diwawancarai, 2 keluarga berpendapatan rendah dan 2 keluarga lagi berpendapatan
tinggi. Namun, semua status gizi ibu hamil adalah normal.
C. Ibu Menyusui
1. Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui
a) Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan
LILA
Tabel 68.
No.
1.
2.
3.

Pendidikan keluarga
SD/MI
SLTP
SLTA
Total

Status gizi LILA


Normal
N
%
1
100
1
100
2
100
4
100

Total
N
1
1
2
4

%
100
100
100
100

Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari 4 KK yang diwawancarai ada 1 KK
yang berpendidikan akhir SD/MI, 1 KK berpendidikan akhir SLTP, dan 2 KK

111

berpendidikan akhir SMA. Dari kesemua jenjang pendidikan akhir tersebut semua
status gizi ibu menyusui normal jika dilihat berdasarkan LILA.
b) Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
Tabel 69.
No.
1.
2.
3.

Pendidikan
KK
SD/MIN
SLTP
SLTA
Total

Status gizi IMT


Normal
Lebih
N
%
n
%
1
100
0
0
1
100
0
0
1
100
1
100
3
75.0
1
25.0

Total
n
1
1
2
4

%
100
100
100
100

Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 KK yang diwawancarai, 1 KK


berpendidikan akhir SD/MI, 1 KK berpendidikan akhir SLTP dan 2 orang KK
berpendidikan akhir SLTA. Dari 4 KK tersebut status gizi ibu menyusui dari 1 KK
yang menempuh jenjang pendidikan akhir SLTA salah satunya berstatus gizi lebih.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan KK dengan
status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT dimana nilai P < 0,05 (0,513).
c)

No.
1.
2.
3.

Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILA
Tabel 70.
Pendidikan keluarga
SD/MI
SLTP
SLTA
Total

Status gizi LILA


Normal
N
%
1
100
1
100
2
100
4
100

Total
N
1
1
2
4

%
100
100
100
100

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa dari 4 ibu menyusui yang
diwawancarai, 1 ibu berpendidikan akhir SD/MI, 1 SLTP,dan 2 SLTA, semua ibu
menyusui berstatus gizi normal.
d)

Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
112

Tabel 71.
No.
1.
2.
3.

Pendidikan
KK
SD/MIN
SLTP
SLTA
Total

Status gizi IMT


Normal
Lebih
N
%
n
%
1
100
0
0
1
100
0
0
1
100
1
100
3
75.0
1
25.0

Total
N
1
1
2
4

%
100
100
100
100

Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai, 1 ibu
berpendidikan akhir SD/MI adalah ibu berstatus gizi normal , 1 ibu berpendidikan
akhir SLTP juga ibu yang berstatus gizi normal. Dan 2 orang ibu berpendidikan akhir
SLTA 1 ibu berstatus gizi normal dan 1 ibu berstatus gizi lebih.
Hasil analisa statistik menggunakan chi-square test pada derajat kepercayaan
95% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu
menyusui dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT dimana nilai P < 0,05
(0,513).
2. Hubungan Pekerjaan KK dengan Status gizi ibu menyusui
a. Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan
LILA
Tabel 72.
No.

Pendidikan kk

1.
2.
3.

Petani/berkebun
Perdagang
Buruh
Total

Status gizi LILA


Normal
N
%
2
100
1
100
1
100
4
100

Total
N
2
1
1
4

%
100
100
100
100

Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 KK yang diwawancarai, 2 KK yang


bekerja sebagai petani/berkebun, 1 KK pedagang/wiraswasta, dan 1 KK buruh adalah
KK ibu menyusui yang berstatus gizi normal berdasarkan LILA.
b) Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
Tabel 73.

113

No.
1.
2.
3.

Pekerjaan kk
Petani/berkebun
Perdagang
Buruh
Total

Status gizi IMT


Normal
N
%
2
100
1
100
1
100
4
100

Total
N
2
1
1
4

%
100
100
100
100

Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 KK yang diwawancarai, 2 KK yang


bekerja sebagai petani/berkebun, 1 KK pedagang/wiraswasta, dan 1 KK buruh adalah
KK ibu menyusui yang berstatus gizi normal berdasarkan IMT.
c)Hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILA
Tabel 74.
No.
1.

Pekerjaan ibu
Lain-lain
Total

Status gizi LILA


Normal
N
%
4
100
4
100

Total
N
4
4

%
100
100

Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai terdapat
4 ibu menyusui yang bekerja sebagai ibu rumah tangga yang berstatus gizi normal
berdasarkan LILA.

d)Hubungan Pekerjaan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
Tabel 75.
No.
1.

Pekerjaan ibu
Lain-lain
Total

Status gizi IMT


Normal
N
%
4
100
4
100

Total
N
4
4

%
100
100

Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai


terdapat 4 ibu menyusui yang bekerja sebagai ibu rumah tangga yang berstatus gizi
normal berdasarkan IMT.

114

3.Hubungan pendapatan Keluarga dengan status gizi ibu menyusui


a) hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan LILA
Tabel 76.
No.

Pendapatan ibu

1.

Rendah
Total

Status gizi LILA


Normal
N
%
4
100
4
100

Total
N
4
4

%
100
100

Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai


terdapat 4 ibu menyusui yang pendapatan keluarganya tergolong rendah dan berstatus
gizi normal berdasarkan LILA.

b) Hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan IMT
Tabel 77.
No.
1.

Pendidikan
KK
Rendah
Total

Status gizi IMT


Normal
Lebih
N
%
n
%
3
75
1
25
3
75.0
1
25.0

Total
n
4
4

%
100
100

Berdasarkan data dari tabel diatas, 4 ibu menyusui yang diwawancarai


terdapat 4 ibu menyusui yang pendapatan keluarganya tergolong rendah, 3 ibu
berstatus gizi normal dan 1 ibu berstatus gizi lebih berdasarkan IMT.
D. Pembahasan
Dari hasil survei yang telah dilakukan di desa Suak Pandan Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat yang berlangsung selama 3 hari pada 24-26
November 2014 didapatkan responden balita yang berjumlah 30 KK, ibu hamil 4
KK, ibu menyusui 4 KK, dan 22 KK umum. Tingkat pendidikan rata-rata
115

responden terdapat pada tingkat SMA/MA. Jenis pekerjaan kepala keluarga


responden rata-rata adalah petani sedangkan istrinya rata-rata bekerja sebagai ibu
rumah tangga.
Menurut Notoatmojo (1984), pendidikan adalah suatu proses yang unsur
-unsurnya terdiri dari masukan (input) yaitu sasaran pendidikan dan keluaran
(output) yaitu suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan dan sasaran
pendidikan. Proses tersebut dipengaruhi oleh perangkat lunak yang terdiri dari
kurikulum, pendidikan, metode. Serta perangkat keras yang terdiri dari ruang
buku-buku dan alat bantu pendidikan lain. Masukan dalam pendidikan adaiah
perilaku masyarakat yang sesuai dengan norma- norma yang ada.
Dari hasil survey yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tingkat
pendapatan keluarga yang ada di desa Suak Pandan rata-rata berada pada
tingkatan rendah. Hal ini belum cukup bagus untuk dapat meningkatkan derajat
kesehatan khususnya peningkatan status gizi. Begitu pula dengan pengeluan
setiap KK responden yang masih rendah pula.
Pendapatan rumah tangga adalah sejumlah penghasilan dan penerimaan
berupa uang atau barang dari semua anggota keluarga, maupun penerimaan
transfer. Tingkat pendapatan juga menentukan pola makanan apa yang dibeli
dengan uang tambahan tersebut (Berg, 1986).
Rendahnya pendapatan merupakan tantangan lain yang menyebabkan
orang-orang tak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan
(Sajogyo, 1983). Pada pendapatan terendah, maka hampir semua pendapatan
akan dikeluarkan untuk makan (Handayatu, 1994).
Dari hasil survei yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tingkat
pengetahuan ibu yang ada di desa Suak Pandan rata-rata berada pada tingkatan
kurang. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh faktor pendidikan dan kurangnya
informasi yang berkembang di dalam masyarakat. Untuk variabel sikap dan
tindakan didapatkan bahwa sikap dan tindakan ibu yang ada di desa Suak Pandan
rata-rata berada pada tingkatan sedang dan baik. Hal ini sudah cukup bagus untuk
dapat meningkatkan derajat kesehatan khususnya peningkatan status gizi.
116

Menurut Almatsir (1989), Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang


pemilihan dan konsumsi sehari hari dengan baik dan memberikan semua zat
gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Pemilihan dan konsumsi bahan
makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status
gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukupzat gizi yang dibutuhkan
tubuh. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau
lebih zat gizi essential. Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh
memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek
yang membahayakan.
Status gizi bayi berdasarkan kategori BB/U dan TB/U banyak yang sudah
termasuk normal atau gizi baik. Sedangkan status gizi bayi berdasarkan kaategori
TB/U banyak yang stunting. Dan bayi yang tidak pernah mengalami penyakit
infeksi lebih banyak dari pada bayi yang mengalami penyakit infeksi. Setelah
dianalisa banyak bayi yang asupan energinya rendah, banyak bayi yang asupan
karbohidratnya sangat tingggi, banyak bayi yang asupan lemaknya kurang, dan
banyak bayi yang asupan protein rendah. Dan asupan zat gizi mikro seperti Ca,
Fe, vitamin A, dan vitamin C termasuk dalam rendah.
Data status gizi ibu hamil berdasarkan LILA didapat bahwa semua ibu
hamil yang berjumlah 4 orang ibu termasuk dalam normal atau status gizi baik.
Status gizi ibu menyusui berdasarkan LILA normal, sedangkan menurut IMT 3
orang ibu berstatus gizi normal dan 1 orang ibu berstatus gizi lebih atau gemuk.

117

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Balita
a. Tidak ada hubungan antara pendidikan kk/ibu dengan status gizi TB/U,
BB/TB, dan BB/U.
b. Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi TB/U, BB/TB,
dan BB/U.
c. Tidak ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi TB/U,
BB/TB, dan BB/U.
d. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan status gizi TB/U, BB/TB,
dan BB/U.
e. Tidak ada hubungan antara sikap dengan status gizi TB/U, BB/TB, dan
BB/U.
f. Tidak ada hubungan antara prilaku dengan status gizi TB/U dan BB/TB.
Ada hubungan antara prilaku dengan status gizi BB/U.
g. Tidak ada hubungan antara asupan energi, karbohidrat, lemak, dan protein
dengan status gizi TB/U, BB/TB, dan BB/U.
h. Tidak ada hubungan antara asupan calsium, vitamin A, vitamin C dengan
status gizi TB/U, BB/TB, dan BB/U
i. Tidak ada hubungan antara asupan zat besi dengan status gizi TB/U, dan
BB/U. Ada hubungan antara asupan dengan status gizi BB/TB.
2. Ibu Hamil
a. Tidak ada hubungan antara pendidikan kk/ibu dengan status gizi
berdasarkan LLA.
b. Tidak ada hubungan antara pekerjaan kk/ibu dengan status gizi
berdasarkan LLA.
c. Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi berdasarkan
LLA.
3. Ibu Menyusui
a. Tidak ada hubungan antara pendidikan kk/ibu dengan status gizi
berdasarkan IMT atau LLA.

118

b. Tidak ada hubungan antara pekerjaan kk/ibu dengan status gizi


berdasarkan IMT atau LLA.
c. Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan status gizi berdasarkan
IMT atau LLA.
B. Saran
Untuk meningkatkan derajat kesehatan, khususnya status gizi pada balita, ibu
menyusui, dan ibu hamil, diperlukan adanya peningkatan pelayanan kesehatan
berdasarkan rancangan beberapa program, misalnya seperti penyuluhan, konsultasi
gizi, promosi kesehatan, dan lain sebagainya di desa Suak Pandan yang dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap, tindakan, dan asupan sehingga seluruhnya berada
dalam tingkat yang baik/normal.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Berg, A & Sajogyo. 1986). Pendidikan Untuk Gizi Yang Lebih Baik. Rajawali.
Jakarta.
Depkes. 2001. Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat bagi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
Pedoman Petugas Puskesmas. Jakarta.
Depkes. 1995. Tiga Belas Pesan Dasar Gizi Seimbangrogram Penanggulangan
Anemia Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS). Jakarta.
Hartriyanti, Y. & Triyanti. (2007). Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Inza.
Bandung.

119

Kemenkes. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990 tentang Syaratsyarat dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta.
______2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia

Nomor

1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah


Makan dan Restoran. Jakarta.
Sediaoetama, AD. 1989. Ilmu Gizi. Dian Rakyat. Jakarta.
Sirajuddin, S. 2012. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara Biokimia dan
Antropometri. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Suhardjo. 1986. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Bogor.
______. 2005.Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Ditjen
Dikti. Jakarta.
Soeparman & Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair: Suatu
Pengantar. EGC. Jakarta.
Supariasa, IDN dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta.
Syafiq, A dkk. 2011. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Lampiran Hasil Bivariat
A. Balita
1. Hubungan Pendidikan dengan Status Gizi
a. Hubungan pendidikan KK dengan Status Gizi TB/U

120

pendidikan KK * status gizi TB/U Crosstabulation


status gizi TB/U
stunting
pendidikan
KK

SD/MI

Count

85.7%

14.3%

100.0%

62.5%

37.5%

100.0%

14

57.1%

42.9%

100.0%

% within pendidikan
KK
Count

.0%

100.0%

100.0%

19

11

30

% within pendidikan
KK

63.3%

36.7%

100.0%

Count
% within pendidikan
KK

SLTA

Count
% within pendidikan
KK

diploma/PT Count

Total

Total

% within pendidikan
KK
SLTP

normal

b. Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi BB/TB

121

pendidikan KK * status gizi BB/TB Crosstabulation


status gizi BB/TB
Gemuk
pendidikan
KK

SD/MI

Count

14.3%

85.7%

100.0%

25.0%

75.0%

100.0%

12

14

14.3%

85.7%

100.0%

% within pendidikan
KK
Count

.0%

100.0%

100.0%

25

30

% within pendidikan
KK

16.7%

83.3%

100.0%

Count
% within pendidikan
KK

SLTA

Count
% within pendidikan
KK

diploma/PT Count

Total

Total

% within pendidikan
KK
SLTP

normal

c. Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi BB/U


122

pendidikan KK * status gizi BB/U Crosstabulation


status gizi BB/U
Lebih
pendidik SD/MI
an KK

Total

.0%

57.1%

28.6%

14.3%

100.0%

.0%

75.0%

25.0%

.0%

100.0%

10

14

% within pendidikan
KK

7.1%

71.4%

21.4%

.0%

100.0%

diploma/ Count
PT
% within pendidikan
KK
Count

.0%

100.0%

.0%

.0%

100.0%

21

30

3.3%

70.0%

23.3%

3.3%

100.0%

% within pendidikan
KK
Count
% within pendidikan
KK

SLTA

Total

kurang gizi buruk

SLTP

Count

normal

Count

% within pendidikan
KK

d. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi TB/U


123

pendidikan ibu * status gizi TB/U Crosstabulation


status gizi TB/U
stunting
pendidikan ibu SD/MI

Count

66.7%

33.3%

100.0%

62.5%

37.5%

100.0%

11

72.7%

27.3%

100.0%

% within pendidikan
ibu
Count

40.0%

60.0%

100.0%

19

11

30

% within pendidikan
ibu

63.3%

36.7%

100.0%

Count
% within pendidikan
ibu

SLTA

Count
% within pendidikan
ibu

diploma/PT Count

Total

Total

% within pendidikan
ibu
SLTP

normal

e. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi BB/TB


124

pendidikan ibu * status gizi BB/TB Crosstabulation


status gizi BB/TB
Gemuk
pendidikan ibu SD/MI

Count

16.7%

83.3%

100.0%

12.5%

87.5%

100.0%

11

18.2%

81.8%

100.0%

% within pendidikan
ibu
Count

20.0%

80.0%

100.0%

25

30

% within pendidikan
ibu

16.7%

83.3%

100.0%

Count
% within pendidikan
ibu

SLTA

Count
% within pendidikan
ibu

diploma/PT Count

Total

Total

% within pendidikan
ibu
SLTP

normal

f. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi BB/U


125

pendidikan ibu * status gizi BB/U Crosstabulation


status gizi BB/U
lebih
pendidikan SD/MI
ibu
SLTP

Count

% within
pendidikan ibu
Count

.0% 62.5% 25.0%

Count

% within
pendidikan ibu

Total

.0% 50.0% 50.0%

% within
pendidikan ibu
SLTA

normal kurang

9.1% 72.7% 18.2%

diploma/ Count
PT
% within
pendidikan ibu
Count

.0% 100.0%

.0%

% within
pendidikan ibu

21

3.3% 70.0% 23.3%

2. Hubungan pendapatan dengan Status Gizi


a. Hubungan pendapatan KK dengan status gizi TB/U
126

gizi
buruk

Total
0

.0% 100.0%
1

12.5% 100.0%
0

11

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
1

30

3.3% 100.0%

pendapatan KK * status gizi TB/U Crosstabulation


status gizi TB/U
stunting
pendapatan KK Tinggi

Count

Total

42.9%

57.1%

100.0%

16

23

% within pendapatan
KK
Count

69.6%

30.4%

100.0%

19

11

30

% within pendapatan
KK

63.3%

36.7%

100.0%

% within pendapatan
KK
Rendah Count

Total

normal

b. Hubungan Pendapatan KK dengan status gizi BB/TB


pendapatan KK * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
gemuk
pendapatan KK Tinggi

Count

Total

14.3%

85.7%

100.0%

19

23

% within pendapatan
KK
Count

17.4%

82.6%

100.0%

25

30

% within pendapatan
KK

16.7%

83.3%

100.0%

% within pendapatan
KK
Rendah Count

Total

normal

c. hubungan pendapatan KK dengan Status Gizi BB/U

127

pendapatan KK * status gizi BB/U Crosstabulation


status gizi BB/U
lebih
pendapatan tinggi
KK

Count

kurang gizi buruk

Total

.0%

85.7%

14.3%

.0%

100.0%

15

23

% within
pendapatan KK
Count

4.3%

65.2%

26.1%

4.3%

100.0%

21

30

% within
pendapatan KK

3.3%

70.0%

23.3%

3.3%

100.0%

% within
pendapatan KK

rendah Count

Total

normal

3. Hubungan Penyakit Infeksi dengan status Gizi


a. Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi BB/U
penykit_infeksi * SG_BBU Crosstabulation
SG_BBU
lebih
penyk pernah
it_infe
ksi

Count

kurang gizi buruk

Total

12.5%

62.5%

25.0%

.0%

100.0%

12

22

% within
penykit_infeksi
Count

27.3%

54.5%

13.6%

4.5%

100.0%

17

30

% within
penykit_infeksi

23.3%

56.7%

16.7%

3.3%

100.0%

% within
penykit_infeksi

tidak pernah Count

Total

normal

b. Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi TB/U

128

penykit_infeksi * SG_TBU Crosstabulation


SG_TBU
stunting
penykit_infeks Pernah
i

Count

Total

75.0%

25.0%

100.0%

13

22

% within
penykit_infeksi
Count

59.1%

40.9%

100.0%

19

11

30

% within
penykit_infeksi

63.3%

36.7%

100.0%

% within
penykit_infeksi

tidak pernah Count

Total

normal

c. Hubungan penyakit infeksi dengan status gizi BB/TB


penykit_infeksi * SG_BBTB Crosstabulation
SG_BBTB
gemuk
penykit_infeks pernah
i

Count

Total

12.5%

87.5%

100.0%

18

22

% within
penykit_infeksi
Count

18.2%

81.8%

100.0%

25

30

% within
penykit_infeksi

16.7%

83.3%

100.0%

% within
penykit_infeksi

tidak pernah Count

Total

normal

4. Hubungan Pengetahuan dengan Status Gizi

129

a. Hubungan Pengetahuan ibu dengan status gizi TB/U


pengetahuan ibu * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
stunting
pengetahuan ibu kurang Count

Total

Total

18

11

29

62.1%

37.9%

100.0%

% within pengetahuan
ibu
Count

100.0%

.0%

100.0%

19

11

30

% within pengetahuan
ibu

63.3%

36.7%

100.0%

% within pengetahuan
ibu
baik

normal

Count

b. Hubungan Pengetahuaan ibu dengan status Gizi BB/TB


pengetahuan ibu * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
gemuk
pengetahuan ibu kurang Count

Total

Total

24

29

17.2%

82.8%

100.0%

% within pengetahuan
ibu
Count

.0%

100.0%

100.0%

25

30

% within pengetahuan
ibu

16.7%

83.3%

100.0%

% within pengetahuan
ibu
baik

normal

Count

c. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi BB/U

130

pengetahuan ibu * status gizi BB/U Crosstabulation


status gizi BB/U
lebih
pengetah kuran Count
uan ibu g
% within
pengetahuan ibu
baik

Total

Gizi
buruk

normal kurang
1

21

3.4%

72.4%

20.7%

Count
% within
pengetahuan ibu
Count

.0%
1

21

% within
pengetahuan ibu

3.3%

70.0%

23.3%

SG_TBU

sedang

kurang

Total

Count

Total

11

18

% within Sikap_ibu

61.1%

38.9%

100.0%

% within SG_TBU

57.9%

63.6%

60.0%

12

% within Sikap_ibu

66.7%

33.3%

100.0%

% within SG_TBU

42.1%

36.4%

40.0%

19

11

30

% within Sikap_ibu

63.3%

36.7%

100.0%

% within SG_TBU

100.0%

100.0%

100.0%

Count

Count

b. Hubungan Sikap ibu dengan status gizi BB/TB

131

30

3.3% 100.0%

Sikap_ibu * SG_TBU Crosstabulation

Sikap_ibu

.0% 100.0%

5. Hubungan Sikap dengan status gizi


a. Hubungan sikap ibu dengan status gizi TB/U

normal

29

3.4% 100.0%

.0% 100.0%

stunting

Total

sikap ibu * status gizi BB/TB Crosstabulation


status gizi BB/TB
gemuk
sikap ibu sedang

Count

Total

Total

15

18

16.7%

83.3%

100.0%

10

12

% within sikap
ibu
Count

16.7%

83.3%

100.0%

25

30

% within sikap
ibu

16.7%

83.3%

100.0%

% within sikap
ibu
baik

normal

Count

c. Hubungan sikap ibu dengan status gizi BB/U


sikap ibu * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
lebih
sikap ibu sedang Count

Total

kurang

Total

11

18

.0%

61.1%

33.3%

5.6%

100.0%

10

12

% within sikap
ibu
Count

8.3%

83.3%

8.3%

.0%

100.0%

21

30

% within sikap
ibu

3.3%

70.0%

23.3%

3.3%

100.0%

% within sikap
ibu
baik

normal

gizi
buruk

Count

6. Hubungan perilaku dengan Status gizi


a. Hubungan Perilaku ibu dengan status gizi TB/U

132

perilaku ibu * status gizi TB/U Crosstabulation


status gizi TB/U
gemuk
perilaku ibu kurang

Count

100.0%

.0%

100.0%

14

64.3%

35.7%

100.0%

14

% within perilaku
ibu
Count

57.1%

42.9%

100.0%

19

11

30

% within perilaku
ibu

63.3%

36.7%

100.0%

Count
% within perilaku
ibu

baik

Total

Total

% within perilaku
ibu
sedang

normal

Count

b. Hubungan Prilaku Ibu dengan status Gizi BB/TB


perilaku ibu * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
stunting
perilaku ibu kurang

Count

.0%

100.0%

100.0%

10

14

28.6%

71.4%

100.0%

13

14

% within perilaku
ibu
Count

7.1%

92.9%

100.0%

25

30

% within perilaku
ibu

16.7%

83.3%

100.0%

Count
% within perilaku
ibu

baik

Total

Total

% within perilaku
ibu
sedang

normal

Count

c. hubungan perilaku ibu dengan status gizi BB/U

133

perilaku ibu * status gizi BB/U Crosstabulation


status gizi BB/U
Lebih
perilaku ibu kurang

Count

Total

50.0%

50.0%

.0%

.0%

100.0%

14

.0%

64.3%

28.6%

7.1%

100.0%

11

14

% within perilaku
ibu
Count

.0%

78.6%

21.4%

.0%

100.0%

21

30

% within perilaku
ibu

3.3%

70.0%

23.3%

3.3%

100.0%

Count

Count

7. Hubungan Asupan Zat Gizi Makro balita dengan Status Gizi


a. Hubungan Asupan energy dengan status gizi TB/U
asupan energi * status gizi TB/U Crosstabulation
status gizi TB/U
stunting
asupan energy rendah

Count

normal

Total

18

26

69.2%

30.8%

100.0%

% within asupan
energi
Count

25.0%

75.0%

100.0%

19

11

30

% within asupan
energi

63.3%

36.7%

100.0%

% within asupan
energi
sangat tinggi Count

Total

Total

% within perilaku
ibu
baik

Kurang gizi buruk

% within perilaku
ibu
sedang

normal

134

b. Hubungan Asupan energy dengan status gizi BB/TB


asupan energi * status gizi BB/TB Crosstabulation
status gizi BB/TB
gemuk
asupan energy Rendah

Count

Total

21

26

19.2%

80.8%

100.0%

% within asupan
energi
Count

.0%

100.0%

100.0%

25

30

% within asupan
energi

16.7%

83.3%

100.0%

% within asupan
energi
sangat tinggi Count

Total

normal

c. Hubungan asupan energy dengan status gizi BB/U


asupan energi * status gizi BB/U Crosstabulation
status gizi BB/U
lebih
asupa Rendah
n
energ
y
sangat
tinggi
Total

Count

Normal kurang
1

20

3.8%

76.9%

15.4%

% within asupan
energy
Count

.0%

25.0%

75.0%

21

% within asupan
energy

3.3%

70.0%

23.3%

% within asupan
energy
Count

d. Hubungan asupan protein dengan status gizi TB/U

135

gizi
buruk

Total
1

26

3.8% 100.0%
0

.0% 100.0%
1

30

3.3% 100.0%

asupan protein * status gizi TB/U Crosstabulation


status gizi TB/U
stunting
asupan protein Rendah

Count

13

61.5%

38.5%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

50.0%

50.0%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

11

% within asupan
protein
Count

63.6%

36.4%

100.0%

19

11

30

% within asupan
protein

63.3%

36.7%

100.0%

Count
% within asupan
protein

baik

Count
% within asupan
protein

tinggi

Count
% within asupan
protein

sangat tinggi Count

Total

Total

% within asupan
protein
cukup

normal

e. Hubungan asupan protein dengan status gizi BB/TB

136

asupan protein * status gizi BB/TB Crosstabulation


status gizi BB/TB
gemuk
asupan protein Rendah

Count

10

13

23.1%

76.9%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

25.0%

75.0%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

10

11

% within asupan
protein
Count

9.1%

90.9%

100.0%

25

30

% within asupan
protein

16.7%

83.3%

100.0%

Count
% within asupan
protein

Baik

Count
% within asupan
protein

Tinggi

Count
% within asupan
protein

sangat tinggi Count

Total

Total

% within asupan
protein
Cukup

normal

f. Hubungan asupan protein dengan status gizi BB/U

137

asupan protein * status gizi BB/U Crosstabulation


status gizi BB/U
Lebih Normal kurang
asupan Rendah
protei
n
Cukup

Count
% within asupan
protein

7.7%

69.2%

15.4%

.0% 100.0%

.0%

Count
% within asupan
protein

Baik

Count
% within asupan
protein

Tinggi

Count
% within asupan
protein

sangat
tinggi
Total

Count

.0%

50.0%

50.0%

.0% 100.0%

.0%

% within asupan
protein
Count

.0%

72.7%

27.3%

21

% within asupan
protein

3.3%

70.0%

23.3%

g. Hubungan asupan lemak dengan status gizi BB/U

138

gizi
buruk

Total
1

13

7.7% 100.0%
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
0

11

.0% 100.0%
1

30

3.3% 100.0%

asupan lemak * status gizi BB/U Crosstabulation


status gizi BB/U
gizi
lebih normal kurang buruk
asupan
lemak

Rendah

Count

% within asupan
lemak
Cukup

Count

Baik

Count

Tinggi

Count

sangat
tinggi
Total

Count

.0% 100.0%

.0%

% within asupan
lemak

.0% 100.0%

.0%

21

3.3% 70.0% 23.3%

h. Hubungan asupan lemak dengan status gizi BB/TB

139

.0% 50.0% 50.0%


0

% within asupan
lemak
Count

% within asupan
lemak

.0% 50.0% 50.0%


0

% within asupan
lemak

4.2% 70.8% 20.8%


0

% within asupan
lemak

17

Total
1

24

4.2% 100.0%
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
1

30

3.3% 100.0%

asupan lemak * status gizi BB/TB Crosstabulation


status gizi BB/TB
Gemuk
asupan lemak Rendah

Count

20

24

16.7%

83.3%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

50.0%

50.0%

100.0%

% within asupan
lemak
Count

.0%

100.0%

100.0%

25

30

% within asupan
lemak

16.7%

83.3%

100.0%

Count
% within asupan
lemak

Baik

Count
% within asupan
lemak

Tinggi

Count
% within asupan
lemak

sangat tinggi Count

Total

Total

% within asupan
lemak
Cukup

normal

i. Hubungan asupan lemak dengan status gizi TB/U

140

asupan lemak * status gizi TB/U Crosstabulation


status gizi TB/U
Stunting
asupan lemak Rendah

Count

24

66.7%

33.3%

100.0%

50.0%

50.0%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

50.0%

50.0%

100.0%

% within asupan
lemak
Count

.0%

100.0%

100.0%

19

11

30

% within asupan
lemak

63.3%

36.7%

100.0%

Count
% within asupan
lemak

Baik

Count
% within asupan
lemak

Tinggi

Count
% within asupan
lemak

sangat tinggi Count

Total

Total

16

% within asupan
lemak
Cukup

normal

j. Hubungan asupan KH dengan status gizi TB/U

141

asupan KH * status gizi TB/U Crosstabulation


status gizi TB/U
stunting
asupan KH Rendah

Count

66.7%

33.3%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

16

24

% within asupan
KH
Count

66.7%

33.3%

100.0%

19

11

30

% within asupan
KH

63.3%

36.7%

100.0%

Count
% within asupan
KH

Baik

Count
% within asupan
KH

Tinggi

Count
% within asupan
KH

sangat tinggi Count

Total

Total

% within asupan
KH
Cukup

normal

k. Hubungan asupan KH dengan status gizi BB/TB

142

asupan KH * status gizi BB/TB Crosstabulation


status gizi BB/TB
Gemuk
asupan KH Rendah

Count

33.3%

66.7%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

20

24

% within asupan
KH
Count

16.7%

83.3%

100.0%

25

30

% within asupan
KH

16.7%

83.3%

100.0%

Count
% within asupan
KH

Baik

Count
% within asupan
KH

Tinggi

Count
% within asupan
KH

sangat tinggi Count

Total

Total

% within asupan
KH
Cukup

normal

l. Hubungan asupan KH dengan status gizi BB/U

143

asupan KH * status gizi BB/U Crosstabulation


status gizi BB/U
Lebih
asupan
KH

Rendah

Count
% within asupan
KH

Cukup

33.3%

33.3%

33.3%

.0% 100.0%

.0%

Count
% within asupan
KH

Baik

Count

% within asupan
KH
Tinggi

Count

Total

.0% 100.0%

.0%

% within asupan
KH
sangat
tinggi

normal kurang

Count

.0% 100.0%

.0%

17

% within asupan
KH
Count

.0%

70.8%

25.0%

21

% within asupan
KH

3.3%

70.0%

23.3%

8. Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dengan status gizi balita


a. Hubungan asupan Ca dengan status gizi BB/U

144

gizi
buruk

Total
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
1

24

4.2% 100.0%
1

30

3.3% 100.0%

asupan_ca * bb/u Crosstabulation


bb/u
Lebih
asupan_c Rendah
a
Cukup

Count
% within
asupan_ca

Sedang

11

5.6%

61.1%

22.2%

66.7%

.0%

.0%

33.3%

66.7%

.0%

.0% 100.0%

.0%

Count
% within
asupan_ca

Tinggi

Count
% within
asupan_ca

Count
% within
asupan_ca

sangat
tinggi
Total

normal kurang

Count

% within
asupan_ca
Count

40.0%

40.0%

.0%

16

% within
asupan_ca

20.0%

53.3%

13.3%

b. Hubungan asupan Ca dengan status gizi BB/TB

145

gizi
buruk

Total
2

18

11.1% 100.0%
1

33.3% 100.0%
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
1

20.0% 100.0%
4

30

13.3% 100.0%

asupan_ca * bb/tb Crosstabulation


bb/tb
Gemuk
asupan_ca Rendah

Count

15

18

16.7%

83.3%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

33.3%

66.7%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

% within
asupan_ca
Count

20.0%

80.0%

100.0%

25

30

% within
asupan_ca

16.7%

83.3%

100.0%

Count
% within
asupan_ca

Sedang

Count
% within
asupan_ca

Tinggi

Count
% within
asupan_ca

sangat tinggi Count

Total

Total

% within
asupan_ca
Cukup

normal

c. Hubungan asupan Ca dengan status gizi TB/U

146

asupan_ca * tb/u Crosstabulation


tb/u
stunting
asupan_ca Rendah

Count

18

66.7%

33.3%

100.0%

66.7%

33.3%

100.0%

66.7%

33.3%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

% within
asupan_ca
Count

60.0%

40.0%

100.0%

19

11

30

% within
asupan_ca

63.3%

36.7%

100.0%

Count
% within
asupan_ca

sedang

Count
% within
asupan_ca

tinggi

Count
% within
asupan_ca

sangat tinggi Count

Total

Total

12

% within
asupan_ca
cukup

normal

d. Hubungan asupan Fe dengan status gizi BB/U

147

asupan_FE * BB/U Crosstabulation


BB/U
NORM KURA
GIZI
LEBIH AL
NG
BURUK
asupan_F Rendah
E

Count

23.5%

52.9%

11.8%

Sedang

Count

50.0%

50.0%

.0%

33.3%

33.3%

.0%

% within
asupan_FE
Count

.0%

62.5%

25.0%

16

% within
asupan_FE

20.0%

53.3%

13.3%

% within
asupan_FE
% within
asupan_FE

Tinggi

Count
% within
asupan_FE

sangat
tinggi
Total

Count

e. Hubungan asupan Fe dengan status gizi BB/TB


148

Total
17

11.8% 100.0%
0

.0% 100.0%
1

33.3% 100.0%
1

12.5% 100.0%
4

30

13.3% 100.0%

asupan_FE * BB/TB Crosstabulation


BB/TB
NORMA
GEMUK
L
asupan_FE Rendah

Count

14

17

17.6%

82.4%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

% within
asupan_FE
Count

.0%

100.0%

100.0%

25

30

% within
asupan_FE

16.7%

83.3%

100.0%

% within
asupan_FE
Sedang

Count
% within
asupan_FE

Tinggi

Count
% within
asupan_FE

sangat tinggi Count

Total

Total

f. Hubungan asupan Fe dengan status gizi TB/U


149

asupan_FE * TB/U Crosstabulation


TB/U
STUNTIN NORMA
G
L
asupan_FE Rendah

Count

13

17

76.5%

23.5%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

33.3%

66.7%

100.0%

% within
asupan_FE
Count

37.5%

62.5%

100.0%

19

11

30

% within
asupan_FE

63.3%

36.7%

100.0%

% within
asupan_FE
Sedang

Count
% within
asupan_FE

Tinggi

Count
% within
asupan_FE

sangat tinggi Count

Total

Total

g. Hubungan asupan vitamin C dengan status gizi BB/U


asupan_vitC * bb/u Crosstabulation
bb/u
lebih
asupan_vit Rendah
C
sangat
tinggi
Total

Count
% within
asupan_vitC

15

14.8% 55.6% 14.8%

Count
% within
asupan_vitC
Count

normal kurang

66.7% 33.3%

.0%

16

% within
20.0% 53.3% 13.3%
asupan_vitC
h. Hubungan asupan Vitamin C dengan status gizi BB/TB
150

gizi
buruk

Total
4

27

14.8% 100.0%
0

.0% 100.0%
4

30

13.3% 100.0%

asupan_vitC * bb/tb Crosstabulation


bb/tb
gemuk
asupan_vitC Rendah

Count

Total

23

27

14.8%

85.2%

100.0%

% within
asupan_vitC
Count

33.3%

66.7%

100.0%

25

30

% within
asupan_vitC

16.7%

83.3%

100.0%

% within
asupan_vitC
sangat tinggi Count

Total

normal

i. Hubungan asupan vitamin C dengan status gizi TB/U


asupan_vitC * tb/u Crosstabulation
tb/u
stunting
asupan_vitC Rendah

Count

Total

17

10

27

63.0%

37.0%

100.0%

% within
asupan_vitC
Count

66.7%

33.3%

100.0%

19

11

30

% within
asupan_vitC

63.3%

36.7%

100.0%

% within
asupan_vitC
sangat tinggi Count

Total

Normal

j. Hubungan Vitamin A dengan status gizi BB/U

151

asupan vitA * sg bb/u Crosstabulation


sg bb/u
lebih
asupan
vitA

sedang

Count

50.0%

50.0%

.0%

33.3%

66.7%

.0%

14

% within asupan
vitA
Count

20.0%

56.0%

20.0%

17

% within asupan
vitA

23.3%

56.7%

16.7%

% within asupan
vitA
tinggi

Count
% within asupan
vitA

sangat
tinggi
Total

normal kurang

Count

k. Hubungan asupan vitamin A dengan status gizi TB/U

152

gizi
buruk

Total
0

.0% 100.0%
0

.0% 100.0%
1

25

4.0% 100.0%
1

30

3.3% 100.0%

asupan vitA * sg tb/u Crosstabulation


sg tb/u
stunting
asupan vitA Sedang

Tinggi

Count

Total

% within asupan
vitA

50.0%

50.0%

100.0%

% within sg tb/u

5.3%

9.1%

6.7%

% within asupan
vitA

100.0%

.0%

100.0%

% within sg tb/u

15.8%

.0%

10.0%

15

10

25

% within asupan
vitA

60.0%

40.0%

100.0%

% within sg tb/u
Count

78.9%
19

90.9%
11

83.3%
30

% within asupan
vitA

63.3%

36.7%

100.0%

% within sg tb/u

100.0%

100.0%

100.0%

Count

sangat tinggi Count

Total

normal

l. Hubungan vitamin A dengan status gizi BB/TB

153

m. asupan vitA * sg bb/tb Crosstabulation


sg bb/tb
gemuk
asupan vitA Sedang

Tinggi

Count

Total

% within asupan
vitA

.0%

100.0%

100.0%

% within sg bb/tb

.0%

8.0%

6.7%

% within asupan
vitA

33.3%

66.7%

100.0%

% within sg bb/tb

20.0%

8.0%

10.0%

21

25

% within asupan
vitA

16.0%

84.0%

100.0%

% within sg bb/tb
Count

80.0%
5

84.0%
25

83.3%
30

% within asupan
vitA

16.7%

83.3%

100.0%

% within sg bb/tb

100.0%

100.0%

100.0%

Count

sangat tinggi Count

Total

normal

B. Ibu Hamil

154

1. Hubungan Pendidikan KK dengan Status Gizi Ibu hamil


a. Hubungan Pendidikan KK dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Pendidikan KK * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi
LILA
Normal
Pendidikan
KK
Total

SLTA Count

Total
4

% within Pendidikan
KK
Count

100.0%

100.0%

% within Pendidikan
KK

100.0%

100.0%

b. Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Pendidikan KK * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi
LILA
Normal
Pendidikan
KK
Total

SLTA Count

Total
4

% within Pendidikan
KK
Count

100.0%

100.0%

% within Pendidikan
KK

100.0%

100.0%

2. Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu hamil


155

a. hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA


Pekerjaan KK * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi
LILA
Normal
Pekerjaan KK pedagang/wiraswasta Count

100.0%

100.0%

% within Pekerjaan
KK
Count

100.0%

100.0%

% within Pekerjaan
KK

100.0%

100.0%

% within Pekerjaan
KK
nelayan

Count

Total

Total

b. hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi ibu hamil berdasarkan LILA
Pekerjaan Ibu * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi
LILA
Normal
Pekerjaan Ibu lain-lain Count

Total

Total
4

% within Pekerjaan
Ibu
Count

100.0%

100.0%

% within Pekerjaan
Ibu

100.0%

100.0%

156

3. Hubungan pendapatan Keluarga terhadap status gizi ibu hamil berdasarkan


LILA
pendapatan keluarga * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi
LILA
Normal
pendapatan keluarga tinggi

Count

100.0%

100.0%

% within pendapatan
keluarga
Count

100.0%

100.0%

% within pendapatan
keluarga

100.0%

100.0%

% within pendapatan
keluarga
rendah Count

Total

Total

C. Ibu Menyusui
1. Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui
a. Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan
LILA

157

pendidikan KK * status gizi LILA Crosstabulation


status gizi
LILA
Normal
pendidikan
KK

SD/MI Count
% within pendidikan
KK
SLTP

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

Count
% within pendidikan
KK

SLTA Count
% within pendidikan
KK
Count

Total

Total

% within pendidikan
100.0% 100.0%
KK
b. Hubungan pendidikan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan
IMT
pendidikan KK * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi IMT
normal
pendidikan
KK

SD/MI Count
% within pendidikan
KK
SLTP

Count
% within pendidikan
KK

SLTA Count

Total

% within pendidikan
KK
Count

Lebih

Total

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

50.0%

50.0%

100.0%

% within pendidikan
75.0%
25.0% 100.0%
KK
c. Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan
LILA
158

pendidikan ibu * status gizi LILA Crosstabulation


status gizi
LILA
normal
pendidikan ibu SD/MI Count
% within pendidikan
ibu
SLTP

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

Count
% within pendidikan
ibu

SLTA Count
% within pendidikan
ibu
Count

Total

Total

% within pendidikan
100.0% 100.0%
ibu
d. Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan
IMT
pendidikan ibu * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi IMT
normal
pendidikan ibu SD/MI Count

100.0%

.0%

100.0%

100.0%

.0%

100.0%

% within pendidikan
ibu
Count

50.0%

50.0%

100.0%

% within pendidikan
ibu

75.0%

25.0%

100.0%

Count
% within pendidikan
ibu

SLTA Count

Total

Total

% within pendidikan
ibu
SLTP

lebih

159

2. Hubungan Pekerjaan KK dengan Status gizi ibu menyusui


a. Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan
LILA
pekerjaan KK * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi
LILA
normal
pekerjaan KK petani/berkebun

Count

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

% within pekerjaan
KK
Count

100.0%

100.0%

% within pekerjaan
KK

100.0%

100.0%

% within pekerjaan
KK
pedagang/wiraswasta Count
% within pekerjaan
KK
Buruh

Total

Total

Count

160

b. Hubungan pekerjaan KK dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan


IMT
pekerjaan KK * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi
IMT
normal
pekerjaan KK petani/berkebun

Count

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

% within pekerjaan
KK
Count

100.0%

100.0%

% within pekerjaan
KK

100.0%

100.0%

% within pekerjaan
KK
pedagang/wiraswasta Count
% within pekerjaan
KK
Buruh

Total

Total

Count

161

c. Hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan


LILA
pekerjaan ibu * status gizi LILA Crosstabulation
status gizi
LILA
normal
pekerjaan ibu lain-lain Count

Total

Total
4

% within pekerjaan
ibu
Count

100.0%

100.0%

% within pekerjaan
ibu

100.0%

100.0%

d. Hubungan Pekerjaan ibu dengan status gizi ibu menyusui berdasarkan


IMT
pekerjaan ibu * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi
IMT
normal
pekerjaan ibu lain-lain Count

Total

Total
4

% within pekerjaan
ibu
Count

100.0%

100.0%

% within pekerjaan
ibu

100.0%

100.0%

3. Hubungan pendapatan Keluarga dengan status gizi ibu menyusui


a. hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi ibu menyusui
berdasarkan LILA

162

pendapatan keluarga * status gizi LILA Crosstabulation


status gizi
LILA
Normal
pendapatan keluarga rendah Count

Total

Total
4

% within pendapatan
keluarga
Count

100.0%

100.0%

% within pendapatan
keluarga

100.0%

100.0%

b. Hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi ibu menyusui


berdasarkan IMT
pendapatan keluarga * status gizi IMT Crosstabulation
status gizi IMT
normal
pendapatan keluarga rendah Count

Total

lebih

Total

% within pendapatan
keluarga
Count

75.0%

25.0%

100.0%

% within pendapatan
keluarga

75.0%

25.0%

100.0%

163

Anda mungkin juga menyukai