Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan tanda dan gejala
infeksi. Ada pula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai
adanya mikroorganisme patogenik (Patogenik: yang menyebabkan penyakit) pada
urine, uretra (Uretra: saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan
lingkungan luar), kandung kemih, atau ginjal.
Penyakit ini merupakan masalah penting yang sering dijumpai pada anak
karena merupakan penyebab kesakitan yang penting pada anak. Jika disertai
dengan refluks vesikoureterik, dapat terjadi kerusakan pada ginjal (refluks
nefropati) yang dapat menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal stadium terminal
pada akhir masa kanak-kanak atau masa dewasa. Pengenalan awal, pengobatan
yang tepat dan mengetahui faktor dasar yang mempermudah infeksi lebih
jauhpenting untuk mencegah perjalanan penyakit untuk menjadi pyelonefritis atau
urosepsis dan menghindari sekuele akhir seperti jaringan parut pada ginjal dan
gagal ginjal (Hull D, 2008).
ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki.
Kejadian ISK pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali
lebih besar dibanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1
tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya,
sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Rasio ini terus meningkat
sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih besar
dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK
menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat (Behrman
R E, 2000).
Karena tingginya angka kejadian ISK pada anak-anak dengan gejala klinis
yang tak terlalu jelas serta tingginya resiko komplikasi yang lebih berat, maka
dalam referat kali ini penulis akan membahas tentang ISK.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Patofisiologi
Hampir semua ISK menyebar secara asendens. Gangguan dari flora
periuretra normal, yang merupakan bagian dari pertahanan tubuh melawan
kolonisasi bakteri patogen, mempermudah terjadinya ISK. Bakteri dari flora
periuretra berada di distal uretra, tetapi urine normal berada dalam keadaan steril
di proksimal uretra, kandung kemih, dan bagian proksimal lainnya pada saluran
kemih. Kuman patogen saluran kencing dapat mencapai kandung kemih dan
berkembang biak bila infeksi terjadi. Bakteri patogen tersebut berada di distal
uretra dan mungkin dapat mencapai kandung kemih sebab aliran turbulen urine
pada saat berkemih yang normal atau karena ketidakmampuan berkemih.
Kolonisasi di kandung kemih yang berhasil tak terjadi bila mekanisme
pertahanannya tak terganggu karena buang air kecil normalnya dapat
membersihkan kontaminasi bakteri secara lengkap (Smeltzer & Bare, 2002).
Patogenesis ISK sangat kompleks karena tergantung dari banyak faktor,
seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme. Bakteri dalam urin dapat
berasal dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan dari uretra. Mukosa kandung
kemih dilapisi oleh Glycoprotein Mucin Layer yang berfungsi sebagai anti bakteri.
Robeknya lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk
koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi
peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal
melalui lapisan tipis cairan (Films of Fluid), bakteri akan lebih mudah masuk
terlebih lagi dengan adanya kegagalan refluks vesikoureter. Bakteri dapat masuk
kedalam saluran kemih melalui 3 jalur, yaitu:
1. Asenden
Jalur asenden merupakan jalur yang paling sering menyebabkan ISK.
Secara umum jalur asenden ini disebabkan oleh mikroorganisme fekal
(Manski D, 2011).
2. Hematogen

Jalur hematogen merupakan jalur yang jarang terjadi bila dibandingkan


dengan jalur asenden. Jalur hematogen disebabkan karena adanya bakteri
dalam darah. Bakteremia Staphylococcus merupakan bakteri yang sering
menyerang jalur ini. Staphylococcus menyebar di korteks atau ginjal yang
akan mengakibatkan pembentukan abses.
3. Perluasan langsung
Infeksi saluran kemih pada jalur ini disebabkan karena pembentukan abses
atau fistula seperti fistula kolovesikalis. Jalur ini yang menyebabkan
kambuhnya ISK pada penderitanya.
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%)
pada ISK serangan pertama. Kuman lain penyebab ISK yang sering adalah
Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris,
Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter aerogenes, dan Morganella morganii,
Staphylococcus dan Enterococcus (IDAI, 2011).
Faktor predisposisi terjadinya ISK pada anak-anak adalah (Zorc J J, 2005):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Jenis kelamin perempuan


Anak laki-laki yang tidak di sirkumsisi
Fimosis pada anak laki-laki
Anak yang sering menahan buang air kecil
Konstipasi
Pemakaian popok sekali pakai dalam jangka waktu yang lama
Anak dengan gizi buruk atau kekebalan tubuh yang rendah
Refluks ureterovesikal
Kelainan anatomi

Gejala Klinis
Gejala yang dapat timbul pada ISK pada anak sangat tidak spesifik, dan
seperti telah diungkapkan sebelumnya, banyak yang hanya disertai demam
sebagai gejala. Dua kategori klinis dari ISK adalah pyelonefritis akut atau ISK
atas dan sistitis akut atau ISK bawah. Gejala bervariasi sesuai usia:
1) Anak baru lahir-2 bulan:

Sering tak ada gejala di saluran kemih. ISK ditemukan dengan


adanya sepsis neonatus, kuning berkepanjangan, gagal tumbuh, tak

mau menyusu.
2) Anak 2 bulan - 1 tahun:
Bayi dan anak-anak pada usia ini memiliki gejala demam yang

tidak diketahui sebabnya ( >38oC)


Usia ini memiliki resiko tinggi luka pada ginjal dibanding usia
yang lebih tua, karena tanda yang kurang menyebabkan
keterlambatan pengobatan dengan antibiotik. Aturan 3 hari dapat
membantu untuk mencegah hal tersebut terjadi. Contohnya jangan
hanya mengawasi bayi atau anak-anak dengan febris 3 hari yang
tak diketahui sebabnya tanpa pemeriksaan urine untuk evaluasi

infeksi.
Bayi sering mendapat demam dan gejala lainnya, seperti rewel, tak

mau menyusu, nyeri perut, muntah dan diare.


3) Anak dengan usia 1-2 tahun datang dengan gejala sugestif sistitis akut.
Gejala biasanya menangis saat berkemih atau kencing yang berbau busuk
tanpa adanya demam (suhu <38oc).
4) Anak usia 2-6 tahun
Pada kelompok dengan demam ISK sering memiliki gejala
sistemik yaitu tak nafsu makan; rewel dan nyeri pada perut,

panggul dan punggung dengan atau tanpa kelainan berkemih.


Pasien dengan sistitis akut memiliki gejala berkemih dengan
sedikit atau tanpa peningkatan suhu. Disfungsi berkemih termasuk

urgensi, frekuensi, hesistensi, disuria dan inkontinensia urine.


Nyeri suprapubis atau perut dapat ditemukan dan adanya bau
busuk pada urine.

5) Anak usia lebih tua dan adolesen


Sering mengenai saluran bagian bawah, tetapi pyelonefritis akut

masih mungkin. Gejalanya mirip pada anak usia 2-6 tahun.


Anak perempuan dengan pyelonefritis akut, dapat ada Refluks
Vesikoureter Persisten (VUR), biasanya memiliki sistitis akut
dengan ISK bila mereka bertambah tua.

Diagnosis
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin.
ISK serangan pertama umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih
jelas dibandingkan dengan infeksi berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol
kandung kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk
menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan tanda klinik yang sering
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak.
Pemeriksaan

tanda

vital

termasuk

tekanan

darah,

pengukuran

antropometrik, pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara uretra,


pemeriksaan neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang untuk melihat ada
tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK. Genitalia eksterna
diperiksa untuk melihat kelainan fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki atau
sinekie vagina pada perempuan.
Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang terpenting.
Oleh sebab itu kualitas pemeriksaan urin memegang peran utama untuk
menegakkan diagnosis (IDAI, 2011).
American Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa
pada bayi umur di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan kemungkinan
ISK dan perlu dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan sampai 2 tahun
dengan demam yang tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan ISK harus
dipikirkan dan perlu dilakukan biakan urin, dan anak ditata laksana sebagai
pielonefritis. Untuk anak perempuan umur 2 bulan sampai 2 tahun, AAP membuat
patokan sederhana berdasarkan 5 gejala klinik yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Suhu tubuh 39oC atau lebih


Demam berlangsung dua hari atau lebih
Ras kulit putih
Umur di bawah satu tahun
Tidak ditemukan kemungkinan penyebab demam lainnya.
Bila ditemukan 2 atau lebih faktor risiko tersebut maka sensitivitas untuk

kemungkinan ISK mencapai 95% dengan spesifisitas 31%.

Pemeriksaan Laboratorium
A. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit
esterase,

protein,

dan

darah.

Leukosituria

merupakan

petunjuk

kemungkinan adanya bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada


tidaknya ISK. Leukosituria biasanya ditemukan pada anak dengan ISK
(80-90%) pada setiap episode ISK simtomatik, tetapi tidak adanya
leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa
leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin steril perlu dipertimbangkan
pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan Ureaplasma
urealitikum.
Pemeriksaan dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit
esterase, enzim yang terdapat di dalam lekosit neutrofil, yang
menggambarkan banyaknya leukosit dalam urin.
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri
dalam urin. Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi
dapat ditemukan jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian
besar kuman Gram negatif dan beberapa kuman Gram positif dapat
mengubah nitrat menjadi nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti
terdapat kuman dalam urin. Urin dengan berat jenis yang tinggi
menurunkan sensitivitas uji nitrit.
Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih,
tetapi tidak dipakai sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam diagnosis ISK.
B. Pemeriksaan Darah
Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah,
namun sebagian besar pemeriksaan tersebut tidak spesifik. Leukositosis,
peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED),
C-reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk
ISK atas.

Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat digunakan sebagai

prediktor yang valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris
(Febrile Urinary Tract Infection) dan skar ginjal. Sitokin merupakan

protein kecil yang penting dalam proses inflamasi. Prokalsitonin, dan


sitokin proinflamatori (TNF-; IL-6; IL-1) meningkat pada fase akut
infeksi, termasuk pada pielonefritis akut
C. Biakan Urin
Idealnya, teknik pengumpulan urin harus bebas dari kontaminasi,
cepat, mudah dilakukan untuk semua umur oleh orangtua, murah, dan
menggunakan peralatan sederhana. Sayangnya tidak ada teknik yang
memenuhi persyaratan ini. Pengambilan sampel urin untuk biakan urin
dapat dilakukan dengan cara aspirasi suprapubik, kateter urin, pancar
tengah (midstream), dan menggunakan urine collector. Cara terbaik untuk
menghindari kemungkinan kontaminasi ialah dengan aspirasi suprapubik,
dan merupakan baku emas pengambilan sampel urin untuk biakan urin.
Kateterisasi urin merupakan metode yang dapat dipercaya terutama pada
anak perempuan, tetapi cara ini traumatis. Teknik pengambilan urin pancar
tengah merupakan metode non-invasif yang bernilai tinggi, dan urin bebas
terhadap kontaminasi dari uretra. Pada bayi dan anak kecil, urin dapat
diambil dengan memakai kantong penampung urin (urine bag atau urine
collector). Pengambilan sampel urin dengan metode urine collector,
merupakan metode yang mudah dilakukan, namun risiko kontaminasi
yang tinggi dengan positif palsu hingga 80%. Child Health Network
(CHN) guideline (2002) hanya merekomendasikan 3 teknik pengambilan
sampel urin, yaitu pancar tengah, kateterisasi urin, dan aspirasi supra
pubik, sedangkan pengambilan dengan urine bag tidak digunakan (CHN
Guidelines, 2002).
Pengiriman bahan biakan ke laboratorium mikrobiologi perlu
mendapat perhatian karena bila sampel biakan urin dibiarkan pada suhu
kamar lebih dari jam, maka kuman dapat membiak dengan cepat
sehingga memberikan hasil biakan positif palsu. Jika urin tidak langsung
dikultur dan memerlukan waktu lama, sampel urin harus dikirim dalam
termos es atau disimpan di dalam lemari es. Urin dapat disimpan dalam
lemari es pada suhu 40oC selama 48-72 jam sebelum dibiak.
Berdasarkan kriteria Kass, dengan kateter urin dan urin pancar
tengah dipakai jumlah kuman 105 cfu per mL urin sebagai bakteriuria

bermakna (Bensman A, 2009). Dengan kateter urin, Garin dkk., (2007)


menggunakan jumlah >105 cfu/mL urin sebagai kriteria bermakna dan
pendapat lain menyebutkan bermakna jika jumlah kuman >50x103 cfu/mL
dan ada yang menggunakan kriteria bermakna dengan jumlah kuman >10 4
cfu/mL. Paschke dkk. (2010) menggunakan batasan ISK dengan jumlah
kuman >50x103 cfu/mL untuk teknik pengambilan urin dengan
midstream/clean catch, sedangkan pada neonatus menggunakan jumlah
>105 cfu/mL dan Baerton dkk., menggunakan batasan kuman >10 4 cfu/mL
jika sampel urin diambil dengan urine bag. Interpretasi hasil biakan urin
bukanlah suatu patokan mutlak dan kaku karena banyak faktor yang dapat
menyebabkan hitung kuman tidak bermakna meskipun secara klinis jelas
ditemukan ISK
Pemeriksaan Pencitraan
Dilakukan bila telah dikonfirmasi dengan kultur urine kuantitaif.
USG
Pemeriksaan USG dari saluran kemih pada bayi, anak kecil atau
adolesen dengan diagnosis pertama pyelonefritis akut.
USG mungkin terabaikan untuk anak perempuan >2 tahun dengan
episode sistitis akut pertama maupun kedua, bila respon terapi
cepat dan memuaskan.
Dengan akut sistitis, USG saluran kemih pada bayi perempuan dan
laki-laki pada semua umur dengan ISK pertama kali.
Voiding Cysto Urethrogram (VCUG)
Lakukan VCUG pada pasien anak dengan pyelonefritis akut yang
belum pernah pencitraan saluran kemih sebelumnya.
Beberapa klinisi melakukan VCUG pada pasien yang berusia >4-5
tahun dengan pielonefritis akut yang memiliki pola berkemih yang
normal ketika tak terinfeksi.
VCUG tidak diperlukan untuk menilai anak dengan sistitis akut yang
telah berespon cepat terhadap terapi, kecuali USG saluran kemih
tak normal.
8

VCUG dapat dilakukan bila urine bersih dari bakteri dan pyuria dan
berkemih telah kembali seperti sebelumnya.
Beberapa klinisi merekomendasikan menunggu 4-6 minggu untuk
dilakukan VCUG. Bila anak dalam terapi antibakteri pada masa ini,
rekomendasi ini diterima.
Penatalaksanaan
Tata laksana infeksi akut meliputi pemberian cairan yang banyak,
analgetik ringan jika diperlukan, dan antibiotik. Septikemia dan pyelonefritis akut
memerlukan pemberian berupa Ampicilin, Gentamycin, atau Cephalosporin secara
intravena. Pada kasus yang tidak begitu berat dapat diberikan Trimetoprim,
Amoxicilin, Asam Nalikdisat, Nitrofurantoin, atau Cephalosporin oral. Antibiotik
diberikan selama 7-14 hari, namun pemberian dalam jangka waktu sepanjang itu
memberikan kemungkinan lebih besar untuk terjadinya resistensi, gangguan
bakteri normal di usus dan vagina, serta menyebabkan candidiasis.
NICE (2007) merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai
berikut:
1. Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter
spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
2. Bayi 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak.
Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang
resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman,

seperti Cefalosporin atau Co-amoksiklav.


Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan
antibiotik parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4
hari dilanjutkan dengan antibiotik per oral hingga total lama

pemberian 10 hari.
3. Bayi 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi
kuman setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat
diberikan trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.

Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai
kembali, dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat

pertumbuhan bakteri dan kepekaan terhadap obat.


Di negara berkembang didapatkan resistensi kuman uropatogen yang
tinggi terhadap ampisilin, kotrimoksazol, dan kloramfenikol (Paschke A A, 2010)
sedangkan sensitivitas sebagian besar kuman patogen dalam urin mendekati 96%
terhadap gentamisin dan seftriakson (Bensman A, 2009).
Tabel antibiotik oral yang diberikan menurut AAP (American Academy of
Pediatric) antara lain:

Tabel antibiotik parenteral yang diberikan menurut AAP:

10

Pada beberapan komunitas, sebagian besar strain Eschericia coli resisten


terhadap Amoxicilin. Nitrofurantoin mungkin dapat digunakan untuk mengobati
ISK bawah, namun karena rendahnya daya penetrasi ke jaringan maka tidak
sesuai untuk infeksi ginjal.
Sedangkan

pengobatan

parenteral

umumnya

dilakukan

dengan

cephalosporin seperti ceftriaxone 75 mg/kg setiap 24 jam. Sebagian pihak


memilih gentamicin 7.5 mg/kg per 24 jam dan benzylpenicillin 50 mg/kg per 6
jam untuk anak di atas 1 bulan.
Selain antibiotik, pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi
gejala contohnya adalah penurun demam jika diperlukan. Untuk mengatasi disuria
dapat diberikan Fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7 10 mg/kgbb/hari.
Obat-obatan lain yang pada orang dewasa digunakan untuk ISK, umumnya tidak
dianjurkan untuk diberikan pada anak-anak.
Secara teoritis pemberian antibiotik yang lebih singkat pada anak
mempunyai keuntungan antara lain efek samping obat lebih sedikit dan
kemungkinan terjadinya resistensi kuman terhadap obat lebih sedikit (Bensman A,
2009). Pada kebanyakan kasus, antibiotik parenteral dapat dilanjutkan dengan oral
setelah 5 hari pengobatan bila respons klinik terlihat dengan nyata atau setidaktidaknya demam telah turun dalam 48 jam pertama. Tidak ada bukti yang
meyakinkan bahwa pengobatan 14 hari lebih efektif atau dapat mengurangi risiko

11

kekambuhan. Dianjurkan pemberian profilaksis antibiotik setelah pengobatan fase


akut sambil menunggu hasil pemeriksaan pencitraan. Bila ternyata kasus yang
dihadapi termasuk ke dalam ISK kompleks (adanya refluks atau obstruksi) maka
pengobatan profilaksis dapat dilanjutkan lebih lama.
Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin
harus kembali diambil dan diperiksa ulang. Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan
umumnya tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur
sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri
terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi
sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan.
Antibiotik yang digunakan sebagai profilaksis:

Pemeriksaan Lanjutan
Setelah pemberian antibiotik selesai dan urin sudah steril, dilakukan
pemeriksaan lanjutan pada anak dengan ISK. Pemeriksaan lanjutan yang
dilakukan adalah :
Ultrasonografi ginjal, ureter, dan kandung kemih: Pemeriksaan ini
dilakukan pada semua anak dengan ISK sesegera mungkin.
DMSA (Dimercaptosuccinic Acid Nuclear Scan): Pemeriksaan ini
terutama untuk melihat fungsi saluran kemih. DMSA scan masih
diperdebatkan batasan usianya. Namun biasanya dilakukan pada
12

anak di bawah 5 tahun dengan hasil ultrasonografi yang tidak


normal. Umumnya dilakukan 2 bulan setelah episode ISK untuk
memberi waktu perbaikan pada saluran kemih. Selama menunggu
dilakukannya pemeriksaan ini, beberapa pihak menganjurkan
pemberian antibiotik dosis rendah.
Cystogram: Ini adalah pemeriksaan kandung kemih yang juga masih
diperdebatkan batasan usianya. Namun umumnya dilakukan pada
anak di bawah 1 tahun atau anak dengan hasil ultrasonografi atau
DMSA yang tidak normal.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dilakukan lebih awal jika tidak ada
perbaikan setelah 2 hari pemberian antibiotik.
Pencegahan
Hindari penggunaan antibiotik spektrum luas (cth. Amoxicillin,
cephalexin), yang dapat melemahkan pertahanan alami melawan
kolonisasi.
Atasi konstipasi bila pasien terdapat disfungsi berkemih yang terkait
dengan pelebaran kronik rektum dengan feses.
Bila disfungsi berkemih menjadi faktor pencetus, perintahkan pasien
untuk kencing secara teratur.
Pertimbangkan khitan pada neonatus laki-laki.
Menjaga hygiene periuretra dan perineum.
ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien
termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan
menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi
yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang. Pada bayi dan anak kecil, biakan
urin dilakukan berkala setiap 3 bulan terutama bila ada tanda-tanda kekambuhan.
Jika terdapat ISK berulang, diberikan antibiotik yang sesuai dan mengatasi faktor
predisposisi timbulnya ISK berulang. Pada kasus refluks dianjurkan miksi
berganda (Double Micturation maupun Tripple Micturation). Koreksi bedah
terhadap kelainan struktural seperti obstruksi, refluks derajat tinggi, urolitiasis,
13

katup uretra posterior, ureterokel dan ureter dupleks yang disertai obstruksi sangat
bermanfaat untuk mengatasi infeksi berulang. Indikasi tindakan bedah harus
dilihat kasus per kasus. Risiko terjadinya ISK pada bayi laki-laki yang tidak
disirkumsisi meningkat 3-15 kali dibandingkan dengan bayi laki-laki yang sudah
disirkumsisi (Lambert H, 2003). Tindakan sirkumsisi pada anak laki telah terbukti
efektif menurunkan insidens ISK.
Diagnosis Banding
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Apendisitis pada anak


Gastroenteritis
Cacingan (Pinworm)
Batu Ginjal
Obstruksi Saluran Kemih
Vaginitis
Vulvovaginitis
Tumor Wilms (Nefroblastoma)

Komplikasi
Reaksi alergi merupakan resiko terapi antibiotik.
Anak dengan pielonefritis akut dapat berkembang menjadi inflamasi
lobus ginjal atau abses ginjal.
Inflamasi parenkim ginjal dapat mengawali pembentukan jaringan
parut. Faktor risiko yang menyebabkan parut ginjal antara lain
umir muda, keterlambatan pemberian antibiotik, RVU dan
obstruksi saluran kemih (Garin E H, 2007).
Komplikasi jangka panjang dari pielonefritis akut adalah hipertensi,
fungsi ginjal terganggu, ESRD dan komplikasi terhadap kehamilan
(cth. ISK, hipertensi pada kehamilan, BBLR).
Prognosis
Prognosis jangka panjang infeksi saluran kemih biasanya baik, bila segera
diobati dengan adequat setelah diagnosis ditegakkan. Hipertensi, fungsi ginjal
terganggu, ESRD sekarang sering didapatkan pada bayi dengan kerusakan ginjal
intrauterine. Anak dengan resiko komplikasi ini biasanya ditemukan dengan USG
saluran kemih yang menunjukkan hidronefrosis. Penelitian pada neonatus
14

menyebutkan bahwa kerusakan ginjal terkait dengan obstruksi di saluran keluar


kandung kemih atau hidronefrosis non obstruktif karena VUR yang berat. Anak
ini mungkin mendapat tambahan kerusakan ginjal sebagai hasil dari infeksi, tetapi
ISK bukan faktor utama penyebab komplikasi renal.

15

Anda mungkin juga menyukai