Gizi
Gizi
keju, dan lain-lain) di potongan kanan, sedangkan di potongan kiri ada kacang-kacangan serta
hasil olahan seperti tahu, tempe, dan oncom.
Terakhir dan menempati puncak TGS makanan dalam potongan yang sangat kecil adalah
minyak, gula, dan garam, yang dianjurkan dikonsumsi seperlunya. Pada bagian bawah
tumpeng terdapat prinsip Gizi Seimbang lain, yaitu pola hidup aktif dengan berolahraga,
menjaga kebersihan dan pantau berat badan. Karena prinsip gizi seimbang didasarkan pada
kebutuhan zat gizi yang berbeda menurut kelompok umur, status kesehatan, dan jenis
aktivitas, maka satu macam TGS tidak cukup. Diperlukan beberapa macam TGS untuk ibu
hamil dan menyusui, bayi dan balita, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
Dengan demikian nutrisi lebih banyak di pakai untuk makanan ternak sedangkan gizi resmi di
pakai di fakultas kedokteran dan semua lembaga gizi.
Dulu kita mengenal pedoman makan berslogan 4 Sehat 5 Sempurna (4S5S) yang
dipopulerkan oleh Prof. Poerwo Soedarmo, , pada tahun 1950-an. Namun, sejak tahun 1990an, pedoman tersebut dianggap tak lagi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi gizi. Hal ini juga sesuai dengan adanya perubahan pedoman Basic Four di
Amerika Serikatyang merupakan acuan awal 4S5S pada masa itumenjadi Nutrition
Guide for Balance Diet. Di Indonesia, Nutrition Guide for Balance Diet diterjemahkan
menjadi Pedoman Gizi Seimbang (PGS)[8]. Pada konferensi pangan sedunia tahun 1992 di
Roma dan Genewa, yang diadakan oleh FAO, dalam rangka menghadapi beban ganda
masalah gizi di negara berkembang, antara lain ditetapkan agar semua negara berkembang
yang semula menggunakan pedoman sejenis Basic Four memperbaiki menjadi Nutrition
Guide for Balance Diet. Indonesia menerapkan keputusan FAO tersebut dalam kebijakan
Repelita V tahun 1995 sebagai PGS dan menjadi bagian dari program perbaikan gizi. Namun,
PGS kurang disosialisasikan sehingga terjadi pemahaman yang salah dan masyarakat
cenderung tetap menggunakan 4S5S. Baru pada tahun 2009 secara resmi PGS diterima oleh
masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang menyebutkan
secara eksplisit Gizi Seimbang dalam program perbaikan gizi.
Susunan makanan yang terdiri atas 4 kelompok ini, belum tentu sehat, bergantung
apakah porsi dan jenis zat gizinya sesuai dengan kebutuhan. Contoh, jika pola makan
kita sebagian besar porsinya terdiri atas sumber karbohidrat (nasi), sedikit sumber
protein, sedikit sayur dan buah sebagai sumber vitamin, maka pola makan tersebut
tidak dapat dianggap sehat. Sebaliknya, jika pola makan kita terlalu banyak sumber
lemak dan protein seperti hidangan yang banyak daging dan minyak atau lemak,
tetapi sedikit sayur dan buah, maka pola makan itu tak dapat dianggap sehat.
Selain jenis makanan, pola makan berdasarkan PGS menekankan pula proporsi yang
berbeda untuk setiap kelompok yang disesuaikan atau diseimbangkan dengan
kebutuhan tubuh. PGS pun memperhatikan aspek kebersihan makanan, aktivitas fisik,
dan kaitannya dengan pola hidup sehat lain.
Kedua,
Susu bukan "makanan sempurna" seperti anggapan umum selama ini. Dengan
anggapan itu banyak orang, termasuk kalangan pemerintah, menganggap susu
merupakan "jawaban" atas masalah gizi[9]. Sebenarnya, susu adalah sumber protein
hewani yang juga terdapat pada telur, ikan dan daging.
Oleh karena itu di dalam PGS, susu ditempatkan dalam satu kelompok dengan sumber
protein hewani lain. Dari segi kualitas protein, telur dalam ilmu gizi dikenal lebih baik
dari susu karena daya cerna protein telur lebih tinqggi daripada susu.
Ketiga,
Slogan 4S5S yang dipopulerkan oleh Prof. Poerwo Soedarmo, Bapak Gizi Indonesia,
pada tahun 1950-an dianggap tak lagi sesuai dengan perkembangan iptek gizi, seperti
halnya slogan "Basic Four" di Amerika yang merupakan acuan awal 4S5S pada masa
itu. "Basic Four" dari AS yang diciptakan tahun 1940-an bertujuan mencegah pola
makan orang Amerika yang cenderung banyak lemak, tinggi gula, dan kurang serat.
Namun, setelah dievaluasi tahun 1970-an, ternyata slogan tersebut tidak memperbaiki
pola makan penduduk Amerika, yang disertai dengan meningkatnya penyakit
degeneratif terkait gizi. Sejak itu, slogan "Basic Four" diperbarui dan disempurnakan
menjadi "Nutrition Guide for Balance Diet" dengan visual piramida.
Di Indonesia "Nutrition Guide for Balance Diet" diterjemahkan menjadi PGS yang
juga menggunakan visual piramida. Berbeda dengan Nutrition Guide AS yang berlaku
untuk usia di atas 2 tahun, di Indonesia PGS berlaku sejak bayi dengan memasukkan
ASI eksklusif sebagai Gizi Seimbang.
Pada konferensi pangan sedunia yang diadakan oleh FAO tahun 1992 di Roma dan Genewa,
antara lain ditetapkan agar semua negara berkembang yang semula menggunakan slogan
sejenis "Basic Four" memperbaiki menjadi "Nutrition Guide for Balance Diet". Keputusan
FAO tersebut diterapkan di Indonesia dalam kebijakan Repelita V tahun 1995 sebagai PGS
dan menjadi bagian dari program perbaikan gizi. Namun, PGS kurang disosialisasikan
sehingga terjadi pemahaman yang salah dan masyarakat cenderung tetap menggunakan 4S5S.
Baru pada tahun 2009 secara resmi PGS diterima masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang
Kesehatan No 36 tahun 2009 yang menyebutkan secara eksplisit "Gizi Seimbang" dalam
program perbaikan gizi.