Anda di halaman 1dari 9

DEFINISI

Prolapsus uteri adalah keadaan dimana turunnya uterus melalui hiatus genitalis yang
disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia (sarung) dan otot dasar panggul
yang menyokong uterus. sehingga dinding vagina depan jadi tipis dan disertai penonjolan
kedalam lumen vagina. Sistokel yang besar akan menarik utero vesical junction dan ujung
ureter kebawah dan keluar vagina, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan
penyumbatan dan kerusakan ureter. Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan
sendi dan otot yang membentuk dasar panggul. Faktor penyebab lain yang sering adalah
melahirkan dan menopause, persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap,
laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi
otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh karena itu prolapsus uteri tersebut
akan terjadi bertingkat-tingkat. Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi
dan otot yang membentuk dasar panggul. Prolapsus uteri terjadi ketika ikatan sendi atau otototot dasar panggul meregang atau melemah, membuat sokongan pada uterus tidak adekuat.
Faktor penyabab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama dan
sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala II,
penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan
melemah
ETIOLOGI
Etiologi dari prolapsus uteri terdiri dari : Kelemahan jaringan ikat pada daerah rongga
panggul, terutama jaringan ikat tranversal. Pertolongan persalinan yang tak terampil sehingga
meneran terjadi pada saat pembukaan belum lengkap. Terjadi perlukaan jalan lahir yang dapat
menyebabkan lemahnya jaringan ikat penyangga vagina. Serta ibu yang banyak anak
sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendor. Menopause juga dapat menyebabkan
turunnya rahim karena produksi hormon estrogen berkurang sehingga elastisitas dari jaringan
ikat berkurang dan otot-otot panggul mengecil yang menyebabkan melemahnya sokongan
pada rahim
Dasar panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (rupture perinea atau
regangan) atau karena usia lanjut. Menopause, hormon estrogen telah berkurang sehingga
otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Tekanan abdominal yang meninggi karena
ascites, tumor, batuk yang kronis atau mengejan (obstipasi atau strictur dari tractus urinalis).
Partus yang berulang dan terjadi terlampau sering. Partus dengan penyulit. Tarikan pada janin
sedang pembukaan belum lengkap. Ekspresi menurut creede yang berlebihan untuk
mengeluarkan placenta.
Jadi tidaklah mengherankan jika prolapsus genitalis terjadi segera setelah partus atau dalam
masa nifas. Ascites dan tumor-tumor didaerah pelvis mempermudah terjadinya hal tersebut.
Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara, factor penyebabnya adalah kelainan bawaan
berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit, merupakan
penyebab prolapsus genitalis, dan memperburuk prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain
adalah tarikan pada janin pada pembukaan belum lengkap, prasat Crede yang berlebihan
untuk mengeluarkan plasenta, dan sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan bila prolapsus
genitalis terjadi segera sesudah partus atau dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di
daerah pelvis pada nullipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan
jaringan penunjang uterus. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan
menopause. Persalinan yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi
dinding vagina bawah pada kala II, penataksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot
dasar panggul yang tidak baik. Pada Menopause, hormon esterogen telah berkurang sehingga
otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
PATOFISIOLOGI

Posisi serta letak uterus dan vagina dipertahankan oleh ligament, fascia serta otot-otot dasar
panggul dibagi atas yaitu :
- Ligamen-ligamen yang terletak dalam rongga perut dan ditutupi oleh peritonium :
ligamentum rotundum (lig teres uteri) : ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi
dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
- Ligamentum sacrouterina : ligamentum yang juga menahan uterus supaya tidak banyak
bergerak, berjalan melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding
rektum ke arah os sacrum kiri dan kanan.
- Ligamentum cardinale (Mackenrodt) : ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar
uterus tidak turun.
- Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina
ke arah lateral ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah a v uterina.
- Ligamentum latum : ligamentum yang berjalan dari uterus ke arah lateral dan tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum visceral
yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian lateral dan
belakang ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk
memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.
- Ligamentum infundibulopelvikum (lig. Suspensorium ovarii) : ligamentum yang menahan
tuba fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan urat
saraf, saluran-saluran limfe, a v ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak
artinya.
Fasia puboservikalis (antara dinding depan vagina dan dasar kandung kemih) membentang
dari belakang simfisis ke serviks uteri melalui bagian bawah kandung kencing, lalu
melingkari urethra menuju ke dinding depan vagina. Kelemahan fasia ini menyebabkan
kandung kencing dan juga uretra menonjol ke arah lumen vagina.
Fasia rektovaginalis (antara dinding belakang vagina dan rectum). Kelemahan fasia ini
menyebabkan menonjolnya rektum ke arah lumen vagina.
Kantong Douglas Dilapisi peritonium yang berupa kantong buntu yang terletak antara
ligamentum sacrouterinum di sebelah kanan dan kiri , vagina bagian atas di depan dan rektum
di belakang. Di daerah ini, oleh karena tidak ada otot atau fasia, tekanan intraabdominal yang
meninggi dapat menyebabkan hernia (enterokel).
Otot-otot dasar panggul, terutama otot levator ani
Dasar panggul terdiri dari :
diafragma pelvis
diafragma urogenital
otot penutup genitalia eksterna
Diafragma pelvis :
otot levator ani : iliokoksigeus, pubokoksigeus dan puborektalis
koksigeus
fasia endopelvik
Fungsi levator ani :
mengerutkan lumen rektum, vagina, urethra dengan cara menariknya ke arah dinding tulang
pubis, sehingga organ-organ pelvis diatasnya tidak dapat turun (prolaps).
mengimbangkan tekanan intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga ligamen-ligamen
tidak perlu bekerja mempertahankan letak organ-organ pelvis diatasnya.
Sebagai sandaran dari uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih. Bila otot levator
rusak atau mengalami defek maka ligamen seperti ligamen cardinale, sacrouterina dan fasia
akan mempunyai beban kerja yang berat untuk mempertahankan organ-organ yang
digantungnya, sebaliknya selama otot-otot levator ani normal, ligamen-ligamen dan fasia
tersebut otomatis dalam istirahat atau tidak berfungsi banyak.

M. Pubovaginalis berfungsi sebagai :


penggantung vagina. Karena vagina ikut menyangga uterus serta adnexa, vesica
urinaria serta urethra dan rectum, maka otot ini merupakan alat penyangga utama organ-organ
dalam panggul wanita.
Robekan atau peregangan yang berlebihan merupakan predisposisi terjadinya
prolapsus cystocele dan rectocele
Sebagai sphincter vaginae dan apabila otot tersebut mengalami spasme maka keadaan
ini disebut vaginismus
M. puborectalis berfungsi sebagai :
penggantung rectum
mengontrol penurunan feces
memainkan peranan kecil dalam menahan struktur panggul.
M. iliococcygeus berfungsi sebagai :
Sebagai lapisan musculofascial.
Diafragma urogenital
Fungsi diafragma urogenital:
memberi bantuan pada levator ani untuk mempertahankan organ-organ pelvis
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus
uteri kompleta atau totalis. Sebagai akibat persalinan, khususnya persalinan yang susah
terdapat kelemahan-kelemahan ligament yang tergolong dalam fascia endopelvika dan otototot serta fasia-fasia dasar panggul. Dalam keadaan demikian tekanan intraabdominal
memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus oto-otot berkurang.
Jika serviks uteri terletak di luar vagina, maka ia menggeser dengan celana yang dipakai oleh
wanita dan lambat laun bias berbentuk ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus.
Jika fascia didepan dinding vagina kendor oleh suatu sebab, biasanya trauma obstetric, ia
terdorong oleh kandung kencing ke belakang dan menyebabkan menonjolnya dinding depan
vagina ke belakang, hal ini dinamakan sistokel.
Sistokel ini pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar kar\ena persalinan
berikutnya, terutama jika persalinan itu berlangsung kurang lancar, atau harus diselesaikan
dengan menggunakan peralatan. Urethra dapat pula ikut serta dalam penurunan itu den
menyebabkan urethrokel. Uretherokel ini harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada
divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang urethra ada
lubang yang menuju ke kantong antara urethra dan vagina.
Kekendoran fascia dibelakang vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat
menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang vagina
menonjol ke lumen vagina, ini dinamakan rectokel.
Enterokel adalah suatu hernia dari cavum douglasi. Dinding vagina atas bagian belakang
turun , oleh karena itu menonjol kedepan, isi kantong hernia ini adalah usus halus atau
sigmoid.
KLASIFIKASI
Friedman dan Little ( 1961 ) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu:

Prolapsus uteri tingkat I, dimana serviks uteri turun sampai introitus vagina ;

Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari introitus vagina ;

Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari vagina; prolapsus ini juga
disebut prosidensia uteri.

Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina ;

Prolapsus uteri tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari setengah bagian ;

Prolapsus uteri tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari setengah
bagian.

Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosesus spinosus ;

Prolapsus uteri tingkat II, serviks terdapat antara prosesus spinosus dan introitus
vagina ;

Prolapsus uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus. Klasifikasi ini sama dengan
klasifikasi D

ditambah dengan prolapsus uteri tingkat IV (prosidensia uteri).

Prosidensia uteri adalah suatu penyimpangan anatomi yang paling kompleks. Dapat menjadi
sistokel karena kendornya fasia dinding depan vagina (misal trauma obstetrik) sehingga
vesika urinaria terdorong ke belakang dan dinding depan vagian terdorong ke belakang.
Dapat terjadi rektokel, karena kelemahan fasia di dinding belakang vagina, oleh karena
trauma obstetrik atau lainnya, sehingga rekrum turun ke depan dan menyebabkan dinding
vagina atas belakang menonjol ke depan
DIAGNOSA
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang kala penderita yang satu dengan
prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan
prolaps ringan mempunyi banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai :
1)

Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna

2) Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang .
3)

Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:

a) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian bila lebih berat
juga pada malam hari;
b)

Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya;

c) Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk mengejan. Kadangkadang dapat terjadi retensio uriena pada sistokel yang besar sekali.
4)

Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:

a)

Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel;

b)

Baru dapat defeksi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.

5)

Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:

a) Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja.
Gesekan porio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio
uteri
b) Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan karena infeksi serta
luka pada porsio uteri
6) Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasapenuh di
vagina.
Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan vaginal dengan menggunakan Spekulum Sim yang
berdaun tunggal. Pasien diminta meneran dan pada saat yang bersamaan dokter menekan
dinding posterior vagina. Dengan cara ini dapat terlihat penurunan dinding depan vagina
beserta sistokel dan pergeseran muara urethra.
Selanjutnya mintalah pasien meneran sambil menekan dinding anterior vagina, dengan cara
ini dapat terlihat enterokel dan rektokel. Pemeriksaan rektal sering berguna untuk
menunjukkan adanya rektokel dan membedakannya dengan enterokel.
Keluhan-keluhan penderita, kehamilan, fisik dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan
mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.
Friedman dan Little menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:
1. Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan dengan
pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal, atau porsio sampai
introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya
dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks
uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasa dinamakan elongasio kolli.
2. Pada sistokel dijumpai didinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak nyeri
tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika dimasukkan ke
dalam kantung kencing kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel
letaknya lebih kebawah dari sistokel, dekat pada orifisium urethrae eksternum.
3. Menegakkan diagnosis rektokel yaitu menonjolnya rektum ke lumen vagina sepertiga
bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal,
kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rektum,
dan selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang menonjol kelumen vagina.
Enterokel menonjol kelumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada pemeriksaan rektal
dinding rektum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat diatas rektum.
4. Endoskopi. Visualisasi sistoskopi peristaltik usus di bawah dasar vesika urinaria atau
trigonum dapat mengidentifikasi enterokel anterior pada beberapa pasien.
Fotografi. Fotografi pada stadium II dan prolaps yang lebih besar dapat digunakan
baik untuk membuktikan kebenaran perubahan kondisi masing-masing pasien.
Prosedur immaging. Teknik imaging yang berbeda telah digunakan untuk melihat
anatomi dasar pelvik, defek penunjang, dan hubungan antara organ yang berdekatan.

Teknik ini mungkin lebih akurat dari pemeriksaan fisis dalam menentukan organ
mana yang terlibat dalam prolaps organ pelvik.
PENATALAKSANAAN
Tindakan pencegahan dilakukan dengan mengatasi masalah:
1.
Penyakit pernafasan dan metabolisme kronik
2.
Konstipasi
3.
Gangguan intra abdominal
4.
Pemberian estrogen pada wanita menopause
Tindakan non bedah :
1. Olah raga untuk menguatkan otot dasar panggul
2. Pesarium :
Keadaan umum tak memungkinkan tindakan pembedahan
Kehamilan atau pasca persalinan
Terapi dekubitus sebelum operasi
Pesarium dapat menyebabkan iritasi lokal dan ulserasi. Setiap 6 12 minggu pesarium
dilepas dan dibersihkan untuk menghindari pembentukan fistula, impaksi, perdarahan dan
infeksi.
Pembedahan :
Tujuan utama pembedahan :
1.
Mengatasi keluhan
2.
Restorasi anatomi
3.
Restorasi fungsi organ visera
4.
Memulihkan fungsi seksual
Kolforafi Anterior :
digunakan untuk koreksi sistokel dan pergeseran urethra. Berupa tindakan plikasi fasia
puboservikal untuk menyangga kandung kemih dan urethra.
Kolforafi Posterior :
digunakan untuk koreksi rektokel
Perineorafi :
digunakan untuk mengatasi defisiensi corpus perineal.
Enterekol :
Prinsip terapi seperti terapi hernia.

Isi kantung dikurangi

Leher kantung ( peritoneal sac ) diligasi

Penutupan defek dengan mendekatkan ligamentum uterosakral dengan muskulus


levator ani
Operasi Manchester :
merupakan kombinasi dari

Kolforafi anterior

Amputasi servik yang memanjang ( elongated cervix )

Kolfoperineorafi posterior

Menjahit ligamentum kardinale didepan puntung servik agar terjadi anteversi uterus
Histerektomi Vaginal :
Dapat dikerjakan secara tersendiri atau disertai pula dengan dengan kolforafi anteror dan
posterior.
Colpocleisis Partial LeForts :

menjahit sebagian dinding anterior dan posterior vagina sehingga uterus berada di bagian atas
vagina yang sebagian sudah tertutup akibat disatukannya dinding depan dan belakang vagina.
Colpocleisis Total :
Melakukan obliterasi total vagina
Suspensi Putung Vagina ( Colpopleksi )
yang dapat dikerjakan transvaginal atau transabdominal. Tindakan ini berupa penggantungan
puntung vagina pada sakrum atau pada ligamentum sakrospinosum atau ligamentum
uterosakral.
A. Konservatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini dilakukan
pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin mendapat anak lagi, atau
penderita menolak untuk operasi atau kondisinya tidak memungkinkan untuk dioperasi.
1.
Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus enteng, terutama yang terjadi pada pasca
persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul
dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
Caranya ialah penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti
biasanya setelah selesai berhajat, atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa menjadi lebih
efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obturator yang
dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan suatu pipa dihubungkan dengan suatu
manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.
2.
Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya
dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan dalam vagina.
3.
Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di
tempatnya selama dipakai. Oleh karena jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi.
Prinsip pemakaian pessarium adalah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding
vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan
melewati vagina bagian bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah,
pessarium jatuh dan prolapsus uteri akan timbul lagi. Pessarium yang paling baik untuk
prolapsus genitalis adalah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu
lemah, digunakan pessarium Napier yang terdiri atas suatu gagang (stem) dengan ujung atas
suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan diujung bawah 4 tali. Mangkuk
ditempatkan dibawah serviks dan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk
memberi sokongan pada pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok,
diukur dengan jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas introitus vaginae; ukuran
tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk mendapat diameter dari pessarium yang akan dipakai.
Untuk mengetahui setelah dipasang, apakah ukurannya cocok, penderita disuruh batuk atau
mengejan. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak merasa
nyeri, pessarium dapat dipakai terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur.
Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali; vagina diperiksa inspekulo untuk
menentukan ada tidaknya perlukaan; pessarium dibersihkan dan dicucihamakan, dan
kemudian dipasang kembali. Apabila pessarium dibiarkan dalam vagina tanpa pengawasan
yang teratur, dapat timbul komplikasi ulserasi, dan terpendamnya sebagian dari pessarium
dalam vagina, bahkan bisa terjadi fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis.
B. Fisioterapi

Jika prolapsus bersifat ringan sampai sedang, dapat dirujuk kepada pakar fisioterapi untuk
penanganannya. Fisioterapi dapat membantu merencanakan jadwal individual yang
melibatkan senam otot dasar panggul. Senam ini, yang di sebut senam Kegel, dapat
mencegah prolapsus bertambah parah dan dapat mengurangi rasa nyeri punggung, nyeri
panggul dan inkontinensia urin.
C. Hormone replacement therapy (HRT)
Wanita menopaus yang mengalami prolapsus uteri dapat mendapat manfaat dari Terapi
Penggantian Hormon (TPH). TPH dapat membantu menguatkan dinding vagina dan otot
dasar panggul dengan meningkatkan konsentrasi estorgen dan kolagen dalam darah; tetapi
tidak banyak bukti yang menyatakan apakah efektif atau tidak dalam menangani prolapsus
uteri.
D. Operatif
Penanganan bedah mungkin diperlukan apabila prolapsus itu menyebabkan gejala yang
bermakna. Beberapa metode tersedia dan pilihan yang mana akan bergantung kepada
beberapa variabel dan kehadiran keadaan lain yang bisa mengancam. Kebanyakan tujuan dari
penanganan bedah pada prolaps adalah untuk mengangkat keatas organ prolaps itu kembali
ke posisi asalnya. Prosedur ini dijalankan bagi wanita yang masih ingin hamil. Histerektomi
adalah satu-satunya tindakan yang sama sekali membuang organ yang prolaps itu. Bagi
wanita yang telah mempunyai anak, atau yang tidak mau hamil lagi, maka histerektomi
pervaginum adalah pilihan yang sesuai untuk penanganan. Pilihan operasi tergantung kepada
jenis prolaps yang dialami pasien, umur, keinginan mempunyai anak lagi atau tidak, keaktifan
seksual, ketrampilan operator dan juga pendapat pasien.
PROGNOSIS
Sebagian besar wanita dengan prolapsus uteri ringan tidak mengalami gejala dan tidak butuh
pengobatan. Pessarium vagina dapat sangat efektif untuk banyak wanita dengan prolapsus
uteri.tindakan operasi selalu memberikan hasil yang memuaskan, meskipun beberapa wanita
mungkin membutuhkan pengobatan lagi di masa akan datang untuk prolapsus dinding vagina
yang berulang
KOMPLIKASI
komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:
1)

Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.

Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa
vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan berwarna keputih-putihan.
2)

Dekubitus

Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian dalam,
hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam
keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita
berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan
adanya karsinoma.
3)

Hipertrofi serviks dan elangasio kolli

Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus
masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan
pembuluh darah serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa

lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari
biasa.
4)

Gangguan miksi dan stress incontinence

Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kencing tidak dapat
dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter, sehingga bisa
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk
sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress incontinence.
5)

Infeksi jalan kencing

Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke
atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya, hal itu dapat menyebabkan
gagal ginjal.
6)

Kemandulan

Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali keluar dari
vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7)

Kesulitan pada waktu partus

Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat timbul kesulitan
di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8)

Hemoroid

Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul hemoroid.
9)

Inkarserasi usus halus

Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan tidak dapat
direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang
terjepit itu.

Anda mungkin juga menyukai