Anda di halaman 1dari 6

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya

Volume 9, Nomor 2, Agustus 2005

Pengkajian Konduksi Panas Tak Tunak 2D Berdasarkan


Hasil Tinjauan Komputasi Numerik
Hari Wisodo
Jurusan Fisika UM, Jl. Surabaya 6, Malang 65145 Tlp. (0341) 552125
E-mail: wisodo fisikaum@yahoo.com

Intisari : Pengkajian masalah konduksi panas tak tunak 2D telah berhasil dilakukan berdasarkan
hasil tinjauan komputasi numerik. Dilakukan normalisasi terhadap persamaan konduksi panas yang
dapat memberikan beberapa keuntungan komputasi. Diskretisasi dilakukan dengan menggunakan
metode beda hingga (finite difference) skema FTCS. Pemilihan nilai step waktu t harus memenuhi
syarat stabilitas yang terkait dengan penggunaan tersebut.

Kata kunci : konduksi, FTCS

PENDAHULUAN

saja belum mencukupi karena hasil nilai-nilai


numerik yang diharapkan baru akan muncul
setelah diproses di komputer. Karena itu diperlukan bahasa komputer atau piranti tertentu yang biasanya berupa perangkat lunak berbentuk paket siap pakai sehingga
pemakai dapat berkomunikasi dengan komputer dan memerintahkannya untuk melakukan proses komputasi seperti yang diharapkan. Pemahaman tentang watak-watak alur
langkah komputasi (algoritma) serta watak
komputer itu sendiri tentunya sangat membantu dalam melakukan trik dan manipulasi
untuk optimasi proses komputasi.

Fisika Komputasi (Computational Physics)


merupakan bidang yang mengkaji masalah
fisika berdasarkan hasil tinjauan komputasi
numerik [1]. Fisika komputasi sekarang telah
diterima secara luas sebagai bentuk pendekatan ketiga fisika, selain fisika teori dan
fisika eksperimen, dalam mempelajari fisika.
Penghargaan Nobel Kimia untuk Pope dalam
pengembangan teori fungsional kerapatan
(density functional theory) untuk molekul menunjukkan peranan fisika komputasi yang semakin mantap.
Bidang fisika komputasi tidak hanya memerlukan pemahaman fisika tetapi juga
metode numerik dan bahasa pemrograman.
Fisikawan komputasi perlu memiliki keterampilan untuk mengubah persamaan matematis atau hukum fisika ke dalam bentuk diskret
yang sesuai sedemikian sehingga informasi fisis mengenai perilaku sistem dan penyelesaiannya dapat diwakili oleh angka-angka atau
nilai-nilai numerik. Metode pengubahan persamaan matematis ke bentuk diskret beserta berbagai metode penyelesaiannya ini biasa
disebut metode numerik.
Pemahaman mengenai metode numerik itu
ISSN 1410-3273

Persamaan difusi dipilih mengingat persamaan ini sering muncul di dalam persoalan fisika. Persamaan difusi digunakan
untuk mendeskripsikan beberapa fenomena
fisika yaitu difusi molekuler, konduksi termal, viskositas [2], dan superkonduktivitas
[3]. Tulisan ini menyajikan penentuan penyelesaian persamaan difusi pada masalah konduksi termal dua dimensi dengan metode beda hingga (finite difference) untuk sekema
Forward Time Centere Space (FTCS).
67

c 2005 Jurusan Fisika UM


Pengkajian Konduksi Panas Tak Tunak 2D . . .


2

SISTEM FISIS

Ditinjau penghantar panas persegi dengan luas penampang L L yang terletak di bidang
xy dengan salah satu sudutnya terletak di
pusat koordinat seperti disajikan pada Gambar 1. Penghantar ini dipandang sebagai tampang lintang (cross section) penghantar tiga
dimensi yang panjangnya tak hingga dan homogen dalam arah panjangnya. Mula-mula
penghantar bertemperatur T0 . Pada saat t =
0, sisi penghantar yang terletak di x = L dan
di y = L secara bersamaan ditempelkan pada
reservoir bertemperatur Tb dimana Tb > T0 .
Sementara pada sisi penghantar yang terletak
di x = 0 dan di y = 0 dijaga sedemikian rupa
sehingga tidak ada aliran kalor. Selanjutnya
akan dicari keadaan sistem pada saat t.

Gambar 1: Sistem fisis yang ditinjau.

Persamaan yang sesuai dengan keadaan sistem fisis tersebut adalah persamaan difusi
yang berbentuk
T
=D
t

2T
2T
+
x2
y 2


(1)

dengan D = /c adalah tetapan difusi,


adalah konduktifitas termal penghantar,
adalah massa jenis penghantar, dan c adalah
panas jenis penghantar. Persamaan diferensial parsial (1) termasuk bertipe persamaan
diferensial parsial parabolik.
Syarat batas yang harus dipenuhi agar didapatkan penyelesaian yang unik adalah berjenis Derichlet untuk
T (L, y, t) = Tb ,
T (x, L, t) = Tb ,

(2)
(3)

68

dan berjenis Neumann untuk



T (x, y, t)
= 0,

x
(0, y)

T (x, y, t)
= 0.

y
(x, 0)
3

(4)
(5)

BENTUK TAK BERDIMENSI


DAN DISKRETISASI

Persamaan (1) diselesaikan melalui pendekatan numerik dengan menggunakan pendekatan beda hingga untuk derivatifnya. Terlebih dahulu persamaan tersebut dinormalisir. Cara ini setidaknya dapat memberikan
tiga keuntungan. Pertama, nilai yang terlibat dalam komputasi dapat dijamin tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Kedua, persamaan yang terlibat menjadi berbentuk sederhana. Ketiga, dimungkinkannya diperoleh ketelitian proses komputasi yang tinggi mengingat angka numerik yang terlibat berorde besar sesuai batas ketelitian komputer.
Dalam upaya untuk menormalisir persamaan (1), didefinisikan satuan universal bagi semua variabel yang terlibat, yaitu
x
y
, y0 = ,
L
L
t
=
,
L2 /D
T T0
=
.
Tb T0

x0 =

(6)

t0

(7)

T0

(8)

Pada persamaan (6) tampak bahwa x dan y


dinormalisir terhadap L yang berarti bahwa
kedua variabel ini diukur dalam satuan universal L. Pemilihan ini akan menjamin x0 dan
y 0 bernilai [0, 1]. Mengingat sistem yang ditinjau, temperatur penghantar T (x, y, t)
hanya akan bernilai T0 T Tb .
Penormalisiran
temperatur
T
seperti
yang diberikan pada persamaan (8) menjamin T 0 bernilai [0,1].
Penormalisiran
x, y, dan T semacam ini mengharuskan
variabel waktu t dinormalisir terhadap L2 /D
yang juga menjadi satuan universal bagi
variabel t. Selanjutnya jika persamaan (6),
(7), dan (8) disubstitusikan ke persamaan (1)
untuk setiap variabel yang sesuai, diperoleh

FOTON/Vol. 9 No. 2/Agustus 2005

69

Hari Wisodo

persamaan (1) yang ternormalisir, yaitu


T (x, y, t)
2 T (x, y, t) 2 T (x, y, t)
=
+
(9)
t
x2
y 2
dengan tanda aksen telah dihilangkan. Sedangkan syarat batas yang ternormalisir diperoleh dengan cara mensubstitusikan T yang
diperoleh dari persamaan (8) ke persamaan
(2) dan (3) yang menghasilkan
T (1, y, t) = 1,
T (x, 1, t) = 1,

(10)
(11)
Gambar 2: Sistem grid yang ditinjau.

dan mensubstitusikan x, y, T yang diperoleh


dari persamaan (6) dan (8) ke persamaan (4)
dan (5) yang menghasilkan

T (x, y, t)
= 0,
(12)

x
(0, y)

T (x, y, t)
= 0.
(13)

y
(x, 0)
dengan tanda aksen juga telah dihilangkan.
Dalam upaya memperoleh bentuk diskret
persamaan (9), terlebih dahulu dilakukan
diskretisasi terhadap variabel-variabel yang
terlibat, yaitu variabel bebas x, y, t dan variabel terikat T (x, y, t). Grid komputasi yang
ditinjau diperoleh dengan cara membagi sistem fisis pada Gambar 1 ke dalam Nx Ny kisi
yang masing-masing kisi memiliki luas hx hy .
Pembagian semacam ini menghasilkan grid
komputasi yang uniform seperti ditunjukkan
pada Gambar 2. Karena itu bentuk diskret
variabel bebas x dan y adalah

suku derivatif terhadap waktu, digunakan


pendekatan beda maju Euler yaitu [1]

n+1
n
Ti,j
Ti,j
T (x, y, t)
=

t
t
(xi , yj , tn )
+ O(t)
(17)
yang hanya teliti sampai orde pertama dalam
t. Sedangkan derivatif terhadap ruang digunakan pendekatan beda terpusat yang hanya
menggunakan kuantitas T pada langkah waktu n, yaitu [1]

2 T (x, y, t)
=

x2
(xi , yj , tn )
n
n
n
Ti1,j
2Ti,j
+ Ti+1,j
+ O(h2x ), (18)
h2x

2 T (x, y, t)
=

y 2
(xi , yj , tn )
n
n
n
Ti,j1
2Ti,j
+ Ti,j+1
+ O(h2y ). (19)
h2y
Pengimplementasian ini menghasilkan

xi = (i 1)hx , i = 1, 2, , Nx + 1
yj = (j 1)hy , j = 1, 2, , Ny + 1

(14)
(15)

n+1
n
Ti,j
Ti,j
t

(16)

n
n
n
Ti1,j
2Ti,j
+ Ti+1,j
h2x
n
n
n
Ti,j1
2Ti,j
+ Ti,j+1
+
.
h2y
(20)

Sedangkan variabel terikat T (x, y, t) di


titik (xi , yj ) pada saat tn dinyatakan oleh
n
T (xi , yj , tn ) Ti,j
.
Bentuk diskret persamaan (9) diperoleh dengan cara mengimplementasikan pendekatan
beda hingga pada setiap derivatifnya. Untuk

Persamaan (20) disebut representasi FTCS.


Persamaan ini dapat diungkapkan dalam bentuk
t n
n+1
n
n
Ti,j
= Ti,j
+ 2 Ti1,j
+ Ti+1,j
hx

n
n
n
+ Ti,j+1
4Ti,j
, (21)
+ Ti,j1

dan bentuk diskret variabel bebas t adalah


tn = nt, n = 0, . . . , tmax .

FOTON/Vol. 9 No. 2/Agustus 2005

Pengkajian Konduksi Panas Tak Tunak 2D . . .


dengan telah dipilih hx = hy . Persamaan (21)
digunakan hanya untuk menghitung nilain+1
nilai Ti,j
yang terletak di interior, yaitu
 n+1

Ti,j : i = 2, . . . , Nx ; j = 2, . . . , Ny .
n+1
Nilai-nilai Ti,j
yang terletak di batas dihitung dengan rumus yang sesuai dengan syarat
batas yang telah ditetapkan. Temperatur pada sisi penghantar yang terletak di x = 1
dan y = 1 dihitung berdasarkan rumus yang
diperoleh dari syarat batas persamaan (10)
dan (11), yaitu
TNn+1
= 1, j = 1, . . . , Ny (22)
x +1,j
n+1
= 1, i = 1, . . . , Nx (23)
Ti,N
y +1

= 1,
TNn+1
x +1,Ny +1

(24)

Temperatur
pada
sisi
penghantar
yang
terletak
di
x = 0 dihitung berdasarkan rumus yang diperoleh dari persamaan (9) dengan memasukkan syarat batas persamaan (12). Berdasarkan Gambar 2, ditinjau T2,j pada saat
n
t = tn , T2,j
. Selanjutnya dengan menggunan
kan ekspansi Taylor, T2,j
diekspansikan di sekitar x = x1 , diperoleh

T (x, y, t)
n
n
T2,j = T1,j + hx

x
(x1 , yj , tn )

2
2
h T (x, y, t)
+ x

2!
x2
(x1 , yj , tn )
3
+ O(hx )
(25)
dimana hx = x2 x1 . Berdasarkan persamaan (12) diketahui suku kedua ruas kanan
persamaan (25) bernilai nol. Sehingga persamaan ini dapat dituliskan menjadi


2 T (x, y, t)
2
n
n
=
T

T
2,j
1,j

x2
h2x
(x1 , yj , tn )
+ O(hx ).
(26)
Jika di dalam persamaan (21) i = 1, suku
ke dua ruas kanan diganti dengan persamaan
(26), dan hx = hy , maka dapat diperoleh
n+1
n
T1,j
= T1,j
+


2t n
n
T2,j T1,j
2
hx

t n
n
n
T
2T1,j
+ T1,j+1
(27)
.
h2x 1,j1


70

Persamaan inilah yang selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai-nilai temperatur


 n+1 yang terletak
di x = 0, yaitu
T1,j : j = 2, . . . , Ny .
Temperatur pada sisi penghantar yang terletak di y = 0 dihitung berdasarkan rumus
yang diperoleh dengan cara yang sama seperti sebelumnya yaitu

t n
n+1
n
n
n
2Ti,1
+ Ti+1,j
Ti,1
= Ti,1
+ 2 Ti1,1
hx

2t n
n
Ti,2 Ti,1
,
(28)
+
2
hx
untuk i = 2, . . . , Nx .
Temperatur yang terletak di (x1 , y1 ) diperoleh berdasarkan nilai rerata temperatur dari
dua tetangga terdekatnya yaitu,
n+1
T1,1

n+1
n+1
T2,1
+ T1,2
.
=
2

(29)

SYARAT STABILITAS

Penggunaan persamaan (21) harus memenuhi


syarat stabilitas yang ungkapannya diperoleh
dengan cara sebagai berikut. Pertama mensubstitusikan [4]
n
Ti,j
= n eikx ihx eiky jhy

(30)

untuk hx = hy ke dalam persamaan


(21).

Dalam persamaan tersebut i = 1, kx dan


ky adalah bilangan gelombang spasial real,
dan = (kx , ky ) adalah bilangan kompleks
yang bergantung pada kx dan ky . disebut faktor amplifikasi (amplification factor ).
Berikutnya membagi kedua ruasnya dengan
n dan menggunakan kaitan
eikx hx + eikx hx 2 = 4 sin2 (kx hx /2) (31)
yang menghasilkan

4t 
= 1 2 sin2 (kx hx /2) + sin2 (ky hx /2)
hx
(32)
Persamaan (21) akan stabil jika dipenuhi
|| 1. Suku dalam tanda kurung {. . .}
dalam persamaan (32) maksimum bernilai 2.
Karena itu syarat stabilitas terpenuhi jika
4t
1.
h2x

(33)

Untuk pilihan hx = 0, 1 maka t 0, 0025.

FOTON/Vol. 9 No. 2/Agustus 2005

71
5

Hari Wisodo
PROGRAM DAN HASIL

Program untuk mengimplementasikan bentuk


diskret persamaan konduksi panas tak tunak
2D ditulis dalam MATLAB 6.5. Kode programnya ditunjukkan dalam Lampiran A.
Dalam simulasi digunakan hx = 0, 1 dan
t = 0, 0025.
Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3.
Warna bergerak mulai dari putih untuk T 0 =
0 atau T = T0 sampai hitam untuk T 0 = 1
atau T = Tb (diperoleh berdasarkan persamaan (8)). Berdasarkan Gambar 3 dapat
diamati pola perambatan kalor. Kalor merambat mulai dari sisi-sisi yang temperaturnya Tb , Gambar 3 (b). Pada saat t =
3L2 /D, hampir dicapai kesetimbangan termal
di seluruh bahan.

Gambar 3: Kontur konduksi panas pada plat


homogen pada saat (a) t = 2 (b) t = 10 (c) t = 15
dan (d) t = 30 dalam satuan L2 /D.

KESIMPULAN

Konduksi panas tak tunak 2D pada plat


homogen dapat disimulasikan berdasarkan
hasil tinjauan komputasi numerik. Terdapat
langkah-langkah yang harus dilakukan agar
hasil komputasi numerik dapat memberikan
informasi fisis mengenai perilaku sistem yang
ditinjau. Pemilihan lebar kisi dan lebar langkah waktu harus memenuhi syarat stabilitas
sebagai konsekuensi penggunaan metode beda hingga skema FTCS.

LAMPIRAN A :

KODE PROGRAM

function difusi
L = 1;
dt = 0.0025;
hx = 0.1;
perhx = 1/hx;
perhx2 = perhx*perhx;
Nx = L/hx;
Ny = Nx;
tmax = 20;
for i = 1:Nx
for j = 1:Ny
T(i,j)=0;
end
end
for j = 1:Ny
T(Nx+1,j)=1;
end
for i = 1:Nx
T(i,Ny+1)=1;
end
T(Nx+1,Ny+1)=1;
for t=1:tmax
for i = 2:Nx
for j = 2:Ny
T(i,j) = dt*perhx2*(T(i-1,j)
+T(i+1,j)+T(i,j-1)
+T(i,j+1)-4*T(i,j))+T(i,j);
end
end
for j = 2:Ny
T(1,j) = T(1,j)
+ 2*dt*perhx2*(T(2,j)-T(1,j))
+ dt*perhx2*(T(1,j-1)-2*T(1,j)+T(1,j+1));
end
for i = 2:Nx
T(i,1) = T(i,1)
+ dt*perhx2*(T(i-1,1)-2*T(i,1)+T(i+1,1))
+ 2*dt*perhx2*(T(i,2)-T(i,1));
end
T(1,1)=0.5*(T(2,1)+T(1,2));
save suhu20.dat T -ascii
clf
pcolor(T)
colorbar vert
cxs=max(max(abs(T)));
caxis([0 1]);
shading interp
drawnow
end

PUSTAKA
[1] Vesely, F. J. 1994. Computational
Physics: An Introduction. New York:
Plenum Press. hal. 14, 17.

FOTON/Vol. 9 No. 2/Agustus 2005

Pengkajian Konduksi Panas Tak Tunak 2D . . .


[2] Alonso, M. dan Finn, E. J. 1992. DasarDasar Fisika Universitas Edisi Kedua
Jilid 1 Mekanika Dan Termodinamika.
Penerbit Erlangga. hal. 356-369.
[3] Winiecki T. dan Adams C. S. 2002.
A Fast Semi-Implicit Finite-Difference
Method for the TDGL Equations. Journal of Computational Physics. Vol. 179
hal. 127 - 139.
[4] Press, W.H., Teukolsky S.A., Vetterling, W.T., dan Flannery, B.P. 1992. Numerical Recipes in FORTRAN: The Art
of Scientific Computing 2ed. New York:
Cambridge University Press. hal. 845.

FOTON/Vol. 9 No. 2/Agustus 2005

72

Anda mungkin juga menyukai