Anda di halaman 1dari 10

Hipotermia Neonatus di Afrika Sub-Sahara: Sebuah Review

Latar Belakang: Hipotermia merupakan faktor utama morbiditas dan mortalitas pada neonatus
di negara berkembang. Prevalensi hipotermia yang tinggi telah dilaporkan secara luas bahkan di
negara tropis yang hangat. Walaupun telah dibuat suatu rekomendasi World Health Oranization
(WHO) tentang rantai penanganan hipotermia pada perawatan bayi baru lahir, hipotermia tetap
menjadi suatu kondisi pada neonatus yang sulit dikenali, kurang didokumenasikan, dan kurang
diberikan penanganan yang adekuat.
Obyektif: Review ini bertujuan memberikan informasi mengenai insidensi dan faktor risiko
hipotermia pada neonatus, serta overview patofisiologi dan pilihan manajemen hipotermia untuk
neonatus di Afrika Sub-Sahara.
Material dan Metode: Semua literatur yang telah dipublikasikan mengenai hipotermia pada
neonatus dicari secara manual dan dengan bantuan alat elektronik. Referensi elektronik utama
yang digunakan adalah Pubmed, Embase, Ajol, Cochrane Reference Library, dan Google
Scholar. Istilah yang digunakan untuk mencari literatur adalah hipotermia neonatus, stres
dingin pada bayi baru lahir, perawatan termal pada bayi baru lahir, termogenesis neonatus,
dan cedera dingin neonatus. Data dalam format yang tidak dapat diakses oleh reviewer
dieksklusi.
Hasil dan Kesimpulan: Hipotermia neonatus merupakan kondisi kesehatan masyarakat yang
penting di Afrika Sub-Sahara. Kesadaran terhadap beban yang ditimbulkan keadaan hipotermia
ini masih rendah di beberapa komunitas. Faktor risiko hipotermia neonatus yaitu kemiskinan,
persalinan di rumah, berat badan lahir rendah, memandikan bayi terlalu dini, penundaan
pemberian air susu ibu, dan pengetahuan yang kurang dari petugas kesehatan. Fasilitas teknologi
rendah untuk mencegah kehilangan panas dan menyediakan kehangatan untuk bayi sudah
tersedia di Afrika Sub-Sahara, selain itu diperlukan juga usaha yang terus menerus untuk
memberikan edukasi pada orang yang merawat bayi tentang kebutuhan termal pada bayi baru
lahir.
Kata kunci: hipotermia neonatus, termogenesis neonatus, afrika sub-sahara, perawatan termal

Pendahuluan
Lebih dari 1,1 juta neonatus mati, menyumbang 28% beban global, terjadi di Afrika Sub-Sahara
seperti Nigeria, Ethiopia, Republik Demokratik Kongo, dan Tanzania, berkontribusi sebesar 6%,
4%, 3%, dan 2% beban kematian neonatus secara global. 1 Hipotermia memainkan peran yang
signifikan dalam penyebab kematian neonatus.2,3 Pengenalan kebutuhan termal neonatus dan
hubungan antara lingkungan yang hangat dan lembab serta kemampuan bertahan hidup bayi
berat badan lahir rendah mencetuskan pengembangan inkubator pada tahun 1900-an. 4 Di
samping itu, WHO telah membuat guideline dalam rangka peningkatan manajemen neonatus
dengan risiko hipotermia.5 Selain hal-hal tersebut, hipotermia pada neonatus masih menjadi
tantangan pada kesejahteraan neonatus di negara berkembang. Walaupun insidensi secara pasti
dari kondisi hipotermia neonatus tidak diketahui, sekitar 17 juta neonatus mengalami hipotermia
di negara berkembang6 dan di beberapa bagian Afrika Sub-Sahara. Dalam beberapa penelitian,
insidensi hipotermia sekitar 60% hingga 85%.2,7 Insidensi yang hipotermia pada neonatus yang
tinggi tidak berhubungan dengan adanya praktek kesehatan tradisional yang membahayakan 8,9
seperti memercikkan air dingin ke bayi sesaat setelah lahir, memandikan bayi baru lahir terlalu
dini, menunda pemberian ASI, dan diagnosis yang kurang tepat dari petugas kesehatan. 5,9,10
HIpotermia neonatus berhubungan dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Sebuah
studi di Tanzania menunjukkan peninkatan kematian sebesar empat kali lipat karena hipotermia. 2
Review ini bertujuan memberikan informasi pada petugas kesehatan tentang kebutuhan termal
neonatus sehingga dapat dilakukan tindakan preventif, pengenalan, dan intervensi.pengetahuan
tentang perubahan patofoisiologi yang disebabkan oleh hipotermia sangat berguna untuk
menyediakan perawatan antisipatif pada bayi yang berisiko.
Patofisiologi hipotermia pada neonatus
Transisi termoregulasi fetus ke neonatus. Selama masa fetus, termogenesis maternal
mempertahankan suhu fetus tetap stabil.11,13 Selain itu, fetus juga memproduksi panas melalui
respirasi selular dengan kecepatan yang konstan yaitu 33 sampai 47 kalori/kg/menit, 13 sehingga
terjadi perbedaan suhu fetus dan ibu sekitar 0,45C hingga 0,5C.13,14 Termogenesis lemak coklat
tidak terjadi dalam keadaan in utero.15 Faktor plasenta seperti prostaglandin E2 dan adenosine
merupakan inhibitor termogenesis in utero.15 Termogenesis yang efektif setelah kelahiran
memerlukan kombinasi separasi lipolisis inhibitor plasenta, peningkatan oksigen dari proses

pernapasan, dan stimulasi reseptor dingin kulit.15 Seperti anak yang lebih besar dan dewasa yang
telah memiliki sistem termogenesis yang baik, respon bayi baru lahir terhadap dingin masih
belum efektif. Selain itu, bayi yang prematur memiliki respon vasomotor yang buruk dan
bervasokonstriksi secara adekuat untuk mencegah kehilangan panas.11 Kelemahan termogenik ini
terjadi karena permukaan kulit yang luas/rasio berat badan, kepala yang reatif besar, serta lapisan
kulit dan lemak subkutan yang tipis. Karena perbedaan karakteristik tubuh ini, kehilangan panas
pada bayi baru lahir adalah empat kali lebih besar daripada dewasa per unit berat badan.15,16
Empat mekanisme yang terlibat pada proses kehilangan panas yaitu konduksi, konveksi,
evaporasi, dan radiasi. Transfer energi radiasi dari proses radiasi permukaan tubuh melalui emisi
gelombang elektromagnetik inframerah ke benda padat yang lebih dingin di sekitarnya namun
tidak melalui kontak langsung tubuh mungkin merupakan rute transfer panas paling penting pada
bayi yang berusia lebih dari 28 minggu 17 sedangkan kehilangan panas melalui evaporasi
merupakan rute penting kehilangan panas pada bayi berat badan lahir rendah karena tingginya
penguapan transepidermal melalui epidermis tidak berkeratin.17 Penguapan melalui kulit dan
slauran napas erjadi pada kecepatan 19,1 kalori/kg/menit terutama pada area dengan kelembaban
yang relatif rendah.18 Pelepasan panas melalui konveksi terjadi ke lingkungan dengan udara yang
lebih dingin dan hal ini tergantung pada kecepatan dan suhu udara di sekitar bayi saat kehilangan
panas melalui konduksi terjadi melalui transfer panas ke permukaan yang lebih dingin pada
kontak langsung dengan tubuh seperti sprei atau kasur.17
Produksi panas pada bayi baru lahir sebagian besar didapat melalui termogenesis tanpa proses
menggigil, yang terjadi ketika suhu kulit jatuh sampai 36C. 17,19 Walaupun perubahan perilaku
seperti postur fleksi, menggigil, atau berpindah ke tempat yang lebih hangat dapat dilihat pada
bayi aterm,15,20 hal ini tidak mempengaruhi poduksi panas pada bayi yang dingin. Termogenesis
tanpa proses menggigil pertama kali terjadi pada lemak coklat, suatu jaringan khusus yang
terbentuk pada usia kehamilan 26-28 minggu pada region skapular, tengkuk, dan sektar otot
leher, meluas hingga di bawah klavikula hingga ke aksila.11,19,20 Lemak coklat juga terdapat di
mediastinum di sekitar trakhea, esofagus, jantung, dan paru-paru. Proporsi lemak coklat di
sekitar pembuluh darah besar di leher dan thorax, interkosta, arteri mammaria, dan aorta
abdominalis menyebabkan transfer panas yang cepat ke sirkulasi.

Lemak coklat memiliki banyak jaringan kapiler dan mitokondria dengan rantai enzim respirasi
dan diinervasi oleh serabut simpatis.12,19,21 Stres dingin menstimulasi akhir saraf simpatis untuk
melepaskan norepinefrin yang akan berikatan dengan reseptor adrenergik 3 dan 1 ada sel lemak
dan menyebabkan peningkatan adenosine 3-5-siklik fosfat melalui kerja adenilat siklase. 12,15,19,21
Sinyal intraselular ditransmisikan melalui cAMP dan protein kinase A, menyebabkan pelepasan
asam lemak dari trigliserida.21 Oksidasi asam lemak dan aktivitas siklus asam sitrat
menyebabkan berkurangnya pembentukan elektron pembawa yang kemudian teroksidasi melalui
rantai transport electron.21 Hal ini menyebabkan proton terpompa keluar dari mitokondria dan
pembentukan energi proton yang mendorong proton kembali ke matriks mitokondria melalui
kerja protein 32 kDa yang disebut protein termogenin tidak berpasangan. 12,15,19,21 Energi ini
disimpan dalam proton yang kemudian dilepaskan sebagai panas. 21 Sekitar 2,5 kalori dibebaskan
per gram lemak coklat.
Segera setelah lahir, terjadi penurunan yang cepat dari suhu tubuh, 11 terutama jika tidak ada
perhitungan preventif. Beberapa faktor lingkungan dan neonatal yang berhubungan dengan
pelepasan panas pada bayi baru lahir: perbedaan suhu ruangan bersalin dengan suhu cairan
amnion, sekitar 10C,11 kulit bayi yang basah dan permukaan tubuhnya luas. 20 Relatif terhadap
berat badan, luas permukaan kulit bayi baru lahir tiga kali daripada luas permukaan kulit
dewasa.22 Kehilangan panas tergantung pada keadaan permukaan kulit.22 Sehingga kehilangan
panas pada bayi baru lahir sekitar empat kali besarnya kehilangan panas pada dewasa. 22 Bayi
prematur rentan terhadap kehilangan panas karena lemak subkutan yang sedikit, kurangnya
lapisan stratum korneum pada kulit, dan kurang berkembangnya jalur-jalur anatomi dan kimia
autonom.20 Walaupun bayi aterm dapat meningkatkan produksi panas sampai dengan dua kali
kecepatan produksi panas intrauterin dalam merespon stimulus dingin dari lingkungan yang
baru,19 peningkatan produksi panas ini masih belum cukup untuk mencegah jatuhnya suhu tubuh
terutama pada hari pertama kehidupan.23 Kecepatan kehilangan panas adalah sekitar 100-200
kalori/kg/menit,16,18 dengan penurunan suhu tubuh sekitar 0,2-1,0C per menit.11 Ketika terjadi
kehilangan panas sebagai respon terhadap besarnya produksi panas, suhu tubuh turun hingga di
bawah nilai normal 36,5 - 37,5C5,17 dan terjadi hipotermia sebagai akibatnya.
Kehilangan panas juga terjadi pada bayi baru lahir pada negara yang relatif panas di Afrika SubSahara.10,24,25 Perbahan pada suhu tubuh sekitar lima menit setelah kelahiran pada bayi baru lahir

di negara yang relatif panas dan lembab di bagia selatan Nigeria. 24 Dengan demikian,
kewaspadaan perlu ditingkatkan untuk mencegah hipotermia pada neonatus.
Efek Patofisiologi pada Hipotermia Neonatus
Terdapat kekurangan pada data perubahan patofisiologi pada bayi baru lahir dengan
hipotermia.Observasi pada bayi baru lahir yang mendapat terapi hipotermia 26,30 telah
menhasilkan informasi yang berguna. Data ini, bersamaan dengan data pada studi pada hewa, 31,32
dan observasi pada dewasa,33,36 telah menghasilkan pemahaman yang bermakna pada efek
patofisiologi hipotermia neonatus, di mana pengetahuan ini sangat dibutuhkan untuk manajemen
yang optimum dari hipotermia neonatus.
Reaksi awal bayi terhadap stimulus dingin adalah konservasi panas dengan cara vasokonstriksi
perifer yang diikuti dengan produksi panas,35,37 yang keduanya dimediasi oleh aktivitas simpatis.
Peningkatan aktivitas simpatis yang menginduksi lipolisis meningkatkan produksi panas dan
volum sekuncup, yang kemudian akan meningkatkan cardiac output dan tekanan darah.
Mekanisme homeostasis ini menyebabkan tejadinya produksi dan distribusi panas. Namun
proses hipotermik terus berlanjut, respon ini mulai menurun dengan kecepatan yang setara
dengan derajat hipotermia.35
Berkebalikan dengan keyakinan bahwa stres dingin diperlukan saat lahir untuk menstimulasi
pernapasan,5 tidak ada bukti bahwa hipotermia memiliki efek menguntungkan pada inisiasi dan
mempetahankan respirasi spontan yang regular saat lahir.5 Selain itu, terdapat banyak bukti
bahwa hipotermia berbahaya. Hipotermia yang berkepanjangan berhubungan dengan gangguan
pertumbuhan, kerentanan terhadap infeksi, dan mortalitas yang tinggi.5,38 Hipotermia
berpengaruh secara langsung pada semua sistem, walaupun derajat pengaruh bervariasi pada tiap
sistem.
Perubahan pada Metabolisme
Pada onset hipotermia, kecepatan metabolisme meningkat dengan konsumsi oksigen meningkat
dari 4-6 ml/kg/menit pada normotermia.23,39-42 hingga 15 mg/kg/menit dalam kondisi
hipotermik.39 Namun demikian, dengan perpanjangan dan progresi hipotermia, konsumsi oksigen
dan metabolisme total tubuh dapat menurun pada kecepatan sekitar 6% per penurunan derajat

Celsius pada suhu tubuh. Kekurangan cadangan karbohidrat, protein, dan lemak tubuh dapat
terjadi karena efek kortisol, katekolamin, dan pelepasan hormon stres lain. 15,29 Pada 53 bayi baru
lahir di Benin City, Nigeria, Omene et al.,24 terlihat hubungan yang berkebalikan antara
kehilangan panas dan kadar glukosa serum, sehingga pada keadaan hipotermia akan terjadinya
hipoglikemia pada bayi baru lahir.
Perubahan pada Kadar Elektrolit Serum
Dapat terjadi fluktuasi kadar elektrolit serum yang tidak terprediksi pada keadaan hipotermia. 43
Studi ekspermental dan klinis26,27,31,44 telah memperlihatkan beberapa kasus hipokalemia pada
hipotermia derajat sedang. Hipokalemia terjadi karena perubahan (shift) kalium intraselular,
namun dengan hipotermia yang berat, kehilangan kalium dari sel dapat terjadi, yang
menyebabkan hipokalemia berat, dengan kadar sebesar 2,8 mmol/l. 27 Hipotermia dapat
menyebabkan terjadinya aritmia sehingga diperlukan monitoring selama terapi hipotermia.
Walaupun hipomagnesemia dan hipofosfatemia telah dilaporkan pada hipotermia yang diterapi, 45
kadar natrium serum tetap normal.44 Studi yang lebih lanjut dipelukan untuk mengevaluasi efek
hipotermia pada konsentasi anion dan kation serum.
Perubahan pada Sistem Respirasi
Di samping peningkatan respirasi spontan, hipotermia menekan pernapasan pada derajat yang
proporsional dengan derajat keparan hipotermia.36 Selain itu, studi yang dilakukan oleh Ceruti42
dan McCormick et al.,32 memperlihatkan hambatan pada respon ventilasi hipoksia pada bayi baru
lahir yang hipotermik. Studi yang dilakukan oleh KIley et al.,36 pada kucing menunjukkan
pendinginan pada otak hingga 30,5C yang menyebabkan penurunan frekuensi yang besar
dengan perpanjangan waktu inspirasi dan ekspirasi. Penurunan ventilasi mungkin disebabkan
oleh penurunan metabolisme,46 efek langsung suhu dingin pada sistem respirasi, 40 dan hambatan
pelepasan neurotransmitter asam amino eksitatorik seperti glutamat pada nukleus solitaries.32,36,47
Efek pada Gas Darah
Saturasi oksigen bernilai normal pada keadaan hipotermia, 28 namun demikian, salah satu pasien
pada studi yang dilakukan oleh Thoresen dan Whitelaw28 mengalami desaturasi yang nyata
ketika suhu rektal jatuh di bawah suhu 33C. Hipotermia meningkatkan afinitas hemoglobin

terhadap oksigen, namun penurunan kebutuhan oksigen pada hipoteria sedang dan membuat hal
ini tidak bermakna secara klinis. Pulse oximetry transkutan cukup akurat digunakan pada bayi
yang mengalami hipotermia,48 sehingga penilaian saturasi oksigen dinilai kurang praktis.
Hipotermia menyebabkan penurunan pCO2 arteri dan peningkatan pH darah. 49 Hal ini relevan,
karena PaCO2 yang rendah menyebabkan vasokonstriksi serebral dan memperburuk keadaan
perfusi otak yang rendah yang telah terjadi pada pasien dengan hipotermia.49
Perubahan pada Sistem Kardiovaskular
Pada onset hipotermia, rangsang simpatis yang kuat menyebabkan peningkatan frekuensi detak
jantung, cardiac output, dan mean arterial pressure.28 Namun, dengan progresivitas episode
hipotermia, penurunan linier pada cardiac output dengan kecepatan 7% per derajat Celsius
penurnan suhu tubuh.50 Bradikardia dapat terjadi karena depolarasiasi sel pacemaker jantung, dan
hal

ini

biasanya

refrakter

terhadap

obat

simpatomimetik

seperti

atropin. 43

Studi

elektrokardiografi (EKG) pada bayi hipotermia memperlihatkan kecepatan sinus, perjangan


interval PR, dan perluasan kompleks QRS, panperpanjangan Q-T interval,27,51,52 dan peningkatan
sekmen ST pada suhu di bawah 33C. Pada studi yang dilakukan oleh Gunn et al.,51 EKG yang
dilakukan pada bayi yang bradikardia memperlihatkan perpanjangan interval QT yang nyata,
namun tidak terjadi aritmia. Walaupun perpanjangan interval QT tanpa adanya

aritmia

ventricular sepertinya aman, monitoring ketat sangat penting untuk dilakukan dan obat yang
menyebabkan perpanjanganinterval QT harus dihindari.51 Aritmia yang signifikan terjadi pada
bayi baru lahir dengan suhu tubuh di bawah 32C, 26,27 hal ini menunjukkan bahwa aritmia bukan
merupakan hal yang tidak umum pada neonatus. Berkebalikan dengan hal tersebut, beberapa
peneliti33,34 menemukan adanya kejadian atrial fibrilasi yang cukup sering walaupun pada suhu
yang tinggi, yaitu 35C, pada dewasa. Adanya gelombang J Osborn pada EKG juga disebutkan
pada beberapa penelitian33,35 sebagai tanda peringatan akan terjadinya fibrilasi ventrikel.
Walaupun tidak ditemukan gelombang J pada studi yang dilakukan pada neonatus, 50,51 tetap
ditekankan pentingnya monitoring EKG dalam manajemen hiptermia pada neonatus.
Efek pada Ginjal
Efek hipotermia neonatus pada fungsi ginjal belum diketahui secara pasti. Sebuah studi yang
dilakukan pada kelinci yang baru lahir yang dipaparkan pada keadaan hipotermia

mengindikasikan peninurunan perfusi renal sebesar 30%, penurunan filtrasi glomerulus sebesar
20%, dan penurunan produksi urin ketika suhu di bawah 2C. Studi lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui efek hipotermia pada ginjal neonatus. Pada studi yang dilakukan pada orang dewasa,
terjadi dieresis dingin karena hipotermia sedang yang disebabkan oleh peningkatan ativitas
simpatis serta penurunan resorpsi air dan natrium.33,53 Hal ini tidak terjadi pada studi yang
dilakukan pada neonatus.
Perubahan pada Traktus Gastrointestinal
Aliran darah ke intestinum menurun karena adanya hipotermia yang menyebabkan penurunan
cardiac output.54 Hal ini mungkin yang menyebabkan penurunan motilitas intestnum, dan
kadang, dilatasi dilatasi lambung dan intestinum. Distensi abdomen ditemukan pada suhu di
bawah 34C pada bayi dan orang dewasa. 33,55 Hal ini harus menjadi perhatian ketika memberikan
makan secara enteral pada bayi yang mengalami hipotermia, karena hal ini akan meningkatkan
risiko terjadinya enterokolitis nekrotikans. Pada studi yang dilakukan oleh Yu et al.,56 hipotermia
merupakan satu-satunya faktor yang paling sering muncul pada pasien dengan enterokolitis
nekrotikans. Studi ini merupakan publikasi terbaru57 yang menunjukkan bahwa keadaan
hipotermia melindungi bayi prematur dari enterokolitis nekrotikans karena penurunan stres
oksidatif dan pencegahan terhadap infiltrasi neutrofil pada intestinum. 57 Studi lebih lanjut
diperlukan untuk mengethaui efek pasti stres dingin pada traktus gastrointestinal.
Perubahan pada Darah
Hipotermia berat pada orang dewasa menyebabkan peningkatan viskositas darah dan volume sel
darah yang reversibel terhadap normotermia. 58,59 Secara umum, kadar hematokrit akan meningkat
2% setiap penurunan suhu tubuh sebesar 1C.43 Pada bayi baru lahir, Mann dan Elliot 60
melaporkan bayi baru lahir yang mengalami hipotermia memiliki kadar hematokrit sebesar 73%.
Peningkatan hematokrit disebabkan karena sekuestrasi plasma pada kapiler.35 Tidak seperti
hematokrit, jumlah platelet menurun pada keadaan hipotemia. Pada beberapa studi yang
dilakukan pada bayi baru lahir29,30,47,61 didapatkan jumlah platelet yang rendah dan perpanjangan
prothrombin time. Empat dari 16 bayi asfiksia pada studi yang dilakukan oleh Azzopardi et al.,27
terdapat koagulasi yang abnormal yang memerlukan terapi berupa fresh frozen plasma. Beratnya
gangguan koagulasi pada bayi baru lahir mungkin berhubungan dengan efek kombinasi dari

asfiksia dan hipotermia sehingga sulit untuk menyatakan bahwa hanya keadaan hipotermia saja
yang menyebabkan gangguan koagulasi.
Penyebab gangguan koagulasi pada dalam keadaan hipotermia adalah multifaktorial, termasuk
trombositopenia62 (karena sekuestrasi platelet pada sistem retikuloendotelial dan kemungknan di
intestinum),36 trombositopati dan koagulopati konsumsi.47,63 Kaplan dan Eidelman62 melaporkan
kadar platelet kurang dari 50.000/mm3 pada 50% bayi dengan hipotermia berat. Koagulopati juga
terjadi karena kegagalan reaksi enzimatik kaskade pembekuan darah karena penurunan suhu
tubuh.43 Darah yang stagnan yang disebaban oleh hipotermia, disintegrasi sel darah merah
dengan pelepasan tromboplastin adalah beberapa faktor yang menyebabkan defek koagulasi pada
hipotermia.63 Disfungsi sel darah putih disebabkan oleh penurunan aktivitas kemotaktik
neutrofil,64 gangguan fagositosis,65 dan penundaan pelepasan sitokin66 merupakan penyebab
mudahnya seseorang mengalami infeksi bakterial pada keadaan hipotermia.
Perubahan pada Sistem Saraf
Hipotermia menyebabkan penurunan aliran darah otak49 dan menyebabkan penurunan kecepatan
metabolisme serebral sebesar 6%-7% per derajat Celsius penurunan suhu tubuh pada orang
dewasa.35,43 Kombinasi efek penuruanan aliran darah dan penurunan mikrosirkulasi (karena
peningkatan viskositas) dapat menyebabkan penurunan kesadaran mental dan derajat
kesadaran.33,43 Kaskade kejadian yang menyebabkan gangguan fungsi serebral dalam keadaan
hipotermia telah dilaporkan. Kesadaran mulai menurun pada suhu tubuh di bawah 35C dan pada
pada suhu 30C kesadaran biasanya hilang. Pupil berdilatasi dan menjadi tidak reaktif pada suhu
tubuh di bawah 30C.43 Respon pupil terhadap cahaya hilang pada suhu tubuh 28C hingga
32C,67 dan refleks batang tubuh hilang ketika suhu tubuh tueun di bawah 28C. 67 Pada suhu
tubuh di bawah 20C, elektroensefalografi menjadi datar.35,43 Walaupun pola respon neurologis
dalam keadaan hipotermia ini secara umum akan terlihat pada orang dewasa, terdapat sedikit
keraguan dalam dalam hal ini juga akan terjadi pada bayi baru lahir. Perubahan neurologis ini
memiliki implikasi klinis pada evaluasi pasien yang sakit berat. Karena kadaan hipotermia akan
menurukan sitotoksin otak, kebutuhan metabolik, dan menghambat apoptosis, 68 bayi baru lahir
dengan ensefalopati dibuat dalam keadaan hipotermia dan dengan demikian akan banyak terjadi
false diagnosis kematian otak. American Acedemy of Pediatric merekomendasikan
menghangatkan pasien hingga suhu > 35C sebelum membuat diagnosis kematian otak. 69 Pada

pemeriksaan MRI ditemukan thrombosis serebral dan infark cerebellar pada tiga bayi baru lahir
dengan hipotermia27 menunjukkan bahwa kondisi ini terjadi pada bayi dengan hipotermia dan
akan membutuhkan deteksi dini dan manajemen yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai