PENDAHULUAN
BAB II
EPILEPSI
2.1 Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa
provokasi. Sedangkan yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi
(epileptic seizure) adalah manifestasi klinik yang disebabkan oleh aktivitas
listrik otak yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron.
Manifestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan sementara berupa
perubahan perilaku yang stereotipik, dapat menimbulkan gangguan
kesadaran, gangguan motorik, sensorik, otonom, ataupun psikik.
Bangkitan epilepsi dapat terjadi mengikuti gangguan metabolik,
traumatik, anoksia, atau infeksi otak (diklasifikasikan sebagai remote
symptomatic seizures), atau secara spontan tanpa diketahui fokus
keterlibatan pada sistem saraf pusat.
Sindrom epilepsi merupakan kumpulan gejala dan tanda klinik yang unik
untuk suatu epilepsi; hal ini mencakup lebih dari sekedar tipe bangkitan
tetapi juga mencakup etiologi, anatomi, faktor presitipasi, usia awitan,
berat dan kronisitas, siklus diurnal dan sirkadian bahkan kadang-kadang
prognosis.
Dikenal pula istilah penyakit epilepsi yang merupakan suatu keadaan
patologik dengan satu etiologi yang spesifik, seperti epilepsi mioklonik
progresif pada penyakit Unverricht-Lundborg.
2.2 Epidemiologi
Epilepsi paling sering terjadi pada bayi baru lahir, anak-anak, dan pada
usia lanjut. Prevalensi datar pada kelompok usia 10-15 tahun.
Kemungkinan untuk terjadi bangkitan kedua setelah bangkitan pertama
tanpa provokasi pada anak sekitar 50%. Risiko kejadian bangkitan ulang
setelah bangkitan kedua tanpa provokasi adalah 85%. 65-70% anak
3
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy
(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis
bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi.
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi :
1. Bangkitan parsial/fokal
a. Bangkitan parsial sederhana
i. Dengan gejala motorik
ii. Dengan gejala somatosensorik
iii. Dengan gejala otonom
iv. Dengan gejala psikis
b. Bangkitan parsial kompleks
i. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan
gangguan kesadaran
ii. Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran
sejak awal bangkitan
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
i. Parsial sederhana yang menjadi umum
ii. Parsial kompleks menjadi umum
iii. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu
menjadi umum
2. Bangkitan umum
a. Lena (absence)
i. Tipikal lena
ii. Atipikal lena
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Tonik-klonik
f. Atonik/astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan
Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi :
1. Fokal/parsial (localized related)
a. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
2.4 Etiologi
Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
1. Idiopatik : tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit
neurologik. Diperkirakan mempunyai predisposisi genetik dan
umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui. Termasuk di sini dalam sindrom West. Sindrom LennoxGaustaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan
ensefalopati difus.
3. Simtomatik : bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi
struktural pada otak, misalnya : cedera kepala, infeksi SSP, kelainan
kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik
(alkohol, obat), metabolic, kelainan neurodegeneratif.
Umumnya, epilepsi simtomatik dan kriptogenik terjadi pada onset awal
kehidupan. Sindrom epilepsi idiopatik biasanya tergantung usia, terjadi
pada awal kehidupan hingga remaja, tergantung pada sindrom
spesifiknya. Kespesifikan dari sindrom epilepsi membantu dalam
6
2.5 Diagnosis
Pedoman Umum
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
1. Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat
paroksismal merupakan bangkitan epilepsi.
2. Langkah kedua : apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka
tentukanlah bangkitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang
mana.
3. Langkah ketiga : tentukan etiologi, tentukan sindrom epilepsi apa
yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa
yang diderita oleh pasien.
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi
berulang (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya
gambaran epileptiform pada EEG. Secara sistematis, urutan pemeriksaan
untuk menuju ke diagnosis epilepsi adalah sebagai berikut:
1. Langkah pertama : ditempuh melalui anamnesis. Pada sebagian
besar kasus, diagnosis epilepsi dapat ditegakkan berdasarkan
informasi akurat yang diperoleh dari anamnesis yang mencakup
auto dan alloanamnesis dari orang tua atau saksi mata.
a. Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan :
i. Keadaan
penyandang
saat
bangkitan
:
duduk/berdiri/berbaring/tidur/berkemih
ii. Gejala awitan (aura, gerakan/sensasi awal/speech
arrest) : Pasien mungkin mendeskripsikan sebagai rasa
takut, baal atau kesemutan pada jari-jari, rasa silau
pada satu lapang pandang. Seringkali anak tidak
mengingat dan tidak dapat mendefinisikan aura tetapi
keluarga dapat melihat perubahan perilaku pada onset
tersebut.
iii. Apa yang tampak selama bangkitan (pola/bentuk
bangkitan)
:
gerakan
tonik/klonik,
vokalisasi,
otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat,
berkeringat, deviasi mata
iv. Keadaan setelah kejadian : bingung, terjaga, nyeri
kepala, tidur, gaduh gelisah, Todds paresis
v. Faktor pencetus : alkohol, kurang tidur, hormonal
7
Lingkar kepala
Mencari tanda-tanda dismorfik
Kelainan kulit
Pemeriksaan jantung dan organ lain
Gangguan respirasi (hiperventilasi)
Evaluasi psikologik
Defisit neurologik
Pemeriksaan funduskopik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi dan apabila keadaan
memungkinkan. Pemeriksaan ini mencakup :
Waktu perekaman
o Perekamam paskaiktal dalam 24 jam dapat menemukan
gelombang epilepsi interiktal (interictal epileptiform
discharges) lebih besar (51%) dibandingkan bila
perekaman dilakukan lama setelah bangkitan (34%).
Perekaman berulang
Keadaan kurang tidur (sleep deprivation)
Aktivasi : tidur, hiperventilasi, stimulasi fotik
Perekaman EEG iktal dibutuhkan agar diagnosis epilepsi lebih
jelas. Video EEG telemetri digunakan bila diagnosis masih
belum jelas dan untuk penentuan lokalisasi fokus pada
evaluasi praoperasi epilepsi.
Jenis penciteraan
10
Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan hematologik
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, lekosit, hematokrit,
trombosit, hapusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium,
kalsium, magnesium), kadar gula, fungsi hati, ureum,
kreatinin. Pemeriksaan ini dilakukan pada awal pengobatan,
beberapa bulan kemudian, diulang bila timbul gejala klinik,
dan rutin setiap tahun sekali.
o Pemeriksaan kadar OAE
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat target level setelah
tercapai steady state, pada saat bengkitan terkontrol baik,
tanpa gejala toksik. Pemeriksaan ini diulang setiap tahun,
untuk memonitor kepatuhan pasien. Pemeriksaan ini
dilakukan pula bila bangkitan timbul kembali, atau bila
terdapat gejala toksisitas, bila akan dikombinasi dengan obat
lain, atau saat melepas kombinasi dengan obat lain, bila
terdapat perubahan fisiologi pada tubuh penyandang
(kehamilan, luka bakar, gangguan fungsi ginjal).
13
14
Mulai
pengobatan
dengan
mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian pemberian terapi
Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik
penyandang
Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan
terkecil
mengacu
pada
sindrom
epilepsi
dan
karakteristik penyandang epilepsi
15
16
Fokal
Tonik
Klonik
+
+
Lena
Mioklonik
+
+
Umum
Sekunder
+
+
Fenitoin
Karbamazep
ine
Asam
Valproat
Fenobarbital
?+
17
Gabapentin
Lamotrigine
Topiramate
Zonisamide
Levetiraceta
m
Oxkarbazepi
ne
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
?+
+
+
?+
?+
0
+
?
?+
?+
?+?+
?+
?+
kemungkinan
18
timbul
kekambuhan
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG yang abnormal
Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat
dikendalikan
Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita ; sangat
jarang pada sindrom epilepsi benigna dengan gelombang
tajam pada daerah sentro-temporal, 5-25% pada epilepsi
lena
masa
kecil,
25-75%
epilepsi
parsial
kriptogenik/simtomatik, 85-95% pada epilepsi meioklonik
pada anak, dan JME
Penggunaan lebih dari satu OAE
Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah
memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
Kemungkinan kekambuhan lebih ekcil pada penyandang
yang terlah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih
dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan
dosis efektif terakhir (sebelum penggunaan dosis OAE),
kemudian dievaluasi kembali
Tipe kejang
Lokasi awitan kejang EEG
Ada/tidak adanya lesi intrakranial
Status klinik dan perkembangan penyandang
Riwayat alamiah dari sindrom epilepsi
Imaging
E. Tatalaksana umum :
a. Edukasi : edukasi keluarga pasien dan pasien mengenai
penyakit epilepsi berikut penyebab, prognosis, dan terapinya.
b. Hak dalam kehidupan : sedapat mungkin penderita epilepsi
harus dapat hidup seperti orang normal lainnya. Setelah
bangkitan terkontrol, penderita dapat berenang dengan
penjaga. Aktivitas yang berhubungan dengan ketinggian tidak
diijinkan penderita harus menghindari alkohol.
c. Mengemudi : rata-rata negara mengeluarkan SIM untuk
penderita epilepsi jika penderita dibawah pengawasan dokter
dan telah bebas bangkitan dalam 2 tahun.
d. Hamil : OAE berisiko untuk efek teratogenik seperti facial cleft.
Asam valproat dapat meningkatkan kejadian
spinal
dysraphism. Suplemen asam folat dianjurkan saat hamil.
e. Sekolah : dapat disiapkan diazepam per rektal di sekolah.
2.9 Aspek Psikososial Epilepsi
Problem psikososial pada penyandang epilepsi ditemukan lebih tinggi
dibandingkan populasi umumnya. Problem terbanyak yang dilaporkan
adalah adanya isolasi sosial, kurangnya percaya diri serta adanya
kecemasan dan depresi. Problem sosial menjadi sangat penting karena
berdampak pada berkurangnya kualitas hidup penyandangnya terutama
pada mereka yang mengalami kelainan atau kecacatan neurologik.
Stigma dan kualitas hidup
Kendala pada hubungan sosial penyandang epilepsi dapat disebabkan
oleh adanya :
21
Penyuluhan
Penyandang epilepsi membutuhkan orang lain selain keluarga
sebagai pendamping dan penyuluh dalam berbagai hal berkaitan
dengan proses adaptasi terhadap dampak medik dan sosial dari
epilepsi. Perlu adanya penyebarluasan pengetahuan mengenai
epilepsi bagi orang tua, anggota keluarga, calon suami atau istri,
dan terutama lingkungan terkait seperti guru, tempat bekerja,
POLRI, asuransi, pemerintah serta masyarakat umumnya. Yang perlu
perhatian adalah penjelasan bahwa epilepsi ini tidak menular, dapat
dikontrol, dapat menikah, hamil, dan memiliki anak, seberapa jauh
pengaruh epilepsi dan efek OAE pada ibu dan anak dan berbagai
tipe bangkitan yang dapat terjadi pada penyandang epilepsi dan
apa yang dilakukan saat terjadi bangkitan.
Pilihan pekerjaan
Pilihan pekerjaan ini menjadi penting dalam hubungannya dengan
perbaikan kualitas hidup penyandang epilepsi. Prinsip pilihan
pekerjaan adalah sebagai berikut :
22
BAB III
SINDROM EPILEPSI
Sindrom Ohtahara
Sindrom West
Awitan : 3-7 bulan (77%), jarang sekali terjadi sebelum usia 3 bulan
atau setelah 12 bulan.
Manifestasi klini : spasme singkat berupa kontraksi tonik bilateral
dari aksila dan otot ekstremitas, simetris/asimetris.
EEG interiktal : hypsarrythmia, pada 2/3 penyandang epilepsi
simetris, pada 1/3 penyandang asimetris.
EEG iktal : gambaran berupa gelombang lambat menyeluruh
dengan amplitudo tinggi, diikuti aktivitas amplitudo rendah.
Terapi : adenokortikotropin hormone (ACTH) mengontrol spasme
pada 2/3 penyandang.
Tindakan bedah reseksi otak diindikasikan pada penyandang yang
refrakter dan terdapat lesi structural fokal.
Prognosis akhir tidak dipengaruhi oleh pengobatan ACTH.
Terapi operatif pada kasus refrakter bila terdapat lesi struktural yang
jelas. Corpus callosotomy pada drop attacks yang refrakter.
Sindrom epilepsi benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
Awitan : usia 7-10 tahun dengan puncak pada usian 8-9 tahun.
Manifestasi klinik :
o Bentuk bangkitan fokal berupa : bangkitan sensorimotor
hemifasial.
o Gejala oro-pharyngo-laryngeal berupa rasa baal unilateral
wajah, bagian dalam mulut, pipi, dan lidah; mengeluarkan
suara merintik seperti berkumur-kumur (gargling).
o Kesulitan bicara.
o Hipersalivasi.
o Bangkitan timbul saat tidur (non REM sleep).
o Lama bangkitan hanya beberapa detik sampat 1-2 menit.
o Anak tetap sadar pada 58% kasus.
25
EEG interiktal : ditemukan gelombang paku pada daerah sentrotemporal, dengan tangential dipole latar belakang aktivitas normal,
terutama ditemukan saat tidur.
Apabila kejang hanya terjadi 1 atau 2 kali saja tidak memerlukan
pengobatan OAE.
Sindrom epilepsi
syndrome)
mioklonik
berat
pada
masa
bayi
(Dravet
Langkah-langkah diagnosis
Terapi
Jika ditemukan anak dengan KD, maka yang dapat kita lakukan adalah :
Letakkan anak pada posisi miring dan beri oksigen per nasal. Jaga
jalan napas tetap baik, jangan sampai air liur tertelan.
Bila masih kejang setelah pemberian diazepam IV, maka dianggap
sebagai suatu status konvulsius dan tindakan selanjutnya sesuai
prosedur status epileptikus.
Saat ini ada kecenderungan untuk menggunakan midazolam
dengan dosis 0.1 mg/kgBB i.v atau 0.15 mg/kgBB i.m disebabkan
kejang lebih cepat berhenti dan risiko apneu lebih kecil.
Untuk penurunan suhu tubuh berikan parasetamol 10-15
mg/kgBB/kali 4 kali sehari, tidak lebih dari 5 kali. Dapat juga
diberikan ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali sebanyak 3-4 kali sehari.
Selanjutnya penatalaksanaan terhadap penyebab infeksi.
Obat yang dapat mengurangi insidensi KD berulang adalah fenobarbital 34 mg/kgBB/hari atau valproat 15-40 mg/kgBB/hari, namun karena
kemungkinan terjadi efek samping yang tidak diharapkan, maka
pengobatan jangka panjang secara rutin pada KD tidak dianjurkan.
Risiko timbulnya KD berulang
Sepertiga anak dengan KD dapat mengalami bangkitan KD berulang dan
setengah dari populasi ini dapat mengalami bangkitan KD ketiga. KD
ulangan dapat terjadi dalam waktu 6 bulan pada 50% kasus, 75% kasus
terjadi dalam 9 bulan dan 90% kasus dalam waktu 2 tahun. Faktor risiko
untuk kejadian KD ulangan adalah sebagai berikut :
28
29
30
BAB IV
31
STATUS EPILEPTIKUS
4.1 Definisi
Status epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit
atau adanya dua bangkitan atau lebih di mana diantara bangkitanbangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran. Namun demikian
penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai bila bangkitan konvulsif
sudah belangsung lebih dari 5-10 menit. SE merupakan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna
menghentikan bangkitan (dalam waktu 30 menit). SE dikatakan pasti
(established) bila pemberian benzodiazepine awal tidak efektif dalam
menghentikan bangkitan. Pemberian benzodiazepine rektal merupakan
terapi yang utama selama di perjalanan menuju rumah sakit.
4.2 Klasifikasi
4.3
4.5 Tatalaksana
33
BAB V
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Hay WW, Levin MJ, Shondeimer JM, etc. 2009.Current Diagnosis and
Treatment Pediatrics 9th edition. New York : McGraw-Hill. Page 683698.
2. Soedomo A, Sinardja AMG, Wardy A, dkk. 2012. Pedoman
Tatalaksana Epilepsi. Jakarta : Perdossi. Hal 1-32, 40-50, 59-62.
3. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, etc. 2011. Nelson Textbook of
Pediatrics 19th edition. Philadelphia : Elsevier Saunders. Page 20132039.
4. Shorvon OD. 1995. Status Epilepticus Its Clinical Features and
Treatment in Children and Adult. US : Cambridge.
5. Harsono. 2007. Klasifikasi Bangkitan Epilepsi dan Penjelasannya
dalam Epilepsi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal 2635.
6. Clinical Guideline 20. 2004. The epilepsien : the diagnosis and
management of the epilepsies in adults and children in primary and
secondary care. London : National Institute of Clinical Excellence.
7. Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). Diagnosis and
management of Epilepsies in Children and Young People, A national
clinical guideline. Edinburg. 2005 : 4-10.
8. Wilmshurst JM. Approach to Epilepsy in Childhood. CME. 2004; 22 :
427-433.
9. ILAE. Guidelines for epidemiologic studies on epilepsy. Epilepsia
1993 ; 34 : 592-6.
10.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Edt.Pusponegoro
HD, Widodo DP, Ismael S. Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006.
35