Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Prolapse uteri adalah kondisi rahim runtuh, jatuh, atau perpindahan ke bawah dari
uterus dengan kaitannya dengan vagina. Hal ini juga didefinisikan sebagai menggembung
rahim ke dalam vagina.
Ketika dalam keselarasan, uterus dan struktur yang berdekatan ter-suspensi dalam posisi
yang tepat dengan uterosakrum, bulat, luas, dan ligamen cardinal. Otot-otot dasar panggul
membentuk struktur sling seperti yang mendukung rahim, vagina, kandung kemih, dan
rectum. Prolaps rahim adalah hasil dari dasar panggul relaksasi atau peregangan berlebihan
struktural dari otot-otot dinding panggul dan struktur ligamen.
Uterine prolapse ditandai di bawah klasifikasi yang lebih umum disebut prolaps organ
panggul yang meliputi turunnya anterior, tengah dan struktur posterior ke dalam vagina.
Organ-organ yang menonjol anterior ke dalam vagina adalah kandung kemih yang disebut
sistokel, uretra, yang disebut uretrokel atau kombinasi yang merupakan sebuah
cystourethrocele.
Uterus dan kubah vagina, yang merupakan puncak vagina, membentuk organ-organ
yang merupakan keturunan bagian tengah ke dalam vagina. Kubah vagina sering prolapses
akibat histerektomi.
Tonjolan rektum disebut rektokel dan tonjolan dari bagian dari usus dan peritoneum
disebut enterokel, ini membentuk bagian posterior dari prolaps organ panggul. Informasi dari
titik ke depan ini akan fokus pada prolaps rahim.
Uterine prolapse diklasifikasikan menggunakan sistem penilaian empat bagian yaitu:
kelas 1 (turunnya rahim di atas selaput darah), kelas 2 (turunnya rahim selaput darah), kelas 3
(turunnya rahim di luar selaput darah) dan kelas 4 (prolaps total)
2. ETIOLOGI
Prolaps disebabkan oleh melemahnya jaringan yang mendukung organ-organ panggul.
Hal ini terjadi karena beberapa alasan. Dalam banyak wanita, melahirkan dapat melemahkan
jaringan. Hampir separuh dari semua wanita yang telah memiliki anak dipengaruhi oleh
beberapa derajat prolaps.

Hal ini juga lebih umum pada wanita tua, terutama pada mereka yang telah melalui
masa menopause. Hal seperti kelebihan berat badan, memiliki batuk mengejan dan memiliki
sembelit jangka panjang dapat meningkatkan risiko dalam mengembangkan sebuah prolaps .
Prolaps juga dapat disebabkan oleh kondisi genetik langka yang mem-pengaruhi
jaringan-jaringan tubuh, seperti sindrom Marfan. Wanita yang paling berisiko untuk kondisi
ini adalah mereka yang telah memiliki banyak kehamilan dan persalinan dalam kombinasi
dengan obesitas. Faktor risiko yang terkait adalah trauma pada saraf pudendus atau sacral
ketika melahirkan. Gangguan tersebut telah dikaitkan dengan partus lama, bantalan bawah
sebelum pelebaran penuh, dan pengiriman kuat plasenta.
Penurunan otot akibat penuaan, ketegangan yang berlebihan saat buang air besar dan
komplikasi dari operasi panggul juga telah dikaitkan dengan prolaps rahim dan organ yang
berdekatan. Terkait risiko juga ada seperi halnya tumor panggul dan kondisi neurologis
seperti spina bifida dan neuropati diabetes yang mengganggu persarafan dari otot panggul.
Genetika diduga dalam kondisi ini karena beberapa hubungan keluarga dan generasi
dengan ini dan kondisi yang berkaitan. Sebuah artikel baru-baru ini telah menemukan bahwa
bedah caesar dapat menurunkan risiko untuk prolaps organ panggul.
3. PATOFISIOLOGI
Sebagaimana telah diterangkan prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari
yang paling ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya
persalinan per vaginam yang susah, dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen-ligamen
yang tergolong dalam fasia endopelvik, dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga
dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan
penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam
manopause (Wiknjosastro, 2005).
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut, dan
lambat laun menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian depan
dinding vagina kendor biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing
sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang dinamakan
sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena
persalinan berikutnya, yang kurang lancar, atau yang diselesaikan dalam penurunan dan
menyebabkan urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra. Pada
divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang uretra ada
lubang, yang membuat kantong antara uretra dan vagina (Wiknjosastro, 2005).
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebabsebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum kedepan dan menyebabkan dinding belakang
vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari

kavum dauglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun dan menonjol kedepan. Kantong
hernia ini dapat berisi usus atau omentum (Wiknjosastro, 2005).
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti yang dilaporkan di
klinik dGynecologie et Obstetrique Geneva insidensnya 5,7 %, dan pada periode yang sama
di Hamburg 5,4 %, Roma 6,4 %. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya tinggi,
sedangkan pada orang Negro Amerika, Indonesia berkurang. Pada suku bantu di Afrika
Selatan jarang sekali terjadi. Penyebab terutama adalah melahirkan dan pekerjaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat serta kelemahan dari ligamentumligamentumkarena hormonal pada usia lanjut. Trauma persalinan, beratnya uterus pada
trauma persalinan, beratnya uterus pada masa involusi uterus, mungkin juga sebagai
penyebab. Pada suku bantu involusi uterus lebih cepat terjadi dari pada orang kulit putih, dan
juga pulihnya otot-otot dasar panggulnya. Hampir tak pernah ditemukan subinvolusi uteri
pada suku Bantu tersebut. Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita
yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat. Djafar Siddik pada
penyelidikan selama 2 tahun (1969-1970) memperoleh 63 kasus prolapsus genitalis dari
5.372 kasus ginekologik multipara dalam masa manepause, dan 31.74 % pada wanita petani,
dari 63 kasus tersebut, 69 % berumur 40 tahun. Jarang sekali prolapsus uteri dapat
ditemukan pada seorang nullipara (Wiknjosastro, 2005).
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang kala penderita yang satu
dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain
dengan prolaps ringan mempunyi banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu
dijumpai (Wiknjosastro, 2005) :
4.1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.
4.2. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring, keluhan
menghilang atau menjadi kurang.
4.3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
4.3.1. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian bila lebih berat juga
pada malam hari
4.3.2. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
4.3.3. Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk mengejan. Kadangkadang dapat terjadi retensio uriena pada sistokel yang besar sekali.
4.4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
4.4.1. Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel;
4.4.2. Baru dapat defeksi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
4.5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:

4.5.1.

Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja.
Gesekan porio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio

uteri.
4.5.2. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan karena infeksi serta luka
pada porsio uteri.
4.6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasapenuh di vagina.
5. WOC PROLAPSUS UTERI
Masamelahirkan per vagina<4x
Massapersalinan yang lama dan susah

Keterbatasan
dalam
aktivitas
seksual

Mk:
Ketidakefekti
fan pola
seksualitas

Mk: Resiko
Perdarahan

Mk: Harga
dirirendah
kronik

Mk:
Ansietas

6. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2005), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:
6.1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu
mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan berwarna keputih-putihan.
6.2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian
dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus.
Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada
penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat
6.3.

kepastian akan adanya karsinoma.


Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong
uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang
dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba

6.4.

lebih panjang dari biasa.


Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kencing tidak
dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter, sehingga
bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah
bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress

6.5.

incontinence.
Infeksi jalan kencing

Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat
meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya, hal itu dapat
6.6.

menyebabkan gagal ginjal.


Kemandulan, karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali

6.7.

keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.


Kesulitan pada waktu partus, jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu
persalinan dapat timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan

6.8.
6.9.

terhalang.
Hemoroid, feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul
hemoroid.
Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan tidak
dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus
yang terjepit itu.

BAB III
KASUS PROLAPS UTERI

Ny F, 50 tahun, datang dengan keluhan seluruh peranakan turun sejak 8 tahun SMRS.
Sejak 12 tahun sebelum masuk RS (SMRS), pasien merasa peranakan turun setelah
melahirkan anak ke empat. Awalnya hanya turun sedikit, bisa masuk sendiri bila pasien
berbaring, Peranakan dirasakan turun bila pasien batuk atau BAB, nyeri perut (-), perdarahan
(-). Sejak 8 tahun SMRS peranakan turun seluruhnya. Peranakan turun bila batuk, BAB,
beraktivitas, berjalan atau berdiri, tidak dapat masuk sendiri, namun dapat dimasukkan
seluruhnya bila pasien berbaring. Nyeri perut (+), nyeri punggung bawah (+), perdarahan (+),
nyeri pada peranakan yang turun (-), BAK sering (+), BAK nyeri (-), demam (-), flek-flek
dari kemaluan (+). Pasien adalah ibu rumah tangga, sering mengangkat berat, memompa air
dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
penyakit jantung (-), batuk lama (-), alergi (+), asma (+). Multiparitas per vaginam (+),
menopause (+) sejak 10 tahun lalu. Riwayat KB (+) spiral.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, kesan gizi lebih,
IMT 27.34, tanda vital dan status generalis tidak ada kelainan. Pada status ginekologik
inspeksi tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus vagina, bentuk bulat, warna
merah muda, discharge (-), erosif (+), pada palpasi teraba massa ukuran 2cmx2cmx3cm,

konsistensi kenyal, inspekulo tidak dilakukan, vaginal touche massa dapat dimasukkan, kesan
uteri atrofi, nyeri goyang (-), massa adneksa (-), nyeri pada adneksa (-).
Pada POPQ didapatkan prolaps uteri derajat IV, sistokel derajat IV, rektokel derajat III.
Pemeriksaan laboratorium DPL dan kimia darah dalam batas normal, urinalisis terdapat
leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+), protein +2, esterase leukosit (+).

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
1. INFORMASI DATA PASIEN
1.1.Nama Pasien
: Ny. Fredika LE
1.2.Nama Suami
: Tn. Budi
1.3.Usia
: 50 thn
1.4.Alamat
: Gg. Edy VIII no. 10, Halimun, Jakarta Selatan
1.5.Pekerjaan
: IRT
1.6.Agama
: Kristen Protestan
1.7.Pendidikan
: SMP
1.8.No. MRS
: 330 21 06
1.9.Masuk RS
: 24-04-2009 Pk. 10:24
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 April 2009 WIB dan data
sekunder
3. KELUHAN UTAMA
Seluruh peranakan turun sejak 8 tahun SMRS
4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 12 tahun sebelum masuk RS (SMRS), pasien merasa peranakan turun setelah
melahirkan anak ke empat. Awalnya hanya turun sedikit, bisa masuk sendiri bila pasien
berbaring, namun lama kelamaan peranakan turun seluruhnya. Peranakan dirasakan turun
bila pasien batuk atau BAB. Tidak ada nyeri perut maupun perdarahan.
Sejak 8 tahun SMRS peranakan turun seluruhnya, tidak dapat masuk sendiri, namun
pasien masih bisa memasukkan peranakan seluruhnya. Peranakan turun bila pasien sedang
batuk, BAB, beraktivitas, berjalan atau berdiri dan dapat dimasukkan seluruhnya bila pasien
berbaring. Terdapat keluhan nyeri perut, nyeri punggung bawah dan perdarahan, namun tidak
ada keluhan nyeri pada peranakan yang turun.
Pasien kemudian berobat ke PKM, diberi obat (pasien tidak ingat namanya), keluhan
nyeri dan perdarahan hilang namun keluhan peranakan turun masih ada. Pada pasien terdapat
keluhan BAK sering, namun tidak ada keluhan BAK nyeri. Tidak ada keluhan demam

sebelumnya. Hingga saat ini pasien sering mengeluh keluar flek-flek dari kemaluan. Pasien
berobat ke RS atas anjuran dari anaknya.
Pasien merasa bahwa dirinya seorang dokter, seorang artis dan merupakan salah satu
utusan yesus kristus.
5. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, batuk lama disangkal
Alergi (+) kacang dan ikan
Asma (+), minum obat napasin setiap hari, beli sendiri
6. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, Asma disangkal
Riwayat Obstetri, Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan.
7. RIWAYAT SOSIAL
Pasien seorang ibu rumah tangga, sehari sering melakukan aktivitas berat, seperti memompa
air dan menggendong cucu. Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak ada riwayat
berbaganti-ganti pasangan.

8. RIWAYAT MENSTRUASI
Menstruasi pertama saat usia 14 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama lupa, ganti pembalut
lupa, tidak nyeri. Pasien sudah menopause sejak 10 tahun yang lalu.
9. RIWAYAT MENIKAH
Pasien menikah 1x
10. RIWAYAT KEHAMILAN: P4A0
Anak pertama
: wanita, 27 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL 3400 gram
Anak kedua
: wanita, 26 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL 2700 gram
Anak ketiga
: wanita, 20 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL > 3000 gram
Anak keempat
: wanita, 12 tahun, lahir spontan di bidan, BL > 300 gram
11. RIWAYAT KB
KB (+) spiral 26 tahun yang lalu, selama 5 tahun.
12. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 27 April 2009 di PW Lt.2 RSCM
Kesadaran
: compos mentis
Keadaan gizi
: lebih
Status gizi
: BB 70 kg
TB 160 cm
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 36.8 0C
Pernafasan
: 20 x/menit
12.1. Status Generalis
Mata
: konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

IMT 27.34

Paru
: vesikuler +/+, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Jantung
: BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen : Buncit, lemas, hati limpa tidak teraba, bunyi usus (+) normal, massa (-), nyeri tekan (-)
Ektremitas : akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2
12.2. Status Ginekologi
Inspeksi

: tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus vagina, bentuk

bulat, warna merah muda, discharge (-), erosif (+)


Palpasi
: teraba massa ukuran 2 cmx2cmx3cm, konsistensi kenyal, nyeri tekan
(-).
Inspekulo
Vaginal touch

: tidak dilakukan
: massa dapat dimasukkan, kesan uteri atrofi, nyeri goyang(-), massa

adneksa(-), nyeri(-).
POPQ (Pelvic Organ Proplapse Quantification)
Aa +3
gh 7
Ap +2

Sondase uterus
Residu urine
Kesan

Ba +6
pb 2
Bp +5

C +7
tvl 8
D +5

: tertahan
: 0 cc
: prolapsus uteri derajat IV, sistokel derajat IV, rektokel derajat III

13. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium (24 Maret 2009)
13.1. Hematologi rutin
Hb
12.2
Ht
36.6
MCV
77.2
MCH
25.7
MCHC
33.3
Leukosit
6.9
Trombosit
291
13.2. Hemostasis
BT
02:00
CT
13:00
13.3. Kimia darah
SGOT
15
SGPT
14
Albumin
4.3
Natrium
139
Kalium
4.25
Klorida
113
Ureum
24
Kreatinin
0.8
Glukosa Puasa
96

13 16 g/dl
40 48 %
82 93 fl
27 31 pg
32 36 g/dl
5 10 10^3/ l
150 400 10^3/ l
< 02:00 Menit
< 12:00 Menit

Glukosa 2 jam PP
HbsAg
13.4. Urinalisis lengkap
Sedimen
Sel epitel
Leukosit penuh
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Berat jenis
pH
Protein
Glukosa
Keton
Darah/Hb
Bilirubin
Urobilinogen
Nitrit
Esterase leukosit 3+

118
+
2-3
+
1,025
6,5
2+
+
3.2
+

+
0-1 /LPB
2-6 /LPB
- /LPK
1,003 1,030
4,5 8
0.1-1.00 mol/l
-

14. DIAGNOSIS KEPERAWATAN :


14.1. Perdarahan b.d. gesekan porio uteri oleh celana.
14.2. Nyeri b.d. tekanan intraabdominal meningkat.
14.3. Resiko infeksi b.d. adanya luka akibat gesekan massa uterus yang keluar dengan celana.
14.4. Ketidakefektifan pola seksualitas b.d. keterbatasan dalam aktivitas seksualitas.
14.5. Harga diri rendah kronik b.d. rasa bersalah, malu dan kurangnya kasih saying.
14.6. Ansietas b.d. perubahan harga diri kronik.
14.7. Gangguan rasa nyaman b.d. rasa takut dan ketidak nyamanan dalam beraktivitas.
15. RENCANA TERAPI
15.1.
15.2.

Rencana TVH+ KA + KP
Persiapan Kolon

16. RENCANA EDUKASI : Menjelaskan rencana untuk edukasi.


17. LAPORAN PEMBEDAHAN
17.1. Operator
: dr. Darto SpOG
17.2. Asisten
: dr. Tyas, SpOG, dr Rahmedi
17.3. Konsulen
: Prof.dr. Yunizaf, SpOG (K)
17.4. Tanggal pembedahan
: 28 April 2009, lama: 08.30-10.00
17.5. Diagnosis pra bedah
: prolap utero derajat IV sistokel derajat IV, rektokel derajat III
17.6. Diagnosis pasca bedah : prolap utero derajat IV sistokel derajat IV, rektokel derajat III
17.7. Tindakan pembedahan : TVH, kolporafi anterior, kolpoperineorafi
17.8. Jenis pembedahan
: elektif, mayor
17.9. Uraian pembedahan
:

Pasien posisi litotomi di atas meja operasi dalam anestesi spinal. Asepsis dan antisepsis
daerah genitalia dan sekitarnya. Porsio dijepit dengan tenakulum, ditarik keluar dari introitus.
Dibuat insisi segitiga di mukosa vagina anterior, dilanjutkan sirkuler pada mukosa vagina
mengelilingi serviks. Mukosa vagina dibebaskan secara tumpul, dengan jari yang dibungkus
kassa. Vesika dan rektum didorong ke atas. Ligamentum kardinale dan sakrouterina kanan
dan kiri dijepit, dipotong, dan diikat vasa uterina kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong
dan diikat. Cavum Douglasi dikenali, dibuka, dan dilebarkan tajam. Plika vesiko uterina
dikenali dan dibuka tajam.
Pangkal tuba dan ligamentum ovarii propium dan ligamentum rotundum kanan dan kiri
dijepit. Ligamentum kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong, dan diikat. Pangkal tuba dan
ligamentum ovarii propium dipotong dan diikat. Uterus dikeluarkan. Diyakini tidak ada
perdarahan pada pedikel, dilakukan reperitonisasi dengan jahitan Tabac sach. Dilakukan
kolporafi anterior. Puncak vagina dijahit dengan vicryl no.1 dan digantung pada kompleks
ligamentum kardinale-sakrouterina dan rotundum. Dilakukan kolpoperineorafi. Perdarahan
selama operasi 100 cc. Dilakukan PA jaringan uterus.
18. EVALUASI POST OPERASI
18.1.
18.2.
18.3.
18.4.
18.5.
18.6.
18.7.
18.8.
18.9.

Observasi tanda vital


Obserasi tanda akut abdomen dan perdarahan
Imobilisasi 24 jam
Realimentasi dini
FC 24 jam
Ceftriaxone 1x2 g IV
Profenid supp 3x1
Hematinik 1x1
Rawat ruangan

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Olsen AL, Smith VJ, Bergstrom JO, et al. Epidemiology of surgically managed pelvic organ
prolapse and urinary incontinence. Obstet Gynecol. Apr 1997;89(4):501-506. [Medline].
Lazarou G, Scotti RJ, Zhou HS, et al. Preoperative Prolapse Reduction Testing as a Predictor of
Cure of Urinary Retention in Patients with Symptomatic Anterior Wall Prolapse. Int
Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct. 2000;11:S60.

Scotti RJ, Flora R, Greston WM, et al. Characterizing and reporting pelvic floor defects: the
revised New York classification system. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct.
2000;11(1):48-60. [Medline].
Lazarou GL, Chu TW, Scotti RJ, et al. Evaluation of pelvic organ prolapse: inter-observer
reliability of the New York classification system. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct.
2000;11:S57.
Lazarou G, Scotti RJ, Mikhail MS, et al. Pull out strengths of sacral and vaginal attachment sites
in cadavers. J Pel Med Surg. 2004;10:1-4.
Scotti RJ. Investigating the elderly incontinent woman. In: Grody MHT, ed. Benign
Postreproductive Gynecologic Surgery. NY: McGraw-Hill; 1995:114.
Schraub S, Sun XS, Maingon P, et al. Cervical and vaginal cancer associated with pessary
use. Cancer. May 15 1992;69(10):2505-9. [Medline].
Scotti RJ, Lazarou G. Abdominal approaches to uterine suspension. In: Gersherson DM,
ed. Operative Techniques in Gynecologic Surgery. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co;
2000:88-99.
Goodman CC, Snyder TEK. Differential Diagnosis for Physical Therapists. 4th ed. St. Louis:
Saunders Elsevier, 2007.
Goodman CC, Fuller KS. Pathology: Implications for the Physical Therapist. 3rd ed. St. Louis:
Saunders Elsevier, 2009
Women'sSurgeryCenterPelvicOrganProlapsehttp://www.gyndr.com/genital_prolapse_surgery.php
(accessed 5 April 2010).
NaturalChildbirth.Childbirthandyourpelvicfloor.http://childbirth.amuchbetterway.com/childbirthand-your-pelvic-floor/(accessed 5 April 2010).
Bordman R, Telner D, Jackson B, Little D. Step-by-step approach to managing pelvic organ
prolapse. Canadian Family Physician; 2007; 53: 485-487.
Mater Mothers' Hospital. Prolapse. http://brochures.mater.org.au/Home/Brochures/MaterMothers--Hospitals/Prolapse(accessed 5 April 2010).
Kudish BI, Iglesia CB, Sokol RJ, Cochrane B, Richter HE, Larson J, et al. Effect of weight
change on natural history of pelvic organ prolapse. Obstet Gynecol 2009; 113: 81-88.
Hove MC, Pool-Goudzwaard AL, Eijkemans MJC, Steegers-Theunissen RPM, Burger CW,
Vierhout ME. Prediction model and prognositc index to estimate clinically relevant pelvic
organ prolapse ina general female population. Int Urogynecol J 2009; 20: 1013-1021.
LJ,Uterineprolapse. http://www.nlm.nig.gov/medlineplus/pring/ency/article/001508.htm (accesse
d 8 April 2010).
MayoClinicStaff,UterineProlapseImage. http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM01785 (a
ccessed 5 May 2010).
Mayoclinicstaff,UterineProlapse. http://www.mayoclinic.com/health/uterineprolapse/DS00700/DSECTION=risk-factors(accessed 5 April 2010).
NazarioB,Slideshow:allaboutmenopauseandperimenopause. http://www.webmd.com/menopause/
slideshow-menopause-overview (accessed 11 April 2010).
StreicherLF,Uterine
prolapseandpelvic
relaxation.www.mygyne.info/uterineProlapse.htm
(accessed 5 April 2010).
Reuters Health Information. Cesarean section may lower risk of pelvic organ prolapse. American
Journal of Obstetrics and Gynecology 2009;200:243-245.
Hove MC, Pool-Goudzwaard Al, Eijkemans MJC, Steegers-Theunissen RPM, Burger CW,
Vierhout ME. The prevalence of pelvic organ prolapse symptoms and signs and their relation
with bladder and bowel disorders in a general female population. Int Urogynecol J 2009;
20:1037-1045.
Faraj R, Broome J. Laparoscopic sacrohysteropexy and myomectomy for uterine prolapse: a case
report and review of the literature. Journal of Medical Case Reports 2009; 3: 99-102.

PedroTorres,TotalUterineProlapse.Availablefrom: http://www.youtube.com/watch?
v=gdAMSE2ViTY [last accessed 4/5/10]
UroToday. NIDDK UI Symposium - Devices for the Woman with Pelvic Organ
Prolapse/UrinaryIncontinenceSessionHighlights.http://www.urotoday.com/48/browse_catego
ries/urinary_incontinence_ui/niddk_ui_symposium___devices_for_the_woman_with_pelvic_
organ_prolapseurinary_incontinence__session_highlights06102009.html(accessed 5 April
2010).
GlobalLibraryofWomen'sMedicine.StressUrinaryIncontinence. http://www.glowm.com/index.ht
ml?
p=glowm.cml/section_view&amp;amp;amp;amp;amp;amp;amp;amp;amp;amp;amp;amp;am
p;amp;amp;amp;amp;amp;amp;amp;articleid=60(accessed 5 April 2010).
Herbruck LF. Stress urinary incontinence: an overview of diagnosis and treatment options.
Urologic Nursing 2008; 28: 186-199.
Institut Francais de Readapation URo-Genitale. Physical therapy for female pelvic floor
disorders. Current Opinion in Obstetrics and Gynecology 1994;6:331-335.
Throwbridge ER, Fenner DE. conservative management of pelvic organ prolapse. Clinical
Obstetrics and Gynecology 2005;48:668-681.
Mayo Clinic. Pelvic floor weakness. Health Letter 2009:4-5.
Marine Medical. The Colpexin Sphere. http://www.colpexin.com/about.cfm (accessed 11 April
2010).
Hagen S, Stark D. Physiotherapists and prolapse: who's doing what, how and why? Journal of the
Association of Chartered Physiotherapists in Women's Health 2008; 103: 5-11.
Jarvis SK, Hallam TK, Lujic S, Abbott JA, Vancaillie TG. Peri-operative physiotherapy improves
outcomes for women undergoing incontinence and or prolapse surgery: results of a
randomised controlled trial. Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and
Gynaecology 2005; 45: 300-303.
Drug
Information
Online.
Cystocele. http://www.drugs.com/cg/cystocele-aftercareinstructions.html (accessed 5 April 2010).
Drug Information Online. Rectocele. http://www.drugs.com/cg/rectocele.html (accessed 5 April
2010).
MDGuidlines.UrethrocelewithStressIncontinence. http://www.mdguidelines.com/urethrocelewith-stress-incontinence(accessed 5 April 2010).
NevadeSurgeryandCancerCenter.Enterocele. http://www.nvscc.com/enterocele.htm (accessed 6
April 2010).
snowheadcouk. 600,000 Women in West Nepal suffer from Uterine Prolapse. Available
from:http://www.youtube.com/watch?v=4vCCy41lATo [last accessed 4/6/10

Anda mungkin juga menyukai