Anda di halaman 1dari 19

TUGAS UJIAN

ILMU PENYAKIT GIGI & MULUT

Disusun Oleh:
Annisa Inayati MS
G99141123

Pembimbing:
Drg. Christianie, Sp. Perio

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014

2
1. GLOSSITIS
a. Definisi
Glossitis adalah peradangan atau infeksi pada lidah. Hal ini menyebabkan
lidah membengkak dan perubahan warna. Seperti proyeksi Finger di permukaan
lidah (papila) mungkin hilang, menyebabkan lidah untuk tampil halus. Glossitis
biasanya merupakan respon yang baik terhadap pengobatan jika penyebab
peradangan akan dihapus. Gangguan tersebut mungkin tidak nyeri, atau dapat
menyebabkan ketidaknyamanan lidah dan mulut. Dalam beberapa kasus, glossitis
dapat mengakibatkan pembengkakan lidah parah yang menghalangi jalan napas,
sebuah darurat medis yang membutuhkan perhatian segera (Zieve dan Juhn, 2009).
b. Gambar

Gambar 1.1. Glossitis


c. Etiologi
Glossitis secara umum dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1) Infeksi
Bakteri dan infeksi virus adalah penyebab umum menularnya glossitis. Hal ini
sering dikaitkan dengan temuan lain seperti luka mulut (lepuh, borok), nyeri dan
kadang-kadang demam. Infeksi jamur lidah kurang umum dan lebih sering
terlihat pada pasien immunocompromised (HIV, diabetes mellitus tidak
terkontrol). Meskipun berbagai gejala lidah dapat dilihat pada infeksi jamur
lidah, glossitis tidak hadir dalam setiap kasus infeksi sekunder, terutama bakteri,
sering terjadi trauma pada lidah terutama dengan tindikan yang menjadi tren
lebih umum.
2) Trauma
Trauma adalah penyebab umum glossitis dan biasanya akut dengan etiologi
jelas. Faktor mekanis atau kimia yang mengiritasi/melukai lidah:

3
a) Burns
b) Makanan, minuman dan suplemen - rempah-rempah, asam, pewarna buatan
terkonsentrasi dan flavorants, vitamin kunyah
c) Produk perawatan gigi (kebersihan oral) - formulasi terkonsentrasi atau
beracun
d) Merokok - tembakau, obat-obatan narkotika
e) Tembakau dan daun sirih / mengunyah pinang
f) Alkohol - menyebabkan trauma kimia dan menyebabkan kekurangan
vitamin (glossitis atrofi)
g) Bergerigi gigi dan peralatan gigi kurang pas/ prostetik seperti jembatan,
implan, gigi palsu dan pengikut - cenderung menyebabkan borok pada sisi
lidah (aspek lateral)
h) Tindik lidah (buruk dilakukan), terutama bila terinfeksi
3) Alergi
Banyak faktor yang sama bertanggung jawab atas trauma lidah juga dapat
menyebabkan alergi glossitis. Ini lebih cenderung terjadi pada individu
hipersensitif.
4) Kekurangan Vitamin dan Mineral
Merupakan penyebab umum dari glossitis atrofi. Penipisan lapisan mukosa lidah
dan atrofi papila eksposur pembuluh darah yang mendasari menyebabkan
kemerahan lidah. Vitamin dan mineral tersebut meliputi:
a) Vitamin B12 - anemia pernisiosa
b) Riboflavin (vitamin B2)
c) Niacin (vitamin B3) - pellagra
d) Pyridoxine (vitamin B6)
e) Asam folat (vitamin B9)
f) Besi - anemia kekurangan zat besi
g) Kekurangan vitamin C.
5) Penyakit kulit
Banyak dari penyakit kulit juga melibatkan selaput lendir mulut, termasuk
lapisan mukosa lidah.
(Zieve dan Juhn, 2009).

4
d. Diagnosis
Pemeriksaan oleh dokter gigi atau penyedia layanan kesehatan menunjukkan
lidah bengkak (atau patch pembengkakan). Para nodul pada permukaan lidah
(papila) mungkin tidak ada. Tes darah bisa mengkonfirmasi sistemik penyebab
gangguan tersebut (Zieve dan Juhn, 2009).
e. Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Perawatan
biasanya tidak memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Baik
kebersihan mulut perlu, termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali
sehari, dan flossing sedikitnya setiap hari (Zieve dan Juhn, 2009).
Kortikosteroid seperti prednison dapat diberikan untuk mengurangi
peradangan glossitis. Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur
prednison yang tidak ditelan) mungkin disarankan untuk menghindari efek samping
dari kortikosteroid ditelan atau disuntikkan (Zieve dan Juhn, 2009).
Antibiotik, obat antijamur, atau antimikroba lainnya mungkin diresepkan jika
penyebab glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi harus diperlakukan,
sering dengan perubahan pola makan atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti
makanan panas atau pedas, alkohol, dan tembakau) untuk meminimalkan
ketidaknyamanan (Zieve dan Juhn, 2009).

5
2. MUMPS
a. Definisi
Gondongan (Mumps, Parotis Epidemika) adalah infeksi virus yang menular
dan menyebabkan pembengkakan pada kelenjar air liur, disertai rasa nyeri. Infeksi
ini juga bisa mengenai testis, otak, dan pancreas, terutama pada orang dewasa.
b. Gambar

Gambar 2.1. Mumps


c. Etiologi
Penyebab dari mumps atau gondongan adalah paramyxovirus. Virus ini ditemukan
di air liur mulai sejak 6 hari sebelum timbulnya pembengkakan sampai dengan 9
hari setelah pembengkakan. Tingkat penularan gondongan paling tinggi pada
periode 48 jam sebelum mulai pembengkakan.
Virus gondongan ini mudah menyebar dari satu orang ke orang lain melalui air liur
yang terinfeksi. Seseorang dengan gangguan daya tahan tubuh dapat mudah
terinfeksi gondongan dengan menghirup droplet(percikan) dahak orang yang
terinfeksi yang keluar sewaktu bersin atau batuk. Mumps juga dapat menyebar
melalui pemakaian alat atau peralatan makan bersama. Masa inkubasinya 14 25
hari (masa inkubasi adalah suatu periode sejak masuknya virus ke tubuh sampai
awal timbulnya gejala klinis).

6
Mumps atau gondongan paling sering menyerang anak usia 6 8 tahun. Serangan
mumps meski hanya satu sisi sekalipun akan menyebabkan yang bersangkutan
mempunyai imunitas (kekebalan) seumur hidup terhadap mumps.
d. Diagnosis
Satu dari lima orang yang terinfeksi Mumps tidak menunjukkan keluhan atau
gejala klinis. Gejala klinis dan keluhan biasanya muncul setelah 2 sampai 3 minggu
setelah terinfeksi virus. Gejala yang dapat ditemukan adalah :

Bengkak,dan nyeri pada kelenjar ludah pada satu atau dua sisi wajah

Nyeri sewaktu mengunyah atau menelan

Demam

Lemah dan pegal pegal

Gejala mumps yang paling mudah dikenal adalah pembengkakan kelenjar liur
yang terlihat menonjol di pipi.
Penyakit mumps dengan edema (pembengkakan) leher dan di atas tulang

dada. Anak dengan submandibular lymphadenopathy dengan eritema dan edema


yang disebabkan virus mumps.
Perempuan usia 8 thn. Perhatikan pembengkakan kemerahan dibawah sudut
rahang bawah. Banyak anak dengan mumps tidak terlihat sakit.
Anak laki, 6 th. Komplikasi orchitis (peradangan pada testis) lebih banyak
ditemukan pada anak usia 15 s/d 29 tahun
e. Komplikasi
Walaupun jarang ditemukan, komplikasi dari penyakit mumps dapat berakibat fatal,
yaitu :

Orchitis, kondisi ini menimbulkan peradangan pada salah satu atau kedua testis.
Kondisi ini menimbulkan rasa nyeri, tetapi jarang menimbulkan sterilitas
(kemandulan)

Pankreatitis, peradangan dari pankreas. Gejala dari kelainan ini adalah nyeri
perut bagian atas, mual, dan muntah.

Ensefalitis. Infeksi virus, seperti mumps, dapat menyebabkan peradangan pada


otak (ensefalitis). Ensefalitis dapat menimbulkan gangguan saraf yang dapat
mengancam jiwa. Meskipun dapat berakibat fatal, kondisi ini sangat jarang
ditemukan.

Meningitis. Meningitis adalah infeksi dan peradangan dari membran


pembungkus dan cairan yang mengelilingi otak dan spinal cord (syaraf tulang

7
belakang). Hal ini dapat terjadi apabila virus mumps masuk kedalam pembuluh
darah dan menyebar ke susunan syaraf pusat. Sama dengan ensefalitis,
meningitis juga sangat jarang ditemukan.

Peradangan dari Ovarium. Gejalanya adalah nyeri pada perut bagian bawah pada
wanita .Kelainan ini tidak mempengaruhi tingkat kesuburan.

Penurunan pendengaran. Pada beberapa kasus, gondongan dapat menyebabkan


penurunan pendengaran, biasanya berlangsung permanen (tidak bisa sembuh)
dan dapat mengenai satu atau kedua telinga.

Keguguran. Terkena gondongan saat kehamilan, terutama trisemester awal dapat


menimbulkan keguguran.

f. Terapi
Tidak ada perawatan spesifik yang dapat dilakukan untuk penyakit beguk atau
mumps ini. Antibiotik juga tidak berperan banyak karena penyakit ini dikibatkan
oleh infeksi virus. Perawatan dapat dilakukan dengan cara memberi Paracetamol
atau Acetaminophen pada anak yang menderita gejala demam ( tidak diberikan
Aspirin, karena ditakutkan dapat menyebabkan meningkatnya gejala Reyes
Syndrome pada anak- anak). Selain itu penderita juga dianjurkan untuk istirahat
yang cukup, minum air putih yang banyak, makan makanan yang lunak, dan
berkumur menggunakan obat kumur. Makanan yang bersifat asam dan jus buah
harus dihindari, karena jus buah dapat menstimulasi kelenjar parotid untuk
menghasilkan lebih banyak air liur yang dapat menyebabkan bertambahnya rasa
sakit. bengkak pada kelenjar parotid hanya akan berlangsung selama 2-3 hari, tetapi
akan surut setelah itu dan suhu badan akan yang tinggi juga akan turun.

8
3. SELULITIS
1. Definisi

Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut


pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat
terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar,
terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada
daerah tersebut kurang sempurna. Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat
difus, konsistensinya bisa sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya
besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri.
Tidak terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk
suatu lokalisasi cairan (Peterson, 2002). Penyebaran infeksi selulitis progressif
mengenai daerah sekitar, bisa melewati median line, kadang-kadang turun mengenai
leher (Pedlar, 2001).
2. Gambar

Gambar 3.1 Selulitis


3. Etiologi dan Patogenesis

Mikroorganisme lainnya negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona


dan Fusobacterium (Berini, et al, 1999). Infeksi odontogenik pada umumnya
merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun
anaerob mempunyai fungsi yang sinergis (Peterson,2002). Infeksi Primer selulitis
dapat berupa: perluasan infeksi/abses periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang
dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang
mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum

9
yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila /
mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.
4. Klasifikasi

Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:


1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial,
yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya
sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia
yang terlibat.
2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi
bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan
berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,
mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan
mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson (2002)
beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa
pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan abses.
Nama lain:
a. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1) Ludwigs Angina
2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
3) Selulitis Senators Difus Peripharingeal
4) Selulitis Fasialis Difus
5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
b. Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi
pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan
perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
3. Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina
Ludwigs . Angina Ludwigs merupakan suatu selulitis difus yang mengenai
spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang

10
sampai mengenai spasia pharingeal (Berini, Bresco & Gray, 1999 ; Topazian,
2002).
Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya
mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon. Biasanya infeksi primer
dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan ketiga bawah, penyebab lainnya
(Topazian, 2002): sialodenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula
compund, laserasi mukosa lunak mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan
infeksi sekunder dari keganasan oral. Gejala klinis dari Phlegmon (Pedlar,
2001), seperti oedema pada kedua sisi dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke
leher hanya dalam beberapa jam, lidah terangkat, trismus progressif, konsistensi
kenyal kaku seperti papan, pembengkakan warna kemerahan, leher kehilangan
anatomi normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan temperatur tubuh,
sakit dan sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta stridor.
Angina Ludwigs memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa: rujukan
untuk mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis tinggi,
biasanya untuk terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan
metronidazole, penggantian cairan melalui infus, drainase through and through,
serta penangganan saluran nafas, seperti endotracheal intubasi atau tracheostomi
jika diperlukan.
5. Diagnosis

1) Anamnesis
Gejala awalnya berupa malaise, menggigil, dan demam yang
mendadak sebelum terjadinya lesi, kemerahan di daerah wajah atau tungkai
bawah. Selanjutnya ada dua gejala yaitu gejala local dan sistemik.
Gejala lokal antara lain pembengkakkan mengenai jaringan lunak/ikat
longgar, sakit, panas dan kemerahan pada daerah pembengkakkan,
pembengkakan disebabkan oedem, infiltrasi selular dan kadang karena
adanya pus, pembengkakkan difus, konsistensi kenyal keras seperti papan,
kadang-kadang disertai trismus dan kadang-kadang dasar mulut dan lidah
terangkat. Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak
teratur, malaise, lymphadenitis, peningkatan jumlah leukosit, pernafasan
cepat, muka kemerah-merahan, lidah kering, delirium terutama malam hari,
disfagia dan dispnoe, serta stridor.

11
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi: inpeksi, palpasi & auskultasi intraoral dan
ekstraoral Pada pemeriksan fisik akan ditemukan daerah pembengkakan
yang terlokalisir (edema), kadang ditemukan pembengkakan kelenjar getah
bening.
3) Pemeriksaan Penunjang
Pada hasil pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah
putih dan adanya infeksi bakteri. Bila perlu, bisa dilakukan pembiakan
darah. Pemeriksaan penunjang lain berupa pemeriksaan radiologis,
umumnya periapikal foto dan panoramik foto, walaupun banyak kasus
dilaporkan selulitis dapat didiagnosa dengan MRI (Berini, Bresco & Gay,
1999)
f. Terapi
Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise dan
demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang minum,
diduga adanya penurunan resistensi terhadap infeksi, toksis septikemia dan infiltrasi
ke daerah anatomi yang berbahaya serta memerlukan anestesi umum untuk drainase,
diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit sesegera mungkin. Jalan
nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomi jika diperlukan.
Empat prinsip dasar perawatan infeksi (Falace, 1995), yaitu: menghilangkan causa
(Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara
pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase bisa dilakukan intra maupun
extra oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti kasus-kasus yang parah. Dalam
pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai riwayat alergi
terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara intravena untuk itu perlu
dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan selama 5-10 hari (Milloro,
2004).
Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian analgesik
& antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak (50 mg/8
jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid diberikan, perlu
ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam
(650 mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)), pemberian
aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun peroral (melalui obat kumur

12
saline) dapat memicu timbulnya pernanahan. Komplikasi yang seringkali menyertai
selulitis fasial antara lain: obstruksi pernafasan, septik syok, dan septikemia.

13
4. LEUKOPLAKIA
1. Definisi

Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa
mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan
(Rangkuti, 2007).
2. Gambar

Gambar 4.1 Leukoplakia


3. Etiologi dan Patogenesis

Etiologi dari leukoplakia digolongkan menjadi 2, yaitu faktor lokal dan


faktor sistemik.
1) Faktor lokal terdiri dari tembakau, alkohol, iritasi mekanis dan kemis, reaksi
elektrogalvanik dan kandidiasis. Penggunaan rokok merupakan faktor risiko
utama penyebab leukoplakia, karena unsur resin dan tar di dalamnya mudah
mengiritasi mukosa.
2) Faktor sistemik terdiri dari defisiensi vitamin A, vitamin B kompleks, sifilis
tertier dan anemia siderofenik. Keadaan ini disertai dengan glossitis atrofik
sehingga pasien-pasien ini mudah sekali terkena leukoplakia dan karsinoma
mulut.
Perubahan patologis mukosa mulut menjadi leukoplakia terdiri dari dua
tahap.Yaitu tahap praleukoplakia dan tahap leukoplakia.Pada tahap praleukoplakia
mulai terbentuk warna plaque abu-abu tipis, bening, translusen, permukaannya halus
dengan konsistensi lunak dan datar. Tahap leukoplakia ditandai dengan pelebaran
lesi ke arah lateral dan membentuk keratin yang tebal sehingga warna menjadi lebih
putih, berfisura dan permukaan kasar sehingga mudah membedakannya dengan
mukosa sekitarnya.
(Patterson, 2004).

14
4. Klasifikasi

Berdasarkan

bentuk

klinisnya

Bucket

dalam

Patterson

(2004)

menggolongkan leukoplakia dalam 3 jenis:


1) Homogenous leukoplakia (leukoplakia kompleks)
Suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas, memperlihatkan suatu pola
yang relatif konsisten, permukaan lesi berombak-ombak dengan pola garis-garis
halus, keriput atau papilomatous.
2) Nodular leukoplakia (bintik-bintik)
Suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul keratotik yang kecil
tersebar pada bercak-bercak atrofik (eritroplaqueik) dari mukosa.Dua pertiga
dari kasus menunjukkan tanda-tanda displasia epitel atau karsinoma pada
pemeriksaan histopatologik.
3) Verrucous leukoplakia
Lesi putih di mulut, dimana permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan
seperti papila yang berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi pada
dorsum lidah.
5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis lengkap, pemeriksaan


klinis rutin yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi tempat dan
perubahan-perubahan serta perbedaan-perbedaan dengan jaringan sekitar) dan yang
terakhir dengan pemeriksaan biopsi.
1) Anamnesis
Anamnesis meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, kesehatan umum, kebiasaan
sehari-hari misalnya merokok, minum alkohol, mengunyah sirih dan menyuntil
tembakau. Dahulu, penderita leukoplakia didominasi oleh usia lanjut akibat
penurunan daya tahan tubuh. Namun sekarang lebih didominasi oleh usia muda
akibat konsumsi rokok. Frekuensi penderita pria dan wanita adalah seimbang
karena sudah banyak wanita yang merokok.
2) Gambaran Klinis
Pada keadaan awal, lesi tidak terasa pada perabaan, agak bening dan putih
keruh. Selanjutnya plaque meninggi dengan tipe yang berkembang tidak teratur.
Lesi berwarna putih kabur. Kemudian lesi menjadi tebal, berwarna putih,
menunjukkan anya pengerasan, membentuk fisura-fisura dan terakhir adalah
pembentukan ulser.Gambaran klinis leukoplakia bentuk homogen (kecuali yang

15
didasar mulut) cenderung mempunyai risiko displasia rendah, namun nodular,
speckled dan erosiva mempunyai risiko tinggi, khususnya jika mempunyai
displasia berat. Bentuk-bentuk lesi leukoplakia yang kemudian berubah menjadi
ganas adalah bentuk verukosa dan bentuk nodular.
3) Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan morfologi sel atau jaringan pada sediaan mikroskop dengan
pewarnaan rutin Hematoksilin-Eosin (HE).
4) Pemeriksaan sitologik eksfoliatif
Digunakan untuk menegakkan diagnosis keganasan. Pemeriksaan sitologik
eksfoliatif memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi keadaan keganasan sedini
mungkin dan merupakan kontrol pada false negatif biopsi serta menghindari
biopsi yang tidak perlu. Faktor yang mempengaruhi ketepatan pemeriksaan
adalah lokasi dan jenis lesi, ketebalan lapisan keratin atau keadaan
hiperkeratotik akan menyebabkan sel-sel yang mengalami diskeratosis sulit
untuk ikut teridentifikasi karena tersembunyi.
(Amin, 2010).
6. Terapi

Perawatan dan pencegahan yang paling pas adalah mengurangi atau


menjauhi faktor-faktor penyebabnya, seperti berhenti merokok atau konsumsi
alkohol. Ketika ini cara itu sudah ditempuh dan tidak efektif atau menunjukkan
tanda-tanda awal kanker, kemungkinan untuk menyembuhkannya dengan operasi
atau laser untuk menghancurkan sel-sel kanker (Amin, 2010; Medineplus, 2012).

16
5. ANGINA LUDWIG
a.

Definisi
Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar dengan cepat,
potensial

menyebabkan

kematian,

yang

mengenai

ruang

sublingual

dan

submandibular. Umumnya, infeksi dimulai dengan selulitis, kemudian berkembang


menjadi fasciitis, dan akhirnya berkembang menjadi abses yang menyebabkan
indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut, dan elevasi serta perubahan
letak

lidah

ke

posterior.

Wilhelm

Fredrick

von

Ludwig

pertama

kali

mendeskripsikan angina Ludwig ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis
yang progresif yang berasal dari region kelenjar submandibula.
b. Etiologi
Angina Ludwig biasanya disebabkan oleh infeksi odontogenik, khususnya
dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai akar yang berada di
atas otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat menyebar ke ruang submandibular.
Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus, stafilokokus, atau
bakteroides. Namun, 50% kasus disebabkan disebabkan oleh polimikroba, baik oleh
gram positif ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob. Penyebab lain dari angina
Ludwig yaitu sialadenitis, abses peritonsil, fraktur mandibula terbuka, kista duktus
tiroglossal yang terinfeksi, epiglotitis, injeksi intravena obat ke leher, bronkoskopi
yang menyebabkan trauma, intubasi endotrakea, laserasi oral, tindik lidah, infeksi
saluran nafas bagian atas, dan trauma pada dasar mulut.
c. Patofisiologi
Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang sublingual dan
submandibular akibat infeksi dari polimikroba yang berkembang dengan cepat dan
dapat menyebabkan kematian akibat dari gangguan jalan nafas. Pada pemeriksaan
bakteriologi ditemukan polimikroba dan kebanyakan merupakan flora normal pada
mulut2. Organism yang sering diisolasi pada pasien angina Ludwig yaitu
Streptokokus viridians dan Stafilokokus aureus. Bakteri anaerob juga sering terlibat,
termasuk bakteroides, peptostreptokokus, dan peptokokus. Bakteri gram positif
lainnya yang berhasil diisolasi yaitu Fusobacterium nucleatum, Aerobacter
aeruginosa, spirochetes, and Veillonella, Candida, Eubacteria, dan Clostridium
species. Bakteri gram negative yang berhasil diisolasi termasuk Neisseria species,
Escherichia coli, Pseudomonas species, Haemophilus influenzae, dan Klebsiella sp.

17
d. Diagnosis
Anamnesa
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu
terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan
mengalami kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan, yang mengakibatkan
keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. Penderita juga dilaporkan
mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam dan rasa menggigil.
Pemeriksaan fisik
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar
kebelakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah terdorong
keatas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut membengkak,
saatbernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya penderita akan
mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum maupun makanan yang
dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang mengindikasikan adanya infeksi
sistemik
Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium
maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.
Laboratorium:
1.

Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi


akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi
drainase.

2.

Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang menginfeksi


(aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi.

3.

Pencitraan:
Rontgen
Walaupun

radiografi

mendiagnosisatau

foto

menilai

polos
dalamnya

dari

leher

abses

kurang

leher,

berperan

fotopolos

ini

dalam
dapat

menunjukkan luasnyapembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat


menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto
panoramik rahang dapatmembantu menentukan letak fokal infeksi atau abses,
serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.

18
USG
USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses. USG
dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif dan non-radiasi.
USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letakabses.
CT-scan
CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan
evaluasi

radiologik

terbaik

pada

abses

leher

dalam.

CT-scan

dapat

mendeteksiakumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan


napas sehinggadapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya
pernapasanbuatan.
MRI
MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan dengan
CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya waktu
yangdiperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang
mengalamikesulitan bernapas
e.

Penatalaksanaan
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:

Pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas.

Kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan


membatasipenyebaran infeksi.

Ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental

19
DAFTAR PUSTAKA
Amin H (2010). Leukoplakia. http://sehat-enak.blogspot.com/ Diakses tanggal 21 April
2013.
Berini, et al, 1997, Medica Oral: Buccal and Cervicofacial Cellulitis. Volume 4, (p337-50).
C, Mary T. Mumps. Merck Manual Home Health Handbook. 2007
Dimitroulis, G, 1997, A Synopsis of Minor Oral Surgery, Wright, Oxford (71-81)
Falace, DA, 1995, Emergency Dental Care. A Lea & Febiger Book. Baltimore (p 214-26)
Harty FJ (1995). Kamus kedokteran Ggigi, terj. alih bahasa drg. Narlan Sumawinata. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
K, Joel. Mumps. KidsHealth. 2012
K, Laurence. Mumps. 2012. www.patient.co.uk
Medineplus (2012). Leukoplakia. http://mahkotadewa.co.id/herbalshop/2012/03/leukoplakia/
Diakses tanggal 21 April 2013.
Milloro, M., 2004, Petersons of Principles Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd edition,
Canada: BC Decker Inc.
Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders, Philadephia
Patterson ( 2004). Leukoplakia. http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf.
Diakses tanggal 21 April 2013.
Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl (p90-100)
Peterson, et al, 2002, Oral and Maxillofacial Surgery. Mosby, St. Louis
Rangkuti NH (2007). Pebedaan leukoplakia dan hairy leukoplakia di rongga mulut. Medan:
Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Susanto
AJ
(2009).
Penyakit
periodontal
(periodontal
disease).
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/ae42e86e5d487ac19eb4c258acfc6ef7f0e
6f9ca.pdf. Diakses tanggal 21 April 2013.
Thoothclub
(2011).
Dental
diagnosis
poor
oral
hygiene
overview.
http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poor-oral-hygieneoverview.html/ Diakses tanggal 21 April 2013.
Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection, WB Saunders,
Philadelphia
Walton, Torabinejad (1998). Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.
Widyanti N (2005). Pengantar ilmu kedokteran gigi pencegahan. Yogyakarta: Medika
Fakultas Kedokteran UGM.
Zieve
D,
Juhn
G
(2009).
Glossitis.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm. Diakses tanggal 21
April 2013.

Anda mungkin juga menyukai