Anda di halaman 1dari 2

Manajemen Sungai

Sungai seringkali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih bermanfaat atau mengurangi dampak
negatifnya terhadap kegiatan manusia.[1]
1. Bendung dan Bendungan dibangun untuk mengontrol aliran, menyimpan air
atau menghasilkan energi.
2. Tanggul dibuat untuk mencegah sungai mengalir melampaui batas dataran
banjirnya.
3. Kanal-kanal dibuat untuk menghubungkan sungai-sungai untuk mentransfer
air maupun navigasi
4. Badan sungai dapat dimodifikasi untuk meningkatkan navigasi atau
diluruskan untuk meningkatkan rerata aliran.

Manajemen sungai merupakan aktivitas yang berkelanjutan, karena sungai cenderung untuk
mengulangi kembali modifikasi buatan manusia. Saluran yang dikeruk akan kembali
mendangkal, mekanisme pintu air akan memburuk seiring waktu berjalan, tanggul-tanggul dan
bendungan sangat mungkin mengalami rembesan atau kegagalan yang dahsyat akibatnya.
Keuntungan yang dicari dalam manajemen sungai seringkali "impas" bila dibandingkan dengan
biaya-biaya sosial ekonomis yang dikeluarkan dalam mitigasi efek buruk dari manajemen yang
bersangkutan. Sebagai contoh, di beberapa bagian negara berkembang, sungai telah dikungkung
dalam kanal-kanal sehingga dataran banjir yang datar dapat bebas dan dikembangkan. Banjir
dapat menggenangi pola pembangunan tersebut sehingga dibutuhkan biaya tinggi, dan seringkali
makan korban jiwa.
Banyak sungai kini semakin dikembangkan sebagai wahana konservasi habitat, karena sungai
termasuk penting untuk berbagai tanaman air, ikan-ikan yang bermigrasi dan menetap, serta
budidaya tambak, burung-burung, dan beberapa jenis mamalia.

Dampak ekploitasi berlebihan pada ekosistem sungai


Eksploitasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti "pengusahaan; pendayagunaan;
pemanfaatan untuk keuntungan sendiri"; "pengisapan"; "pemerasan (tenaga manusia)".
Eksploitasi dalam bahasa Inggris (exploitation) berarti "politik pemanfaatan yang secara
sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap suatu subyek, hanya untuk kepentingan
ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan, serta kompensasi
kesejahteraan." Eksploitasi berlebihan terjadi ketika sumber daya yang dikonsumsi telah berada
pada tingkat yang tidak berkelanjutan.
Tidak hanya ekosistem darat yang dapat mengalami eksploitasi berlebihan. Ekosistem akuatik
seperti laut, sungai, danau, dan perairan lainnya dapat mengalami hal yang serupa. Eksploitasi
sumber daya akuatik dapat berupa penangkapan organisme laut secara berlebihan. Penangkapan
organisme laut (seperti ikan konsumsi maupun ikan hias) dan pengambilan terumbu karang dapat
menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan di ekosistem laut.[2][3]

Organisme yang beragam hidup di terumbu karang. Namun, terumbu karang demikian rapuh
terhadap kerusakan karena pertumbuhannya lambat, mudah terganggu, dan hanya hidup pada
perairan yang dangkal, hangat, dan bersih.
Terumbu karang hanya dapat hidup pada perairan dengan suhu 18 30 C. Kenaikan suhu
sebesar 1 C dari batas maksimum dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang. Rusaknya
terumbu karang akan menyebabkan hilangnya tempat tinggal bagi organisme yang ada pada
ekosistem terumbu karang.
Ancaman lain yang dapat mengganggu ekosistem perairan adalah penggunaan ekosistem
perairan sebagai daerah wisata. Penetapan daerah wisata perairan dapat dikatakan sebagai
eksploitasi karena apabila daerah wisata tersebut tidak dikelola dengan balk maka akan
mengganggu keberadaan organisme yang ada di ekosistem tersebut. Sebagai contoh, daerah
wisata pantai di Bali atau wilayah Jakarta bagian utara yang ekosistem alaminya telah terganggu
oleh aktivitas manusia yang berlebihan. Kedua pantai tersebut telah tercemar oleh sampah yang
dibuang pengunjung tempat wisata tersebut.

Anda mungkin juga menyukai