/ OUTPUT
Ditujukan UntukINPUT
Memenuhi Tugas
Praktikum
Analisis Hirarki Wilayah Dengan Teknik Skalogram
Mata Kuliah Sistem Ekonomi Wilayah
Anggota Kelompok :
SANDI NURDIN
AGUSTIAN
RAZIALDI
A156140104
A156140254
A156140214
SEKOLAH PASCASARJANA
INSITUT PERTANIAN BOGOR
2015
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
I-O maka hasil perhitungannya dapat digunakan dan cukup valid untuk
pembuktian.
Menurut Rustiadi et al. (2011) bahwa Analisis input-output dikembangkan
pertamakali dalam bentuk yang sederhana pada zaman Phsyokrat dipertengahan
abad ke-18, khususnya oleh Francois Quesnay (1758) dengan Tableau
De'economipuc-nya yang menggambarkan model makro ekonomi input-output
khususnya antara petani dan buruh, dan tuan tanah dengan pihak lainnya.
Selanjutnya model ini dikembangkan oleh Wassily Leontif pada tahun 1947
sebagai bentuk penyempurnaan dari General Equilibrium Theory yang
dikembangkan oleh Leon Walras (1877) agar dapat di implementasikan secara
empiris dalam penggunaannya. Metode analisis melihat hubungan antar sektor
dalam suatu perekonomian sehingga analisis hubungan ini masuk dalam bidang
ilmu ekonomi pembangunan pada tahun 1950-an.
Saat ini analisis analisis Model I-O telah berkembang luas menjadi
model analisis standar untuk melihat struktur keterkaitan sektoral dari
perekonomian nasional, wilayah dan antar wilayah, serta dimanfaatkan untuk
berbagai peramalan
dan simulasi perkembangan struktur perekonomian
berdasarkan skenario-skenario pembangunan yang direncanakan. Berikut dapat
dilihat gambaran dasar dari susunan struktur tabel I-O :
Tabel 1. Struktur dasar tabel transaksi input-output wilayah
Permintaan Internal Wilayah
Input Antara
Nilai
Tambah
Input
1
2
N
W
T
S
Input
Eksternal
M
Wilayah
Total Input
Total
Output
E
E1
E2
Ei
En
Ew
ET
ES
X1
X2
Xi
Xn
W
T
S
n
x1n
x2n
xnn
Wn
Tn
Sn
Permintaan
Akhir
C
G
I
C1
G1
I1
C2
G2
I2
Ci
Gi
Ii
Cn
Gn
In
Cw
Gw
Iw
CT
GT
IT
CS
GS
IS
Mj
Mn
Cm
Gm
Im
Xj
Xn
Permintaan Antara
Output
Permintaan
Eksternal
Wilayah
1
x11
x21
xn1
W1
T1
S1
2
x12
x22
j
xij
xij
xnj
Wj
Tj
Sj
M1
X1
Gi
Ii
Ei
Mj
Wj
Tj
Vj
Secara sederhana struktur tabel I-O dibagi atas empat kuadran sebagai berikut :
Permintaan Antara
Permintaan Akhir (Y)
Input Antara
Kuadran I (n x n)
Kuadran II (n x m)
Nilai Tambah
Kuadran III (p x n)
Kuadran IV (p x m)
Keterangan :
n
: banyaknya sektor/agregasi jenis lapangan usaha dalam sistem
ekonomi
m
: banyaknya jenis/agregasi jenis permintaan akhir, yang meliputi:
pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi
(pembentukan barang modal, dan perubahan stock), dan ekspor.
p
: banyaknya jenis/agregasi jenis input primer diluar impor, yang
meliputi: upah dan gaji, pajak tak langsung, dan surplus usaha.
Berikut penjelasan dari masing-masing kuadran diatas :
Kuadran
Penjelasan
Kuadran : merupakan gambaran transaksi antar sektor dalam proses
I
produksi yang memberikan gambaran sejauh mana kinerja dari
suatu sektor memberikan pengaruh atau saling terkait dengan
sektor lainnya. Semakin kuat keterkaitan antar sektor dalam
suatu wilayah, menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki
struktur ekonomi yang kuat.
Kuadran : menunjukkan matriks permintaan
akhir terhadap output
II
masing-masing sektor berupa permintaan konsumsi rumah tangga
(household consumption), pengeluaran pemerintah (government
expenditure), pembentukan modal tetap bruto (investment),
perubahan stok, dan ekspor.
Kuadran : menunjukkan matriks nilai tambah (added values) masing-masing
III
sektor yang mencakup input-input yang dibutuhkan oleh setiap
sektor untuk menjalankan aktivitas produksinya berupa gaji dan
upah, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung neto,
subsidi, dan impor
Kuadran : menunjukkan keterkaitan antar institusi yang diwujudkan
IV
dalam bentuk transfer nilai tambah yang meliputi: (1) rumah
tangga, (2) pemerintah, (3) perusahaan swasta, dan (4) institusi
Ruang lingkup laporan praktikum ini adalah analisa Input Output untuk
mengetahui keterkaitan antar sector di suatu wilayah yang terdiri dari:
(1) Interpretasi Tabel I-O NTT (1995) menurut struktur output sektoral.
(2) Interpretasi Tabel I-O NTT (1995) menurut struktur permintaan baris.
(3) Interpretasi Tabel Matriks A.
(4) Interpretasi Tabel Backward Linkage.
(5) Interpretasi Tabel Forward Linkages.
(6) Interpretasi Tabel Multiplier.
2.1.
Data yang digunakan dalam praktikum ini adalah data sekunder, antara lain
berasal dari Tabel Input-Output Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) transaksi
domestik atas dasar harga berlaku dalam (ribuan rupiah) tahun 1995.
2.2.
Metode Analisis.
Keterangan :
Fi
= forward linkage
aij
= unsur matriks koefisien teknis
n
= jumlah sector
Normalized atau dirumuskan sebagai berikut :
secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan :
Bj
= backward linkage
aij
= unsur matriks koefisien teknis
n
= jumlah sector
3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan (indirect foreward
linkage) ()
Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat dari
suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor
tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan
total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan sebagai berikut:
Dengan bij merupakan matriks adalah elemen-elemen matriks B atau ()1 yang
merupakan matriks Leontief.
Backward Linkages
Direct
Menunjukkan pengaruh
kenaikan output dari sektor
ke-j terhadap sektor-sektor
lain yang langsung mensuplai
input ke sektor ke-j
Direct Indirect
(Total)
Menunjukkan pengaruh
kenaikan permintaan akhir
dari sektor ke-j terhadap total
ouput dari seluruh sektor
perekonomian melalui
mekanisme penggunaan input
produksi
Forward Linkages
Menunjukkan pengaruh
kenaikan output dari
sektor ke-i terhadap
sektor-sektor lain yang
selama ini menggunakan
output
sektor ke-i
Menunjukkan
pengaruh
kenaikan input primer
dari sektor ke-j terhadap
total output (catatan
dalam tabel I-O total
input = total output) dari
seluruh sektor
perekonomian melalui
Struktur Permintaan
Total permintaan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 1995 sebesar Rp
4.190.852.117,- (dalam ribuan). Total Permintaan tersebut merupakan hasil
penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 970.033.004,- (dalam ribuan) dan
permintaan akhir sebesar 3.220.819.112,- (dalam ribuan). Permintaan antara
merupakan permintaan barang dan jasa dalam kegiatan proses produksi.
Permintaan antara juga dapat diartikan sebagai permintaan suatu sektor terhadap
barang dan jasa yang dihasilkan dari sektor lain yang digunakan oleh sektor
tersebut sebagai input untuk menghasilkan barang dan jasa akhir. Sedangkan
permintaan akhir adalah permintaan barang dan jasa dalam rangka kegiatan
konsumsi akhir. Konsumsi akhir dapat menunjukkan konsumsi oleh rumah
tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan
ekspor. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Dari tabel di atas dapat diketahui besarnya nilai ratio upah dan gaji dengan
surplus usaha pada perekonomian Provinsi NTT pada Tahun 1995 yaitu sebesar
0.7249. Rasio upah dan gaji dengan surplus usaha dapat digunakan untuk
mengukur keseimbangan distribusi pendapatan antara pemilik modal dan tenaga
kerja. Jika rasio upah gaji dengan surplus usaha suatu sektor bernilai satu, hal
tersebut mengindikasikan bahwa terjadi keseimbangan dalam pendistribusian
pendapatan pada suatu sektor perekonomian. Nilai rasio upah dan gaji dengan
surplus usaha pada perekonomian di Provinsi NTT Pada Tahun 1995 secara
keseluruhan kurang dari satu, hal ini dapat diartikan bahwa tidak terjadi
keseimbangan antara upah dan gaji yang diterima pekerja dengan surplus usaha
yang diterima oleh pemilik modal. Pendapatan pekerja lebih rendah dibandingkan
dengan surplus usaha yang diterima oleh pemilik modal. Hal ini terjadi akibat
faktor produksi yang digunakan yang digunakan pada sektor tersebut adalah padat
karya.
Analisis Keterkaitan
Analisis yang terjadi antar sektor ekonomi ini dibedakan menjadi dua
yaitu: keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang
(backward linkage). Keterkaitan ke depan menggambarkan tingkat penggunaan
output suatu sektor dalam kegiatan-kegiatan sektor lainnya. Sedangkan
keterkaitan ke belakang terkait dengan tingkat penggunaan input oleh suatu sektor
dari sektor-sektor lainnya. Baik keterkaitan output ke depan maupun keterkaitan
output ke belakang terdiri dari keterkaitan output langsung serta keterkaitan
output langsung dan tidak langsung. Keterkaitan output langsung ke depan dan ke
belakang diperoleh dari matriks koefisien input (koefisien teknis), sedangkan
keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang diperoleh dari
matriks kebalikan Leontief terbuka.
Di mana aij merupakan rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan
sebagai input sektor j (=Xij) terhadap total input sektor j (=Xj).
Koefisien input tergambar dalam matriks A dan disajikan pada gambar
di bawah ini :
Matriks I-A
Matriks I-A atau yang dikenal sebagai matriks Leontief merupakan hasil
pengurangan antara matriks Identitas Matriks A dengan nilai pada Matriks A.
Matriks I-A merupakan parameter penting di dalam analisis I-O karena
selanjutnya akan digunakan untuk menghitung nilai Invers matriks Leontif itu
sendiri atau yang nanti disebut sebagai matriks B atau kebalikan matriks leontif
terbuka. Matriks leontif terbuka (Matriks B) dijadikan sebagai dasar perhitungan
Berikut hasil perhitungan untuk mengetahui keterkaitan langsung dan tidak
langsung ke depan dan ke belakang. Matriks I-A dari transaksi domestik di
Propinsi NTT pada Tahun 1995 disajikan pada gambar di bawah ini.
Dalam gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa sector padi memiliki
nilai keterkaitan ke depan secara langsung terbesar dengan nilai 1,839, nilai
tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar
Rp. 1, maka output sektor padi yang langsung dijual atau dialokasikan ke sektor
lainnya termasuk sektor padi itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar Rp
1,839. Diurutan kedua ditempati sektor pengangkutan dan komunikasi dengan
nilai 0,728; ketiga, sektor perdagangan 0,691; keempat, sektor bangunan dan
konstruksi dengan nilai 0.680; kelima sektor tanaman perkebunan memiliki nilai
sebesar 0,380. Demikian seterusnya dan urutan tersebut dapat dilihat pada
lampiran Tabel IO Provinsi NTT Tahun 1995 terlampir.
Kelima sektor yang berkontribusi terbesar dalam nilai keterkaitan
langsung dan tidak langsung ke depan, adalah sektor padi bernilai 3,440 yang
berarti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1, maka
output sektor padi secara langsung dan tidak langsung dijual atau dialokasikan ke
sektor lainnya termasuk sektor padi itu sendiri akan mengalami peningkatan
sebesar Rp 3,440, diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dengan nilai
sebesar 2,125; sektor perdagangan bernilai 2,005; sektor bangunan dan konstruksi
dengan nilai 1.997; sektor Tanaman perkebunan bernilai 1.473. Demikian
seterusnya dan urutan tersebut dapat dilihat pada lampiran Tabel IO Provinsi
NTT Tahun 1995 terlampir.
Keterkaitan ke Belakang (Backward Linkages)
Nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang
dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri.
Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan sektor produksi hilir terhadap
sektor-sektor produksi hulunya. Berikut gambar yang menunjukkan keterkaitan ke
belakang sector-sektor perekonomian di Provinsi NTT tahun 1995.
sebesar 1,698 dan kelima sector industry makanan dan minuman dengan nilai
1.632 (Lihat gambar di atas).
Nilai Direct Backward Linkages sebesar 0,239 berarti bahwa setiap
kenaikan sector padi senilai Rp 1 maka akan menaikkan sector lain yang
mensupplai input sebesar Rp 0,239. Sedangkan nilai Direct and Indirect
Backward Linkages sebesar 2,062 berarti bahwa setiap jika terjadi peningkatan
permintaan akhir sebesar Rp 1 maka sector beras tumbuk akan meningkatkan
permintaan inputnya secara langsung dan tidak langsung terhadap sektor lain
maupun sektor itu sendiri sebesar Rp 2,062 atau dengan kata lain maka output
total perekonomian akan naik Rp 2,062. Interpretasi yang sama untuk DBL dan
DIBL sector beras giling, sector bangunan dan konstruksi, sector restoran dan
hotel, serta sector industry makanan dan minuman.
Analisis Angka Pengganda (Multiplier)
Analisis pengganda (multiplier) bertujuan untuk melihat dampak
perubahan permintaan akhir suatu sektor ekonomi terhadap semua sektor yang
ada tiap satu satuan perubahan jenis pengganda. Berikut hasil perhitungan Analisa
Multiplier dari transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995 atau lebih
jelasnya dapat dilihat pada lampiran Excel:
(1) Income Multiplier Type I (Tanpa Rumah Tangga)
Hasil Analisis Income Multiplier Type I terhadap transaksi domestik di
Propinsi NTT pada Tahun 1995 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa sector beras tumbuk merupakan
sector yang memiliki income multiplier terbesar dengan nilai 6,394. Nilai ini
berarti bahwa naiknya permintaan akhir terhadap sector beras tumbuk sebesar Rp
1 atau satu satuan maka akan menyebabkan income beras tumbuk masyarakat naik
sebesar Rp 6,394 atau 6,394 satuan.
(2) Employment multiplier Type I dan Business Surplus Multiplier Type I
Hasil Analisis Employment multiplier Type I dan Business Surplus
Multiplier Type I terhadap transaksi domestik di Propinsi NTT pada Tahun 1995
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta (ID): Crespent Press dan Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.