Anda di halaman 1dari 4

BAB 9

KELEMBAGAAN DAN PERAN SERTA


MASYARAKAT

9.1

ARAHAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

Sebagai wilayah yang sedang mengalami pengembangan, Provinsi Papua Barat sudah
seharusnya mempunyai suatu sistem pengelolaan lembaga sehingga dapat tercipta good and
clean government. Berikut ini beberapa konsep pengembangan yang dapat diterapkan dalam
kelembagaan pemerintah Provinsi Papua Barat.

9.1.1 Pengembangan Birokrasi yang Inovatif


Pengembangan Provinsi Papua Barat yang efektif hanya mungkin dilakukan bila terdapat
perubahan paradigma dalam sistem kelembagaan dan birokrasi pemerintah saat ini. UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah
memberi kemungkinan secara lebih luas bagi pemerintah daerah untuk melakukan kreatifitas
dan proses inovasi dalam sistem pengelolaan dan pelayanan sektor publik.

Masalah mendasar dalam perubahan paradigma sistem kelembagaan pada masa otonomi ini
adalah keterbatasan sumberdaya aparat daerah untuk melakukan proses kreasi dan inovasi,
baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dan kebijaksanaan
pembangunan. Selama masa orde baru cenderung telah terbentuk budaya ketergantungan
terhadap kebijakan dan petunjuk dari pemerintah pusat, sehingga aparat di daerah kurang
mengalami learning process untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
pembangunan daerah secara lebih mandiri. Sistem birokrasi orde baru kurang memberi
tempat bagi aparat daerah untuk melakukan proses kreasi termasuk di dalamnya
kemungkinan trial and error, sehingga melalui proses tersebut aparat daerah memperoleh
kesempatan secara lebih luas dari pengalamannya sendiri.

Laporan Rencana

9-1

9.1.2 Pengembangan dan Perubahan Sistem Pelatihan Pegawai


Perubahan paradigma dalam kultur birokrasi yang lebih inovatif akan memakan waktu yang
cukup lama, sehingga memerlukan waktu transisi. Sebagai titik awal yang dapat dilakukan
sebagai hal yang strategis adalah perubahan substansi pelatihan para pegawai menuju pada
profesionalisme aparatur pemerintah daerah. Pemerintah daerah perlu meningkatkan
frekuensi pelatihan aparat daerah dengan substansi yang baru yang memiliki ciri pokok
sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk melihat peluang-peluang yang ada bagi pertumbuhan ekonomi
daerah, keberanian untuk mengambil resiko dalam memanfaatkan peluang dan
kemampuan untuk menggeser alokasi sumber dari kegiatan yang lazim disebut
enterpreneurial profesionalism yang dapat terbentuk oleh struktur dan prosedur organisasi
yang memberi peluang pada aparat untuk berkreasi dan berinovasi. Sebaliknya, struktur
dan prosedur yang kaku, yang sangat bergantung pada juklak dan juknis dari pemerintah
pusat cenderung akan mematikan kreativitas aparat daerah yang menyebabkan
ketergantungan yang terus menerus.
2. Kemampuan untuk mengambil keputusan dan langkah-langkah yang perlu, dengan
mengacu pada misi yang ingin dicapai (mission driven profesionalism) dan tidak sematamata mengacu pada peraturan yang berlaku (rule driven profesionalism). Ketentuan dan
peraturan tetap diperlukan, namun tidak mungkin peraturan tersebut akan mencakup
berbagai kasus dan situasi khusus, sehingga pada situasi tersebut aparat di daerah harus
mengambil inisiatif sesuai dengan misi yang ingin dicapai.
3. Kemampuan yang diharapkan terdapat pada aparat adalah environmental scanning, yakni
kemampuan untuk mengidentifikasi subjek-subjek yang mempunyai potensi input dan
sumber bagi proses pembangunan. Environmental scanning ini perlu ditindaklanjuti
dengan linkage building, stakeholders yang mempunyai potensi memberikan kontribusi
pada proses pembangunan.

9.1.3 Pengembangan Jaringan dan Promosi Daerah


Untuk memperoleh kualitas training aparat yang lebih baik, maka pemerintah daerah perlu
melakukan kerjasama yang lebih luas dengan berbagai pihak seperti perguruan tinggi,
asosiasi pengusaha, LSM dan lembaga-lembaga khusus pelatihan pengembangan
sumberdaya manusia. Perubahan kebijakan dan behaviour institusi dan aparat daerah adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan inisiatif untuk melakukan network dan kemitraan dengan berbagai institusi
sebagai mediator bagi perubahan proses perencanaan pembangunan yang semula
cenderung top-down dan mekanistik menjadi proses yang lebih partisipatif dengan
melibatkan sebanyak mungkin stakeholeders yang terkait. Rencana dan kebijakan
pembangunan daerah yang akan dilakukan merupakan collective agreement, hasil dari
suatu proses negosiasi antar stakeholders. Melalui proses partisipatif ini, rencana yang

Laporan Rencana

9-2

dihasilkan diharapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mendapat dukungan dari


sebagian besar masyarakat, serta memperkecil derajat konflik antar berbagai pihak.
Pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi inisiator dan fasilitator bagi terbentuknya
forum stakeholders yang terdiri dari perwakilan komponen sosial, ekonomi dan politik di
daerah seperti swasta, LSM, koperasi, pengusaha kecil, militer dan lain-lain.
2. Intervensi dan pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi secara bertahap berupaya agar
mekanisme pasar dapat berfungsi secara lebih optimal. Mekanisme pasar yang sehat
akan turut menciptakan kompetisi menuju the best performance, bukan saja antar sektor
swasta tetapi juga antar sektor swasta dan pemerintah dan antara lembaga-lembaga di
dalam sektor publik. Dalam konteks penciptaan mekanisme pasar, birokrasi dapat
menetapkan sejumlah instrumen kebijakan melalui insentif dan disinsentif.
3. Melakukan promosi secara lebih luas terhadap potensi yang dimiliki daerah serta
menjembatani berbagai kemungkinan bentuk-bentuk kerjasama dengan pihak luar
(nasional dan internasional) baik antar pemerintah maupun antara pengusaha lokal
dengan pengusaha nasional dan internasional. Berbagai media promosi perlu diupayakan
semaksimal mungkin seperti pameran-pameran pembangunan pada skala provinsi dan
nasional, media cetak dan elektronik, bahkan internet, pertemuan-pertemuan antar
pengusaha seperti Forum Daerah (Forda) Provinsi, Konfrensi Nasional Pengusaha Kecil,
dll.
4. Mengamati secara aktif informasi berbagai kemungkinan potensi pasar di luar Provinsi
Papua Barat yang dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha lokal. Kerjasama dengan
pemerintah daerah lain serta asosiasi pengusa daerah (seperti KADIN) menjadi sangat
signifikan untuk memperoleh gambaran potensi dan permintaan yang berasal dari daerah
yang bersangkutan. Sistem informasi peluang bisnis tersebut perlu dikembangkan dan
diseminasikan kepada para pengusaha lokal yang diperkirakan cukup potensial untuk
merespon permintaan tersebut.
5. Menyederhanakan proses perijinan (deregulasi dan debirokratisasi) merupakan upaya
awal dan strategis untuk mendorong sebanyak mungkin masyarakat dalam proses
produksi, terutama para pengusaha kecil dan menengah. Agar proses perijinan dapat
dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, maka perlu didirikan Unit Pelayanan Terpadu
Satu Atap (UPTSA). Pemerintah daerah perlu terus mengsosialisasikan peraturanperaturan dan sistem perijinan kepada para pengusaha dan memberikan akses yang
seluas-luasnya untuk mengetahui peraturan tersebut.
6. Berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi rakyat, maka kebijakan alokasi sumberdaya
daerah perlu dicermati prioritasnya berdasarkan skala usaha, sehingga para pengusaha
kecil dan menengah dapat memperoleh manfaat yang terbesar dalam sistem alokasi
tersebut. Kebijakan perpajakan dan pungutan perlu mendapat persetujuan anggota
dewan, sehingga tidak terlalu membebani usaha kecil. Melalui persetujuan dengan
anggota dewan perlu dipertimbangkan penghapusan pungutan yang membebani usaha

Laporan Rencana

9-3

kecil sewaktu akan menyelesaikan persyaratan administrasi yang berkaitan dengan


agunan seperti sertifikat tanah.

9.1.4 Kebijakan Insentif dan Disinsentif


Sejalan dengan usaha menarik investor untuk mau menanamkan modalnya di Provinsi Papua
Barat, sehingga dapat mempercepat tingkat pertumbuhan wilayah, maka beberapa kebijakan
perlu dirumuskan agar para investor tertarik untuk menanamkan modalnya di Provinsi Papua
Barat. Kebijakan-kebijakan tersebut adalah:
1. Mengembangkan perangkat-perangkat insentif, terutama bagi para investor yang akan
mengembangkan jasa yang terkait dengan infrastruktur wilayah. Insentif juga perlu
diberikan bagi para investor yang akan mengembangkan kawasan perluasan terutama
untuk perumahan beserta infrastruktur jalannya, sehingga daerah perluasan yang sudah
ditetapkan masuk ke dalam wilayah Provinsi Papua Barat dapat terpacu untuk lebih cepat
berkembang.
2. Mensosialisasikan kepada para calon investor program-program pembangunan yang
telah dan akan dilaksanakan oleh pemerintah, serta menjelaskan keuntungan yang akan
diperoleh para investor dari program pembangunan tersebut. Keuntungan program
tersebut untuk para investor dapat dilihat dari penurunan biaya produksi dan transportasi
serta aksesibilitas pasar yang akan diraih. Beberapa program yang relevan seperti
pembangunan infrastruktur terutama transportasi menuju wilayah perluasan, pelatihan
tenaga kerja yang diperkirakan sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh
investor.
3. Mensosialisasikan secara terus menerus kepada masyarakat secara lebih luas stabilitas
keamanan Provinsi Papua Barat, sehingga para investor cukup yakin prospek
inventasinya.

Laporan Rencana

9-4

Anda mungkin juga menyukai