Anda di halaman 1dari 6

EPIDEMIOLOGI

Rinitis atrofi merupakan penyakit yang umum di negara-negara berkembang.


Penyakit ini muncul sebagai endemi di daerah subtropis dan daerah yang bersuhu panas
seperti Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur dan Mediterania. Pasien biasanya berasal dari
kalangan ekonomi rendah dengan status higiene buruk. Rinitis atrofi kebanyakan terjadi
pada wanita, angka kejadian wanita : pria adalah 3:1.1,2 Penyakit ozaena ini dikemukakan
pertama kali oleh dr.Spencer Watson di London pada tahun 1875. Menurut dr.Spencer
Watson penyakit ini menyerang wanita usia 1-35 tahun, terutama pada usia pubertas dan
hal ini dihubungkan dengan status estrogen (faktor hormonal). Dari segi umur beberapa
penulis mendapatkan hasil yang berbeda. Baser dkk mendapatkan umur antara 26-50
tahun, Jiang dkk berkisar 13-68 tahun, Sarniadi mendapatkan umur antara 15-49 tahun. 3,4
ETIOLOGI
Penyebab rinitis atrofi (Ozaena) belum diketahui sampai sekarang. Terdapat
berbagai teori mengenai penyebab rinitis atrofik dan penyakit degeneratif sejenis.
Beberapa penulis menekankan faktor herediter.5,6 Namun ada beberapa keadaan yang
dianggap berhubungan dengan terjadinya rinitis atrofi (Ozaena), yaitu : 5,7,8
Infeksi setempat/ kronik spesifik. Paling banyak disebabkan oleh Klebsiella
Ozaena. Kuman ini menghentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung
manusia. Selain golongan Klebsiella, kuman spesifik penyebab lainnya antara lain
Stafilokokus, Streptokokus, Pseudomonas aeuruginosa, Kokobasilus, Bacillus
mucosus, Diphteroid bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena.

Defisiensi Fe dan vitamin A

Dilaporkan terjadi perbaikan pada 50% pasien yang mendapat terapi besi dan
pada 84% pasien yang diterapi dengan vitamin A mengalami perbaikan
simptomatis. Adanya hiperkolesterolemia pada 50% pasien rinitis atrofi
menunjukkan peran diet pada penyakit ini.

Infeksi sekunder: Sinusitis kronis

Oleh karena penyakit ini mulai timbul pada usia remaja (pubertas) dan lebih
banyak ditemukan pada wanita, maka diduga ketidakseimbangan endokrin juga
berperan pada penyebab penyakit ini. Secara garis besar disimpulkan sebagai
adanya kelainan hormon atau ketidakseimbangan hormon estrogen

Penyakit kolagen (Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun)

Ketidakseimbangan

otonom.

Terjadi

perubahan

neurovaskular

seperti

deteriorisasi pembuluh darah akibat gangguan sistem saraf otonom

Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS)

Herediter
Dilaporkan adanya rinitis atrofi yang diturunkan secara dominan autosom pada
sebuah keluarga dimana ayah serta 8 dari 15 anaknya menderita penyakit ini.

Berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi. Trauma dapat terjadi karena
kecelakaan ataupun iatrogenik, yaitu efek lanjut pembedahan, sedangkan terapi
radiasi pada hidung segera merusak pembuluh darah dan kelenjar penghasil
mukus.

Supurasi di hidung dan sinus paranasal.

Golongan darah.

Etiologi rinitis atrofi dibagi menjadi primer dan sekunder.9 Rinitis atrofi primer
adalah rinitis atrofi yang terjadi pada hidung tanpa kelainan sebelumnya, sedangkan
rinitis atorfi sekunder merupakan komplikasi dari suatu tindakan atau penyakit. 2,7 Rinitis
atrofi primer adalah bentuk klasik dari rinitis atrofi dimana penyebab pastinya belum
diketahui namun pada kebanyakan kasus ditemukan klebsiella ozaenae.9
Rinitis atrofi sekunder kebanyakan disebabkan oleh operasi sinus, radiasi, trauma,
penyakit infeksi, dan penyakit granulomatosa atau. Operasi sinus merupakan penyebab
90% rinitis atrofi sekunder. Prosedur operasi yang diketahui berpengaruh adalah
turbinektomi parsial dan total (80%), operasi sinus tanpa turbinektomi (10%), dan
maksilektomi (6%). Penyakit granulomatosa yang mengakibatkan rinitis atrofi
diantaranya penyakit sarkoid, lepra, dan rhinoskleroma. Penyebab infeksi termasuk
tuberkulosis dan sifilis. Pada negara berkembang, infeksi hanya berperan sebanyak 1-2%
sebagai penyebab rinitis atrofi sekunder. Meskipun infeksi bukan faktor kausatif pada
rinitis atrofi sekunder, namun sering ditemukan superinfeksi dan hal ini menjadi
penyebab terbentuknya krusta, sekret, dan bau busuk. Terapi radiasi pada hidung dan
sinus hanya menjadi penyebab pada 2-3% kasus, sedangkan trauma hidung sebanyak
1%.9
PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Beberapa penulis menyatakan adanya metaplasi epitel kolumnar bersilia menjadi
epitel skuamous atau atrofik, dan fibrosis dari tunika propria. Terdapat pengurangan
kelenjar alveolar baik dalam jumlah dan ukuran dan adanya endarteritis dan periarteritis

pada arteriole terminal. Oleh karena itu secara patologi, rinitis atrofi bisa dibagi menjadi
dua : 9
a) Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal akibat infeksi
kronik; membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.
b) Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek dengan terapi estrogen.
Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole akan
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa, dan juga ditemukan adanya infiltrasi
sel bulat di submukosa. Taylor dan Young mendapatkan sel endotel bereaksi positif
dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif. Atrofi
epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebabkan pembentukan krusta tebal yang
melekat. Atrofi konka menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan
dengan teori proses autoimun; Dobbie mendeteksi adanya antibodi yang berlawanan
dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama
menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi. Fungsi surfaktan yang abnormal
menyebabkan pengurangan efisiensi mucus clearance dan mempunyai pengaruh kurang
baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan
juga diperberat dengan keringnya mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan
mengering bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta yang
merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman. 9 Perubahan
histopatologi dalam hidung pada rinitis atrofi (Ozaena), yaitu : 7

Mukosa hidung. Berubah menjadi lebih tipis.

Silia hidung. Silia akan menghilang.

Epitel hidung. Terjadi perubahan metaplasia dari epitel torak bersilia menjadi
epitel kubik atau epitel gepeng berlapis.

Kelenjar hidung. Mengalami degenerasi, atrofi (bentuknya mengecil), atau


jumlahnya berkurang
Analisis terhadap mukosa hidung menemukan hal yang sama baik pada rinitis

atrofi primer maupun sekunder. Mukosa hidung yang normal terdiri atas epitel
pseudostratifikatum kolumnar, dan glandula mukosa dan serosa. Pada rinitis atrofi,
lapisan epitel mengalami metaplasia squamosa dan kehilangan silia. Hal ini
mengakibatkan

hilangnya

kemampuan

pembersihan

hidung

dan

kemampuan

membersihkan debris. Glandula mukosa mengalami atrofi yang parah atau menghilang
sama sekali sehingga terjadi kekeringan. Selain itu terjadi juga penyakit pada pembuluh
darah kecil, andarteritis obliteran (yang dapat menjadi penyebab terjadinya rinitis atrofi
atau sebagai akibat dari proses penyakit rinitis atrofi itu sendiri).2,7,9

DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarjatni, dr. Foetor Ex Nasi, Cermin Dunia Kedokteran . 1997; 9 : 21 24
2. Yucel, Aylin et al. Atrophic Rinitis: A Case Report, Turk J Med Sci 2003;33: 405
407
3. Anonim. Atrophic Rhinitis. [online] tersedia di URL: http://www.yassernour.com/atrophic-rhinitis.pdf.

4. Mangunkusumo, Endang. Infeksi Hidung Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku


Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi Kelima.
Jakarta, 2003 h. 110 114
5. Adams, L. G. et al. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Endang, M. & Nusjirwan, R. 2006. Rinorea, Infeksi Hidung dan Sinus dalam
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Asnir, A. R. 2004. Rinitis Atrofi. Available from : http://www.kalbe.co.id.
Accessed : 2014, Agustus 10. Sumber : Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004.
8. Al-Fatih,

M.

2007.

Rinitis

Atrofi

(Ozaena).

Available

from

http://hennykartika.wordpress.com. Accessed : 2014, Agustus 10. Sumber : Buku


Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
9. Cowan, Alan MD. Atrophic Rhinitis. Grand Round Presentation, UTMB, Dept.of
Otolaryngology 2005

Anda mungkin juga menyukai