Dilaporkan terjadi perbaikan pada 50% pasien yang mendapat terapi besi dan
pada 84% pasien yang diterapi dengan vitamin A mengalami perbaikan
simptomatis. Adanya hiperkolesterolemia pada 50% pasien rinitis atrofi
menunjukkan peran diet pada penyakit ini.
Oleh karena penyakit ini mulai timbul pada usia remaja (pubertas) dan lebih
banyak ditemukan pada wanita, maka diduga ketidakseimbangan endokrin juga
berperan pada penyebab penyakit ini. Secara garis besar disimpulkan sebagai
adanya kelainan hormon atau ketidakseimbangan hormon estrogen
Ketidakseimbangan
otonom.
Terjadi
perubahan
neurovaskular
seperti
Herediter
Dilaporkan adanya rinitis atrofi yang diturunkan secara dominan autosom pada
sebuah keluarga dimana ayah serta 8 dari 15 anaknya menderita penyakit ini.
Berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi. Trauma dapat terjadi karena
kecelakaan ataupun iatrogenik, yaitu efek lanjut pembedahan, sedangkan terapi
radiasi pada hidung segera merusak pembuluh darah dan kelenjar penghasil
mukus.
Golongan darah.
Etiologi rinitis atrofi dibagi menjadi primer dan sekunder.9 Rinitis atrofi primer
adalah rinitis atrofi yang terjadi pada hidung tanpa kelainan sebelumnya, sedangkan
rinitis atorfi sekunder merupakan komplikasi dari suatu tindakan atau penyakit. 2,7 Rinitis
atrofi primer adalah bentuk klasik dari rinitis atrofi dimana penyebab pastinya belum
diketahui namun pada kebanyakan kasus ditemukan klebsiella ozaenae.9
Rinitis atrofi sekunder kebanyakan disebabkan oleh operasi sinus, radiasi, trauma,
penyakit infeksi, dan penyakit granulomatosa atau. Operasi sinus merupakan penyebab
90% rinitis atrofi sekunder. Prosedur operasi yang diketahui berpengaruh adalah
turbinektomi parsial dan total (80%), operasi sinus tanpa turbinektomi (10%), dan
maksilektomi (6%). Penyakit granulomatosa yang mengakibatkan rinitis atrofi
diantaranya penyakit sarkoid, lepra, dan rhinoskleroma. Penyebab infeksi termasuk
tuberkulosis dan sifilis. Pada negara berkembang, infeksi hanya berperan sebanyak 1-2%
sebagai penyebab rinitis atrofi sekunder. Meskipun infeksi bukan faktor kausatif pada
rinitis atrofi sekunder, namun sering ditemukan superinfeksi dan hal ini menjadi
penyebab terbentuknya krusta, sekret, dan bau busuk. Terapi radiasi pada hidung dan
sinus hanya menjadi penyebab pada 2-3% kasus, sedangkan trauma hidung sebanyak
1%.9
PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Beberapa penulis menyatakan adanya metaplasi epitel kolumnar bersilia menjadi
epitel skuamous atau atrofik, dan fibrosis dari tunika propria. Terdapat pengurangan
kelenjar alveolar baik dalam jumlah dan ukuran dan adanya endarteritis dan periarteritis
pada arteriole terminal. Oleh karena itu secara patologi, rinitis atrofi bisa dibagi menjadi
dua : 9
a) Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal akibat infeksi
kronik; membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.
b) Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek dengan terapi estrogen.
Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole akan
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa, dan juga ditemukan adanya infiltrasi
sel bulat di submukosa. Taylor dan Young mendapatkan sel endotel bereaksi positif
dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif. Atrofi
epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebabkan pembentukan krusta tebal yang
melekat. Atrofi konka menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan
dengan teori proses autoimun; Dobbie mendeteksi adanya antibodi yang berlawanan
dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama
menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi. Fungsi surfaktan yang abnormal
menyebabkan pengurangan efisiensi mucus clearance dan mempunyai pengaruh kurang
baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan
juga diperberat dengan keringnya mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan
mengering bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta yang
merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan kuman. 9 Perubahan
histopatologi dalam hidung pada rinitis atrofi (Ozaena), yaitu : 7
Epitel hidung. Terjadi perubahan metaplasia dari epitel torak bersilia menjadi
epitel kubik atau epitel gepeng berlapis.
atrofi primer maupun sekunder. Mukosa hidung yang normal terdiri atas epitel
pseudostratifikatum kolumnar, dan glandula mukosa dan serosa. Pada rinitis atrofi,
lapisan epitel mengalami metaplasia squamosa dan kehilangan silia. Hal ini
mengakibatkan
hilangnya
kemampuan
pembersihan
hidung
dan
kemampuan
membersihkan debris. Glandula mukosa mengalami atrofi yang parah atau menghilang
sama sekali sehingga terjadi kekeringan. Selain itu terjadi juga penyakit pada pembuluh
darah kecil, andarteritis obliteran (yang dapat menjadi penyebab terjadinya rinitis atrofi
atau sebagai akibat dari proses penyakit rinitis atrofi itu sendiri).2,7,9
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarjatni, dr. Foetor Ex Nasi, Cermin Dunia Kedokteran . 1997; 9 : 21 24
2. Yucel, Aylin et al. Atrophic Rinitis: A Case Report, Turk J Med Sci 2003;33: 405
407
3. Anonim. Atrophic Rhinitis. [online] tersedia di URL: http://www.yassernour.com/atrophic-rhinitis.pdf.
M.
2007.
Rinitis
Atrofi
(Ozaena).
Available
from