Anda di halaman 1dari 29

SKENARIO 1

KEPALA CEKOT-CEKOT SEBELAH


Seorang wanita pekerja garment usia 39 tahun mengeluh kepalanya sakit
cekot-cekot disebelah kanan saja terutama bila terkena sinar, kira-kira sejak 3 bulan
yang lalu. Pada anamnesis ditemukan keluhan nyeri telan dan hidung sebelah kanan
terasa tersumbat sebagian. Terasa ada yang mengalir dibelakang tenggorokan.
Penderita tidak memakai masker saat bekerja. Tidak ada keluhan sakit gigi geraham
atas.
STEP 1
-

Nyeri telan: nyeri pada tenggorokan akibat adanya peradangan pada mukosa
orofaring, nasofaring dan hipofaring, dikenal juga sebagai Odinofagia.

Hidung tersumbat: keadaan dimana ada perasaan tersumbat pada hidung


karena sumbatan benda asing atau sekret.

Sakit kepala: sensasi nyeri atau ketegangann otot dibawah kubah kranii karena
penyebab ekstra kranial (hidung, telinga dll) atau intra kranial (a meningea).

STEP 2
1.

Mengapa pasien mengalami keluhan kepala sebelah kanan cekot-cekot


terutama jika terkena sinar?

2.

Mengapa hidung sebelah kanan terasa tersumbat sebagian?

3.

Terasa ada yang mengalir di belakang dan nyeri telan?

4.

Adakah hubungannya antara pasien tidak memakai masker saat


berkerja dengan keluhan pasien?

5.

Apakah ada hubungannya pasien tidak mengalami nyeri gigi graham


atas?

6.

Apa sajakah diagnosis banding pada kasus ini?

STEP 3
1. Pasien sebelumnya mengalami cekot-cekot dapat dikarenakan:
a.

Sakit kepala karena sinusitis

Dimana terjadi infeksi pada ostium yang menghubungkan sinus dan


meatus sehingga membran mukus meradang aliran tidak lancar macet
tekanan pada kepala meningkat.
-

Khas: nyeri tekan pada daerah sinus, keluar cairan purulen pada nasal ,
sakit kepala dan nyeri facial, nyeri sembuh setelah 7 hari penyembuhan
sinusitis

Obstruksi nasal

Nausea

b.

Migren
-

Sakit kepala terjadi 7-42 jam, lokasi unilateral, berdenyut-denyut,


selama sakit kepala merasa mual, muntah, nyeri sedang-berat, memburuk
jika aktivitas, , fonofobia dan fotofobia

Etiologi: Konsumsi makanan tertentu, stress, perubahan cuaca, bau


menyengat.

2. Hidung sebelah kanan terasa tersumbat dapat disebabkan oleh sekret/ benda
asing, inflamasi, dan abses. Pada kasus ini:
-

Kemungkinan sinus etmoidal membesar sehingga mengakibatkan adanya


sumbatan.

Sinus-sinus yang

bermuara ke meatus mengeluarkan yang berlebihan

sehingga terjadi penumpukan sumbatan aliran udara dapat terbalik


ke posterior.
-

Ada lapisan mukus bercampur bakteri,virus atau jamur infeksi


inflamasi silia rusak atau tidak dapat digerakkan dan mukus tidak dapat
didorong ke posterior.

Sebab lain: polip, tumor, pembesaran konka, deviasi septum nasal.

3. Ada nasal drip yang disebabkan oleh infeksi yang terjadi sebelumnya dimana
produksi mukus meningkat karena penumpukan mukus aliran mukus
tidak lancar sebagian tertelan dan bila mengandung agen infeksi akan
menimbulkan peradangan pada tenggorokan nyeri telan.
4. Ada hubungannya karena pasien berkerja di pabrik yang banyak mengandung
polusi mengganggu gerakan silia udara tidak tersaring sempurna silia
rusak kerusakan mukosa hidung memicu pengeluaran mukus.

5. Dokter menanyakan apakah ada nyeri gigi graham atas utnuk menyingkirkan
diagnosis banding berupa sinusitis maxillaris, letak akar gigi dekat dengan
sinus maksilaris sehingga beresiko adanya penularan infeksi dari gigi ke sinus
maksilaris..
6. Diagnosis banding:
-

sinusitis

migren

alergi

trauma fisik atau barotrauma

STEP 4
Wanita 39 th

Berkerja dipabrik
garmen, tidak memakai
masker saat berkerja

dokter

Anamnesis:
Kepala cekot-cekot
sebelah kanan
Hidung tersumbat
sebagian
Dirasakan ada yang
mengalir ke tenggorokan

Pmx fisik

DDx:
Sinusitis
Migrain
Alergi hidung
Rhinitis
Trauma fisik

Pmx penunjang

diagnosa

Terapi dan
edukasi

Gigi geraham atas tidak


sakit

STEP 5
1.

Anatomi dan fisiologi hidung dan sinus paranasal

2.

Rhinosinusitis

STEP 6 (Belajar Mandiri)


STEP 7
1

ANATOMI DAN FISIOLOGI

1.1

HIDUNG

1.1.1.

HIDUNG LUAR

Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1) pangkal hidung (bridge)
2) batang hidung (dorsum nasi)
3) puncak hidung (hip)
4) ala nasi
5) kolumela, dan
6) lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :
1) tulang hidung (os nasal)

2) prosesus frontalis os maksila dan


3) prosesus nasalis os frontal
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu:
1)

sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2)

sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang


disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan

3)

tepi anterior kartilago septum.

1.1.2.

HIDUNG DALAM

Hidung dalam terdiri dari:


1) Septum nasi, membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri dan
dibentuk oleh:
-

Posterior : lamina perpendikularis os etmoid

Anterior : kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan

kolumela

membranosabagian posterior
-

Inferior

: os vomer, krista maksila, krista palatine & krista sfenoid.

2) Kavum nasi, terdiri dari:


-

Dasar hidung: prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os


palatum.

Atap hidung: kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus


frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian
besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh
filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan
kranial konka superior.

Dinding Lateral: permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os


lakrimalis, konka superior dan konka

Konka: konka inferior, konka media dan konka. Kadang-kadang


didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka suprema,
konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid,
sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada
maksila bagian superior dan palatum.

Meatus superior: celah yang sempit antara septum dan massa lateral os
etmoid di atas konka media.

Meatus media: celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus


superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bahagian
anterior sinus etmoid.

Meatus Inferior: terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara


duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di
belakang batas posterior nostril.

Nares posterior atau koana: pertemuan antara kavum nasi dengan


nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum.
Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis
palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis
os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.

1.1.3.
-

PENDARAHAN
Bagian atas: a etmoid anterior dan posterior cabang a oftalmika dan a carotis
interna.

Bagian bawah: a palatina mayor dan a sfenopalatina cabang a maksilaris


interna

Bagian depan: anastomosis cabang a sfenopalatina, a etmoid anterior, a


labialis superior dan a palatina mayor (pleksus Kiesselbach)

1.1.4.

Vena: v oftalmika, v fasialis anterior, v sfenopalatina.


PERSARAFAN

Bagian depan dan atas: n etmoidalis anterior cabang N V-1 (Oftalmikus)

Bagian lainnya: n maksila melalui ganglion sfenopalatinum

1.1.5.

FISIOLOGI
Hidung memiliki beberapa fungsi diantaranya:

(1) Sebagai jalan nafas


Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran
udara ini berbentuk lingkungan atau arkus.
Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan mengikuti jalan yang
sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan udara memecah,
sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan
aliran dari nasofaring.

(2) Pengatur kondisi udara (air conditioning)


Fungsi ini penting untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke
dalam alveolus, fungsi ini dilakukan dengan cara:
-

Mengatur kelembaban udara: dilakukan oleh palut lendir. Pada musim


panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,
sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

Mengatur suhu: karena banyaknya pembuluh darah dibawah epitel dan


adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga pertukaran suhu
akan berlangsung lebih optimal. Dengan demikian suhu udara setela
melalui hidung + 370C.

(3) Sebagai penyaring dan pelindung


Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan
bakteri dan dilakukan oleh:
-

Rambut pada vestibulum nasi

Silia (mekanisme mukosilia: penyapuan mukus atau partikel kecil oleh


silia ke arah tenggorokan)

Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut
lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflek
bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

Enzim Lysozime: dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri.

(4) Indera penghirup


Dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka
superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bai dapat mencapai daerah
ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
(5) Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi, sumbatan
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang sehingga terdengar
sengau.
(6) Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m, n, ng)
dimana rongga mulut tertutup untuk aliran udara.
(7) Reflek nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskular dan pernapasan. Contoh: iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu


menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
1.2

SINUS PARANASAL

1.2.1

ANATOMI
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi. Semua

sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara
dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada meatus
medius terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus
maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV
dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, sehingga pada foto rontgen anakanak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus superior terdapat
muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.
1)

Sinus Maksilaris
-

Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris
arcus I.

Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang


apexnya pada pars zygomaticus maxillae.

Merupakan sinus terbesar dengan volume + 15 cc pada orang dewasa dan saat
lahir 6-8 ml.

Ostiumnya terletak tinggi pada dinding medial sehingga drainase tergantung


gerak silia dan harus melalui infundibulum sempit sehingga jika drainase
terhalang sinusitis.

Berhubungan dengan :
a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga
jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.
b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah (P1, P2, M1, kadang
C dan M3).
c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

2)

Sinus Ethmoidalis
-

Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 715 cellulae, dindingnya tipis.

Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung
dan mata

Bentuk piramid:
a.

Ukuran anterior ke posterior 4-5 cm

b.

t= 2,4 cm, l=0,5 cm pada anterior, l= 1,5 cm pada posterior

Sinus etmoid dibagi 2:


a.

Sinus etmoid anterior, bermuara ke meatus medius. Sel sinus kecil


dan banyak, terletak didepan lempeng yang menghubungkan bagian
posterior konka media dengan dinding lateral.

b.

Sinus etmoid posterior, bermuara di meatus superior. Sel sinus


besar dan sedikit, terletak di posterior lamina basalis.

Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa.
Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial
(meningitis, encefalitis dsb).
b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan
operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke
daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma.
c. Nervus Optikus.
d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

3)

4)

Sinus Frontalis
-

Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

Volume pada orang dewasa 7cc.

Ukuran t= 2,8 cm, l= 2,4 cm.

Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

Berhubungan dengan :
a.

Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

b.

Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.

c.

Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.


Sinus Sfenoidalis

Terbentuk pada fetus usia bulan III.

Terletak pada corpus, alas dan Processus os


sfenoidalis.

Ukuran t= 2cm, dalam= 2,3 cm, l= 1,7cm

Volume pada orang dewasa 7 cc.

Berhubungan dengan :
a.

Sinus cavernosus pada dasar cavum


cranii.

b.

Glandula

pituitari,

chiasma

n.opticum.
c.

Tranctus olfactorius.

d.

Arteri basillaris brain stem (batang


otak)

1.2.2

FISIOLOGI

Fungsi sinus paranasal:


1)

Pengatur kondisi udara


Sinus sebagai ruang tambahan

untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban. Namun masih ada keberatan teori ini karena tidak didapatinya
pertukaran udara yang signifikan antara sinus dan rongga hidung.
2)

Penahan suhu
Berfungsi sebagai penahan panas bagi orbita dan fossa serebri dari suhu
rongga hidung yang berubah-ubah. Tapi hal ini masih perlu dibuktikan.

3)

Membantu keseimbangan kepala


Membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat muka. Tapi bila
udara dalam sinus diganti tulang hanya bertambah berat 1% dari berat kepala.

4)

Membantu resonansi suara

Mungkin mempengaruhi kualitas suara. Tapi ada yang berpendapat bahwa


sinus dan ostiumnya bukan resonator yang efektif.
5)

Peredam perubahan takanan udara


Fungsi ini berjalan jika ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak
(bersin dan buang ingus).

6)

Membantu produksi mukus


Efektif untuk membersihkan partikel yang ikut udara ekspirasi

SINUSITIS

2.1 DEFINISI
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat
sinus yang ada (maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis).
2.2 ETIOLOGI
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang)
maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun).
Penyebab sinusitis akut:
-

Infeksi virus.
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan
bagian atas (misalnya common flu).

Infeksi bakteri.
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan
normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase
dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam
sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.

Infeksi jamur.
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus merupakan
jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan sistem
kekebalan. Pada orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis reaksi
alergi terhadap jamur.

Peradangan menahun pada saluran hidung.


Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula halnya
pada penderita rinitis vasomotor.

Penyakit tertentu.
Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan
dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik).

Penyebab sinusitis kronis:


-

Asma

Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika)

Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan


lendir.

Penyebab lain:
-

Deformitas septum/ nasal

Obstruksi kompleks ostiomeatal

Konka hipertrofi

Polip, tumor

Adenoid hipertrofi

Sumbatan benda asing.

2.3 MANIFESTASI KLINIS


Gejala penyakit sinus serupa dengan gejala-gejala penyakit hidung. Nyeri
merupakan gejala penting. Nyeri dari penyakit sinus yang terlokalisir biasanya
dirasakan di daerah yang terletak diatas sinus yang bersangkutan. Satu-satunya
pengecualian adalah penyakit sinus sfenoidalis, yang dirasakan secara difus. Nyeri
sinus maksilaris dirasakan di belakang mata dan di dekat gigi premolar kedua dan gigi
molar pertama dan kedua. Nyeri sinus frontalis dirasakan diatas mata. Nyeri sinus
ethmoidalis biasanya periorbital. Kadang-kadang nyeri sinus dapat dialihkan ke
daerah lain.
Ringkasan lokasi nyeri yang berkaitan dengan penyakit sinus diberikan pada
tabel dibawah ini.
Tabel Lokasi Nyeri yang Berkaitan dengan Penyakit Sinus
Sinus yang sakit
Nyeri setempat
Nyeri alih
Maksilaris
Belakang mata
Gigi
Pipi

Retrobulbar

Hidung
Gigi atas
Ethmoidalis

Frontalis

Bibir atas
Periorbital

Oksipital

Retronasal

Servikal atas

Retrobulbar
Supraorbital

Nyeri kepala bitemporal dan

Frontal

oksipital

Tabel dibawah ini memuat daftar tanda dan gejala klinis lain yang berkaitan dengan
penyakit sinus.
Tabel Tanda dan Gejala Klinis pada Penyakit Sinus
Sinus yang sakit
Tanda dan gejala
Maksilaris
Kelainan mata:
Diplopia
Proptosis
Epifora (keluar air mata)
Hidung tersumbat dan rinore
Epistaksis
Gigi goyah
Pembengkakan orbital

Ethmoidalis

Hidung tersumbat dan rinore purulen


Kelainan mata
Proptosis
Diplopia
Nyeri tekan pada kantus internus mata
Hidung tersumbat dan rinore

Frontalis

Nyeri tekan diatas sinus frontalis


Pus pada meatus medius
Tanda-tanda meningitis

Gejala lainnya adalah:


-

tidak enak badan

demam

letih, lesu

batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam hari

hidung meler atau hidung tersumbat.

Demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar


sinus. selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung mungkin
keluar nanah berwarna kuning atau hijau.
Sinusitis menurut Cauwenberg berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi
atas :
-

Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4


minggu.

Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari 4 minggu sampai 3


bulan.

Sinusitis kronik, bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan.


Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut,

subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih
reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah irreversibel, misalnya menjadi
jaringan granulasi atau polipoid.

2.4 PATOFISIOLOGI

Pada kasus ini pasien terpajan allergen berulang di tempat kerja sehingga
mangakibatkan pasien mengalami rhinosinusitis yang disebabkan oleh rhinitis alergi
sehingga di dalam tubuh pasien dapat terjadi reaksi:
a.

Fase sensitisasi
Alergen

Ditangkap oleh
monosit/ makrofag

Peptida pendek dan


molekul HLA kls II

Kompleks peptida
MHC kls II

Sel helper (Th0)


melepaskan sitokin

Th1 dan Th2

Aktivasi limfosit B
Membentuk IgE

b.Fase provokasi
Sensitisasi oleh alergen

Berikatan dengan IgE

Degranulasi mastosit
dan basofil

Keluarnya histamin:
Rasa gatal pd hidung dan
bersin-bersin
Kelenjar mukosa & sel
goblet hipersekresi
Selanjutnya pada pasien
rhinosinusitis setelah
mukus berlebih
Hidungberikut:
tersumbat karena
mengalami tahapan seperti
vasodilatasi sinusoid

Molekul kemotaktik

Jumlah sel inflamasi


Dimukosa
hidung
fase sensitisasi
dan
provokasi akan

Organ pembentuk KOM


edema berdekatan

2.5

Ostium tersumbat dan


silia tidak dapat bergerak

Tekanan dalam sinus (-)

Transudasi serous

Rhinosinusitis non
bakterial

Menetap sekret
berkumpul

Sembuh beberapa hari


tanpa obat

Media perkembangan
kuman sekret purulen
Rhinosinusitis akut
bakterial

Inflamasi berlanjut
dan hipoksia

Bakteri anaerob
tumbuh

Antibiotik

Sembuh

Mukosa makin
bengkak

Perulangan siklus, hasilnya:


Hipertrofi
polipoid

Tindakan operatif

PEMERIKSAAN FISIK
-

Sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid anterior)
terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit ringan akibat
periostitis. Palpasi: seperti ada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.

Pembengkakan sinus: maksila= terlihat di pipi dan kelopak mata bawah,


sinusitis frontal= didahi dan kelopak mata atas, sinusitis ethmoid= jarang
timbul pembengkakan, kecuali pada komplikasi.

Rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau
nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan
sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.

Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


-

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air
fluid level) pada sinus yang sakit.

Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau


meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang
merupakan

flora

normal

di

hidung

atau

kuman

patogen,

seperti

pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan haemophylus influensa.


Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau jamur
2.7 DIAGNOSIS
GEJALA MAYOR

GEJALA MINOR

- Nyeri / berat / tertekan pada wajah

- Nyeri kepala

- Hidung buntu

- Napas bau

- Lendir / ingus kekuningan / kehijauan

- Nyeri gigi

- Gangguan membau

- Batuk
- Nyeri / berat / tertekan pada

- Panas

telinga

Sangkaan sinusitis apabila terdapat:


-

minimal 2 gejala mayor atau

1 gejala mayor disertai dengan minimal 2 gejala minor

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto Rontgen,
CT Scan, Endoskopi, biakan dan uji kepekaan kuman
2.8 KOMPLIKASI
1.

Komplikasi orbita
left frontal sinusitis with draining fistula

Sinusitis

ethmoidalis

merupakan penyebab komplikasi


pada

orbita

Pembengkakan
merupakan

yang

tersering.

orbita

dapat

manifestasi

ethmoidalis akut, namun sinus


frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan
infeksi isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
a.

Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita
akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan
pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus
ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.

b.

Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.

c.

Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding


tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.

d.

Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan


isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan
unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang
tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga
proptosis yang makin bertambah.

e.

Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri


melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu
tromboflebitis septik.

Trombosis sinus kavernosus

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :


-

Oftalmoplegia.

Kemosis konjungtiva.

Gangguan penglihatan yang berat.

Kelemahan pasien.

Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang


berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga
dengan otak.

2.

Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut
sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat
membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat
bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat

menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan


diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan
mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Prinsip terapi adalah eksplorasi
sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan
memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
3.

Komplikasi Intra Kranial

(1) Meningitis akut

Disamping trombosis sinus kavernosus yang telah dijelaskan diatas, salah satu
komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut. Infeksi dari sinus
paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina
kribriformis di dekat sistem sel udara etmoidalis.
(2) Abses dura

Empiema subdural

Adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium; seringkali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini mungkin timbul lambat sehingga pasien
mungkin hanya mengeluh nyeri kepala, dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intrakranial yang memadai, mungkin tidak terdapat gejala
neurologik lain. Abses subdural adalah kompulan pus diantara duramater dan
araknoid atau permukaan otak. Gejala-gejala kondisi ini serupa dengan abses dura
yaitu nyeri kepala yang membandel dan demam tinggi dengan tanda-tanda
rangsangan meningen. Gejala utama tidak timbul sebelum tekanan intrakranial
meningkat atau sebelum abses memecah ke dalam ruang subaraknoid.
(3) Abses otak
Setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat
dimengerti bahwa dapat terjadi perluasan metastasik secara hematogen ke dalam
otak. Namun, abses otak biasanya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas
secara langsung. Dengan demikian, lokasi abses yang lazim adalah pada ujung
vena yang pecah, meluas menembus dura dan araknoid hingga ke perbatasan
antara substansia alba dan grisea korteks serebri. Pada titik inilah akhir saluran

vena permukaan otak bergabung dengan akhir saluran vena serebralis bagian
sentral.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase
secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran
infeksi.
4.

Osteomielitis dan abses subperiosteal

Osteomielitis os frontal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang


frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat.
Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil
2.9 TERAPI DAN EDUKASI
(1) Non medikamentosa
Menghindari kontak langsung dengan sumber alergen atau faktor pencetus,
seperti:
a) tidak menyapu lantai, sebaiknya langsung di pel saja
b) tidak membersihkan debu dengan kemucing, sebaiknya menggunakan kain
yang telah dibasahi sebelumnya
c) menjauhi bahan-bahan seperti: karpet, bantal dan boneka berbulu yang dapat
berdebu
d) menggunakan masker bila pekerjaan berhubungan dengan bahan-bahan yang
berdebu
Kompres hangat pada wajah berguna untuk meringankan gejala.

(2) Medikamentosa
a) Non operatif (untuk sinusitis akut)
-

Antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik lini I yakni golongan


penisilin atau cotrimoxazol

Terapi tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal berupa tetes


hidung poten fenilefrin (Neosynephrine) atau oksimetazolin dapat
digunakan selama beberapa hari pertama infeksi namun kemudian harus
dihentikan

Mukolitik untuk memperlancar drenase

Analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.

Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal.


Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai

mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi
antibiotik lini II selama 7 hari yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin
sulbaktam, cephalosporin generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Jika ada
perbaikan antibiotic diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.
b) Operatif (untuk sinusitis kronik)
Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah
membuat suatu lubang drainase yang memadai. Prosedur yang paling lazim
adalah nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral
Etmoiditis kronik hampis selalu menyertai penyakit kronik pada sinus
frontalis atau maksilaris, dan mungkin membutuhkan terapi bedah. Etmoiditis
kronik dapat menyertai poliposis hidung kronik dan tentunya pengangkatan
polip penyakit. Prosedur yang dikenal sebagai etmoidektomi ini, dapat
dilakukan dengan jalan intranasal, transnasal, atau eksternal
Komplikasi seperti abses subperiosteum, osteitis dan osteomielitis lebih
sering terjadi pada sinusitis frontalis. Pengobatan sinusitis frontalis kronik
seringkali memerlukan intervensi bedah setelah infeksi akut dan faktor lainnya
diatasi. Duktus nasofrontalis biasanya tersumbat dan tak dapat diperbaiki,

sehingga teknik-teknik bedah diarahkan untuk menciptakan suatu duktus


nasofrontalis yang baru atau menutup sinus.
Suatu frontoetmoidektomi eksternal memungkinkan akses ke dalam sinus
frontalis guna mengangkat mukosa yang sakit, mengeksisi sel-sel udara
etmoidalis dan memungkinkan pembentukan duktus nasofrontalis yang baru,
yaitu di sekitar suatu slang drainase plastik yang dibiarkan di tempat berkisar 2
bulan. Prosedur bedah yang lebih radikal adalah tindakan obliterasi.
Sinusitis sfenoidalis kronik biasanya merupakan bagian dari infeksi kronis
sinus etmoid dan frontal, dan tindakan bedah untuk mengatasi penyakitpenyakit ini dengan mudah dapat meliputi eksplorasi sfenoid.
Terapi dengan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau
Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) yakni teknik operasi pada sinus
paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan
mucociliary clearance dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka dan
membersihkan

daerah

kompleks

osteomeatal

yang

menjadi

sumber

penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar
kembali melalui ostium alami.
Indikasi umumnya adalah untuk rinosinusitis kronik atau rinosinusitis akut
berulang dan polip hidung yang telah diberi terapi medikamentosa yang
optimal. Indikasi umumnya adalah untuk rinosinusitis kronik atau rinosinusitis
akut berulang dan polip hidung yang telah diberi terapi medikamentosa yang
optimal.
Kontraindikasi:
a.

Osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai pembentukan


sekuester.

b.

Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil (hipoplasi)

c.

Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus, kelainan


hemostasis yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai.

(3) Edukasi
-

Hindari infeksi saluran pernapasan atas. Kurangi kontak dengan orang yang
mengalami pilek. Cuci tangan secara rutin dengan sabun dan air, khususnya
sebelum makan.

Hati-hati merawat alergi yang dimiliki. Bekerjasamalah dengan dokter untuk


menjaga gejala tetap terkendali.

Hindari asap rokok dan polusi udara. Asap tembakau atau polusi udara lain
dapat mengiritasi dan menyebabkan radang pada paru-paru dan jalan napas.

Gunakan pelembab udara. Jika udara dirumah kering, seperti jika udara panas
dirumah, menggunakan pelembab udara dapat membantu mencegah sinusitis.
Pastikan pelembab udara tetap bersih dan bebas jamur secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA
-

Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku
Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta
2002, 115 119.

Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor,


Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai
Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 125.

Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti,


editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC, 1997, 241 258.

Swartz, Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik (textbook of physical diagnosis).


Jakarta: EGC. 1995.

Slack R, Bates G. Functional Endoscopic Sinus Surgery. Am Fam Phys, 1998:

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL


SKENARIO 1
KEPALA CEKOT-CEKOT SEBELAH
BLOK 9 SEMESTER 3
Tutor : dr. Dina Adriana
Pertemuan 1 (3 Januari 2012)
Pertemuan 2 (6 Januari 2012)

Kelompok 2 :
Moderator

: Fiska Rahmawati

H2A010017

Sekretaris

: Maria Ulfah
Nuzulia Nimatina
: Alifia Assyifa

H2A010032
H2A010037
H2A010002

Anggota

Astrid Avidita

H2A010007

Diana Ratih

H2A010012

Guruh Aryo Seno

H2A010022

Juhendra Fathoni

H2A010027

R Prindjati Prakasa

H2A010042

Shofia Rachmawati

H2A010047

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012

Anda mungkin juga menyukai