Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang
melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu
hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi bersifat resiprokal(saling
berbalasan) dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk
suatu hubungan helping relationship.
Perawat dalam melaksanakan profesinya sehari hari selalu bertemu
dan berhubungan dengan klien,keluarga, dan kelompok masyarakat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Pada konteks keperawatan helping
relationship yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika
hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong
(helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan,
untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia atau
klien.
Helping relationship antara perawat dengan pasien merupakan bentuk
hubungan saling percaya melalui perasaan empati, ketulusan, respek dan
kerahasiaan yang dapat mengurangi kecemasan klien (Stuart & Sundeen
1987). Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan
mendalam dengan rasa saling percaya yang dalam proses interaksi antara
perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan,
memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping, salah satunya
dengan mengatasi masalah kecemasan.

1.2.

Rumusan Masalah
1.2.1. Apa pengertian dari hubungan membantu ( helping relationship) ?

1.2.2. Apa

saja

fase-fase

dalam

hubungan

membantu

helping

relationship ) ?
1.2.3. Apa saja aspek dalam pengambilan keputusan ?
1.2.4. Apa saja faktor dasar dalam mengembangkan hubungan membantu ?
1.3.

Tujuan Penulisan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dari hubungan membantu (helping
relationship) .
1.3.2. Untuk mengetahui fase-fase dalam hubungan membantu (helping
relationship).
1.3.3. Untuk mengetahui aspek dalam pngambilan keputusan .
1.3.4. Untuk mengetahui faktordasar dalam mengembangkan hubungan
membantu .
Metode Penulisan
Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi pustaka

1.4.

yaitu suatu metode dengan membaca telaah tentang komunikasi dalam


hubungan membantu (helping relationship). Selain itu tim penulis juga
memperoleh data dari media elektronik, seperti internet.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hubungan Membantu (Helping Relationship)

Hubungan membantu merupakan interaksi yang membentuk suasana


gerak individu-individu yang bersangkutan dalam mencapai tujuan bersama.
Tujuan tersebut muncul karena adanya kebutuhan manusia. Hubungan
membantu terjalin antar banyak orang yang memberikan dan menerima
bantuan dalam upaya memenuhi kebutuhan masing-masing. Jika perawat dan
klien berada dalam hubungan membantu, maka perawat akan membantu klien
tersebut untuk mencapai tujuan agar kebutuhan manusiawinya terpenuhi. Hal
ini dapat dikatakan bahwa perawat adalah orang yang membantu sedangkan
klien adalah orang yang dibantu. Hubungan membantu antar perawat dan
klien ini disebut hubungan perawat-pasien atau perawat-klien.
Tujuan hubungan membantu antara perawat dan klien ditentukan
dengan bekerja sama dan didefinisikan dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Tujuan bersama ini antara lain meliputi meningkatnya independensi klien,
perasaan harga diri yang lebih positif, dan kesejahteraan fisik yang lebih
optimal.
Para ahli sepakat (Lu Verne Wolff, Marlene H.W) bahwa hubungan
mempunyai ciri-ciri antara lain bersifat dinamis, orang yang terlibat di
dalamnya baik yang membantu dan yang dibantu merupakan peserta aktif
sesuai kemampuan masing-masing, serta mempunyai tujuan dan batas waktu
tertentu.
Dalam hubungan membantu, seorang perawat yang memberi bantuan
mempunyai peranan dominan. Orang yang membantu juga harus memikul
tanggung jawab untuk menampilkan diri dengan kemampuan sebaik dan
sejujur mungkin. Pada hubungan membantu yang menjadi perhatian utama
hanya kebutuhan orang yang dibantu.
Ada beberapa faktor penting dalam hubungan membantu, yaitu :
a. Orang yang menawarkan bantuan harus banyak mengetahui tentang
dirinya sendiri, perasaannya, dan nuraninya.

b. Hubungan antara praktisi dan klien ditandai dengan rasa menerima


dan sikap yang ramah, saling menghormati, dan saling mempercayai.
c. Klien perlu diberi kebebasan untuk menjajaki dirinya tanpa ada
kekhawatiran ada pihak lain yang memantau.
d. Suasana harus dapat mengembangkan motivasi perubahan, tumbuh
menjadi dewasa, dan mengatasi masalah yang dihadapi secara lebih
memuaskan.
2.2 Fase-Fase dalam Hubungan Membantu
Hubungan membantu biasanya digambarkan dalam tiga fase yakni fase
orientasi, fase kerja, dan fase penyelesaian.
a. Fase Orientasi Hubungan Membantu
Pada fase ini seorang perawat bertemu dengan klien kemudian belajar
untuk saling mengenal, diawali dengan mengenalkan nama masingmasing. Perawat harus membiasakan diri untuk memperkenalkan diri
kepada klien. Kelalaian dalam memperkenalkan diri dapat menyebabkan
klien bingung dan bersikap kurang percaya. Setelah perkenalan, peran
kedua pihak dalam hubungan ditegas.
Peran perawat dan klien dalam hubungan perawat-klien merupakan
suatu pembagian kerja dan karena perannya, perawat pada umumnya
memegang peranan pimpinan. Memimpin bukan berarti mengendalikan,
membatasi atau memanipulasi.Setelah peranan perawat dan klien
ditegaskan, maka persetujuan atau kontrak tentang hubungan dijalin.
Unsur-unsur persetujuan meliputi tujuan hubungan, lokasi, frekuensi, dan
lamanya kontrak serta masa hubungan.
Pada fase orientasi mungkin menjadi tanggung jawab perawat untuk
mengarahkan klien pada lembaga kesehatan bersangkutan, menjelaskan
berbagai fasilitas yang ada, dan berbagai prosedur yang harus dilakukan
klien. Membantu klien dalam suasana yang akrab dan santai merupakan
pendahuluan yang penting sehingga dapat membantu klien untuk
mencapai potensi tertingginya.
b. Fase Kerja Hubungan Membantu
Fase kerja ini bisa berlangsung apabila upaya terarah sudah
dilaksanakan kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama. Inti dari fase
ini adalah interaksi. Interaksi mempunyai arti, terjadinya hubungan timbal

balik. Interaksi ini merupakan aksi oleh seseorang yang menimbulkan aksi
pada orang lain. Boleh dikatakan aktivitas perilaku seseorang merangsang
aktivitas perilaku pada orang lain. Ada dua faktor dalam fase kerja dari
hubunagn saling membantu, yaitu:
1. Faktor fungsional ( faktor instrumental ).
Faktor fungsional adalah upaya langsung yang menggerakkan
orang mencapai tujuan, contohnyaseorang klien dengan berat badan
kurang di bawah normal dan nafsu makan menurun. Tindakan yang
dilakukan pada klien adalah semua tindakan yang bertujuan untuk
meningkatkan konsumsi makanan sehingga berat badan klien juga
meningkat.
Perawat

membahas

ide-ide

untuk

klien,

seperti

dengan

memberikan makanan kecil. Selain itu juga memberikan dan


menyajikan makan dalam keadaan yang hangat. Dengan persetujuan
klien, maka perawat melakukan pengaturan yang diperlukan.
2. Faktor ekspresif.
Faktor ekspresif adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan
emosi klien. Maksud dari keadaan emosi ini adalah perasaan,
dorongan, sikap, sentimen dan lain-lain. Bila terdapat emosi seperti
perasaan sentimen yang tidak memuaskan antara perawat-klien, maka
seringkali akan menimbulkan kesulitan dalam bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Jika perasaan dan sentimen mencapai
kepuasan, mereka biasanya dapat bekerja bersama. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa sentimen dan perasaan yang memuaskan antara
perawat dan klien menjadi aspek yang menentukan hasil kerja sama
tersebut. Hubungan perawat dan klien dengan kondisi badan kurus
serta nafsu makan menurun memberikan respons positif, atas usul
makanan kecil tanpa merasa si klien diperlakukan seperti orang yang
kekurangan makanan.
Dalam hubungan membantu, aspek-aspek seperti yang sudah
dijelaskan tersebut harus ada dan berkaitan serta berfungsi secara
harmonis. Kedua belah pihak perawat-klien bekerja untuk mencapai tujuan
bersama.

c. Fase penyelesaian hubungan membantu


Fase penyelesaian merupakan penanda bahwa hubungan membantu
antara perawat-klien sudah berakhir atau selesai dan tercapainya tujuan
bersama. Fase ini bisa terjadi pada saat pergantian shift, sewaktu klien
pulang, ketika perawat pindah tempat kerja, ketika perawat mendapat
tugas belajar dan lain-lain.
Perawat dan klien memeriksa tujuan hubungan membantu untuk
menentukan indikasi bahwa tujuan telah tercapai dan mencari bukti
kemajuan bantuan kearah tujuan. Tujuan yang sudah tercapai harus diakui.
Pengakuan ini akan memunculkan rasa puas pada perwat dan klien. Jika
tujuan belum tercapai maka seorang klien atau perawat boleh mengajukan
usul untuk usaha-usaha yang bisa dilakukan di masa datang.
Akhir suatu hubungan yang memuaskan atau tercapainya keberhasilan
suatu hubungan membantu antar perawat-klien sering menimbulkan rasa
penyesalan, walaupun terbina pula rasa berprestasi. Penyesalan dalam arti
perawat atau klien terpisah setelah adanya hubungan membantu yang
begitu bernilai bagi kedua belah pihak, sedangkan ketidak berhasilan
hubungan membantu mungkin akan menimbulkan kecemasan bagi klien
sehingga perawat harus memberikan kesempatan kepada klien umtuk
menggungkapkan perasaannya atau emosinya agar tidak mengalami
ketakutan dalam menjalani hidupnya.
Perawat harus memberikan dorongan dan motivasi kepada klien agar
bisa menerima serta menghadapi permasalahan hidup sekarang dan masa
depan selanjutnya.
Waktu dan cara yang tepat bagi perawat untuk mempersiapkan
penyelesaian hubungan membantu adalah sebagai berikut :
a. Penyelesaian di rencanakan apabila program pendidikan dan
bimbingan klien digunakan secara efektif.
b. Klien merasakan efektivitas, kompetensi, dan kualitas diri yang lebih
baik.
c. Klien merasa hatinya lebih tenang dan tidak cemas atau merasa takut
yang berkurang untuk pulang ke rumah atau klien menerima dan siap
untuk pulang ke rumah.

d. Perawat memberikan kesempatan membentuk hubungan membantu


dengan perawat lain, bila diperlukan.
e. Perawat membantu klien beralih dari lembaga atau unit layanan satu ke
yang lain dengan memberikan penjelasan.
Dari ketiga fase-fase hubungan membantu tersebut diatas, bila
dilaksanakan oleh perawat dan klien dengan efektif maka akan dapat
melancarkan

suasana

pelayanan

keperawatan

dan

mengefektifkan

kelangsungan fungsi klien. Begitu juga perawat, mempunyai tanggung


jawab kepada klien setiap kali memberikan pelayanan, sehingga berhasil
tidaknya hubungan membantu bergantung pada kesungguhan dalam
melalui ketiga fase tersebu.
2.3 Pengambilan Keputusan
Saat berkehendak, setiap individu secara manusiawi dapat dibedakan menjadi
beberapa aspek, yakni:
a. Mempertimbangkan kemauan atau masalah hasrat-hasrat yang ada.
Hasrat-hasrat psikis adalah kecenderungan di dalam alam sadar yang
menimbulkan motif-motif, yakni daya-daya penggerak untuk berbuat
sesuatu demi mencapai tujuan. Jika hasrat-hasrat tersebut muncul
bertentangan maka akan terjadi sesuatu yang disebut pertarungan
motif. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mempertimbangkan
hasrat-hasrat sangat bersifat individual, bergantung pada jumlah objek
yang menjadi hasrat serta pertimbangan mengenai keuntungan dan
kerugian dari hasrat tersebut.
b. Pengambilan keputusan.
Pada pengambilan keputusan terjadi beberapa perbedaan antara
karakter-karakter yang dimiliki setiap ndividu. Ada individu yang
dalam mengambil keputusan melakukannya secara wajar dan tanpa
menunggu waktu yang terlalu lama serta tidak tergesa-gesa, ada
individu yang tidak kunjung mengambil keputusan dengan sangat
tepat tanpa berfikir panjang.
Beberapa sifat individu dalam pengambilan keputusan yaitu seperti berikut
ini.
1. Sifat pengambilan keputusan yang tergesa-gesa. Individu yang
mempunyai karakter ini, dalam mengambil keputusan kurang

didukung oleh hasrat dan motif yang kuat. Hal ini disebabkan karena
individu tersebut kurang memahami pentingnya keputusan dan akibat
yang akan didapatkan dari keputusan yang telah diambilnya atau
individu terebut orang yang impulsif sehingga berfikir panjang
sebelum mengambil dan ingi secepatnya bertindak, bahkan mungkin
selalu dialanda rasa khawatir yang berlebihan.
2. Sifat individu yang tidak dapat mengambil keputusan. Individu yang
mempunyai karakter seperti ini tidak akan kunjung berkeputusan dan
tidak mempunyai kepastian atau merasa ragu-ragu dalam mengambil
keputusan. Individu ini sangat sulit dalam menntukan pilihan, dia
ingin kedua-duanya dan tetap berusaha untuk menyatukan alternatitfalternatif yang tidak dapat dipersatukan. Mungkin juga individu
tersebut takut memikul tanggung jawab dan menanggung resiko atau
bisa juga disebabkan adanya perasaan depresi yang menghilangkan
kemauan.
3. Sifat yang hanya mengikuti kegendak sendiri. Orang ini cenderung
tidak mau mengikuti pendapat atau keinginan orang lain, dia ingin
membuktikan bahwa dia mampu berbuat untuk dirinya sendiri.
Demikian pula dalam mengambil keputusan, dia ingin melakukannya
berdasarkan pertimbangan motif dan hasratnya sendiri, dia hanya
ingin menolak pengaruh dari orang lain. Namun sebenarnya, dia
masih menggantungkan diri terhadap orang lain hanya saja denagn
arah yang berlawanan. Hal ini menandakan manifestasi dari
kepribadian yang lemah.
4. Sifat yang tidak mampu berdiri sendiri. Individu ini cenderung
menyerahkan pengambilan keputusan kepada orang lain, dia lebih
memilih mengikuti pendapat dan keputusan orang lain. Hal inni
dilakukan karena takut menanggung resiko dan tanggung jawab,
sehingga ini menandakan maifestasi dari kepribadian yang lemah.
c. Melaksanakan keputusan. Individu yang telah mengambil keputusan
mengenai motif yang diinginkan, dia harus bertindak konsekuen terhadap
keputusannya

untuk

mencapai

tujuan

yang

diinginkan. Apabila

pelaksanaan keputusan tidak sampai sasaran maka perlu diadakan tinjauan


kembali terhadap cara pelaksanaan atau terhadap keputusan yang
diambilnya. Dalam melaksanakan keputusan akan didapati perbedaan
berbagai karakter yang dimiliki setiap individu sehingga akan
mempengaruhi tujuan yang dicapai.
2.4 Mengembangkan Hubungan Membantu
Rogers mengidentifikasi tiga faktor dasar dalam mengembangkan hubungan
yang saling membantu (Helping Relationship), yaitu :
1. Pembantu harus benar-benar ikhlas dan memahami tentang dirinya.
2. Pembantu harus menunjukkan rasa empati.
3. Individu yang dibantu hatrus merasa bebas untuk mengeluarkan
segala sesuatunya tentang dirinya dalam menjalin hubungan.
Dengan demikian ada tiga hal mendasar dalam pengembangan Helping
Relationship, yaitu : Genuineness (keikhlasan), empathy (empati),
dan warmth (kehangatan).
a. Genuineness
Untuk membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap, dan
perasaan yang dimiliki klien. Apa yang dipikirkan dan dirasakan perawat
tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi perlu selalu
dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal. Perawat yang
mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai
sikap

yang

dipunyai

klien

sehingga

mampu

belajar

untuk

mengkomunikasikannya secara tepat.


Perawat tidak akan menolak segala bentuk perasaan negatif yang
dipunyai klien bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien,
hasilnya, perawat akan mampu mengeluarkan segala perasaan yang
dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara menyalahkan atau
menghukum klien.
b. Empathy
Empathy merupakan perasaan, pemahamandanpenerimaan perawat
terhadap perasaan yang dialami klien, dan kemampuan merasakan dunia
pribadi klien. Empathy merupakan sesuatu yang jujur, sensitive, dan
tidak dibuat-buat (objektif) yang didasarkan atas apa yang dialami orang
lain. Simpati merupakan kecenderungan berfikir atau merasakan apa yang
sedang dilakukan atau dirasakan oleh klien. Karenanya simpati lebih
9

bersifat subyektif dengan melihat dunia orang lain untuk mencegah


prespektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu0isu yang
dialami seseorang. Sebagai perawat empatik, perawat harus berusaha
kerasuntuk mengetahui secara pasti apa yang sedang dipkirkan dan
dialami klien.
c. Warmth
Hubungan yang saling membantu (Helping Relationship) dilakukan untuk
memberikan kesempatan klien mengeluarkan uneg-uneg (perasaan dan
nilai-nilai) secara bebas. Dengan kehangatan, perawat akan mendorong
klien untuk mengekspresiakan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk
perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang
hangat, permisif , dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa
penerimaan perawat terhadap klien.

BAB III
PENUTUP

10

3.1 Kesimpulan
Helping relationship merupakan suatu sarana yang penting digunakan
tenaga kesehatan untuk memberikan bantuan kepada klien atau seseorang yang
membutuhkan pertolongan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
klien. Adapun fase-fase dalam hubungan membantu yakni, fase orientasi, fase
kerja, dan fase penyelesaian atau terminasi.
Selain itu dalam helping relationship terdapat beberapa aspek dalam
pengambilan suatu keputusan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, yakni
mempertimbangkan kemauan yang ada, pengambilan keputusan, dan
melaksanakan keputusan. Untuk mengembangkan helping relationship ada tiga
hal mendasar yang diterapkan, yaitu : Genuineness (keikhlasan), empathy
(empati), dan warmth (kehangatan).
3.2 Saran
Untuk perawat diharapkan selalu menerapkan helping relationship agar
tidak terjadi miss comunication atau kesalahpahaman antara perawat dan klien,
serta dengan menerapkan helping relationship kepada klien akan membantu
meningkatkan rasa percaya diri dan mengurangi rasa cemas pada klien.
Untuk klien diharapkan agar selalu bekerja sama dalam menerapkan
helping relatioship dengan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dasar
yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Lu Verne Wolff, dll. 1984. Fundamentals of Nursing. Penerjemah:
Kustinyatih M., Djamaluddin H., Dasar-dasar Keperawatan. Jakarta:
Gunung Agung.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta : EGC

11

Sugiharto,

D.Y.P.

dan

Mulawarman.

Semarang: Unnes Press.


Latipun, Psikologi Konseling (Malang:

2007.Psikologi
universitas

Konseling.

Muhammadiah

Malang: 2001)
Sofyan S. willis. Konseling Individual Teori dan Praktek .(Bandung:
Alfabeta: 2004).

12

Anda mungkin juga menyukai