Anda di halaman 1dari 21

BUDAYA ANTI KORUPSI

OLEH :
NAMA
TINGKAT

: SERLIN MALAE
: II A KEBIDANAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INODNESIA


POLITEKNIK KESEHATAN GORONTALO
JURUSAN KEBIDANAN
2015

0 | Page

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan atas nabi besar Muhammad SAW, para sahabat dan keluarganya serta para
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Al-hamdulillah, akhirnya apa yang telah direncanakan untuk menyelesaikan makalah ini
bisa terlaksana. Makalah ini disusun dalam rangka pemenuhan tugas akademik mata kuliah
Pendidikan Anti Korupsi.
Tak ada gading yang tak retak, penyusun memohon maaf yang sebesar-besarnya bila
di dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan. Kebenaran dan
kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Semoga Allah mengampuni dosa kita semua.
Amiiin
Gorontalo, 11 Februari 2015
Penyusun
SERLI MALAE

1 | Page

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN.
Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia ....................................................

BAB II PEMABAHASAN..................................................................................................

1.Pengertian korupsi...........................................................................................

2. Sejarah Korupsi Indonesia.........................................................................

3.Dampak masif korupsi......................................................................................

4.Nilai dan Prinsip Anti Korupsi...........................................................................

13

5. Upaya Pemberantasan Korupsi......................................................................

13

6.Gerakan kerjasama dan instrumen internasional penjegahan anti korupsi....

14

7.tindak pidana korupsi dalam peraturan perundan-undangan di indonesia.....

15

8.Peran dan keterlibatan Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi...................

16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..................................................................................................
B. Saran ...........................................................................................................

19
19

PENUTUP ........................................................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................

2 | Page

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah
mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang
menganggap korupsi sebagai sesuatu yang lumrah dan Wajar. Ibarat candu, korupsi telah
menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat stress para
penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasaan, akhirnya menjadi kebiasaan dan
berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat Negara.
Tak urung kemudian, banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya
penegakan hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita. Jika dikatakan telah membudaya
dalam kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini muncul dan berkembang?,
bagaimana penegakan hukum dan pemberantasannya?. Semoga tulisan ini dapat sedikit
memberikan jawaban dari beberapa pertanyaan di atas.

3 | Page

BAB II
PEMBAHASAN

1.

Pengertian Korupsi
Definfinisi:
Korupsi (bahasa Latin:corruptio dari kata kerjacorrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) ataurasuah adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik
yang

dikuasakan

kepada

mereka

untuk

mendapatkan

keuntungan

sepihak.

Dari sudut pan dang Umum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsurunsur sebagai berikut:

Tidak takut pada Tuhan dan tidak menganggap adanya Tuhan

Kenikmatan hanya didunia dengan sering menganiaya RAKYAT


DAN MEMPERBUDAKNYA

Menganggap Rakyat adalah BABU yg harus setor uang dan memenuhi


kebutuhanya

Karna sudah membuat hukum dan melangarnya

Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,

memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), karna tidak ada
orang yang tahu (karna dia bukan orang)

penggelapan dalam jabatan, mbahe maling anak e celeng

pemerasan dalam jabatan, icek-icek seng kuat koyok lintah darat

ikut serta dalam pengadaan (nggadakno seng ganok lek wes ono
disengetno), dan

menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).


Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan
rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling
ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan
menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan
sebagainya.

Titik

ujung

korupsi

adalah kleptokrasi,

yang

arti

harafiahnyapemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur


pun

tidak

ada

sama

sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika,

4 | Page

pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal
ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
membedakan

antara

korupsi

dan

kriminalitas|kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal
di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
BENTUK-BENTUK KORUPSI
Adapun bentuk-bentuk korupsi yang sudah lazim dilakukan di lingkungan instansi
pemerintah pusat maupun daerah, BUMN dan BUMD serta yang bekerjasama dengan
pihak ketiga adalah sebagai berikut :

Transaksi luar negeri illegal, dan penyelundupan.

Menggelapkan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan


mencuri.

Jual beli jabatan, promosi nepotisme dan suap promosi.

Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan menggelapkan uang,
mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, dan
menyalahgunakan keuangan.

Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah mencurangi dan memperdaya
serta memeras.

Mengabaikan keadilan, memberi kesaksian palsu menahan secara tidak sah dan
menjebak.

Jual beli tuntutan hukuman, vonis dan surat keputusan.

Tidak menjalankan tugas, desersi.

Menyuap, menyogok, memeras, mengutip pungutan secara tidak sah dan meminta
komisi.

Jual beli obyek pemeriksaan, menjual temuan, memperhalus dan mengaburkan


temuan.

Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi dan
membuat laporan palsu.

Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin
pemerintah.

Manipulasi peraturan, meminjamkan uang negara secara pribadi.

Menghindari pajak, meraih laba secara berlebihan.

Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.

Menerima hadiah uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada
tempatnya.

Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.

Perkoncoan, menutupi kejahatan.

Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos untuk


kepentingan pribadi.

5 | Page

Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan dan hak istimewa
jabatan.

Memperbesar pendapatan resmi yang illegal.

Pimpinan penyelenggara negara yang meminta fasilitas yang berlebihan.

SEJARAH KORUPSI INDONESIA


Perjalanan Korupsi di Indonesia :
Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah
mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang
menganggap korupsi sebagi sesuatu yang lumrah dan Wajar. Ibarat candu, korupsi telah
menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat stress para
penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasan, akhirnya menjadi kebiasaan dan
berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat
Negara. Tak urung kemudian, banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa
terhadap upaya penegakan hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita. Jika
dikatakan telah membudaya dalam kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini
muncul dan berkembang?. Tulisan ini akan sedikit memberikan pemaparan mengenai
asal-asul budaya korupsi di Indonesia yang pada hakekatnya telah ada sejak dulu ketika
daerahdaerah di Nusantara masih mengenal system pemerintah feodal (Oligarkhi Absolut),
atau sederhanya dapat dikatakan, pemerintahan disaat daerah-daerah yang ada di
Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh kaum bangsawan (Raja,
Sultan dll).
Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3
(tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern
seperti sekarang ini. Mari kita coba bedah satu-persatu pada setiap fase tersebut.
Pertama, Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar
belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah
masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan
Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dll, mengajarkan kepada kita bahwa
konflik kekuasan yang disertai dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena
wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut[3]. Coba saja
kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar saudara bahkan
hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan, mulai dari Prabu
Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan seterusnya. Hal
yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan terjadinya beberapa kali
konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti, Nambi, Suro dan lain-lain. Bahkan kita
ketahui, kerajaan Majapahit hancur akibat perang saudara yang kita kenal dengan Perang
Paregreg yang terjadi sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Lalu, kerajaan Demak yang
memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang, ada juga
Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan kekuasaan dengan ayahnya
sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso[4]. Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan ini
adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya

6 | Page

adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan abdi dalem.
Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis untuk
menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan
opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar
dalam tatanan pemerintahan kita dikmudian hari.
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah
mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya
korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh Belanda) selama 350
tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja
dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu,
semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabatpejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk
menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu.
Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau
pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan
menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas, cerita-cerita film semisal Si
Pitung, Jaka Sembung, Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi
masyarakat Indonesia ketika
2.

Faktor penyebab korupsi


Korupsi dapat terjadi jika adanya kekuasaan monopoli kekuasaan yang dipegang
oleh seseorang dan orang tersebut memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang
berlebihan, tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan rumusan ini, dapat
diasumsikan juga bahwa semakin besar kekuasaan serta kewenangan yang luas dan
semakin rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi/person, otomatis
potensi korupsi yang dimiliki akan semakin tinggi.
Singh (1974), dalam penelitiannya menemukan beberapa sebab terjadinya praktek
korupsi, yakni: kelemahan moral, tekanan ekonomi, hambatan struktur administrasi,
hambatan struktur sosial. Kartono (1983), menegaskan bahwa terjadi korupsi disebabkan
adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai
demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak
saudara dan teman.
Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu:
Pertma, Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna. Kedua, Administrasi
yang lamban, mahal, dan tidak luwes. Ketiga, Tradisi untuk menambah penghasilan yang
kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap. Keempat, Dimana berbagai
macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga
orang berlomba untuk korupsi. Kelima, Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan
resmi dan tujuan organisasi pemerintah.

7 | Page

Korupsi ada karena:


1.

Faktor eksternal:
Kesempatan: Biasanya oleh pemilik kekuasaan, pelaku pelaksana peraturan/UU,
pengatur/pengelola kebijakan.
Kebutuhan: Biasanya oleh masyarakat pengguna UU, kebijakan, peraturan,
persyaratan.

2.

Faktor internal: Moralitas, Tuntutan Hidup


Dua faktor diatas terjadi dalam hubungan imbal balik Demand and Supply.
Kalau ada permintaan maka akan ada supply, begitulah terjadinya. Demand sampai
kapanpun selalu ada, sedangkan supply bisa diberikan atau tidak. So, kesimpulannya
ujung pangkal terjadinya korupsi adalah disupplynya demand oleh point 1 (a), yang
disebabkan kerendahan moral dan tidak kuatnya iman pemilik kesempatan, pembuat
kebijakan, pengelola dan pelaksana peraturan.
Selain itu ada yang beropini seperti ini:
Sebagai orang awam, saya sering dibuat bingung oleh komentar para pejabat,
politikus, pakar hukum, tokoh agama, budayawan, seniman, mahasiswa dan para
tokoh lainnya soal KORUPSI.
Ya, bingung dari mana dan apa sih AKAR penyebab korupsi yang
sebenarnya ? Kalau sudah ketemu akarnya, ujung dan pangkalnya tentunya kita bisa
menentukan langkah penanggulangannya dari mana. Sepertinya korupsi di negeri ini
sudah mendarah daging dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita. Dari
pemerintah pusat sampai daerah, bahkan sampai ke pelosok-pelosok pedesaan. Dari
perusahaan besar sampai perusahaan menengah dan kecil. Dari orang-orang
berpendidikan tinggi sampai orang yang tak lulus sekolah dasar (terlalu panjang
untuk dituliskan disini). Singkatnya, ke mana pun kita melangkah, di mana pun kita
berada, korupsi selalu ada.
Masalahnya (lagi-lagi dilihat dari kaca mata orang awam), sepertinya kita
mempermasalahkan korupsi hanya dipermukaannya saja! Kita terlalu sibuk
mempersoalkan dahan, ranting, daun, bunga dan buah korupsinnya saja. Sedangkan
akar penyebab korupsi itu sendiri kita tidak tahu dengan jelas, tidak bisa mengatakan
atau

menunjuk

dengan

tegas,

Inilah

akar

korupsi

yang

sebenarnya!

Mengapa? mungkin karena posisi akar yang tak tampak di permukaan. Sebenarnya
akar penyebab korupsi itu apa? Siapa? Di mana? Dari mana? Apakah ada faktor
budaya, faktor keturunan, pola asuh dan pola didik keluarga, sistem pendidikan,
ataukah faktor lingkungan? Siapa yang memulai? Apakah aparat penegak hukum
(jaksa, polisi, hakim) ataukah mereka yang menyuap polisi, jaksa dan hakim?
Karena tidak jelas akar penyebabnya, akhirnya kita sering dibuat bingung sendiri, dari
mana seharusnya kita mulai memberantas wabah korupsi ini. Apakah harus mulai
dari atas atau dari bawah, dari aparatnya atau pelakunya, dari yang kakap atau yang
teri, dari pejabat atau rakyatnya?

8 | Page

Seandainya lembaran hitam praktik korupsi di negeri ini kita sobek dan kita
buang, bagaimana kita akan membuka lembaran baru? Bagaimana mulai
membangun dan membentuk generasi yang bebas korupsi di masa yang akan
datang? Bagaimana kita akan membentuk pribadi-pribadi yang jujur, bersih, punya
integritas, disiplin dan anti korupsi?
Jika kita sudah tahu, akar penyebab korupsi, mudah-mudahan kita bisa
melakukan langkah-langkah penanggulangan atau paling tidak pencegahan. Mungkin
kita bisa memulai dari diri-sendiri, keluarga dan lingkungan di sekitar kita. Mari kita
bangun generasi masa depan yang jujur, bersih dan bebas korupsi !

3.

Dampak masif korupsi


Dampak Korupsi terhadap Ekonomi
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous
destruction effects) terhadap orang miskin, dengan dua dampak yang saling bertaut
satu sama lain. Pertama, dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin yakni
semakin mahalnya harga jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan,
dan juga sering terjadinya pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti
air, kesehatan, dan pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin
yakni pengalihan sumber daya milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang
seharusnya diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui
pembatasan pembangunan.

Dampak yang tidak langsung ini umumnya memiliki

pengaruh atas langgengnya sebuah kemiskinan.


Secara sederhana penduduk miskin di wilayah Indonesia dapat dikategorikan
dalam dua kategori, yakni :
1. Kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struktural yang bersifat terus
menerus;
2.

Kemiskinan sementara (transient poverty), yaitu kemiskinan yang indikasinya


adalah menurunnya pendapatan (income) masyarakat untuk sementara waktu akibat
perubahan yang terjadi, semisal terjadinya krisis moneter.
Mengingat adanya kemiskinan struktural, maka adalah naif jika kita beranggapan

bahwa virus kemiskinan yang menjangkit di tubuh masyarakat adalah buah dari budaya
malas dan etos kerja yang rendah (culture of poverty). William Ryan, seorang sosiolog
ahli kemiskinan, menyatakan bahwa kemiskinan bukanlah akibat dari berkurangnya
semangat wiraswasta, tidak memiliki hasrat berprestasi, fatalis. Pendekatan ini dapat
disebut sebagai blaming the victim (menyalahkan korban).
Pada

tahun

2000-2001, the

Partnership

for

Governanve

Reform

in

Indonesia andthe World Bank telah melaksanakan proyek Corruption and the
Porr. Proyek ini memotret wilayah permukiman kumuh di Makassar, Yogyakarta, dan
Jakarta. Tujuannya ingin menjelaskan bagaimana korupsi mempengaruhi kemiskinan
kota.

Dengan

mengaplikasikan

suatu

metode the

Participatory

Corruption

assessment (PCA), di setiap lokasi penelitian, tim proyek melakukan diskusi bersama

9 | Page

30-40 orang miskin mengenai pengalaman mereka bersentuhan dengan korupsi.


Kegiatan ini juga diikuti dengan wawancara perseorangan secara mendalam untuk
mengetahui dimana dan bagaimana korupsi memiliki pengaruh atas diri mereka.
Sebuah wawasan dan pemahaman yang holistik tentang pengaruh korupsi
terhadap kehidupan sosial orang miskin pun didapat. Para partisipan program PCA ini
mengidentifikasi empat risiko tinggi korupsi, yakni :
1. Ongkos finansial (financial cost)
Korupsi telah menggerogoti budget ketat yang tersedia dan meletakkan beban yang
lebih berat ke pundak orang miskin dibandingkan dengan si kaya.
2. Modal manusia (human capital)
Korupsi merintangi akses pada efektivitas jasa pelayanan sosial termasuk sekolah,
pelayanan kesehatan, skema subsidi makanan, pengumpulan sampah, yang
kesemuanya berpengaruh pada kesehatan orang miskin dan keahliannya.
3. Kehancuran moral (moral decay)
Korupsi merupakan pengingkaran dan pelanggaran atas hukum yang berlaku (the
rule law) untuk meneguhkan suatu budaya korupsi (culture of corruption)
4. Hancurnya modal sosial (loss of social capital)
Korupsi

mengikis

kepercayaan

dan

memberangus

hubungan

serta

kejahatan

dalam

memporakporandakan kohesifitas komunitas.


Dampak Sosial dan kemiskinan masyarakat
Korupsi,

tidak

diragukan,

menyuburkan

berbagai

jenis

masyarakat. Menurut Alatas, melalui praktik korupsi, sindikat kejahatan atau penjahat
perseorangan dapat leluasa melanggar hukum, menyusupi berbagai oraganisasi negara
dan mencapai kehormatan. Di India, para penyelundup yang populer sukses menyusup
ke dalam tubuh partai dan memangku jabatan penting. Bahkan, di Amerika Serikat,
melalui suap, polisi korup menyediakan proteksi kepada organisasi-organisasi kejahatan
dengan pemerintahan yang korup. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula
kejahatan.
Menurut Transparensy International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi
dan jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka
kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika angka korupsi berhasil
dikurangi,

maka

kepercayaan

masyarakat

terhadap

penegakan

hukum

(law

enforcement) juga meningkat. Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat juga
(secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam masyarakat. Soerjono Soekanto
menyatakan bahwa penegakan hukum di suatu negara selain tergantung dari hukum itu
sendiri, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga tergantung pada kesadaran
hukum masyarakat. Memang secara ideal, angka kejahatan akan berkurang jika timbul
kesadaran masyarakat (marginal detterence). Kondisi ini hanya terwujud jika tingkat
kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat sudah memadai.
.

10 | P a g e

Dampak terhadap politik dan Demokrasi


Negara kita sering disebut bureaucratic polity. Birokrasi pemerintah merupakan
sebuah kekuatan besar yang sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, birokrasi pemerintah juga merupakan garda
depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Namun di sisi
lain, birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan
terhadap jerat korupsi.
Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa birokrasi di tanah air seolah menjunjung tinggi pameo jika bisa
dibuat sulit, mengapa harus dipermudah. Semakin tidak efisien birokrasi bekerja,
semakin besar pembiayaan tidak sah atas institusi negara ini. Sikap masa bodoh birokrat
pun akan melahirkan berbagai masalah yang tidak terhitung banyaknya. Singkatnya,
korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi.
Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum :
yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri. Korupsi
tidak saja terbatas pada transaksi yang korup yang dilakukan dengan sengaja oleh dua
pihak atau lebih, melainkan juga meliputi berbagai akibat dari perilaku yang korup, homo
venalis. Transparency International (TI), sebagai lembaga internasional yang bergerak
dalam upaya antikorupsi, membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis,
yaitu :
1.

Korupsi administratif
Secara administratif, korupsi bisa dilakukan sesuai dengan hukum, yaitu
meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta korupsi
yang bertentangan dengan hukum yaitu meminta imbalan uang untuk melakukan
pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Di tanah air, jenis korupsi administratif berwujud uang pelicin dalam mengurus
berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi
(SIM), akte lahir, dan paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal, seharusnya tanpa
uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat.

2.

Korupsi politik
Jenis korupsi politik muncul dalam bentuk uang damai. Misalnya, uang yang
diberikan dalam kasus pelanggaran lalu lintas agar si pelanggar tidak perlu ke
pengadilan.
Manajemen kerja birokrasi yang efisien sungguh merupakan barang yang
langka di tanah air. Menurut HS. Dillon, birokrasi hanya dapat digerakkan oleh
politikus yang berkeahlian dalam bidangnya. Bukan sekedar pejabat yang direkrut
dari kalangan profesi atau akademikus tanpa pengalaman dan pemahaman tentang
kerumitan birokrasi.

11 | P a g e

Dampak terhadap briokrasi Pemerintahan


Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu
sistem politik atau pemerintahan. Pertama, korupsi mengganggu kinerja sistem politik
yang berlaku. Pada dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal. Namun, dalam
manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan
juga dapat mencoreng kredibilitas organisasi tempat si koruptor bekerja. Pada tataran
tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi yang berdampak sosial sering bersifat
samar, dibandingkan dengan dampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata.
Kedua, publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang
diduga terkait dengan tindak korupsi. Ketiga, lembaga politik diperalat untuk menopang
terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok. Ini mengandung arti bahwa
lembaga politik telah dikorupsi untuk kepentingan yang sempit (vested interest). Sering
terdengar tuduhan umum dari kalangan anti-neoliberalis bahwa lembaga multinasional
seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), IF, dan Bank Dunia adalah perpanjangan
kepentingan kaum kapitalis dan para hegemoni global yang ingin mencaplok politik dunia
di satu tangan raksasa. Tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik yang
memperalat suatu lembaga politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam
kasus seperti ini, kehadiran masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang
kuat dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat.
Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah,
sebagai pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,
2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,
3. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan
politik.
Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan
mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Menurut Wang An Shih, koruptor sering
mengabaikan kewajibannya oleh karena perhatiannya tergerus untuk kegiatan korupsi
semata-mata. Hal ini dapat mencapai titik yang membuat orang tersebut kehilangan
sensitifitasnya dan akhirnya menimbulkan bencana bagi rakyat.
Dampak terhadap kerusakan lingkungan
Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah akan menurunkan kredibilitas
pemerintah yang berkuasa. Ia meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai
tindakan pemerintah. Jika suatu pemerintah tidak lagi mampu memberi pelayanan terbaik
bagi warganya, maka rasa hormat rakyat dengan sendirinya akan luntur. Jika
pemerintahan justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat
dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintahan. Karenanya, praktik korupsi
yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan masyarakat. Korupsi yang menjangkiti
kalangan elit turut memaksa masyarakat menganut berbagai praktik di bawah meja demi
mempertahankan diri. Mereka pun terpaksa melakukan korupsi agar mendapat bagian
yang wajar, bukan untuk mencapai berbagai keuntungan luar biasa. Inilah lingkaran setan

12 | P a g e

yang klasik. Singkatnya, demoralisasi terhadap perilaku koruptif kalangan elit pemerintah,
juga sering menyuburkan perilaku koruptif di kalangan masyarakat.
Aspek demoralisasi juga mempengaruhi lembaga internasional dalam menetapkan
kebijakan untuk membantu negara-negara berkembang. Lembaga internasional menolak
membantu negara-negara yang korup. Sementara pada gradasi tertentu, praktik korupsi
akan memunculkan antipati dan mendorong sumber-sumber resistensi yang luar biasa di
kalangan warga masyarakat. Akibatnya kemudian adalah terjadinya delegitimasi aparat
dan lembaga pemerintahan, oleh karena mereka dianggap warga masyarakat tidak
kredibel. Menurut Sun Yan Said, korupsi menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial,
dan keterasingan politik.
4. Nilai dan Prinsip Anti Korupsi
Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor internal (niat) dan faktor
eksternal (kesempatan). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi prilaku dan
nilai-nilai yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku. Upaya
pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada semua
individu. Setidaknya ada 9(Sembilan) nilai-nilai anti korupsi yang penting
untuk ditanamkan pada semua orang, yaitu :
1.

5.

Kejujuran
A.

Kepedulian

B.

Kemandirian

C.

Kedisiplinan

D.

Tanggung jawab

E.

Kerja Keras,

F.

Sederhana,

G.

Keberanian, dan

H.

Keadilan.

Upaya Pemberantasan Korupsi


Banyak sekali hambatan dalam pemberantasan korupsi, terlebih bila korupsi sudah
secara sistemik mengakar dalam segala asfek kehidupan masyarakat dalam sebuah
negara. Beragam cara sudah dicoba, namun praktek korupsi tetap subur dan berkembang
baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kegagalan pemberantas korupsi dimasa lalu
tidak boleh menyurutkan keinginan semua pihak untuk memberantas korupsi. Perlu
dipahami bahwa tidak ada suatu konsep tunggal yang dapat menjawab bagaimana korupsi
harus dicegah dan diberantas. Semua cara, strategi dan upaya harus dilakukan dalam
rangka memberantas korupsi.

13 | P a g e

6.

Gerakan kerjasama dan instrumen internasional penjegahan anti

korupsi
1) Bidang Logistik a. Peran Teknologi Informasi seperti pembangunan e-Procurement
dalam meminimalisasi resiko tindak pidana pada penyelenggaraan Pengadaan Barang
dan Jasa dapat meningkatkan asas transparansi, akuntabilitas dan dependensi
2) Bidang Operasional Peningkatan pengawasan kegiatan operasional khususnya pada
hukum korupsi dengan porsi yang proporsional dan independen bagi pihak terkait yang
bertugas melakukan audit
3) Bidang SDM
a. Perlunya edukasi lanjut dibidang hukum korupsi terutama untuk auditor internal
sebagai pihak yang bertugas untuk melakukan audit serta pengawasan terhadap
pelaksanaan dari tindakan yang berpotensi terhadap terjadinya penyelewengan
serta benturan kepentingan
b. Sikap kepatuhan tinggi untuk seluruh karyawan terhadap norma-norma hukum yang
berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis tanpa melihat status sosialnya
c. Perlu adanya sosialisasi yang intensif tentang pedoman umum GCG, penyusunan
code of conduct, kaitan GCG dengan pencegahan korupsi, dan best practises
dalam penerapan GCG melalui pengawasan yang ketat oleh lembaga pengawas
dan pembina yaitu kementerian BUMN.
d. Budaya hukum, etos kerja serta kualitas karyawan yang harus mendukung
4) Suatu

lembaga

lebih

mempertegas

atau

memperketat

pengawasan

kepada

karyawannya.
5) Meminta laporan pengeluaran setiap bulannya
6) Lembaga atau pegawai atau pemerintahan lebih transparan dalam membuat suatu
laporan keuangannya.
7) Suatu karyawan yang mengurus keuangan dimintai riwayat hidup (jumlah harta) yang
akurat.
8) Membentuk suatu jaringan atau lembaga anti korupsi dan memperbanyak jaringan
yang akurat dan terpercaya.
9) penerapan pakta integritas bagi seluruh pegawai, dengan mengucapkan sumpah
untuk bekerja secara profesional dan secara moral rela mengundurkan diri bila di
kemudian hari terbukti menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
10) memperkenalkan layanan satu atap satu pintu (one stop services) dengan
menyederhanakan

prosedur

layanan,

mengedepankan

transparansi

melalui

pengumuman persyaratan, dan besarnya biaya pengurusan baik dalam lingkup


perizinan maupun yang bukan perizinan serta waktu penyelesaian yang cepat dan
batas waktu yang jelas
11) pencairan anggaran dengan menyederhanakan jumlah meja yang dilalui dalam proses
pengurusan pencairan anggaran
12) pemberian tunjangan kinerja, yakni pemberian uang tambahan yang didasarkan
prestasi kerja bagi setiap individu pegawai. Sumber dana yang dapat digunakan

14 | P a g e

adalah melalui penghapusan semua honor dan memberlakukan pemberian satu honor
menyeluruh kepada pegawai yang didasarkan pengukuran atas prestasi kerja
13) penerapan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang konsisten, penegakan
hukum yang tegas bagi yang melanggarnya. Merubah sistem pengadaan barang dan
jasa melalui sistem elektronik
14) menerapkan anggaran berbasis kinerja dengan melibatkan perwakilan masyarakat
dalam menyusun rencana anggaran belanja tahunan yang didasarkan atas kebutuhan
riil daerah serta membuka akses bagi masyarakat untuk memberikan kritik dan saran
15) mendorong partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan
masukan yang konstruktif bagi usaha pemerintah dalam membangun masyarakat
serta dalam memantau pelaksanaan program kerja pemerintah untuk mewujudkan
sistem pemerintahan yang transparan.
16) kesiapan dan keahlian dari personel penegak hukum dalam menangani kasus korupsi
yang semakin sistemik dan rumit,
17) Perlunya dukungan politik yang konsisten dari pemerintah
18) Perlunya dukungan masyarakat luas baik masyarakat Indonesia mau pun dukungan
internasional untuk mendukung terlaksananya program antikorupsi yang telah disusun
dan dipublikasikan selama ini
7. Tindak pidana korupsi dalam peraturan perundan-undangan di
indonesia
a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam
rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945;
b. bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan
pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;
c. bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam
masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi;
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam

15 | P a g e

rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945;
b. bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan
pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;
c. bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam
masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi.
8. Peran dan keterlibatan Mahasiswa dalam Gerakan Anti Korupsi
Peran mahasiswa
1.

Pemberantasan

korupsi(terutama

pencegahan)

perlu

melibatkan

peran

serta

masyarakat, termasuk mahasiswa. Mahasiswa mempunyai potensi besar untuk menjadi


agen perubahan dan motor penggerak dalam gerakan anti korupsi Peran mahasiswa
dalam pemberantasan korupsi
2.

Menjaga diri dan komunitas mahasiswa bersih dari korupsi dan perilaku koruptif

3.

Membangun dan memelihara gerakan anti korupsi


Penjelasan sebelumnya telah dipaparkan bahwa pentingnya peran masyarakat

dalam memberantas korupsi. Masyarakat yang akan dibahas dalam artikel ini adalah
masyarakat intelektual atau kaum terpelajar terutama mahasiswa. Mengapa harus
mahasiswa? Karena mahasiwa adalah elemen masyarakat yang paling idealis dan
memiliki semangat yang sangat tinggi dalam memperjuangkan sesuatu. Selama ini
mahasiswa dipandang bisa cukup signifikan dalam mempengaruhi perubahan kebijakan
atau struktur pemerintahan. Di sisi lain mahasiswa juga bisa mempengaruhi lapisan
masyarakat lainnya untuk menuntut hak mereka yang selama ini kurang diperhatikan oleh
pemerintah. Peran mahasiswa bisa dilihat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan
mengenai kebangkitan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda yang mana
dipelopori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia. Presiden pertama Indonesia, Soekarno
sang Proklamator Kemerdekaan RI merupakan tokoh pergerakan dari kalangan
mahasiswa. Selain itu peristiwa lain yaitu pada tahun 1996, ketika pemerintahan Soekarno
mengalami keadaan politik yang tidak kondusif dan memanas kemudian mahasiswa tampil
dengan memberikan semangat bagi pelaksanaan Tritura yang akhirnya melahirkan orde
baru. Akhirnya, ketika masa orde baru, mahasiswa juga menjadi pelopor dalam perubahan
yang kemudian melahirkan reformasi.
Begitulah perjuangan mahasiswa dalam memperjuangkan idealismenya yaitu untuk
memperoleh cita-cita dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan di masyarakat. Maka
tentunya mahasiswa dituntut utuk benar-benar konsisten atau memegang teguh idelisme
mereka. Memang tidak dipungkiri sekarang ini banyak mahasiswa yang sudah luntur
idealismenya karena terbuai dengan budaya konsumtif dan hedonisme. Hal tersebuut
ternyata membuat mereka semakin berfikir dan bertindak apatis terhadap fenomena yang

16 | P a g e

ada di sekitar mereka dan kecenderungan memikirkan diri mereka sendiri. Padahal
perjuangan mahasiswa tidak berhenti begitu saja ada hal lainnya yang menanti untuk
diperjuangankan oleh mereka, yaitu dalam melawan dan memberantas korupsi.
Faktanya fenomena korupsi selalu tidak berhenti menggrogoti negeri kita, korupsi
merupakan kejahatan yang bukan hanya merugikan negara tetapi juga masyarakat. Artinya
keadilan dan kesejahteraan masyarakat sudah mulai terancam. Maka saatnya mahasiswa
sadar dan bertindak. Adapun upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh mahasiswa adalah:
a.

Menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di kampus.


Hal ini terutama dimulai dari kesadaran masing-masing mahasiswa yaitu
menanamkan kepada diri mereka sendiri bahwa mereka tidak boleh melakukan
tindakan korupsi walaupun itu hanya tindakan sederhana, misalnya terlambat datang
ke kampus, menitipkan absen kepada teman jika tidak masuk atau memberikan uang
suap kepada para pihak pengurus beasiswa dan macam-macam tindakan lainnya.
Memang hal tersebut kelihatan sepele tetapi berdampak fatal pada pola pikir dan
dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan bahkan yang lebih parah adalah menjadi
sebuah karakter.
Selain kesadaran pada masing-masing mahasiswa maka mereka juga harus
memperhatikan kebijakan internal kampus agar dikritisi sehingga tidak memberikan
peluang kepada pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan melalui korupsi.
Misalnya ketika penerimaan mahasiswa baru mengenai biaya yang diestimasikan dari
pihak kampus kepada calon mahasiswa maka perlu bagi mahasiswa untuk
mempertanyakan dan menuntut sebuah transparasi dan jaminan yang jelas dan hal
lainnya. Jadi posisi mahasiswa di sini adalah sebagai pengontrol kebijakan internal
universitas.
Dengan adanya kesadaran serta komitmen dari diri sendiri dan sebagai pihak
pengontrol kebijakan internal kampus maka bisa menekan jumlah pelaku korupsi.
Upaya lain untuk menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di lingkungan kampus
adalah mahasiswa bisa membuat koperasi atau kantin jujur. Tindakan ini diharapkan
agar lebih mengetahui secara jelas signifikansi resiko korupsi di lingkungan kampus.
Mahasiswa juga bisa berinisiatif membentuk organisasi atau komunitas intra kampus
yang berprinsip pada upaya memberantas tindakan korupsi. Organisasi atau
komunitas tersebut diharapkan bisa menjadi wadah mengadakan diskusi atau seminar
mengenai bahaya korupsi. Selain itu organisasi atau komunitas ini mampu menjadi
alat pengontrol terhadap kebijakan internal kampus.
Sebagai gambaran, SACW yang baru saja dibentuk pada kabinet KM
(semacam BEM) ITB 2006/2007 lalu sudah membuat embrio gerakannya. Tersebar di
seluruh wilayah Indonesia, anggota SACW dari UIN Padang sudah mulai
mengembangkan sayap. Begitu pula mereka yang berada di UnHalu Sulawesi sudah
melakukan investigasi terhadap rektorat mereka yang ternyata memang terjerat kasus
korupsi.

17 | P a g e

b. Memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya melakukan korupsi.


Upaya mahasiswa ini misalnya memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
bahaya melakukan tindakan korupsi karena pada nantinya akan mengancam dan
merugikan kehidupan masyarakat sendiri. Serta menghimbau agar masyarakat ikut
serta dalam menindaklanjuti (berperan aktif) dalam memberantas tindakan korupsi
yang terjadi di sekitar lingkungan mereka. Selain itu, masyarakat dituntut lebih kritis
terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa kurang relevan. Maka masyarakat sadar
bahwa korupsi memang harus dilawan dan dimusnahkan dengan mengerahkan
kekuatan secara massif, artinya bukan hanya pemerintah saja melainakan seluruh
lapisan masyarakat.
c. Menjadi alat pengontrol terhadap kebijakan pemerintah.
Mahasiswa selain sebagai agen perubahan juga bertindak sebagai agen pengontrol
dalam pemerintahan. Kebijakan pemerintah sangat perlu untuk dikontrol dan dikritisi
jika dirasa kebijakan tersebut tidak memberikan dampak positif pada keadilan dan
kesejahteraan masyarakat dan semakin memperburuk kondisi masyarakat. Misalnya
dengan melakukan demo untuk menekan pemerintah atau melakukan jajak pendapat
untuk memperoleh hasil negosiasi yang terbaik.

18 | P a g e

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua bentuk korupsi dicirkan tiga aspek. Pertama pengkhianatan terhadap
kepercayaan

atau

amanah

yang

diberikan,

kedua

penyalahgunaan

wewenang,

pengambilan keuntungan material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk


korupsi yang mencangkup penyapan pemersasn, penggelapan dan nepotisme.
Kesemua jenis ini apapun alasannya dan motivasinya merupakan bentuk
pelanggaran terhadap norma-norma tanggung jawab dan menyebabkan kerugian bagi
badan-badan negara dan publik.

A. Saran
Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat memilih
manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar kita
tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang
intelektual khususnya dalam mata kuliah anti korupsi.

19 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
MM.Khan. 2000. Political And Administrative Corruption Annota Ted Bibliography.
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari
Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai