Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi TB paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis.12 Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi


dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. TB paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan atau parenkim paru (tidak termasuk pleura dan kelenjar pada
hilus).5
2.2

Etiologi TB paru
Kuman penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Bakteri ini tidak terwarnai
dengan mudah. Namun sekali terwarnai, bakteri ini dapat menahan warnanya
walaupun diberikan asam atau alkohol. Oleh sebab itu bakteri ini disebut Basil
Tahan Asam (BTA).9
2.3

Patogenesis TB paru
Kebanyakan penularan infeksi TB terjadi melalui perantaraan udara, yaitu

melalui batuk atau bersin, sehingga terjadi inhalasi droplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkulosis yang berasal dari penderita TB.12 Sekali batuk,
penderita TB dapat mengeluarkan 3000 basil tuberkulosis melalui percikan dahak.
Melalui percikan dahak tersebut, kuman TB akan menyebar ke udara dan terhisap
oleh orang lain.11 Selama kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia, kuman
tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem
peredaran darah dan sistem saluran limfe.7
2.4

Gejala klinis TB paru


6

Gejala klinis TB paru dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik antara lain batuk selama tiga
minggu atau lebih, batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada. Gejala respiratorik
ini sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat
tergantung dari luas lesi. Sedangkan untuk gejala sistemik yang timbul akibat TB
antara lain demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan
menurun.13
2.5

Diagnosis TB paru
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.


Pada pemeriksaan fisik TB paru, keadaan yang dapat ditemukan antara lain
retraksi otot-otot interkostal, suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan
nyaring, perkusi yang redup bila ada infiltrat yang agak luas, dan bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani.2,5
Pemeriksaan

bakteriologi

dilakukan

dengan

pemeriksaan

dahak

miskroskopis. Pemeriksaan dahak tersebut dilakukan dengan mengumpulkan tiga


spesimen dahak. Spesimen tersebut dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan, berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Sedangkan untuk
pemeriksaan lain seperti pemeriksaan radiologi melalui foto toraks, pemeriksaan
biakan/kultur, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.5
2.6

Klasifikasi TB paru

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, TB paru terbagi


menjadi dua yaitu :
a.
b.

TB paru BTA positif


TB paru BTA negatif
Selain itu, TB juga diklasifikasikan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya yaitu :
a. Kasus baru, adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT selama kurang dari satu bulan (empat
minggu).
b. Kasus kambuh (relaps), adalah penderita TB yang sebelumnya sudah
pernah mendapat pengobatan TB, dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan TB BTA positif
berdasarkan pemeriksaan apusan atau kultur.
c. Kasus setelah putus berobat (default), adalah penderita yang telah berobat
dan putus berobat dua bulan atau lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure), yaitu penderita yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif, atau kembali menjadi positif pada bulan kelima
atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus pindahan (transfer in), yaitu penderita yang dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain yang memiliki register TB, untuk melanjutkan
pengobatannya.
f. Lain-lain. Dalam hal ini termasuk kasus kronik TB, yaitu pasien dengan
hasil pemeriksaan dahak tetap BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.1,5
2.7

Pengobatan TB paru
Dalam pengobatan TB digunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). 1

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan/relaps, memutuskan mata rantai penularan, dan mencegah


terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Jenis-jenis OAT yang digunakan dalam
pengobatan TB dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu obat lini pertama
dan lini kedua. Adapun yang termasuk obat lini pertama adalah Isoniazid (H),
Rifampicin (R), Pyrazinamide (Z), Ethambutol (E), dan Streptomycin (S). Semua
jenis obat lini pertama tersebut bersifat membunuh bakteri (bakterisidal), kecuali
Ethambutol yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik).
Obat-obatan lini kedua mencakup Rifabutin, Ethionamide, Cycloserine, ParaAmino Salicylic acid, Clofazimine, Aminoglycosides diluar Streptomycin dan
Quinolones.1,2
Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap intensif dan tahap
lanjutan. Pada tahap intensif, penderita TB mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah resistensi obat/Multi-drug resistance (MDR-TB). Bila
pengobatan tahap intensif dilakukan dengan tepat, biasanya penderita menjadi
tidak menular dalam kurun waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TB BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam dua bulan. Sementara pada tahap
lanjutan, pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman yang persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan/relaps.5
Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya enam bulan agar
dapat mencegah perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah
menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Strategy),
dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat
mengawasi penderita minum obat untuk memastikan kepatuhannya.2

10

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian


Tuberkulosis di Indonesia, dibagi menjadi dua kategori yaitu :
a. Kategori I 2(HRZE)/4(HR)3, diberikan untuk penderita baru TB paru BTA
postif, penderita TB paru BTA negatif foto toraks positif, dan penderita TB
ekstra paru.
b. Kategori II 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3, diberikan untuk penderita BTA
positif yang telah diobati sebelumnya, yaitu penderita kambuh, gagal, dan
penderita dengan pengobatan setelah putus berobat (default).5
2.8

Efek Samping OAT


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping. Namun, sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu,
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat. Bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatik, maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.13 Dibawah ini merupakan tabel efek samping ringan dan berat
OAT beserta penyebab dan penatalaksanaannya.

Tabel 2.1 Efek samping ringan OAT5


Efek Samping
Tidak ada nafsu makan,
mual, sakit perut
Nyeri sendi
Rasa kesemutan sampai
rasa terbakar di kaki

Penyebab
Rifampicin

Warna kemerahan pada


air seni (urin)

Rifampicin

Pyrazinamide
Isoniazid

Penatalaksanaan
Semua OAT diminum
malam sebelum tidur
Beri Aspirin
Beri vitamin B6
(piridoxin) 100 mg per
hari
Tidak perlu diberi apaapa, tapi perlu
penjelasan kepada
pasien

11

Tabel 2.2 Efek samping berat OAT5


Efek Samping
Gatal dan kemerahan
kulit tanpa penyebab
lain

Penyebab
Semua jenis OAT

Tuli

Streptomycin

Gangguan
keseimbangan
Ikterus tanpa penyebab
lain

Streptomycin
Hampir semua OAT

Penatalaksanaan
Untuk gatal-gatal,
berikan dulu
antihistamin sambil
meneruskan pemberian
OAT dengan
pengawasan ketat.
Untuk kemerahan kulit,
hentikan semua OAT
dan jika semakin berat,
pasien perlu dirujuk
Streptomycin dihentikan,
diganti Ethambutol
Streptomycin dihentikan,
diganti Ethambutol
Hentikan semua OAT
sampai ikterus
menghilang

Lanjutan tabel 2.2 Efek samping berat OAT5


Efek samping
Bingung dan muntahmuntah (permulaan
ikterus karena obat)
Gangguan penglihatan
Purpura dan renjatan
(syok)

Penyebab
Hampir semua OAT
Ethambutol
Rifampicin

2.9
Relaps pada pasien TB paru
2.9.1 Definisi TB paru relaps

Penatalaksanaan
Hentikan semua OAT,
segera lakukan tes
fungsi hati
Hentikan Ethambutol
Hentikan Rifampicin

12

TB paru relaps/kambuh adalah penderita TB paru yang pernah mendapat


pengobatan TB, dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali sebagai TB paru BTA positif melalui pemeriksaan apusan
atau kultur dahak. Sembuh adalah penderita telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap, dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up) hasilnya negatif
pada akhir pengobatan dan pada satu pemeriksaan sebelumnya. Sedangkan
pengobatan lengkap adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap, tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada akhir
pengobatan dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.1,5
2.9.2

Etiologi TB paru relaps


Penyebab infeksi TB paru adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.

Penderita TB paru yang sudah sembuh dapat kambuh lagi karena adanya kuman
eksogen maupun endogen. Kuman endogen berasal dari kuman yang dormant,
kemudian menjadi aktif karena suatu keadaan. Sedangkan kuman eksogen yang
menyebabkan kambuh berasal dari adanya infeksi baru dari luar (reinfeksi). 6,8
Sebuah penelitian di Shanghai menunjukkan adanya reinfeksi eksogen pada kasus
kekambuhan TB paru. Penelitian tersebut mendapatkan bahwa dari 52 penderita
TB paru relaps, sebanyak 61,5% penderita memiliki pola genotipe kuman yang
berbeda saat mengalami kekambuhan dibandingkan dengan pola genotipe kuman
pada saat infeksi pertama.23
Perlu di perhatikan bahwa setelah sembuh dari penyakit TB, tidak ada
kekebalan seumur hidup. Jadi bila telah sembuh dari penyakit ini, kemudian
tertular kembali oleh Mycobacterium tuberculosis, orang tersebut dapat terjangkit
TB kembali.25

13

2.10

Distribusi frekuensi penderita TB paru relaps


Adapun distribusi frekuensi penderita TB paru relaps adalah sebagai

berikut :
a. Orang
Resiko penularan infeksi TB setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis
Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2 %.
Hal ini berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi.
Penyakit TB paru dapat menyerang semua golongan umur dan jenis
kelamin.7 Angka kejadian TB meningkat pada kelompok resiko tinggi seperti,
penderita Diabetes Melitus (DM), pecandu alkohol, penderita HIV/AIDS,
malnutrisi, dalam pengobatan kortikosteroid, dan lain sebaginya.24
Untuk TB paru relaps, Sitepu menemukan bahwa, sebagian besar distribusi
penderita tuberkulosis paru relaps menurut kelompok umur paling banyak adalah
pada umur produktif, dan mempunyai jenis kelamin laki-laki.7
b. Tempat
Sebanyak 95% kasus dan 98% kematian akibat TB terjadi di negara-negara
berkembang.1 Data WHO menunjukkan bahwa, Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang adalah penyumbang kasus tuberkulosis terbesar kelima
didunia dari 22 high burdencountries.6,21
Kasus relaps terjadi dibeberapa negara didunia. Laporan WHO tahun 2012,
Di India terdapat jumlah kasus relaps sebanyak 106.463 kasus, di Korea sebanyak
6.701 kasus, di Myanmar sebanyak 4.558 kasus, dan di Bangladesh sebanyak
3.065 kasus. Jumlah kasus relaps di Indonesia sendiri sebanyak 5.942 kasus.21
Data Profil Kesehatan Sumatra Utara tahun 2006 menyebutkan bahwa,
dari 18.955 jumlah penderita TB paru, terdapat 215 penderita TB paru relaps. 7
Data Profil Kesehatan Provinsi Riau tahun 2009 menyebutkan bahwa, di Provinsi
Riau terdapat penderita TB paru relaps sebanyak 74 orang dari 2.880 kasus. Kota
pekanbaru adalah pemegang jumlah penderita TB paru tertinggi, yaitu sebanyak

14

904 kasus, kemudian diikuti Kabupaten Bengkalis sebanyak 339 kasus, dan
Kabupaten Kampar sebanyak 228 kasus. Dari 904 kasus yang ada di Kota
Pekanbaru tersebut, terdapat jumlah penderita TB paru relaps sebanyak 25 orang.6
c. Waktu
Di Indonesia penyakit TB masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Untuk kasus TB relaps, penelitian yang dilakukan oleh Sitepu menemukan bahwa,
jumlah penderita TB paru relaps berdasarkan data rekam medik di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-Paru Medan tahun 2000-2007, yaitu pada tahun 2000
sebanyak 26 orang, pada tahun 2001 mengalami penurunan menjadi 21 orang,
tahun 2002 sebanyak 18 orang, tahun 2003 menurun sebanyak 15 orang, tahun
2004 sebanyak 9 orang, pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 4 orang,
tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 13 orang, dan pada tahun 2007
mengalami penurunan menjadi 5 orang. Data tersebut menunjukkan jumlah
penderita TB paru relaps dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan.7
2.11

Faktor-faktor yang mempengaruhi TB paru relaps


Beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian TB paru relaps, yaitu :

a. Umur
Penyakit TB dapat menyerang semua golongan umur dari bayi, anak-anak,
dewasa, sampai usia tua.6 Penyakit TB paru sering dijumpai pada golongan umur
produktif dan kalangan penduduk dengan kondisi sosial ekonomi rendah. 25
Wahyuni menyebutkan bahwa, kebanyakan penderita TB paru relaps memiliki
umur produktif yaitu antara 19-55 tahun. Hal ini mungkin terjadi karena pada
umur produktif, setiap orang akan cenderung memiliki aktivitas yang tinggi,
sehingga mereka mungkin harus berkontak dengan banyak orang, asap, dan debu
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.6
b. Jenis kelamin

15

Wahyuni juga menyebutkan bahwa penderita TB relaps paling banyak


berjenis kelamin laki-laki. Hal ini mungkin terjadi karena laki-laki adalah kepala
keluarga, sehingga mereka harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
keluarga sehari-hari. Interaksi sosial dan aktivitas kerja yang tinggi yang lebih
banyak terdapat pada laki-laki, menyebabkan meningkatnya kemungkinan untuk
relaps pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Selain itu, konsumsi
alkohol dan kebiasaan merokok yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh,
juga sering dijumpai pada laki-laki sehingga menjadi lebih mudah terkena
infeksi.6
c. Pekerjaan
Wahyuni menyebutkan bahwa, sebagian besar penderita TB paru relaps
bekerja di sektor informal, seperti buruh bangunan, petani, dan supir truk. Jenis
pekerjaan menentukan faktor resiko yang harus dihadapi setiap individu. Bila
bekerja di lingkungan yang berdebu, paparan partikel debu akan menyebabkan
peradangan pada saluran nafas, sehingga dapat meningkatkan morbiditas
terjadinya gangguan pernafasan..6
d. Ada/ tidaknya riwayat kenaikan berat badan
Kekurangan berat badan dapat merupakan salah satu ciri kurangnya
nutrisi. Berat badan kurang berhubungan dengan penurunan kemampuan tubuh
baik fisik maupun mental, penurunan kemampuan berpikir, peningkatan resiko
masuk rumah sakit, dan perlambatan proses penyembuhan penyakit.19
Soomro JA dan Qazi HA menyebutkan bahwa dari hasil studi mereka,
didapatkan dari 62 penderita TB relaps yang berjenis kelamin laki-laki, terdapat
42 penderita memiliki riwayat mengalami kenaikan berat badan, dan 20 penderita
tidak memiliki riwayat mengalami kenaikan berat badan saat infeksi TB
sebelumnya. Sedangkan dari 38 penderita TB relaps berjenis kelamin perempuan,
terdapat 12 penderita memiliki riwayat mengalami kenaikan berat badan, dan 26

16

penderita tidak memiliki riwayat mengalami kenaikan berat badan saat infeksi TB
sebelumnya.17
Khan juga menyebutkan bahwa, diantara orang-orang yang mempunyai
kekurangan berat badan pada saat didiagnosis TB, kenaikan berat badan 5%
antara diagnosis dan penyelesaian fase intensif dua bulan terapi, dapat dikaitkan
dengan peningkatan resiko kekambuhan TB.18
e. Sosial ekonomi
Morbiditas tinggi TB paru biasanya terdapat pada kelompok masyarakat
dengan sosial ekonomi rendah.27 Wahyuni menyebutkan bahwa, rata-rata penderita
relaps tergolong dalam tingkat sosial ekonomi rendah. Menurut Wahyuni, tingkat
sosial ekonomi secara tidak langsung berpengaruh pada tingkat pendidikan, gizi,
ataupun kondisi lingkungan rumah. Sehingga apabila tingkat sosial ekonomi
rendah, maka tingkat pendidikan, gizi, dan kondisi lingkungan rumahnya juga
akan rendah.6
f. Kebiasaan merokok
Penelitian Batista menyebutkan bahwa potensi yang relevan untuk TB
relaps adalah merokok. Merokok telah di identifikasikan sebagai faktor resiko
yang mempengaruhi perkembangan penyakit TB. Merokok dapat menyebabkan
terjadinya perubahan fungsional dan morfologi pada makrofag dalam alveoli paru
perokok, sehingga menurunkan perlawanan terhadap infeksi kuman TB. Batista
menyimpulkan bahwa, merokok berhubungan dengan kekambuhan tuberkulosis.
Dukungan

berhenti

merokok

harus

dimasukkan

dalam

strategi

untuk

meningkatkan efektivitas program pengendalian tuberkulosis.16


g. Riwayat keteraturan berobat
Kesembuhan atau keberhasilan pengobatan TB ditentukan oleh beberapa
faktor, terutama faktor perilaku kepatuhan dalam minum obat dan dukungan dari
orang-orang sekitar. Agar dapat sembuh, penderita harus minum obat teratur
sesuai petunjuk, menghabiskan obat sesuai waktu yang ditentukan berturut-turut

17

tanpa terputus, dan makan makanan bergizi. Apabila berhenti minum obat
sebelum waktunya, penyakit yang sudah menghilang dapat timbul kembali,
kambuh, dan kemungkinan kuman akan kebal terhadap jenis obat tersebut.25
Thomas dalam penelitiannya mengenai faktor resiko yang berhubungan
dengan kejadian relaps TB mendapatkan hasil bahwa, penderita yang menjalani
pengobatan tidak teratur dua kali lebih mungkin untuk mengalami relaps
dibandingkan penderita yang berobat teratur. Sehingga disimpulkan bahwa,
kekambuhan dapat dikurangi dengan memastikan bahwa penderita berobat secara
teratur.14
Selain itu, pemberian obat yang tidak teratur merupakan salah satu
penyebab terjadinya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis. 13 Tirtana
menyebutkan bahwa, adanya resistensi obat menyebabkan proporsi keberhasilan
pengobatan lebih rendah dibandingkan kegagalan pengobatan.20 Kejadian relaps
akan jarang terjadi bila kuman sepenuhnya sensitif terhadap obat dan kepatuhan
terhadap pengobatan sempurna.26
h. Waktu kambuh
Dalam perjalanan alamiah penyakit TB, dijelaskan bahwa setelah
mengalami penyembuhan, kuman TB tidak hilang seluruhnya. Masih ada sebagian
kuman TB yang tetap tinggal didalam tubuh dalam keadaan dormant selama
bertahun-tahun. Suatu saat, kuman tersebut dapat mengalami reaktivasi dan
menjadi aktif kembali.28 Sebagian besar penderita TB paru mengalami relaps
dalam jangka waktu 1-3 tahun setelah selesai pengobatan.6
Soomro JA dan Qazi HA menyebutkan bahwa, dari 100 penderita TB
relaps, 62% relaps terjadi selama satu tahun setelah selesai pengobatan.17
Sementara itu, Thomas menyebutkan bahwa dari 62 penderita TB paru, 48
penderita mengalami relaps pada 6 bulan pertama setelah selesai pengobatan, 9
penderita mengalami relaps pada 12 bulan setelah pengobatan, dan 5 penderita

18

mengalami relaps pada 18 bulan setelah pengobatan. Thomas menemukan bahwa,


sebagian besar relaps (77%) terjadi selama 6 bulan pertama setelah menyelesaikan
pengobatan.14
i. Ada/tidaknya penyakit penyerta
Adanya penyakit lain sebagai penyakit penyerta pada seorang individu
menyebabkan mudahnya infeksi kuman TB menginvasi tubuh. Penyakit penyerta
yang kronis cenderung dimiliki oleh individu usia lanjut. Penyakit tersebut antara
lain DM, gagal ginjal, ataupun penyakit keganasan yang dapat memperparah
kondisi tubuh.6
Daryatno menyebutkan bahwa, sebagian besar penderita TB relaps tidak
memiliki penyakit penyerta. Daryatno menemukan penderita TB paru relaps
dengan penyakit penyerta sebesar 4,1%, dan jenis penyakit penyerta tersebut
adalah Diabetes Melitus (DM).8
j. Ada/tidaknya riwayat efek samping OAT
Daryatno menyebutkan bahwa, adanya efek samping setelah minum obat
merupakan salah satu alasan mengapa pasien minum obat tidak teratur. Sebanyak
53,1% pasien relaps menyebutkan memiliki riwayat lalai/tidak minum obat
(minum obat tidak teratur). Alasan mengapa minum obat tidak teratur adalah
merasa sudah membaik atau ada efek samping setelah minum obat.8
2.13

Pengobatan kasus relaps


Paduan OAT yang digunakan dalam pengobatan kasus relaps adalah

paduan OAT kategori II, dengan pemantauan kemajuan pengobatan adalah


sebagai berikut :
a.

Pada akhir intensif


1. Hasil pemeriksaan dahak negatif : Teruskan pengobatan dengan tahap
lanjutan.

19

2. Hasil pemeriksaan dahak positif : Beri sisipan 1 bulan. Jika setelah


diberi sisipan hasil pemeriksaan dahak masih tetap positif, tahap
lanjutan

tetap

diberikan,

dan

jika

memungkinkan,

lakukan

biakan/kultur, tes resistensi, atau rujuk ke layanan MDR-TB.


b.

Pada bulan kelima pengobatan


1. Hasil pemeriksaan dahak negatif : Pengobatan lanjutkan hingga selesai.
2. Hasil pemeriksaan dahak positif : Pengobatan dihentikan, rujuk ke
layanan MDR-TB.

c.

Pada akhir pengobatan


1. Hasil pemeriksaan dahak negatif : Pengobatan diselesaikan.
2. Hasil pemeriksaan dahak positif : Pengobatan dihentikan, rujuk ke
layanan MDR-TB.5

2.14

Kerangka teori
Kerangka teori yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Definisi TB paru relaps

Etiologi TB paru relaps

TB paru relaps

Distribusi penderita TB
paru relaps

20

Faktor-faktor yang
mempengaruhi TB paru
relaps

Pengobatan TB paru relaps

Gambar 2.1 Kerangka teori

2.15

Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian ini adalah :

Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Ada/tidaknya riwayat
kenaikan berat badan
Waktu kambuh
Ada/tidaknya penyakit
penyerta
Riwayat keteraturan berobat
Ada/tidaknya riwayat efek
samping OAT

TB paru relaps

21

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Anda mungkin juga menyukai