Anda di halaman 1dari 81

JUDUL

: OPTIMALISASI TUGAS POKOK, PERAN DAN


FUNGSI POLRI DI TINGKAT KOD DALAM MENCIPTAKAN
SITUASI KEAMANAN YANG KONDUSIF GUNA
MEWUJUDKAN KAMDAGRI PASCA TERJADINYA GEMPA
BUMI
(TINJAUAN PENANGANAN GEMPA BUMI DI
WILAYAH HUKUM POLRES BANTUL)

OPTIMALISASI TUGAS POKOK, PERAN DAN FUNGSI POLRI


DI TINGKAT KOD DALAM MENCIPTAKAN SITUASI KEAMANAN
YANG KONDUSIF GUNA MEWUJUDKAN KAMDAGRI
PASCA TERJADINYA GEMPA BUMI
(TINJAUAN PENANGANAN GEMPA BUMI DI
WILAYAH HUKUM POLRES BANTUL)
Abstrak
Kondisi masyarakat di Kabupaten Bantul yang terkena bencana gempa
bumi sangat memprihatinkan, dengan kenyataan bahwa upaya penanganan
korban gempa bumi masih mengalami berbagai kendala, baik yang berkaitan
dengan keterbatasan biaya, tenaga, maupun konsep penanganannya yang
terpadu, komprehensif dan berkelanjutan. Pola penanganan korban gempa
bumi masih terbatas pada pola penanganan yang sifatnya darurat, dalam
bentuk bantuan sembilan bahan pokok untuk waktu yang terbatas dan
pembangunan insfrastruktur sosial dasar.
Pola penanganan secara terpadu dan komprehensif belum optimal
dilaksanakan. Penanganan yang komprehensif dimaksud yaitu penanganan
yang tuntas dan melindungi hak asasi manusia secara berkelanjutan, dengan
melibatkan berbagai sektor yang terkait secara terkoordinasi pada tingkat

organisasi lapangan maupun pada skala nasional. Di samping keterbatasan


tenaga lapangan, masalah koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait
dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) di daerah masih harus ditingkatkan.
Untuk menanggulangi pasca bencana alam gempa bumi tersebut perlu
dilakukan langkah-langkah secara terpadu dengan menggelar Operasi
Kepolisian.
Penanganan pengungsi diperlukan dalam upaya penyelamatan,
perlindungan serta pemberdayaan pengungsi akibat konflik sosial, yang
meliputi kegiatan pemberian bantuan darurat, pembinaan, pengembalian,
pemindahan/relokasi dan rekonsiliasi.
Institusi kepolisian melalui satuan terdepan Polres atau sering disebut
KOD (Kesatuan Operasional Dasar) memberdayakan unit organisasi dan pejabat
bawahan dan meningkatkan daya kreativitas dan inovasi pejabat-pejabat di
daerah. Polri, telah menyatakan kesatuan organisasi Polri yang penting dan
perlu ditingkatkan adalah Kepolisian Resort (Polres). Waktu itu Polres disebut
Komando/Kesatuan Operasional Dasar (KOD). Polres umumnya mencakupi
wilayah kabupaten atau kota. Jadi, lama sebelum keluarnya UU No. 22 tahun
1999 tentang otonomi daerah, Polri telah merencanakan pemberdayaan,
pendelegasian tugas dan wewenang atau desentralisasi administratif kepada
Polda dan terutama kepada Polres. Kendalanya waktu itu adalah pengaruh
militeristik ABRI dalam hubungan kesatuan bawahan dan kesatuan atasan
yang kaku serta jumlah personel Polri yang sangat terbatas.
Berdasar hal di atas, permasalahan utama yang diajukan dalam
penulisan ini adalah bagaimana optimalisasi Tugas Pokok, Peran Dan Fungsi
Polri Di Tingkat KOD Dalam Menciptakan Situasi Keamanan Yang Kondusif
Guna Mewujudkan Kamdagri Pasca Terjadinya Gempa Bumi (Tinjauan
Penanganan Gempa Bumi Di Wilayah Hukum Polres Bantul)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan YME atas segala karunia-Nya, karena
penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Judul tesis ini adalah: Optimalisasi Tugas Pokok, Peran Dan Fungsi Polri Di
Tingkat KOD Dalam Menciptakan Situasi Keamanan Yang Kondusif Guna
Mewujudkan Kamdagri Pasca Terjadinya Gempa Bumi (Tinjauan Penanganan
Gempa Bumi Di Wilayah Hukum Polres Bantul). Didalamnya secara garis
besar membahas hal-hal yang berkaitan dengan berbagai aktivitas dan kegiatan

kepolisian

dan

implikasinya

dalam

menciptakan

situasi

dan

kondisi

kamtibmas.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pembahasan dalam tulisan ini
masih sangat sederhana, kurang mendalam, dan mungkin banyak kekurangan.
Untuk itu koreksi, saran, dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan
demi perbaikan selanjutnya.
Penulisan naskah ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan
ucapan terima kasih disertai penghargaan yang tulus kepada Yth:
1.

Bapak

.........

atas

bimbingan

dan

tuntunannya

selama

penulis

mengikuti pendidikan.
2.

Bapak ................. selaku pendamping mitra diskusi


ketulusan

dan

kesabaran

telah

memberikan

yang dengan

bimbingan

dan

tuntunannya.
3.

Istri dan anak-anakku tercinta yang dengan kesabaran dan


ketulusannya selalu mendorong doa demi keberhasilan pelaksanaan
pendidikan.

4.

Rekan - rekan yang dengan penuh kekompakan terus memberikan


bimbingan, dukungan, dan semangat.
Terakhir, mudah mudahan penulisan ini memberi manfaat bagi

Keluarga Besar Polri serta para pembacanya.

Yogyakarta,

2007

Penulis

DAFTAR ISI

Halama

LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK... ......................

KATA PENGANTAR ...................


DAFTAR ISI .....................
DAFTAR TABEL ....................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Rumusan masalah
C. Kerangka konseptual
1. POLRI

Kepolisian

Negara

Republik

Indonesia

sebagai penegak hukum dan penjaga keamanan (law


enforcement).
2. Perkembangan POLRI dewasa ini.

3. Optimalisasi pelaksanaan tugas pokok, peran dan


fungsi POLRI : pendidikan dan pelatihan POLRI.
4. Kondisi sosial dan geografis wilayah Indonesia :
khususnya

wilayah

Bantul

Daerah

Istimewa

Yogyakarta.
5. Peran

POLRI

dalam

penanganan

situasi

kritis:

Gempa bumi faktor alam, akibat yang ditimbulkan,


penanggulangan.
D. Kerangka Empiris
E. Definisi Konsepsional
F. Definisi Operasional
G. Metodologi
H. Ruang Lingkup Studi
I. Kerangka Penelitan
BAB II

Sejarah dan Struktur POLRI


A. POLRI di era Orde Lama
B. POLRI di era Orde Baru
C. POLRI di era Reformasi

BAB III

GEMPA BUMI DAN AKIBAT YANG DITIMBULKANNYA :


YOGYAKARTA 27 MEI 2006
A. Kondisi Seismologi
B. Kerusakan Fisik
C. Getechnical effect
D. Kondisi Gunung Merapi
E. Tempat Bersejarah dan Peninggalan Purbakala

F. Konsekuensi sosial dan ekonomi


G. Kondisi Keamanan
BAB IV

PELAKSANAAN TUGAS POKOK, PERAN DAN FUNGSI


POLRI TINGKAT KOD SAAT TERJADINYA GEMPA
BUMI
A. Koordinasi antar instansi dan lembaga
B. POLRES sebagai ujung tombak POLRI di daerah

BAB V

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PELAKSANAAN TUGAS POKOK, PERAN DAN FUNGSI
POLRI DI TINGKAT KOD
A. Internal
a. Kemampuan dan Jumlah personil
b. Peralatan yang dimiliki
B. Eksternal
a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat
b. Tingkat

BAB

VI

OPTIMALISASI TUGAS POKOK, PERAN DAN FUNGSI


POLRI DI TINGKAT KOD DALAM PENANGANAN BENCANA
GEMPA BUMI
A. POLRI sebagai agen Sosialisasi penanggulangan
bencana
B. Bagaimana POLRI harus mempersiapkan diri dalam
menjalankan tugas, peran dan fungsinya di tingkat
KOD

BAB VII

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. Apa yang Harus dilakukan POLRI?

BAB I
I. PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Gempa dengan kekuatan 5,9 skala richter yang menguncang Propinsi


Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya pada hari Sabtu tanggal 27 Mei
2006 sekitar pukul 05.53 Wib telah mengakibatkan jatuhnya ribuan korban
meninggal dunia, luka berat dan luka ringan serta kerusakan bangunan,
fasilitas umum dan infratruktur lainnya 1.

Kondisi masyarakat yang terkena

bencana gempa bumi khususnya di wilayah kabupaten Bantul sangat


memprihatinkan, dengan kenyataan bahwa upaya penanganan korban gempa
bumi masih mengalami berbagai kendala, baik yang berkaitan dengan
keterbatasan biaya, tenaga, maupun konsep penanganannya yang komprehensif
dan berkelanjutan. Pola penanganan korban gempa bumi masih terbatas pada
pola penanganan yang sifatnya darurat, dalam bentuk bantuan sembilan bahan
pokok untuk waktu yang terbatas dan pembangunan insfrastruktur sosial
dasar.
Korban meninggal dunia pada umumnya karena tertimpa bangunan yang
roboh, sementara korban luka-luka terjadi karena kepanikan yang luar biasa,
seperti panik karena mendengar isu Tsunami. Lalu lintas jalan raya yang kacau
dan mengakibatkan terjadinya kemacetan di beberapa lokasi.
1

Korban tewas menurut laporan terakhir dari Departemen Sosial Republik Indonesia pada 1
Juni 2006 pukul 07:00 WIB, berjumlah 6.234 orang, dengan rincian: Yogyakarta 165 orang,
Kulon Progo 26 orang, Gunung Kidul 69 orang, Sleman 326 orang, Klaten 1.668 orang,
Magelang 3 orang, Boyolali 3 orang, Purworejo 5 orang, Sukoharjo 1 orang dan korban
terbanyak di Bantul 3.968 orang. Sementara korban luka berat sebanyak 33.231 orang dan
12.917 lainnya menderita luka ringan. Kabupaten Bantul merupakan daerah yang paling parah
terkena bencana. Informasi menyebutkan sebanyak 7.057 rumah di daerah ini roboh.

Pola penanganan secara komprehensif belum optimal dilaksanakan.


Penanganan yang komprehensif dimaksud yaitu penanganan yang tuntas dan
melindungi hak asasi manusia secara berkelanjutan, dengan melibatkan
berbagai sektor yang terkait secara terkoordinasi pada tingkat organisasi
lapangan maupun pada skala nasional. Di samping keterbatasan tenaga
lapangan, masalah koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait dan LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) di daerah masih harus ditingkatkan. Untuk
menanggulangi pasca bencana alam gempa bumi tersebut perlu dilakukan
langkah-langkah secara terpadu dengan menggelar Operasi Kepolisian.
Penanganan

pengungsi

diperlukan

dalam

upaya

penyelamatan,

perlindungan serta pemberdayaan pengungsi akibat konflik sosial, yang


meliputi kegiatan pemberian bantuan darurat, pembinaan, pengembalian,
pemindahan/relokasi dan rekonsiliasi. Berbagai permasalahanpun muncul,
seperti;
a

Kondisi bangunan rumah penduduk yang rusak total, rusak berat


sudah tidak bisa untuk ditempati sedangkan yang rusak ringan
masih bisa ditempati.

b.

Kondisi psikologis masyarakat yang selamat masih sangat trauma


dengan terjadinya gempa yang banyak menghancurkan bangunan
dan menelan banyak koran jiwa.

c.

Masyarakat yang rumahnya tidak bisa ditempati lagi membuat /


mendirikan tenda-tenda untuk tempat tinggal, demikian juga yang
rumahnya masih bisa ditempati tetap membuat tenda untuk
bermalam karena trauma akan terjadi gempa susulan lagi.

d.

Sebagian wilayah aliran listrik masih mati seperti di daerah


kecamatan Pathuk kel. Salam, kel. Semoyo, Kel. Terbah dan Kel.
Langgeran, ds. Sadam, ds.Waduk, ds.Brambang, ds. Wonosari, ds.

Salak, ds. Pugeran, ds. Semoyo, ds. Trebah, ds. Pudak, ds. Kayu
Gerit, ds. Karang, ds. Semilir, ds. Langgeran kulon, ds. Langgeran
wetan, ds. Gn.Botak, ds. Doga, ds.Karang Sari.
e.

Korban yang selamat sangat membutuhkan bantuan berupa


kebutuhan akan bahan-bahan pokok (sandang, pangan dan
papan).

Berbagai permasalahan tersebut selain memerlukan penanganan dari


pemerintah daerah juga dari seluruh elemen.
Institusi kepolisian melalui satuan terdepan Polres, Kesatuan Operasional
Dasar memberdayakan unit organisasi dan pejabat bawahan dan meningkatkan
daya kreativitas dan inovasi pejabat-pejabat di daerah. Polri, telah menyatakan
kesatuan organisasi Polri yang penting dan perlu ditingkatkan adalah
Kepolisian Resort (Polres). Waktu itu Polres disebut Komando/Kesatuan
Operasional Dasar (KOD). Polres umumnya mencakupi wilayah kabupaten atau
kota. Jadi, lama sebelum keluarnya UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi
daerah, Polri telah merencanakan pemberdayaan, pendelegasian tugas dan
wewenang atau desentralisasi administratif kepada Polda dan terutama kepada
Polres. Kendalanya waktu itu adalah pengaruh militeristik ABRI dalam
hubungan kesatuan bawahan dan kesatuan atasan yang kaku serta jumlah
personel Polri yang sangat terbatas.
Pendelegasian tugas dan wewenang kepada Polres tentu memerlukan
perubahan/peningkatan kualitas aparat Polres, terutama kepala kepolisian
resort. Dalam hierarki Polri, Kapolres merupakan manajer menengah kepolisian
sedangkan Polisi Sektor merupakan ujung tombak dari Polres, dan Kepala
Polisi

Sektor

(Kapolsek)

merupakan

(supervisory level police manager).

manajer

kepolisian

tingkat

bawah

B.

RUMUSAN PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan permasalahan yang

timbul pertanyaan dalam penelitian yaitu Bagaimana optimalisasi tugas


pokok, peran dan fungsi Polri ditingkat KOD dalam menciptakan situasi
keamanan yang kondusif guna mewujudkan kamdagri pasca terjadinya gempa
bumi di wilayah Bantul ?
Secara singkat, ada tiga permasalahan pokok yang akan dikaji dalam
penelitian ini. Pertama, bagaimana membangun Polri yang profesional dan
mampu melaksanakan tugas, fungsi dan perannya di masyarakat. Kedua,
bagaimana memposisikan Polri di samping masyarakat bukan berhadapan
secara negatif dengan masyarakat. Ketiga, konsep yang harus dilakukan Polri di
tingkat KOD (Polres) dalam bertindak jika terjadi situasi kritis atau bencana
alam. Sehingga bisa menjadi acuan tindakan seluruh Polres dengan demikian
tujuan menjaga kamdagri akan terwujud.

C.

KERANGKA KONSEPTUAL
Inti wacana dari kerangka konseptual ini adalah seputar persoalan yang

mempunyai relevansi langsung dengan tugas, peran dan fungsi Polri dalam
menangani situasi kritis yaitu bencana alam, seperti dikemas dalam rumusan
masalah dimuka. Faktor paling utama adalah profesionalisme Polri dan fasilitas
yang dimiliki Polri dalam mendukung kegiatan operasi kepolisian. Selain itu

dukungan pihak lain terutama masyarakat dalam mendukung tugas kepolisian,


bagaimana menghilangkan image militerisme dalam kepolisian.
Dalam konteks ini penulis akan merekonstruksi konsep-konsep posisi
Kepolisian dalam sebuah organisasi kenegaraan.

1.

POLRI : Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai penegak hukum


dan penjaga keamanan (law enforcement).
UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Polri mendapat mandat dari Negara dengan atribut yang melengkapinya, yaitu
UU No. 2 tahun 2002 pasal 13 (Polri memiliki tugas pokok dalam mewujudkan
harkamtibmas, pelayan / pengayom, pelindung serta penegak hukum). Dalam
melaksanakan tugas pokok tersebut secara spesifik diatur sebagaimana Pasal
13, bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a.
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Dan sesuai dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002,
bahwa dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a.

Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli


terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b.

Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,


ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c.

Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,


kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d.

Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e.

Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f.

Melakukan

koordinasi,

pengawasan,

dan

pembinaan

teknis

terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan


bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g.

Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak


pidana

sesuai dengan hukum acara

pidana dan peraturan

perundang-undangan lainnya;
h.

Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,


laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian;

i.

Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan


lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana
termasuk

memberikan

bantuan

dan

pertolongan

dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia;


j.

Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum


ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k.

Memberikan

pelayanan

kepada

masyarakat

sesuai

dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta


l.

Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.

2.

Gangguan Kamtibmas.
Gangguan

Kamtibmas

menurut

Skep

Kapolri

No.

Pol:

SKEP/770/IX/2005 tentang Naskah Sementara Bujuklak Ops Polri adalah


setiap situasi dan kondisi yang dapat mengganggu dan atau membahayakan

keamanan dan ketertiban masyarakat, kelangsungan hidup negara dan


pembagunan Nasional baik dalam bentuk faktual maupun potensial, yang
dapat diperinci sebagai berikut :
a.

Ancaman Faktual (AF), adalah bentuk gangguan yang sudah nyata dalam
arti perubahan dalam masyarakat yang terbentuk melalui situasi dan
kondisi yang menjadi sebab atau sumber kesempatan atau peluang bila
kesempatan atau peluang itu tidak dicegah atau ditiadakan. Perwujudan
Ancaman Faktual ini adalah gangguan Kamtibmas berupa bentuk-bentuk
peristiwa berupa kejahatan, pelanggaran yang dirumuskan di dalam
semua perundang-undangan dan peraturan-peraturan serta bentukbentuk gangguan yang dapat terjadi yang secara keseluruhan menjadi
urusan Kepolisisan.

b.

Police Hazard (PH), adalah situasi dan kondisi sedemikian rupa (ambang
gangguan) yang menuntut kehadiran Polisi untuk melakukan tindakantindakan

Kepolisian

guna

menjamin

terciptanya

keamanan

dan

ketertiban.
c.

Faktor Korelatif Kriminogen (FKK), ialah faktor-faktor di bidang astagatra


yang mempengaruhi terjadinya Ancaman Faktual dan Police Hazard
(potensi gangguan).
Dari uraian tersebut diatas jelas tergambar bahwa Faktor Korelatif

Kriminogen (FKK) dan Police Hazard (PH) adalah ancaman yang sangat
potensial terjadinya gannguan nyata atau Ancaman Faktual (AF), sehingga
harus menjadi prioritas utama bagi kesatuan KOD untuk mengantisipasinya.
3.

Teori Gunung Es
Dalam memahami gangguan Kamtibmas di Organisasi Kepolisian sering di

dengar Teori Gunung Es, yang menjelaskan tentang gangguan Kamtibmas serta
konsep penanggulangannya yang divisualisasikan dengan bentuk gunung es
yang tergambar menjadi 3 (tiga) bagian :

GANGGUAN
NYATA

GAKKUM
AF
I
PREVENTIF

PH
II

AMBANG
GANGGUA
N

FKK
PRE-EMTIF

Keterangan :

III

POTENSI
GANGGUA
N

a.

Pada dimensi I (AF) adalah dimensi yang disebut dengan gangguan

nyata,

yang

teraktualisasi

pada

jenis-jenis

pelanggran

dan

kejahatan

kriminalitas yang hal ini kalau dibiarkan akan menjadikan situasi dan kondisi
di negara Kesatuan Republik Indonesia ini menjadi tidak aman, tidak kondusif
yang berpengaruh pada keamanan dalam negeri tidak terwujuds. Pelanggran
dan kejahatan kriminalitas tersebut kongretnya adalah sebagai berikut :

Kejahatan konvensional yaitu pencurian, penaganiayaan,

pembunuhan,

penipuan,

pengelapan,

perampokan,

perkosaan,

penggelapan, pemalsuan, perjudian, pengrusakan, perzinahan dan lainlain.

Kejahatan Transnasional yaitu narkoba, money loundring,

penculikan, cyber crime, penyelundupan senjata api, Tindak Pidana


Ekonomi, perompakan dilaut dan lain-lain

Kejahatan terhadap kekeyaan negara, kongretnya adalah

illegal loging, penambangan emas tanpa ijin (PETI).

Perusakan

lingkungan hidup, korupsi, uang palsu dan lain-lain.


Pola penanganan pada dimensi ini adalah dengan penegakan
hukum yang tegas yang dalam tindakan nyata Kepolisian yaitu dengan
dimulainya penyelidikan suatu kasus sampai dilanjutkan dengan penyidikan

dan diserahkan ke jaksa penuntut umum untuk diajukan ke sidang


pengadilan.
b.

Pada dimensi II (PH) adalah dimensi yang disebut dengan istilah ambang

gangguan yaitu merupakan situasi dan kondisi yang sedemikian rupa


menuntut kehadiran Polisi untuk melakukan tindakan-tindakan Kepolisian
guna menjamin keamanan dan ketertiban.

Pola penanganan pada dimensi ini

adalah dengan kegiatan Preventif yang dalam aktualisasinya berupa kegiatan


pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli (Turjagli) pada tempat-tempat,
situasi dan kondisi yang dianggap rawan

sehingga dengan kehadiran dan

aktivitas Polisi tersebut akan dapat mencegah terjadinya gangguan Kamtibmas


dan meniadakan bertemunya Niat dan Kesempatan bagi pelaku-pelaku
kejahatan.

c.

Pada dimensi III (FKK) adalah dimensi yang disebut dengan istilah potensi

gangguan,

yaitu

segala

faktor-faktor

yang

bisa

berpengaruh

terjadinya

kriminalitas, faktor-faktor ini dibidang astagatra/Idiologi, Politik, Ekonomi,


Sosial dan Budaya serta implikasinya contohnya adalah pendidikan masyarakat
rendah,

tingkat

kesejahteraan

masyarakat

rendah,

kondisi

sosial

ekonomi/kesenjangan, kemiskinan, pengangguran, sarana dan prasarana sosial


yang mana kalau hal ini dibiarkan akan meningkat menjadi Police Hazard

(ambang gangguan) dan bisa juga akan menjadi Ancaman Faktual (gangguan
nyata). Maka permasalahan-permasalahan yang ada pada potensi gangguan ini
harus ditangai dengan baik.

Pola penanganan pada dimensi ini adalah dengan

kegiatan yang bersifat Pre-emtif yaitu kegiatan yang dilakukan sejak dini untuk
menangani

potensi

gangguan

agar

tidak

berkembang

menjadi

ambang

gangguan dan gangguan nyata berupa pelanggaran dan kejahatan kriminalitas.


Berkaitan dengan konteks tulisan ini maka kiranya tepat bahwa mencegah
lebih

baik

daripada

mengobati

dan

dalam

menanggulangi

gangguan

Kamtibmas pola penanganan preventif dan preemtif adalah lebih baik daripada
penegakan hukum, karena diantisipasi sejak dini terhadap permasalahanpermasalahan yang diperkirakan akan menjadi gangguan Kamtibmas.

Maka

dalam konteks tulisan ini pula menurut penulis sangat relevan jika Community
Policing yang intinya adalah pemecahan masalah Kamtibmas (Problem Solving)
dan Kemitraan dengan masyarakat (Partnership) yang orientasinya adalah
pelibatan

masyarakat

untuk

ikut

terlibat

dalam

upaya-upaya

menjaga

keamanan dan ketertiban dijadikan sebagai salah satu konsep Kepolisian untuk
diterapkan dengan optimal guna menanggulangi gangguan Kamtibmas.

4.

Analisis SWOT

Analisis SWOT (strenght, weaknesses,

Opportunities,

threats) adalah

identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi.


Kondisi yang harus diketahui lebih dulu yaitu tentang kekuatan (Strenghts) dan
kelemahannya (Weaknesses) dan kondisi lingkungan strategik yaitu peluangpeluang (Opportunities) dan ancaman yang dihadapi (threats).

Yang dimaksudkan dari SWOT dalam penulisan ini yaitu :


Kekuatan (Strenghts).

a.

Yang harus diwaspadai pertama adalah tentang kekuatan organisasi di


Polres Bantul antara lain :
1)

Kekuatan tentang personelnya dengan melihat jumlahnya, kualitas

dan kemampuannya dan komposisi kepangkatan.


2)

Kekuatan tentang material dengan melihat dari macam dan

jumlahnya, serta kualitas dan kegunaannya.


3)

Anggaran yang dapat digunakan, anggaran yang riel dapat

digunakan serta anggaran yang mungkin dapat diperoleh dari sumbersumber yang diperkirakan.
4)

Organisasi meliputi daya kemampuannya antara lain struktur yang

digunakan, sistem yang mengatur, mekanisme kerja, sarana koordinasi


dan prosedur kerja.
Kelemahan (Weaknesses).

b.

Kelemahan

ini

adalah

merupakan

kebalikan

dari

kekuatan

dan

memandang komponen dalam organisasi.


1)

Kelemahan personel, perlu diketahui antara lain yang berkaitan

dengan kurangnya profesionalisme, mentalitas dan disiplin.


2)

Kelemahan tentang material. Disini dengan memandang macam

dan

jumlahnya,

apa

kelemahannya,

demikian

juga

dengan

daya

mampunya atau nilai gunanya.


3)

Kelemahan dari sudut anggaran, dengan terbatasnya anggaran, apa

saja kelemahannya.
4)

Kelemahan organaisasi, kelemahan organisasi sering diabaikan,

padahal kelemahan ini besar pengaruhnya dalam pelaksanaan tugas.


c.

Peluang-peluang (Opportunities).
Peluang-peluang yang ada dan dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan

tugas, serta peluang-peluang yang harus dicari sebanyak-banyaknya dan


seefektif mungkin.
d.

Ancaman (Treats).
Ancaman merupakan hal yang harus dihadapi, disini dapat diperoleh

ancaman potensial dari Faktor Korelatif Kriminogen (FKK), Police Hazards (PH)
dan Ancaman Faktual (AF).

A.

HIPOTESIS PENELITIAN
Dengan melihat latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka

hipotesis yang digunakan sebagai landasan kerja dalam penelitian ini, adalah
tugas pokok, peran dan fungsi Polri ditingkat KOD dalam menciptakan situasi
keamanan yang kondusif guna mewujudkan kamdagri pasca terjadinya gempa
bumi di wilayah hukum Polres Bantul dapat berjalan dengan baik.

2.

Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

berupa informasi tentang tugas pokok, peran dan fungsi Polri ditingkat KOD
(Polres Bantul)

dalam menciptakan situasi keamanan yang kondusif guna

mewujudkan kamdagri pasca terjadinya gempa bumi di wilayah Bantul,


sehingga menjadi bahan masukan dalam mengambil langkah kebijakan lebih
lanjut.
D.

METODE PENDEKATAN

1.

Metode penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif analisis.

Penelitian

dilakukan

dengan

mengunakan

metode

wawancara

interview) terbuka dan tertutup, metode angket, dan

(indepth

metode observasi

partisipatif. Dengan metode ini penulis mencoba menggambarkan fakta-fakta


yang ada di lapangan kemudian dilakukan analisis dengan melakukan
interpretasi data-data dan fakta-fakta yang diperoleh dari obyak penelitian.
Interpretasi tersebut dilakukan dengan mengabungkan dan mengkaitkan datadata serta pengamatan yang berkelanjutan (continue), sehingga menjadi
bahasan umum yang spesifik.

2.

Pendekatan penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan ini adalah pendekatan


Kepolisian secara terpadu dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan tentang
kriminologi, sosiologi, antropologi budaya, psikologi, dan manajemen. Dengan
demikian permasalahan yang diajukan dapat didekati secara komprehensif dan
diperoleh solusi yang tepat dan layak diterapkan sesuai dengan situasi dan
kondisi yang terjadi di lapangan.

F.

PENGERTIAN-PENGERTIAN

1.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh

alam,

manusia

dan/atau

oleh

keduanya

yang

mengakibatkan

korban

penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan


sarana dan prasarana, fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap
tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

2.

Gempa bumi adalah fenomena alam lainnya yang jika terjadi secara

dahsyat akan memunculkan bencana besar (disaster). Sama seperti pertistiwa


bintang jatuh, gempa bumi memiliki aspek teologis yang bersifat apokaliptik
dan juga memiliki aspek ilmiah yang bersifat alami. Para ilmuwan menemukan
bahwa gempa bumi bukanlah peristiwa aneh yang jarang terjadi. Tapi, gempa
bumi adalah peristiwa yang terjadi setiap hari. Tidak kurang satu juta kali
gempa bumi dengan berbagai ukuran terjadi setiap tahun.

3.

Letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada diantara

dua benua dan dua samudera terbentang di garis katulistiwa serta terletak
pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia merupakan wilayah
teritorial yang sangat rawan terhadap bencana seperti gempa bumi, letusan
gunung berapi, banjir, tanah longsor, dan kekeringan, serta kebakaran
hutan/bencana asap.

4.

Kondisi alam yang kaya namun disertai beberapa penyimpangan dalam

pemanfaatannya, jumlah penduduk yang banyak dengan berbagai latar


belakang etnis yang penyebarannya tidak merata, serta adanya ketimpangan
sosial-ekonomi lainnya secara potensial dapat memunculkan permasalahan
sosial baik yang bersifat horisontal maupun vertikal yang memicu terjadinya
eskalasi kerusuhan sosial.

5.

Pada hakekatnya bencana baik yang disebabkan oleh alam maupun

karena ulah manusia yang mengakibatkan pengungsian adalah


bencana

bagi

bangsa

Indonesia.

Selama

ini

merupakan

penanggulangannya

telah

diupayakan melalui berbagai cara dengan melibatkan seluruh komponen


masyarakat melalui koordinasi penanganan sejak di tingkat lokasi bencana di
daerah sampai dengan di tingkat nasional.

6.

Penanggulangan bencana merupakan segala upaya dan kegiatan yang

dilakukan meliputi kegiatan pencegahan, mitigasi (penjinakan), kesiapsiagaan


pada saat sebelum terjadinya bencana, penyelamatan pada saat terjadinya
bencana, serta rehabilitasi dan rekonstruksi pada masa pasca bencana.

7.

Selanjutnya yang dimaksud dengan pengungsi dampak dari suatu

bencana adalah orang/sekelompok orang yang terusir dan atau atas dasar
kemauan sendiri meninggalkan tempat kehidupan semula, karena terancam
keselamatan dan keamanannya atau karena adanya rasa ketakutan oleh
ancaman dari kelompok/ golongan sosial tertentu sebagai akibat dari konflik
atau

kekerasan

lain

yang

menyebabkan

kekacauan

di

masyarakat

lingkungannya.

8.

Penanganan

pengungsi

diperlukan

dalam

upaya

penyelamatan,

perlindungan serta pemberdayaan pengungsi akibat konflik sosial, yang


meliputi kegiatan pemberian bantuan darurat, pembinaan, pengembalian,
pemindahan/relokasi dan rekonsiliasi.

9.

Kamdagri
Berdasarkan Undang-Undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat (6), Kamdagri ...adalah


suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia ini dapat dikatakan aman khususnya secara
internal (dalam negeri) apabila :

a.

Masyarakatnya dapat melaksanakan aktifitasnya dengan perasaan

tenang, aman, terbebas dari perasaan takut dan was-was terhadap


kejahatan.
b.

Hukum berjalan dengan semestinya artinya hukum berlaku bagi

semua orang tanpa pandang bulu, siapa yang melakukan pelanggaran


hukum akan mendapat ganjaran yang setimpal.
c.

Dengan keberadaan Institusi Polri masyarakat merasa terlindungi,

terayomi dan terlayani segala kepentingannya.


9.

Pengungsi adalah orang atau kelompok-kelompok orang yang telah

dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah atau tempat
tinggal mereka sebelumnya, sebagai akibat dari dan/atau dampak buruk
bencana;

10.

Optimalisasi, Menurut Kamus Bahas Indonesia Optimalisasi berasal dari

kata optimal yang artinya paling baik atau sempurna, Optimalisasi bisa juga
disebut mengoptimalkan yang artinya menjadikan maksimal atau menjadikan
sempurna, jadi optimalisasi dalam konteks tulisan ini adalah cara-cara atau
segala usaha yang ditempuh oleh Kapolres selaku Pimpinan di KOD dalam
menyempurnakan/memaksimalkan penerapan tugas pokok, peran dan fungsi
Polri ditingkat KOD dalam menciptakan situasi keamanan yang kondusif guna
mewujudkan kamdagri pasca terjadinya gempa bumi di wilayah Bantul agar
dapat berjalan lebih mantap guna menanggulangi gangguan Kamtibmas dan
hasil yang diharapkan juga menjadi lebih sempurna dari kondisi yang
sebelumnya sehingga keamanan dalam negeri dapat terwujud.

11.

Kamtibmas
Berdasarkan UU NO. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia disebutkan dalam Pasal 1 ayat (5) bahwa :


Keamanan dan ketertiban masyarakat, yaitu suatu kondisi dinamis
masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang
ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, tegaknya hukum, serta
terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan
bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Dari rumusan di atas terdapat dua hal pokok yang tersirat didalamnya,
yaitu : (1) situasi dan kondisi yang mencerminkan keamanan dan ketertiban
masyarakat, dan (2) upaya atau alternatif penanggulangannya, yang secara
jelas dan tegas dinyatakan dalam kalimat: kemampuan membina serta
mengembangkan

potensi

dan

kekuatan

masyarakat

dalam

menangkal,

mencegah dan menanggulangi segala bentuk gangguan lainnya yang dapat


meresahkan masyarakat.

BAB II
SEJARAH DAN STRUKTUR POLRI

A. Sejarah
Tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia,
Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain
menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga
terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasi
ketenteraan bersama-sama persatuan angkatan bersenjata yang lain. Keadaan
seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya
persatuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.
Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas
pasukan polisi ini segera mengisytiharkan diri sebagai Pasukan Polisi Republik
Indonesia yang sewaktu itu dipimpin oleh Inspektur Kelas I Polisi Mochammad
Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan
pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah
perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat
maupun persatuan bersenjata lain yang patah semangat akibat kekalahan
perang yang panjang.
Tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu yang di dalamnya juga terdapat
ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan alasan ingin menghalau
tentara Jepang dari negara tersebut. Pada kenyataannya pasukan Sekutu
tersebut justru ingin membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh
karena itu perang antara sekutu dengan pasukan Indonesiapun terjadi di
mana-mana. Klimaksnya terjadi pada tanggal 10 November 1945, yang dikenal
sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudiannya dijadikan sebagai
Hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh rakyat
Indonesia.
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya menjadi sangat penting dalam
sejarah Indonesia, bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi
lebih dari itu karena semangat perwiranya mampu menggetarkan dunia dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenal kewujudan bangsa dan negara
Indonesia di mata dunia. Kini tugas Polri yang utama ialah mengekalkan
keamanan dan ketertiban di dalam negeri, Polri juga semakin sibuk dengan

berbagai operasi ketenteraan dan penumpasan pemberontakan termasuklah


penumpasan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan

A.

POLRI di era Orde Lama

B.

POLRI DI era Orde Baru

C.

POLRI di era Reformasi

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia,


yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di
seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Kapolri). Saat ini Kapolri dijabat oleh Jenderal Sutanto, yang mulai bertugas tanggal 8
Juli 2005.

Organisasi
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke kewilayahan. Organisasi
Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri);
sedang organisasi Polri Tingkat Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republik Indonesia
Daerah (Polda).

Mabes Polri

Unsur Pimpinan
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kapolri dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Wakil Kapolri (Wakapolri)

Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf


Unsur Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf terdiri dari:

Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), bertugas membantu Kapolri dalam


penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam
lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organsiasi non struktural yang berada di bawah
pengendalian Kapolri.
Deputi Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Derenbang),
bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum dan

pengembangan, termasuk pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta


penelitian dan pengembangan dalam lingkungan Polri
Deputi Kapolri Bidang Operasi (Deops), bertugas membantu Kapolri dalam
penyelenggaraan fungsi manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri termasuk
koordinasi dan kerjasama eksternal serta pemberdayaan masyarakat dan unsur-unsur
pembantu Polri lainnya
Deputi Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (De SDM), bertugas membantu Kapolri
dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang sumber daya manusia termasuk upaya
perawatan dan peningkatan kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri
Deputi Kapolri Bidang Logistik (Delog), bertugas membantu Kapolri dalam
penyelenggaraan fungsi manajemen bidang logistik dalam lingkungan Polri
Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai
bidang keahliannya

Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf Khusus


Unsur Pelaksana Pendidikan dan Pelaksana Staf Khusus terdiri dari:

Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf
khusus yang berkenaan dengan pendidikan tinggi dan pengembangan ilmu dan teknologi
kepolisian
Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespimpol), adalah unsur pelaksana pendidikan
dan staf khusus yang berkenaan dengan pengembangan manajemen Polri
Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Perwira
Polri
Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Lemdiklat)
Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas)
Divisi Pembinaan Hukum (Div Binkum)
Divisi Pertanggungjawaban Profesi dan Pengamanan Internal (Div Propam), adalah
unsur pelaksana staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal
Divisi Telekomunikasi dan Informatika (Div Telematika), adalah unsur pelaksana staf
khusus bidang Informatika yang meliputi informasi kriminal nasional, informasi
manajemen dan telekomunikasi

Unsur Pelaksana Utama Pusat


Unsur Pelaksana Utama Pusat terdiri dari:

Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam), bertugas membina dan menyelenggarakan


fungsi intelijen dalam bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional
dan manajemen Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan
dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi
laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris
Jenderal (Komjen).

Badan Pembinaan Keamanan (Babinkam), bertugas membina dan menyelenggarakan


fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi
keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.
Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan
keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan keamanan yang
berintensitas tinggi, dalam rangka penegakan keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin
oleh seorang Inspektur Jenderal (Irjen).

Satuan Organisasi Penunjang lainnya


Satuan organisasi penunjang lainnya, terdiri dari:

Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol


Pusat Kedokteran Kepolisian dan Kesehatan, termasuk Rumah Sakit

Pusat Polri

Rumah Sakit Pusat Polri dikepalai oleh seorang Brigadir Jenderal (Brigjen).
Pusat Keuangan.

Polda
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan pelaksana utama
Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada
tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah
(Kapolda), yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda
(Wakapolda).
Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Wilayah (Polwil), dan Polwil
membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort (Polres) atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia Resort Kota (Polresta). Baik Polwil maupun Polres dipimpin oleh seorang
Komisaris Besar (Kombes). Lebih lanjut lagi, Polres membawahi Polsek, sedang Polresta
membawahi Polsekta. Baik Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Komisaris Polisi
(Kompol).

Polri kini
Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global, Polri
bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam
masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional mahupun antarabangsa, sebagaimana yang
ditempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia,
untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di
Kamboja (Asia).

BAB III
KONDISI WILAYAH PENELITIAN
1.

Situasi wilayah dan keadaan alamnya


Pemerintahan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terdiri dari 1

Kotamadya dan 4 Kabupaten, yaitu Kotamadya Yogyakarta yang sering dikenal


sebagai Kota Jogja, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon
Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul. Setiap wilayah mempunyai karakternya
masing-masing dan pengembangannya disesuaikan dengan potensi setiap
wilayah.
Pada penulisan ini, wilayah yang menjadi obyek penelitian adalah Bantul.
Kabupaten Bantul terdiri atas 17 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah
desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Bantul, sekitar 11 km
sebelah selatan Kota Yogyakarta. Kampus Institut Seni Indonesia, dan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terletak di kabupaten ini. Beberapa
perguruan tinggi lain juga melakukan pembangunan kampusnya di wilayah
Kabupaten Bantul, antara lain Institut Sains, Institut Seni Indonesia, dan
Universitas Muhammadiyah dan Teknologi Akademi Perindustrian Yogyakarta.
Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" - 08 00' 27"
Lintang Selatan dan 110 12' 34" - 110 31' 08" Bujur Timur, memiliki luas
wilayah : 506,85 km2 yang terdiri dari 17 buah kecamatan yang terbagi dalam 75
desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan terletak di Kecamatan Bantul, sekitar
11 kilometer di sebelah selatan Kota Yogyakarta.

Dengan beberapa wilayah

yang membatasinya, yaitu Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman di utara;

Kabupaten Gunung Kidul di sebelah timur; Lautan Hindi di sebelah selatan;


serta Kabupaten Kulon Progo di sebelah barat.
Di Bagian selatan kabupaten ini merupakan pergunungan kapur, yakni
ujung barat dari Pergunungan Sewu. Sungai besar yang mengalir di kawasan
ini termasuk Kali Progo (membatasi kabupaten ini dengan Kabupaten Kulon
Progo, Kali Opak, dan Kali Tapus), berserta anak-anak sungainya.
Sedangkan untuk kependudukan menurut sensus penduduk tahun
2005, dapat dirinci sebagai berikut:

2.

a.

Jumlah Penduduk Seluruhnya

: 781 013 jiwa

b.

Jumlah Penduduk laki laki

: 388 526 jiwa

c.

Jumlah Penduduk Perempuan

: 392 487 jiwa

d.

Kepadatan penduduk

: 1 541 per km2

e.

Jumlah Rumah Tangga

: 217 340

Sejarah kota Bantul


Pada tanggal 26 dan 31 Maret 1831,

Pemerintah Hindia Belanda dan

Sultan Yogyakarta mengadakan kontrak kerja sama tentang pembagian wilayah


administratif baru dalam Kasultanan disertai penetapan jabatan kepala
wilayahnya. Saat itu Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten
yaitu Bantulkarang untuk kawasan selatan, Denggung untuk kawasan utara,
dan Kalasan untuk kawasan timur. Menindaklanjuti pembagian wilayah baru
Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 sapar tahun
Dal 1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang

sebelumnya di kenal bernama Bantulkarang. Seorang Nayaka Kasultanan


Yogyakarata bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya
Sri Sultan Hamengkubuwono V (lima) untuk memangku jabatan sebagai Bupati
Bantul.
Tanggal 20 Juli inilah yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Jadi
Kabupaten Bantul. Selain itu tanggal 20 Juli tersebut juga memiliki nilai simbol
kepahlawanan dan kekeramatan bagi masyarakat Bantul mengingat Perang
Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825. Pada masa pendudukan Jepang,
pemerintahan

berdasarkan

pada

Usamu

Seirei

nomor

13

sedangakan

stadsgemente ordonantie dihapus. Kabupaten Memiliki hak mengelola rumah


tangga sendiri (otonom).
Kemudian setelah kemerdekaan, pemerintahan ditangani oleh Komite
Nasional Daerah untuk melaksanakan UU No 1 tahun 1945. Tetapi di
Yogyakarta dan Surakarta undang-undang tersebut tidak diberlakukan hingga
dikeluarkannya UU Pokok Pemerintah Daerah No 22 tahun 1948 dan
selanjutnya mengacu UU Nomor 15 tahun 1950 yang isinya pembentukan
Pemerintahan Daerah Otonom di seluruh Indonesia.
3.

Situasi pasca gempa bumi di D.I Yogyakarta


Berikut ini penulis mencoba memberikan gambaran data-data secara

kualitas maupun kuantitas berkaitan dengan gempa bumi yang terjadi di D.I.
Yogyakarta berdasarkan sumber dari Satkorlak Prop. DIY tanggal 30 Mei 2006
pukul 15.00 WIB.
Lokasi gempa menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral Republik Indonesia terjadi di koordinat 8,007 LS dan 110,286
BT pada kedalaman 17,1 km. Sedangkan menurut BMG, posisi episenter gempa

terletak di koordinat 110,31 LS dan 8,26 BT pada kedalaman 33 km. USGS


memberikan koordinat 7,977 LS dan 110,318 BT pada kedalaman 35 km.
Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan metode dan peralatan yang digunakan
berbeda-beda. Secara umum posisi gempa berada sekitar 25 km selatan-barat
daya Yogyakarta, 115 km selatan Semarang, 145 km selatan-tenggara
Pekalongan dan 440 km timur-tenggara Jakarta. Walaupun hiposenter gempa
berada di laut, tetapi tidak mengakibatkan tsunami. Gempa juga dapat
dirasakan di Solo, Semarang, Purworejo, Kebumen dan Banyumas. Getaran
juga sempat dirasakan sejumlah kota di provinsi Jawa Timur seperti Ngawi,
Madiun, Kediri, Trenggalek, Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya.
Getaran yang diakibatkan oleh peristiwa gempa bumi tersebut selain
menimbulkan korban jiwa dan juga mrusak beberapa bangunan bersejarah,
situs atau candi terkenal, seperti dijelaskan sebagai berikut;

Candi Prambanan mengalami kerusakan yang cukup parah dan ditutup


sementara untuk diteliti lagi tingkat kerusakannya.

Makam Imogiri juga mengalami kerusakan yang cukup parah.

Salah satu bangsal di Kraton Yogyakarta, yaitu bangsal Trajumas yang


menjadi simbol keadilan ambruk.

Candi Borobudur yang terletak tak jauh dari lokasi gempa mengalami
kerusakan namun tidak berarti.
Data-data lain dapat dijelaskan meliputi;
a. Data Korban
N
O

WILAYAH

KORBAN
MD

LB

LR

BANTUL

3.481

6.445

3.141

SLEMAN

212

696

3.084

KODYA

163

224

59

KULON
PROGO

26

252

171

GUNUNG
KIDUL

69

747

560

JUMLAH

3.95
1

8.36
4

7.01
5

b. Data Kerusakan
BANGUNAN

N
O

WILAYAH

RMH
PEND
DK

S
E
K
O
L
A
H

TMP
IBAD
AH

KANT
OR

BANTUL

29.30
1

SLEMAN

1.865

KODYA

6.851

KULON
PROGO

9.150

24

36

31

GUNUNG
KIDUL

21.72
9

JUMLAH

68.8
96

2
4

36

31

c. Data Korban Anggota Polda DIY dan keluarga


N
O

WILAYAH

KORBAN
MD

LB

LR

POLDA

POLTABES

SLEMAN

BANTUL

KULON
PROGO

GUNUNG
KIDUL

JUMLAH

13

d. Data Kerusakan Bangunan Polri


BANGUNAN

N
O

WILAYAH

M
A
K
O

M
A
K
O
P
O
L
S
E
K

R
U
M
D
I
N

A
S
R
A
M
A

R
S.
B
H
Y

R
U
M
A
H

POLDA

2
5

SLEMAN

5
7

BANTUL

2
6

KULON
PROGO

2
9

e.

GUNUNG
KIDUL

4
0

JUMLAH

4
0

1
4
2

Bantuan yang diterima


N
O

DARI

JENIS

JUML
AH

GUBERNUR
AKPOL

Perlengkap
an
tidur,
pakaian

1.288
potong

TANOTO
FOUNDATION/P
P
BHAYANGKARI

Indomie,
aqua, susu

1000,
800,
1000

POLDA JATIM

Indomie,
biskuit,
aqua, susu,
beras

7 truk

KAPOLRES
SURABAYA
TIMUR

Mie,
biskuit,
aqua,
selimut

175
dus

BHAYANGKARI
AKPOL

Beras,
indomie,
biskuit,
selimut

8, 10,
1, 29

K
ET

La
ng
su
ng
ke
Po
lre
s
Ba
nt
ul

e.

KAPOLRI

Sabun
mandi+cuci
, mie

139,
500,
750

POLDA
METROJAYA

Kebutuhan
pokok

11
truk

Bantuan yang sudah didistribusikan


SAS / DESA

JENIS

J
M
L

RES
BANTUL

Anggota Polres
Bantul

Mie instan,
biskuit,
aqua,
selimut

1
7
5

RES GN.
KIDUL

Anggota Polres
Gn. Kidul

Mie instan,
peralatan
tidur
/
mandi

3
5
2

RES KL.
PROGO

Anggota Polres
Kl. Progo

Mie instan,
sabun mandi
/ cuci, air
mineral,
biskuit,
minyak
goreng

5
0
0
d
u
s

PETRAN,
UH

KELUARGA
VETERAN

Mie instan,
air mineral,
susu

7
0
d
u
s

RES
BANTUL

Polsek
Bambang
lipuro

Mie instan,
biskuit,
selimut,
training

1
3
7
d

N
O

WILAYA
H

u
s

4.

RES GN
KIDUL

Polsek
Panggang

Air mineral,
mie instan

3
0
0
d
u
s

RES
SLEMAN

Anggota Polres
Sleman

Mie instan,
sabun mandi
/ cuci, air
mineral,
biskuit,
selimut,
training

9
4
8
d
u
s

POLTAB
ES YKA

Anggota
Poltabes Yka

Mie instan,
sabun mandi
/ cuci, air
mineral,
susu

9
6
0
d
u
s

Situasi Kamtibmas Di Wilayah Hukum Polres Bantul


Perkembangan lingkungan strategis di tingkat global, regional, maupun

internasional
meningkatnya

secara

signifikan

dinamika,

telah

eskalasi

dan

berdampak

negatif

kompleksitas

pada

ancaman

semakin
gangguan

kamtibmas. Demikian pula yang terjadi di wilayah hukum Polres Bantul pasca
Gempa Bumi, ancaman gangguan kamtibmas muncul dalam berbagai bentuk
kerawanan yang melekat dalam segenap aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (berdasarkan perkiraan intelijen tahun 2007),
meliputi :

a.

Data : jumlah kriminalitas 5 tahun terakhir di wilayah hukum Polres

Bantul

N
O
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7

b.

POLSEK
BANTUL
JETIS
SEWON
SEDAYU
KASIHAN
PAJANGAN
PLERET
PIYUNGAN
BANGUNTAPA
N
IMOGIRI
DLINGO
BAMBANGLIPU
RO
PANDAK
SANDEN
SRANDAKAN
PUNDONG
KRETEK
JUMLAH

2
18
6
21
20
11
4
10
5
28
4
2
6
3
4
3
4
4
1
5

2
17
4
26
9
28
5
5
3
17
4
3
7
3
5
2
3
1
3

TAHUN
2
18
3
52
32
8
10
5
6
32
10
1
4
5
5
5
2
10
2
0

2
39
12
61
20
36
16
12
9
45
9
3
16
9
13
7
6
17
3
3

2
17
10
65
45
9
5
23
9
53
6
4
8
11
9
11
3
6
4

KET
Tah
un
200
6
han
ya
sam
pai
deng
an
bula
n
Okto
ber.

Data : kasus menonjol 5 tahun terakhir di wilayah hukum polres Bantul

N
O
1
2

JENIS
PERISTIWA
Pencurian
dengan
Pemberatan
Pencurian

TAHUN
20
02

20
03

20
04

20
05

20
06

31

21

56

47

67

13

19

18

KET
Tah
un
200
6

3
4
5
6
7
8
9

dengan
Kekerasan
Curanmor
Kebakaran
Pembakaran
Pembunuhan
Penganiayaan
Berat
Uang Palsu
Narkotik
JUMLAH

c.

13
4
2

23
8
7

18
8
3

23
17
1
8

39
16
3

14

22

21

1
10

13

83

81

11
11
6

2
12
15
1

10
17
4

han
ya
sam
pai
deng
an
bula
n
Okto
ber.

Data : laka lantas 5 tahun terakhir di wilayah hukum Polres Bantul

N
O
1
2

AKIBA
T
LAKA
Luka
Berat
Luka

TAHUN
200
2

200
3

200
4

2005

200
6

11

27

25

23

25

14

41

27

44

48

KET
Tahu
n
2006

Ringan
3

Mening
gal
Dunia

26

20

32

Kerugi
an

Rp.
64.
240
.00
0

Rp.
112
.27
5.0
00

Rp.
60.
030
.00
0

33

37

Rp.
86.62
5.000

Rp.
91.
600
.00
0

hany
a
samp
ai
deng

BAB IV
PELAKSANAAN TUGAS POKOK, PERAN DAN FUNGSI
POLRI TINGKAT KOD SAAT TERJADINYA GEMPA BUMI

A.

Kegiatan Operasi khusus yang bersifat kontijensi


Mendasari pada perkembangan dan kondisi serta situasi yang tidak

kondusif, maka Polda DIY beserta jajarannya menggelar operasi kontijensi


kepolisian

yang

obyeknya

adalah

memulihkan

dan

membantu

situasi

lingkungan Pasca Gempa Bumi di Yogyakarta, khususnya kabupaten Bantul.


Polri segera menyusun sistem operasi yang baku dan melaksanakan operasi
tersebut dengan dukungan Pemerintah Daerah setempat. Demikian halnya
operasi kontijensi yang digelar di wilayah Hukum Polres Bantul, merupakan
bagian dari operasi kontijensi yang telah ditetapkan oleh Polda DIY.
Polres Bantul menjalankan kegiatan operasi kontijensi penanggulangan
bencana Gempa Bumi bersama dengan Pemda TK II Bantul dan seluruh elemen
masyarakat. Secara umum aktifitas kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1.

Penanggulangan Bencana Gempa Bumi


Kegiatan

penanggulangan

bencana

(Gempa

Bumi)

bersifat

upaya

operasional dan harus dilaksanakan secara koordinatif antar seluruh


elemen,

baik

pemerintah

maupun

masyarakat.

Aktifitas

tersebut

meliputi:
a.

Aspek Pencegahan, yakni mencegah bencana atau resiko yang

mungkin terjadi melalui penyiapan peraturan perundang-undangan,


penyusunan prosedur penanggulangan serta melaksanakan kegiatan
penyuluhan dan pelatihan. Pada sesi ini KOD hanya menghimbau agar
Pemda menyusun dan menyiapkan berbagai kelengkapan maupun aturan

yang berkenaan dengan pencegahan, baik aspek hardware maupun


softwarenya. Dalam kapasitas sebagai Pejabat Kapolres, hal yang harus
dilakukan berkenaan dengan penentuan kebijanan di tingkat Muspida
(Musyawarah Pimpinan Daerah) TK II adalah saran dan pendapat. Setiap
Pejabat memiliki saran dan pendapat sesuai dengan kapasitas tugasnya.
Dalam koridor pengamanan dan keamanan masyarakat, maka Kapolres
memiliki pemahaman yang lebih luas tentang hakekat dan makna
pencegahan terhadap situasi keamanan dan ketertiban di masyarakat.
b.

Mitigasi, yakni meminimalkan dampak bencana gempa bumi

terhadap kehidupan manusia, sehingga kerugian jiwa dan material serta


kerusakan yang terjadi dapat segera diatasi melalui upaya mitigasi,
Kebijakan Penanggulangan Bencana, Kolokium Hasil Litbang Permukiman
2002 Pustekim, Bandung - 28 Februari 2002 yang meliputi kesiapsiagaan
serta penyiapan kesiapan fisik, kewaspadaan dan kemampuan.
c.

Tanggap

Darurat,

yang

dilaksanakan

secara

terencana,

terkoordinir dan terpadu pada kondisi darurat dalam waktu yang relatif
singkat dengan tujuan untuk menolong, menyelamatkan jiwa/harta
benda dan lingkungan serta mengurangi dampak akibat bencana melalui
pemberian bantuan moral dan material kepada korban bencana.
d.

Rehabilitasi, berupa perbaikan kerusakan baik berbentuk fisik

maupun non fisik yang dilakukan dalam bentuk sementara/darurat dan


atau secara permanen.
e.

Rekonstruksi, berupa kegiatan memperbaiki dan atau membangun

kembali

dalam

umum/sosial,

rangka

rumah

pemulihan

penduduk

dan

sarana,

prasarana,

lingkungan

persyaratan teknis konstruksi dan bangunan.

sesuai

fasilitas
standar

b.

Penanganan Pengungsi
Kegiatan penanganan pengungsi meliputi upaya operasional yang bersifat

koordinatif dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :


1. Penyelamatan, yakni berupa pemberian pertolongan, perlindungan
dan pemberian bantuan tanggap darurat kepada korban kerusuhan/
konflik/ berupa penampungan sementara, bahan makanan pangan/
sandang, pelayanan kesehatan, serta bantuan darurat lainnya.
2.

Pemberdayaan, berupa kegiatan pembinaan kemampuan dan

kemandirian para pengungsi agar dapat melaksanakan kegiatan sosial


dan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
3.

Penempatan, yakni menempatkan dan mengembalikan pengungsi

dari tempat penampungan sementara ke tempat yang tetap berupa


pengembalian ke tempat semula, penyisipan pada lokasi pemukiman
yang telah ada dan penempatan di lokasi yang baru.
4.

Rekonsiliasi,

berupa

dukungan

upaya

untuk

menciptakan

kedamaian kembali pihak-pihak yang bertikai dengan pendekatan sosial,


budaya, Hak Asasi Manusia dan aspek hukum.

2. Kegiatan Operasional Kepolisian


Dukungan

Operasional

dilakukan

guna

melancarkan

upaya

penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi yang meliputi :


Kebijakan Penanggulangan Bencana, Kolokium Hasil Litbang Permukiman 2002
Pustekim, Bandung - 28 Februari 2002:
a. Pendataan, berupa rangkaian kegiatan mencatat, mengumpulkan,
mengolah dan menyajikan data dan informasi bencana dan pengungsi

yang diperlukan oleh satuan operasional kepolisian terkecil seperti


Bintara Intelkam, para Babinkamtibmas, Ka Pospol maupun Kapolsek
sampai kepada seluruh data yang dihimpun dan diolah oleh Kabag Ops
(Kepala Bagian Operasi). Data-data tersebut kemudian dilaporkan ke
instansi samping, seperti Pemda, Kodim dan ke tingkat Polda bahkan
pada saluran tertentu langsung ke tingkat Mabes Polri.
b.

Pelaporan, yakni penyampaian data dan informasi bencana dan

pengungsi secara teratur, berkesinambungan dan periodik dari hasil


suatu proses pelaksanaan kegiatan yang sudah, sedang dan akan
dilaksanakan berdasarkan hasil pengamatan dan pencatatan yang
dilakukan di lapangan. Data-data yang dilaporkan tentu saja berkaitan
dengan berbagai hal berkisar Peristiwa Gempa Bumi yang terjadi di
lingkup wilayah Polres Bantul.
c.

Menjalin kerjasama yang sinergis.


Polres Bantul, merupakan intitusi kepolisian yang bertanggung

jawab terhadap masalah keamanan di wilayah hukum Polres Bantul.


Dengan demikian, perlu dan wajib menggalang berbagai elemen dan
potensi keamanan masyarakat untuk bekerja sama saling mendukung
guna menciptakan situasi yang kondusif pasca terjadinya bencana alam
gempa Bumi. Dengan menjalin kerjasama untuk penanganan bencana
dan pengungsi dengan organisasi pemerintah dan non pemerintah, baik
di dalam maupun luar negeri sesuai peraturan yang berlaku, maka
tujuan menciptakan situasi yang aman, kondusif pasca bencana alam
gempa bumi akan terwujud.
d. Membantu Penyaluran Bantuan/Logistik. Hal ini dilakukan bukan
hanya para relawan dan partisipan, namun juga oleh seluruh personil
Polres Bantul dengan mengingat masyarakat mulai mengharapkan

kehadiran petugas yang dapat dipercaya di saat situasi tidak menentu.


Masyarakat tidak lagi memiliki tempat untuk dihuni, mereka menjadi
pengungsi lokal yang lebih percaya pada kehadiran aparat kepolisian.
Pemberian bantuan dikembangkan sebagai perbekalan untuk para
pengungsi/ korban bencana agar dapat bertahan hidup dalam masa
darurat yang harus tersedia pada setiap saat diperlukan. Polisi Bantul
dengan dukungan personil dari pusat mendapatkan penugasan beat per
beat yang lebih bersifat person to person . hal ini disamping untuk dapat
lebih memantau wilayah secara detail, juga dapat diharapkan terjalin
komunikasi yang lebih intens dengan masyarakat yang diayomi dan
dilayani keperluan logistiknya. Barbagai bentuk bantuan fisik maupun
psikis ke seluruh wilayah korban gempa bumi diterjunkan. Bantuan
diantaranya

adalah

obat-obatan,

tenda-tenda

darurat,

pakaian,

makanan, alat-alat penerangan, dan lain sebagainya.


e.

Komunikasi,

dengan

diselenggarakan

secara

koordinatif

dan

terpadu

mengerahkan berbagai sistem komunikasi dari berbagai

Departemen/Instansi dan Organisasi yang diintegrasikan menjadi satu


kesatuan sistem untuk mendukung kegiatan penanggulangan bencana
dan penanganan pengungsi. Selain memanfaatkan peralatan standart
Polri yang memang tersedia sangaty minim serta sulitnya jaringan karena
beberapa saat jalur listrik terputus, maka polisi mendapat dukungan dari
relawan

baik

dari

dalam

negeri

maupun

manca

negara

untuk

mengadakan komunikasi.
f.

Penelitian dan Pengembangan, yang dilakukan oleh berbagai

lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah secara terkoordinasi dan


terpadu. Khusus bagi kepolisian, Polres Bantul merupakan daerah
satuan yang mengusulkan adanya pelatihan bagi satuan-satuan SAR

darat untuk satuan wilayah. Pelatihan SAR yang lebih fokus pada
masalah penanganan korban gempa bumi. Selama ini SAR hanya dimiliki
oleh satuan-satuan Brigade Mobil (Brimob), sehingga kemampuan SAR
anggota kepolisian seperti Polres Bantul, nyaris ala kadarnya bahkan
tidak memiliki kemampuan SAR yang memadai.
g.

Pengendalian, diselenggarakan dalam mewujudkan koordinasi dan

keterpaduan seluruh Departemen/ Instansi unsur BAKORNAS PBP


dalam

melaksanakan

penanggulangan

bencana

dan

penanganan

pengungsi secara cepat, tepat dan terarah sesuai kebijakan Ketua


BAKORNAS PBP.

C.

Hambatan yang dihadapi.


1.

Polda DIY juga menjadi korban


a.

Banyaknya kantor yang mengalami kerusakan dan hancur.

b.

Banyaknya Asrama

dan rumah dinas yang mengalami

kerusakan .
c.

Banyaknya rumah anggota yang hancur dan mengalami


kerusakan parah.

d.

Banyaknya anggota yang juga menjadi korban luka luka


ringan, berat dan ada pula yang meninggal dunia.

e.

Banyaknya keluarga anggota yang menjadi korban luka


ringan, luka berat dan meninggal dunia.

2.

Masyarakat

a.

Tidak sabarnya masyarakat dalam menunggu bantuan.

b.

Masyarakat masih trauma.

c.

3.

Putusnya aliran Listrik dibeberapa desa.

ALAM

Aktivitas Gunung Merapi masih dinyatakan status AWAS dan


menunjukkan peningkatan aktivitasnya, baik kegempaan, guguran
lava pijar disertai awan panas.

D.

Pola penanganan yang dilaksanakan pasca gempa bumi

1.

Kemanusiaan :

2.

a.

Evakuasi korban luka / md, dr tkp ke rs dan penguburan.

b.

Perawatan / pengobatan korban luka

Pengamanan :
a.

Meningkatkan patroli polda, polres, polsek ke daerah korban gempa


pada malan hari.

b.

Pengamanan lingkungan dengan menggerakkan masyarakat untuk


meningkatkan siskamling.

c.

Melakukan razia razia di daerah perbatasan.

d.

Pengamanan distribusi bantuan

e.

Pengamanan kunker pejabat pemerintah / swasta

f.

Back Up Brimob :
-

Anggota membantu masyarakat melakukan kerja bakti dan


gotong royong

Mengaktifkan

dan

meningkatkan

khususnya pada malam hari.

patroli

siskamling,

Evakuasi korban luka dan korban meninggal dunia serta


penguburan.

3.

4.

Back Up Pusdokkes Polri :


-

Evakuasi korban dan bantuan kesehatan

Perawatan dan pengobatan korban luka

Back Up Pol Udara Polri :


-

Evakuasi koban dan droping logistik pada daerah / wilayah yg sulit

terjangkau oleh ranmor roda 4.

BAB V
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN
TUGAS POKOK, PERAN DAN FUNGSI POLRI DI TINGKAT KOD

2.

Faktor Internal.
Dari hasil pelaksanaan tugas pokok, peran dan fungsi polisi dalam

menanggulangi gangguan kamtibmas yang dilakukan Polres Bantul selama ini


ternyata masih banyak hal yang belum terselesaikan dengan baik, hal ini
terbukti dengan masih tingginya angka kriminalitas khususnya pencurian
kendaraan bermotor (curanmor), pencurian dengan kekerasan (curas)

dan

pencurian dengan pemberatan (curat) sebagaimana tergambar dalam tabel di


bab 3.
Berbagai kekuatan dan kelemahan Polri di wilayah hukum Polres Bantul
dalam

menjalankan

tugas

pokok,

peran

dan

fungsinya

dalam

proses

penanganan pasca Gempa bumi dipengaruhi oleh berbagai aspek. Dibawah ini
dapat digambarkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aparat hukum
(Polri) dalam menanggulangi gangguan kamtibmas, yaitu sebagai berikut;
a.

Faktor Kekuatan :
Sebagaimana yang diuraikan dalam SWOT (strenght, weaknesses,

Opportunities, threats), maka aspek kekuatan merupakan faktor dominan yang

sangat berpengaruh dalam dinamika operasional yang dilakukan oleh segenap


personil Polri di jajaran Polres Bantul. Aspek kekuatan tersebut adalah;
1)

Adanya UU No. 2 tahun 2002 pasal 13 (Polri memiliki tugas pokok

dalam mewujudkan harkamtibmas, pelayan / pengayom, pelindung serta


penegak hukum). Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut secara
spesifik diatur sebagaimana Pasal 13 dan sesuai dengan Pasal 14 ayat 1
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002. Polri selain mendapat kewenangan
dan kekuasaan dari undang-undang untuk mengatur tugas pokok, peran
dan fungsinya, juga bersama-sama berbagai elemen pemerintahan dan
masyarakat lainnya bahu membahu menciptakan keamanan dalam
negeri. Elemen masyarakat dalam konteks tersebut adalah segenap
potensi

dan

pengamanan

swakarsa

yang

tumbuh berkembang

di

masyarakat, seperti hansip, kamra, satpam, ronda kampung dan lain


sebagainya.
2)

Adanya Kode Etik polri dan Kode Etik Profesi Polri yang bisa

dijadikan pedoman dalam rangka membentuk

profil Polri yang bersih

dan profesional sebagai dasar untuk melaksanakan tugas pokok, peran


dan fungsi kepolisian. Dengan landasan ini setiap personil Polres Bantul
melaksanakan aktifitas tugas pokok, peran dan fungsinya senantiasa
memiliki rambu-rambu atau koridor dan batasan, sehingga tidak terjebak
pada kesalahan-kesalahan yang menjauhkan dari tujuan kepolisian.
3)

Keinginan

kuat

para

pimpinan

Polri

untuk

menjamin

terpeliharanya situasi kamtibmas yang kondusif melalui pengutamaan


pendekatan pre-emtif dan preventif dengan cara-cara persuasif dalam
penerapan tugas pokok, peran dan fungsi kepolisian.

4)

Adanya kebijakan rekrutmen Polri The local boy for local job dalam

rangka mempersiapkan polisi dari putra daerah sangat bermanfaat dalam


membentuk petugas di wilayah penugasan pada level KOD. Dengan
komposisi personil yang mengenal wilayah, budaya, karakter dan adat
setempat maka Polri memiliki kemudahan dalam mengakses setiap
permasalahan yang timbul di lapangan. Demikian halnya anggota Polres
Bantul yang sebagian besar terdiri dari personil asli putra daerah, tidak
mengalami

kesulitan

dalam

mengenal

wilayah

penugasannya

dan

berkomunikasi dengan, masyarakatnya.


5)

Kegiatan seminar, loka karya dan penataran yang diselenggarakan

untuk membahas penanganan gempa bumi dalam rangka meningkatkan


pemahaman tentang tugas pokok, peran dan fungsi masing-masing
institusi dalam penanganan bencana gempa bumi. Dengan pemahaman,
pengetahuan

dan

ilmu

yang

diperoleh

melalui

berbagai

kegiatan

sebagaimana disebutkan diatas, maka akan menghasilkan SDM Polri


yang cukup berkualitas sehingga dapat menjadi kekuatan tersendiri.
6)

Jumlah personil maupun material sarana prasarana di Polres

Bantul yang secara kuantitas dan kualitas cukup baik, merupakan suatu
kekuatan

yang

dapat

mendukung

pelaksanaan

tugas

operasional

kepolisian. Perlu juga diketahui bahwa gempa bumi di Bantul dapat


diklasifikasikan sebagai bencana nasional, sehingga berbagai bantuan
datang dari segenap penjuru, baik dari dalam maupun luar negeri, dari
pusat pemerintahan maupun dari penjuru negeri, sehingga kekuatan
personil maupun materiil dukungan dari segi kuantitas berlimpah.

b.

Kelemahan :

1)

Masih banyaknya permasalahan gangguan kamtibmas yang belum


dapat dipecahkan melalui upaya penegakan hukum yang bersifat
represif. Hal ini mempengaruhi pola tindak operasional kepolisian,
bahkan informasi adanya tindakan penjarahan dan maraknya
pencurian sempat meresahkan masyarakat dan memerlukan kerja
extra keras dari polisi.

2)

Guna

memaksimalkan

masyarakat

dan

memberdayakan

masyarakat, sebenarnya polisi telah merintis suatu program yang


disebut dengan Polmas (Community Policing). Namun belum semua
fungsi Kepolisian melaksanakan

program

Community Policing

sehingga dalam pelaksanaan tugas belum nampak terlihat aktifitas


tersebut. Kegiatan pengamanan yang berlangsung di masyarakat
merupakan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa yang memang
telah lama berkembang sebelum program Polmas ada. Programprogram seperti ronda kampung, jaga malam di masing-masing pos
ronda dan siskamling.
3)

Padatnya tugas-tugas operasional Polri dalam rangka melakukan


tindakan-tindakan

pemberantasan

tindak

kejahatan

mengakibatkan program kegiatan pencegahan kejahatan menjadi


tertinggal. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri karena tugas-

tugas tersebut adalah bagian dari aktifitas kepolisian, seperti


pengamanan, pengawalan,
4)

Dukungan berupa dana dan sarana prasarana operasional yang


belum sepenuhnya memadai, sangat menghambat kinerja anggota
Polri dalam melaksanakan kegiatan penanganan bencana Gempa
Bumi.

5)

Kecenderungan

anggota

untuk

menghindar

dari

masyarakat

karena tidak siap manghadapi permasalahan di masyarakat yang


belum menggambarkan cermin polisi sipil.
6)

Anggota lebih sering melaksanakan tugas-tugas yang bersifat rutin


seperti

penjagaan,

pengawalan,

adsministrasi

di

kantor

dan

pengaturan lalu lintas dan sejenisnya daripada melaksanakan


kegiatan sambang ke masyarakat serta berkomunikasi dengan
masyarakat

untuk

mengetahui

permasalahan

yang

menimpa

masyarakat.
7)

Kecenderungan

anggota

untuk

menghindar

dari

masyarakat

karena tidak mau repot, sehingga mereka lebih senang menunggu


masyarakat untuk melapor ke kantor daripada harus menggali dan
memecahkan permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat
di lokasi Gempa Bumi.

8)

Petugas

Babinkamtibmas

sebenarnya

harus

berperan

dan

berfungsi dengan baik, namun belum semua anggota memahami


makna hakekat tugas, peran dan fungsi kepolislian sehingga ketika
mengemban

tugas

babinkamtibmas

terkesan

sebagai

orang

buangan. Hal ini sangat disayangkan karena keberadaan para


petugas Babinkamtibmas ini bisa sangat mendukung operasional
kepolisian dalam rangka kontijensi tersebut.

3.

FAKTOR EKSTERNAL
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kegiatan Community
Policing masyarakat di Polres Semarang timur adalah sebagai berikut :
a. Peluang :
1)

Kesadaran hukum masyarakat yang semakin tinggi merupakan


faktor yang mendukung tugas Polri dalam mengembangkan
Community

policing

dalam

bentuk-bentuk

kegiatan

pengamanan swakarsa, forum silahturahmi kamtibmas dan


kelompok partisan Polri sebagai wujud partisipasi masyarakat
dalam pemeliharaan kamtibmas.
2)

Harapan

masyarakat

akan

kebutuhan

rasa

aman

dan

kesadaran bahwa Polri tidak akan cukup dan mampu untuk

menciptakan kamtibmas yang kondusif dengan berdiri sendiri,


mendorong

mayarakat

kegiatan-kegiatan

untuk

sebagaim

mau

berperan

upaya

aktif

mewujudkan

dalam
situasi

kamtibmas yang kondusif.


3)

Budaya masyarakat sejak jaman dulu sebagai bentuk-bentuk


kegiatan

pengamanan

swakarsa

dalam

rangka

menjaga

keamanan di lingkungan seperti kegiatan ronda malam menjadi


modal utama dalam mengikuti kegiatan dan kualitas pam
swakarsa dengan menerapkan Community Policing.
4)

Sifat gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia


merupakan faktor yang mendukung pelaksanaan kegiatan
Community Policing, khusunya dalam pembentukan komuniti
pam swakarsa sebagai salah satu implementasi Community
Policing.

5)

Meningkatnya angka kriminalitas mendorong masyarakat untuk


aktif

bersama-sama

terhadap

terjadinya

melakukan
tindak

upaya-upaya

kejahatan

dalam

mencegah
rangka

mengamankan diri dari kemungkinan terjadinya gangguan


kamtibmas yang terjadi.

6)

Media massa dan media elektronik yang menginformasikan


berbagai macam peristiwa, dapat dijadikan sebagai media untuk
membantu pelaksanaan sosialisasi dalam upaya mencegah,
menangkal
masyarakat

dan

menanggulangi

dalam

rangka

kejahatan

mewujudkan

di

lingkungan

keamanan

dan

ketertiban masyarakat.
7)

Keinginan dan harapan untuk menciptakan rasa aman menjadi


suatu kebutuhan bersama dan menjadi peluang jasa pelayanan
keamanan untuk membentuk pelatihan-pelatihan terhadap
Satuan Pengamanan (Satpam) sebagai tenaga-tenaga pengaman
swakarsa di lingkungan yang membutuhkan tenaga mereka.

8)

Tersedianya tenaga Tramtib dealam membantu mewujudkan


kegiatan penjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan
tertentu yang rawan dengan permasalahan-permasalahan soaial
dan kamtibmas.

b. Kendala :
1)

Meningkatnya potensi ancaman dan kerawanan kamtibmas


sebagai dampak negatif perkembangan lingkungan strategis.

2)

Tingginya

tingkat

kesibukan

masyarakat

mengakibatkan

masyarakat tidak sempat untuk berkecimpung dalam hal

pencegahan terhadap kejahatan, sehingga ini menjadi tugas dan


tanggung jawab polisi sepenuhnya.
3)

Masih ditemukannya penilaian negatif serta sikap apriori,


apatisme, pesimisme dan bahkan sinisme dari sebagian kecil
masyarakat dalam menanggapi berbagai program dan niat baik
Polri.

4)

Masih ada anggapan sebagian masyarakat yang menganggap


yang menganggap bahwa masalah kamtibmas adalah tugas dan
tanggung jawab polisi saja.

5)

Masyarakat masih belum bisa menerima kehadiran polisi


karena trauma dengan kejadian-kejadian yang menimpa mereka
terkait dengan pelayanan Polri yang buruk pada masa lalu yang
mengakibatkan masyarakat menjadi kurang simpati terhadap
Polri sampai dengan saat ini.

6)

Partisipasi Pemerintah Daerah dalam mendukung pelaksanaan


dari konsep Community Policing masih dirasakan kurang/
masih rendah.

7)

Polri jarang dilibatkan dalam hal perumusan peraturan daerah


sehingga pada saat muncul masalah akibat dari kebijakan-

kebijakan dari perda tersebut, maka akan menyulitkan polisi


untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
8)

Masyarakat tidak percaya dengan polisi dan menganggap


kegiatan Community Policing yang dilakukan untuk menutupi
kesalahan polisi dalam rangka menghindar dari tanggung
jawabnya terhadap masalah kamtibmas.

BAB VI

OPTIMALISASI TUGAS POKOK, PERAN DAN FUNGSI POLRI DI


TINGKAT KOD DALAM PENANGANAN BENCANA GEMPA BUMI

4.

Polres Bantul, sebagaimana digambarkan pada bab terdahulu,

merupakan bagian dari Polda D.I. Yogyakarta. Dengan demikian, disamping


dalam melaksanakan tugasnya disesuaikan dengan situasi wilayah, juga
mengacu pada program kerja (Proja Polda). Dalam hal peristiwa Gempa Bumi
ini, polda D.I. Yogyakarta telah Menyusun Rencana Tindakan Menghadapi
Kontinjensi Polda D.I. Yogyakarta tahun 2006 No. Pol. : R / Renkon / 01 / I /
2006 tanggal 11 Januari 2006.
Tindakan kontijensi yang dimaksudkan adalah upaya Polda D.I.

Yogyakarta dalam menjaga, memelihara dan memulihkan situasi yang terjadi


pasca

gempa

bumi. Dalam rencana

kontijensi

tersebut,

Polres

melakukan identifikasi tugas yang meliputi :


a.
1).
2).
3).
4).

Bantuan Kemanusiaan
Evakuasi korban.
Pertolongan korban / perawatan.
Bantuan sosial (kebutuhan pokok).
Barak-barak pengungsian.

b.
1).
2).
3).
4).
5).
6).
7).

Pengamanan terhadap :
Harta benda korban.
Keamanan lingkungan / daerah (tempat tinggal, posko).
Kamtibcar Lantas.
Bantuan (kebutuhan pokok, uang).
Distribusi bantuan.
Jalur distribusi bantuan.
Kunjungan Pejabat.

Dalam rencana kontijensi sebagaimana disusun oleh Polda D.I.


Yogyakarta, tergelar sebagai berikut :
1.

Kekuatan Personil
a. Organik Polda D.I Yogyakarta:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

2)

Mapolda D.I Yogyakarta


Poltabes Yogyakarta
Polres Bantul
Polres Kulon Progo
Polres Gunung Kidul
Polres Sleman
Jumlah

:
:

:
:
:
:
:

1.309 Pers
1.060 Pers
890 Pers
620 Pers
600 Pers
1.257 Pers
5.736 Pers

Back up personil dari Mabes Polri sebagai berikut:


1)
2)

Pol Udara Polri (Crew Hely)


Brimobda Jawa Tengah

:
:

11 Pers
100 Pers

Bantul

3)
4)
5)
6)
7)

2.

Brimobda Jawa Barat


Brimobda Jawa Timur
Pawang Satwa
Pusdokkes Polri (Paramedis)
Taruna Akpol
Jumlah

110
300
25
110
291
937

Pers
Pers
Pers
Pers
Pers
Pers

Material dan Logistik yang disiapkan dalam kontijensi


a).

Kendaraan Bermotor
N
O

WILAYAH

RANMOR
Roda 2

Roda 4

Roda 6

POLDA

851

281

112

POLTABES

377

55

SLEMAN

257

51

BANTUL

237

35

KULON PROGO

197

31

GUNUNG KIDUL

202

37

2.121

490

148

JUMLAH

3.

:
:
:
:
:
:

b)

Helikopter back up Mabes Polri

2 Unit

c)

Ambulance

17 Unit

d)

Satwa

25 Ekor

Cara Bertindak yang dilakukan


a.

b.

Evakuasi korban :
1)

Dari lokasi bencana ke Rumah Sakit

2)

Dari lokasi ke tempat pengungsian.

Pengamanan :
1)

Pengaturan arus, baik lalu lintas, orang maupun barang.

2)

Penjagaan (posko, rumah penduduk, jalan, kunjungan


pejabat, rehabilitasi / perbaikan).

3)

Pengawalan (kunjungan Pejabat, korban, sumbangan /


bantuan yang tiba serta pendistribusiannya).

4)

Patroli (lokasi bencana, pertokoan, pasar, kantor).

5.

Situasi Kamtibmas yang diharapkan


Sebelum membahas penerapan tugas pokok, peran dan fungsi kepolisian

dalam menanggulangi gangguan kamtibmas yang diharapkan maka menurut


penulis terlebih dahulu menjelaskan tentang situasi yang diharapkan oleh
masyarakat, khusunya masyarakat di wilayah hukum kesatuan tingkat KOD.
Secara

Konseptual

baik

Polri

maupun

masyarakat

menginginkan

terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif. Namun dalam tataran yang lebih
operasional kondisi kondusif tersebut ternyata sulit untuk didefinisikan.
Namun demikian secara umum kondisi kamtibmas yang kondusif dapat dilihat
dari indikator-indikator yang meliputi :
a.

Adanya perasaan aman, tentram, nyaman, tenang, tertib, teratur, damai,


sejahtera dan kepuasan akan rasa aman.

b.

Adanya perasaan bebas dari gangguan, ancaman, hambatan, maupun


bahaya baik yang bersifak fisik maupun psikis.

c.

Adanya rasa kepastian dan rasa bebas dari kekhawatiran, keragu-raguan,


kegelisahan, kecemasan dan ketakutan terhadap munculnya ancaman
atau gangguan.

d.

Adanya perasaan dilindungi dari segala macam bahaya yang datang dari
lingkungannya.

e.

Adanya perasaan kedamaian, baik lahiriah maupun batiniah.

Secara lebih operasional, situasi kamtibmas yang kondusif


dicirikan dengan :
a. Situasi yang memungkinkan masyarakat mampu melaksanakan
aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara memuaskan.
b. Terhindarnya masyarakat dari situasi yang dapat merugikan,
mengancam atau membahayakan keselamatan harta dan jiwa.
c. Terhindarnya masyarakat dari situasi yang menegangkan, tidak
menentu,

situasi

rawan

konflik

dan

gangguan

keamanan

keamanan.
d. Tidak dilanggarnya pranata-pranata sosial yang diperlukan untuk
menjaminkelangsungan hidup bersama.
e. Tidak adanya perilkau-perilaku anggota masyarakata yang tidak
normatif dan meresahkan sehingga masyarakat menganggap hal
itutidak boleh dibiarkan.
Sedangkan dalam tataran yang lebih makro, situasi dan kondisi
kamtibmas yang diharapkan ditandai dengan :
a. Berjalannya

dengan

efektif

program-program

pembangunan

nasional, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun


masyarakat.

b. Terselenggaranya kehidupan dan penghidupan masyarakat dengan


disertai perasaan terlindungi dan teryomi dari ancaman dalam
berbagai bentuk manifestasinya.
c. Terpeliharanya kegairahan masyarakat dalam pembangunan yang
didorong oleh keinginan untuk berkreatifitas, maju, mandiri
serta sejahtera lahir dan batin dan memiliki tanggung jawab
bersama.
d. Berfungsinya

lembaga-lembaga

sosial

kemayarakatan

sebagai

pembimbing dan pengontrol perilaku warganya.


e. Diwujudkannya sikap kepatuhan, ketaatan, dan kedisiplinan
masyarakat terhadap berbagai aturan hukum dan perundangundangan yang berlaku.
Sebagaimana

disinggung

pada

bab-bab

terdahulu,

Polres

Bantul

hendaknya memiliki personil yang mumpuni dan memiliki kemapuan SAR,


sehingga sangat berguna di masyarakat. Dengan kemampuan personal Polres
Bantul yang dimiliki, misalnya suatu hari, bila terjadi bencana alam di wilayah
hukum Polres Bantul. Anggota akan mampu membantu kesulitan masyarakat
di sekitanynya bertempat tinggal. Hal itu, dikarenakan anggota Polres telah
mengikuti pelatihan SAR. Anggota juga cukup cermat untuk membayangkan
bentuk tindakan yg tepat untuk jenis bencana yg terjadi (contoh, ada bencana

akibat Tsunami, gempa bumi, tanah longsor, banjir, topan) dan dapat
memperkirakan keadaan geografis terkini akibat bencana tersebut. Serta dapat
memperkirakan

kondisi

korban

berdasarkan

jenis

bencana

(tertimbun reruntuhan, tertimbun tanah, tenggelam, trauma, dan sebagainya).


Sementara itu, tim pemantauan, telah memantau lokasi-lokasi

yang

penting untuk diberikan perhatian. Tim geografis telah mengkaji terlebih


dahulu daerah-daerah yang perlu menjadi sasaran

prioritas. Mereka telah

memantau rumah sakit, sumber-sumber tenaga (listrik, air, bahan bakar), jalur
komunikasi, di tempat lokasi yang masih bisa digunakan. Dan mereka selalu
siap untuk memberikan panduan terhadap setiap personil Polri maupun
lembaga bahkan masyarakat umum lainnya yang memerlukan bantuan.

Setibanya di suatu TKP, anggota sudah bisa langsung bekerja, karena


titik-titik posko telah ditetapkan secara merata oleh badan koordinasi
penanggulangan

bencana.

Dan

tim

'pembuka

jalur

transportasi'

telah

memungkinkan setiap anggota Polres Bantul untuk mencapai daerah-daerah


yang tersulit. Tim 'pembuka jalur transportasi' bisa terdiri dari TNI, Polri dan
perusahaan swasta, yang bertugas membuka jalur-jalur lintas transportasi yg
mungkin terputus oleh bencana. Sementara bantuan materil ditangani oleh tim
pendistribusian yang senantiasa berkoordinasi dengan tim geografis dan
lembaga kemanusiaan serta relawan. Letak Posko-posko telah ditetapkan dan
dibangun, dititik-titik tersebut.

Saluran komunikasi tersedia selalu oleh kerjasama dengan perusahaan


komunikasi

yg

bertugas

membangun

pemancar

darurat

diposko-posko.

Kalangan profesi bisa langsung bekerja melalui jaringan yang telah terbentuk.
Kebutuhan

akan

Dokter2

bisa

diperkirakan

lewat

koordinasi

dengan anda yg berada di lapangan. Entah di rumah2 sakit, maupun di


tenda2 darurat.
Psikolog2 telah ada untuk memberikan trauma healing.
Ahli2 tata bangunan mulai mereka2 tatanan bangunan baru untuk korban
dan daerah bencana.
E.

Saya tahu, ide2 diatas mungkin terasa terlalu 'ideal' atau terlalu

'polos' untuk diwujudkan. Namun, jikalau kenyataan sekarang belum


menunjukkan harapan2 tersebut, kapan lagi harus diwujudkan?
Sekiranya ada lembaga atau perorangan yg memiliki ide yg sama dengan
saya. Atau Sekiranya ada lembaga atau perorangan yg sudah menuju ke
arah itu, saya minta informasinya. Tiada politik atau golongan, tiada
sipil atau non-sipil, awam atau profesional, siapa saja.

A.

Kegiatan yang dilaksanakan.

1.

Tindakan kepolisian

a.

Pengaturan arus lalu lintas untuk kelancaran distribusi


bantuan, kunjungan pejabat ke daerah daerah korban
bencana alam gempa bumi di wilayah Sleman, Kodya
Yogyakarta, Kulonprogo, Bantul, dan Gunungkidul.

b.

Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan :

1)

Penggalpenggal jalan Route Kunjungan Presiden RI,


DR.

H.

SUSILO

BAMBANG

YUDHOTONO,

Wakil

Presiden RI, H. YUSUF KALLA maupun pejabat tinggi


negara lainnya yang melakukan kunjungan dengan
intensitas tinggi (Lanud Adisucipto Alun-Alun Utara
Bantul Prambanan Lanud Adisucipto)

untuk

menyerahkan Bantuan.

2)

Melakukan Pengawalan

kendaraan truk-truk beras

bantuan pemerintah ke wilayah Kabupaten Bantul yang


menderita akibat gempa paling parah, yaitu untuk 3
(tiga)

desa:

Desa

Bantul,

desa

Palbapang,

desa

Ringinharjo.

3)

Pengamanan pembagian bantuan beras dan uang


kepada masyarakat di 3 (tiga) desa : Desa Bantul, desa
Palbapang, desa Ringinharjo.

4)

Melakukan Penjagaan di Satkorlak penanggulangan


bencana gempa bumi di Kepatihan Yogyakarta.

5)

Patroli

ke

Barak

barak

pengungsian,

rumah

penduduk korban dan posko posko bantuan baik


pemerintah maupun swasta.

6)

Patroli

gabungan

bantuan,

untuk

pencurian,

mencegah

perampokan

di

perampasan
perumahan

penduduk yang terkena gempa khususnya wilayah


Polres Bantul dengan menggunakan 5 Unit mobil
Patroli / 5 Regu masing-masing regu kekuatan personil
10, jumlah dan kuat personil 52 personil.

7)

Patroli Direktorat lalu lintas, Direktorat Pengamanan


Wisata di wilyah Polres Bantul yang rawan tindak
kejahatan.

2.

Tindakan kemanusiaan

a.

Pertolongan / perawatan korban luka luka baik masyarakat


dan anggota Polda DIY khususnya.

b.

Menyalurkan bantuan dari AKPOL, MABES, POLDA METRO


JAYA, yang diterima melalui Polda DIY kepada korban
( masyarakat / Anggota yang menjadi korban ).

c.

Bersama sama dengan instansi lainnya ( yang tergabung


dalam Satkorlak, Satlak Kab Bantul ) menyalurkan /

membagikan bantuan beras 10 Kg / jiwa / bulan, uang lauk


pauk Rp.
100.000,-

3.000,- / hari / orang, uang sandang Rp.


/

KK

100.000,-/ KK

di

bulan,

uang

peralatan

dapur

Rp.

3 ( tiga ) desa : Desa Bantul, desa

Palbapang, desa Ringinharjo.

3.

Mendukung

dan

mensosialisasikan

langkah-langkah

tindakan

yang harus dilakukan menghadapi gempa susulan yang masih


sering terjadi bersama aparat Pemerintah Daerah dan instansi
terkait, yaitu:
SEBELUM TERJADI GEMPABUMI
a. Kunci Utama adalah
1.Mengenali apa yang disebut gempabumi
2.Memastikan bahwa struktur dan letak rumah anda dapat
terhindar dari bahaya yang disebabkan gempabumi (longsor,
liquefaction dll)
3.Mengevaluasi dan merenovasi ulang struktur bangunan anda
agar terhindar bahaya gempabumi
b.

Kenali

lingkungan

tempat

anda

bekerja

dan

tinggal

1.Memperhatikan letak pintu, lift serta tangga darurat, apabila


terjadi gempabumi, sudah mengetahui tempat paling aman untuk
berlindung.
2.Belajar melakukan P3K
3.Belajar menggunakan Pemadam Kebakaran
4.Mencatat Nomor Telpon Penting yang dapat dihubungi pada saat
terjadi gempabumi

c. Persiapan Rutin pada tempat anda bekerja dan tinggal


1.Perabotan (Lemari, Cabinet, dll) diatur menempel pada dinding
(di paku/ di ikat dll) untuk menghindari jatuh, roboh, bergeser
pada saat terjadi gempabumi
2.Menyimpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang
tidak mudah pecah, agar terhindar dari kebakaran.
3.Selalu mematikan air, gas dan listrik apa bila sedang tidak
digunakan
d.

Penyebab celaka yang paling banyak pada saat gempa

bumi adalah akibat kejatuhan material


Atur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian
bawah. Cek kestabilan benda yang tergantung yang dapat jatuh
pada saat gempabumi terjadi (mis: lampu dll)
e.

Alat

yang

harus

ada

1.

Kotak P3K

2.

Senter/lampu Battery

3.

Radio

4.

Makanan Suplemen dan Air

disetiap

tempat

SAAT TERJADI GEMPA BUMI


a.

Jika

1.Lindungi

anda
kepala

dan

berada
badan

dalam
anda

dari

bangunan
reruntuhan

bangunan (dengan bersembunyi dibawah meja dll). 2.Mencari


tempat yang paling aman dari reruntuhan goncangan.
3.Berlari keluar apabila masih dapat dilakukan.

b. Jika berada diluar bangunan atau area terbuka


1.Menghindari dari bangunan yang ada di sekitar anda
(seperti gedung, tiang listrik, pohon dll). Perhatikan tempat
anda berpijak hindari apabila terjadi rekahan tanah.

c. Jika anda sedang mengendarai mobil


1. Keluar, turun dan menjauh dari mobil hindari jika terjadi
pergeseran atau kebakaran.
2. Lakukan poin 2.
d. Jika anda tinggal atau berada di pantai, jauhi
pantai

untuk

menghindari

terjadinya

Tsunami.
e. Jika anda tinggal didaerah pegunungan, apabila
terjadi gempabumi hindari daerah yang mungkin
terjadi longsoran.
SESUDAH
a.

Jika

1.Keluar

TERJADI
anda
dari

berada

bangunan

GEMPABUMI
dalam

tesebut

bangunan.

dengan

tertib.

2.Jangan menggunakan tangga berjalan atau lift,


gunakan tangga biasa.
3.Periksa apa ada yang terluka, lakukan P3K.
4.Telpon/minta pertolongan apabila terjadi luka parah
pada anda atau sekitar anda.
b.

Periksa

lingkungan

1.Periksa apabila terjadi kebakan.

sekitar

anda

2.Periksa apabila terjadi kebocoran gas. 3.Periksa


apabila terjadi arus pendek.
4.Periksa aliran dan pipa air. Periksa segala hal yang
dapat

membahayakan

(mematikan

listrik,

tidak

menyalakan api dll)


c. Jangan masuk kebangunan yang sudah terjadi
gempa,

karena

kemungkian

masih

terdapatreruntuhan.
Jangan

berjalan

d.
disekitar

daerah

gempa,

kemungkinan terjadi bahaya susulan masih ada.

e. Mendengarkan informasi mengenai gempa dari


radio

(apabila

terjadi

gempa

susulan).

f. Mengisi angket yang diberikan oleh Instansi


Terkait untuk mengetahui seberapa besar kerusakan
yang terjadi.

BAB VII
PENUTUP
A.

KESIMPULAN

1.

Tugas pokok, peran dan fungsi Polri di tingkat KOD (Polres Bantul)

dirasakan belum optimal khususnya dalam membantu penanganan gempa


bumi. Hal ini dapat dilihat dari dinamika tugas, peran dan fungsi kepolisian
dalam menjalin kerjasama dan koordinasi selama penanganan masalahmasalah yang terjadi pasca gempa bumi belum sinergis antara Polri dengan
berbagai instansi maupun elemen, baik pemerintah Daerah, swasta maupun
pihak LSM. Demikian halnya dengan internal kepolisian, tugas pokok, peran
dan fungsi kepolisian di dalam menangani permasalahan gempa bumi juga
belum berjalan secara optimal karena berbagai aspek, antara lain sistem
manajemen, sumber daya dan dampak yang luar biasa dari bencana gempa
bumi tersebut bagi segenap personil Polri.
2.

Polres Bantul berupaya semaksimal mungkin mengoptimalkan tugas

pokok, peran dan fungsinya guna menciptakan situasi keamanan yang kondusif
dengan memberdayakan semua elemen dan lembaga masyarakat. Penerapan
tugas pokok, peran dan fungsi kepolisian dalam menangani gempa bumi
dengan melibatkan unsur back-up, baik dari satuan atas (Mabes Polri dan Polda
DIY) dan juga satuan lain yang secara sukarela mendukung tugas-tugas
kepolisian (sebagaimana ditegaskan dalam UU No.2 tahun 2004 psl 13 ayat 1).
3.

Polres Bantul mengoptimalkan tugas pokok, peran dan fungsinya dalam

mewujudkan Kamdagri melalui strategi baku yang sesuai SOP (Standar


Operational Procedure) berupa operasi kontijensi kepolisian.
B.

REKOMENDASI

1.

pembentukan

pelatihan

relawan

antisipasi

bencana

alam

secara

nasional. Tujuannya agar niat baik setiap rang yg ingin jadi relawan,
bisa

terujud

dengan

baik.

Konkritnya,

pelatihan2

dimulai

untuk

mahasiswa atau instansi swasta maupun negri.


2.

koordinasi

antar

lembaga

mulai

disiapkan

untuk

kebaikan

kita

bersama. Pemerintahan, NGO, maupun sipil. Misalnya, dibentuk badan


koordinasi penanggulangan bencana yg meluas, meliputi semua komponen,
termasuk sipil, BMG, PMI, ABRI, Mahasiswa, parpol, dan badan2 kajian
geografis. koordinasi termasuk dengan berbagai kalangan profesi: dokter,
arsitek,

pengamat

meteorologi

dan

geofisika,

pengusaha,

tim

masyarakat awam yg menjadi relawan.


a. Kebijakan
Meningkatkan kepedulian semua pihak (Pemda, para praktisi, dan
masyarakat umum) dalam mengantisipasi bahaya gempa melalui
penyusunan dan penerapan peraturan atau persyaratan teknis
bangunan gedung tahan gempa.
b. Strategi
1. Melengkapi perangkat peraturan perundangan tentang bangunan
gedung, termasuk bangunan tahan gempa.
2. Mendorong Pemda untuk menyusun dan menerapkan peraturan,
standar dan pedoman teknis dalam penyelenggaraan
pembangunan,
melakukan
pengawasan
konstruksi

SAR,

dan
keselamatan bangunan.
3. Sosialisasi dan menciptakan sarana kampanye kesadaran akan
bangunan gedung yang aman terhadap bahaya gempa.
4. Fasilitasi dan pendampingan kepada Pemda dalam meningkatkan
kesadaran akan kesiagaan terhadap bahaya gempa pada bangunan
gedung dan perumahan.
c. Pedoman
Disamping standar dan pedoman teknis yang secara relatif telah ada,
masih diperlukan pengembangan petunjuk-petunjuk teknis yang lebih
operasional dan mudah dipahami oleh masyarakat, khususnya dalam
rangka pengembangan perumahan dan fasilitas umum yang berbasis
kepada keswadayaan masyarakat.
Beberapa Persoalan Penanggulangan Bencana Yang Harus Dibenahi:
1. Aspek Perubahan Paradigma
Aspek ini akan merubah cara pandang penanggulangan bencana yang biasanya
hanya bersifat respont menjadi penanggulangan yang sifatnya
menyeluruh/komprehensif.
2. Aspek Kebijakan
Prasyarat bagi efektifnya penanggulangan bencana adalah adanya arah dan
komitmen politik yang tercermin pada kebijakan baik yang konstitusional,
perundangan, peraturan daerah, maupun kebijakan eksekutif maupun unsur
sektoral.
3. Aspek Kelembagaan
Aspek ini adalah pengaturan-pengaturan kelembagaan yang mencerminkan
tatanan kekuasaan dan kewenangan perangkat-perangkat pemerintahan untuk
secara efektif menangani bencana.
4. Aspek Mekanisme
Kalau kebijakan adalah pelafalan, kelembagaan adalah pengaturan wadahnya,
koordinasi adalah penyelarasannya, maka mekanisme adalah tata cara dan tata
gerak dari kesemua unsur itu.

C.

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Bayley Wiliiam G, 1995,
The Encyclopedia of Police Science (second edition), Newyork & London,
Garland Publishing.
Bayley David H , 1994,
Police for the Future (diterjemahkan dan disadur oleh Kunarto), Jakarta, Cipta
Manunggal.

Chandra, Eka dkk, 2003,


Membangun Forum Warga, Emplementasi Partisipasi dan Penguatan Msyarakat
Sipil, Bandung, Akatiga.
Djamin Awaloedin, 1995,
Administrasi Kepolisian, Jakarta, CV Mandira Buana.
Djamin,Awaloedin, 1999,
Menuju Polri Mandiri yang profesional, Jakarta, Yayasan Tenaga Kerja.
--------------------------------, 2000,
Reformasi Aparatur/ Administrasi Negara RI, Jakarta,Yayasan Tenaga Kerja.
Dwiyanto, Agus dkk, 2002,
Reformasi Birokrasi Publik, Yogyakarta, Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan Universitas Gajahmada.
Friedmann Robert, 1992,
Community Policing, (diterjemahkan dan disadur oleh Kunarto), Jakarta, Cipta
Manunggal.
Kunarto, 1995,
Polisi harapan dan Kenyataan, Klaten, CV Sahabat.
------------,1995,
Merenungi kritik terhadap Polri (buku ke 2),Jakarta, Cipta manunggal.
------------,1997,
Etika Kepolisian,Jakarta, Cipta manunggal.

------------, 1997,
Ham dan Polri , Jakarta,Cipta Manunggal.
-----------,1998,
Tri Brata, Jakarta, Cipta Manunggal.
Mangun Wijaya YB, 1999,
Menuju Indonesia yang serba baru, Jakarta, Gramedia.
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1999,
Sejarah Kepolisian di Indonesia.
Perguruan tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), 2003,
Kinerja Polri Pasca Polri Mandiri (Laporan Hasil Penelitian), Jakarta, PTIK
Rahardjo, Satjipto, 1998,
Mengkaji Kembali Peran dan Fungsi Polri dalam Masyarakat di Era Reformasi ,
makalah Seminar Nasional tentang Polisi dan Masyarakat dalam Era Reformasi,
Jakarta, PTIK.

Secapa Polri, 1996,


Vademikum Polri Tingkat I, Sukabumi, Secapa Polri.
Sindhunata,2000,
Sakitnya Melahirkan Demokrasi, Yogyakarta, Kanisius.

Dokumen :
Skep Kapolri No.Pol.: Skep/1673/X/1994 tanggal 13 Oktober 1994, dan Juklak Kapolri
No.Pol.: Juklak/11/X/1994 tanggal 12 Oktober 1994, tentang Pokok-pokok
kemitraan antara Polri dengan Instansi dan masyarakat.
Keputusan Kapolri No.Pol. : KEP/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi Polri pada Tingkat Kewilayahan.

Anda mungkin juga menyukai