Anda di halaman 1dari 16

LARING

Emil Anwar
Bgn THT FK UNSRI

ANATOMI LARING

Ligamen
Tirohioid

Laring merupakan bagian terbawah saluran napas


atas, berbentuk limas segitiga yang terpancung.
Batas atas berupa Aditus Laring sedang batas
bawahnya tepi bawah Kartilago Krikoid. Dalam
rongga laring terdapat suatu alat vital yang
berfungsi terutama pada fonasi dan respirasi
dikenal sebagai Pita Suara [vocal cord] kanan dan
kiri, sedang ruang diantaranya disebut Rima Glotis
yang merupakan satu2nya jalan udara pernapasan
ke Paru2.
Laring terletak setinggi V.C 3-6 pada pria sedang
pada wanita dan anak sedikit lebih tinggi.
Ukuran pita suara waktu lahir sekitar 0,7 cm, pada
wanita 1,6 2 cm dan pada pria 2 2,4 cm.
Ukuran rima glotis maksimal [pada abduksi pita
suara maksimal] sekitar 2 cm.
Untuk kepentingan pembedahan, rongga laring
dibagi 3 bagian:
1. Vestibulum laring atau supra glotik - dari
puncak epiglotis sampai permukaan superior pita
suara.
2. Glotik - dari pita suara sampai garis khayal
sekitar 3 mm dibawah pita suara.

3. Subglotik - dari glotik sampai tepi bawah kartilago krikoid.


Laring dibentuk oleh satu buah tulang dan beberapa tulang rawan yang saling berhubungan dan
diikat satu sama lain oleh otot2 dan ligamentum.
Tulang dan tulang rawan laring :
1.Tulang Hioid : terletak paling atas, berbentuk huruf Uyang mudah diraba pada leher bagian
depan atas.
2.Tulang rawan Tiroid : Tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari 2 bh lamina yang bersatu
didepan dan mengembang kebelakang.
3.Tulang rawan Krikoid : Terletak dibawah tulang rawan tiroid dan merupakan tulang rawan
terbawah dari laring.
4. Tulang rawan Epiglotis : Berbentuk pipih seperti daun, terdiri dari jaringan fibroelastik.
5. Tulang rawan Aritenoid : Berbentuk piramid bersisi tiga tidak teratur, yang bagian dasarnya
membentuk persendian dengan bagian atas belakang krikoid.
6.Tulang rawan Kornikulata dan Kuneiformis : Terdiri dari komponen elastik. Kornikulata bersen
di dengan apeks aritenoid, sedang kuneiformis
bersendi dengan kornikulata.Keduanya
membentuk tonjolan pada sisi
posterior rima
glotis.
Otot2 laring : gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot2 ekstrinsik dan intrinsik.
1.Otot ekstrinsik - bekerja pada laring secara keseluruhan, terdiri dari:
a.Suprahioid berfungsi menarik laring kebawah.
-M.Digastrikus, M.Geniohioid, M.Stilohioid dan M.Milohioid.

b.Infrahioid berfungsi menarik laring keatas.


-M.Sternohioid, M.Omohioid dan M.Tirohioid.
2.Otot Intrinsik bekerja pada gerak dari bagian2 laring sendiri, terdiri dari:
a.Bagian lateral : M.Tiroepiglotika, M.Vokalis, M.Tiroaritenoid, M.Ariepiglotika dan
M.Krikotiroid.
b.Bagian posterior: M.Aritenoid transversum, M.Aritenoid
oblique dan M. Krikoaritenoid posterior.

FISIOLOGI LARING
Fungsi laring terutama untuk Fonasi dan Respirasi. Selain itu juga berperan untuk
proteksi, sirkulasi, menelan, batuk dan emosi.
Fungsi Fonasi.
Laring dengan pita suaranya merupakan generator suara atau sumber bunyi
karena adanya :
- pendekatan (adduksi) pita suara kanan dan kiri yang baik.
- peregangan pita suara menentukan tinggi rendahnya nada.

-Fibrasi pita suara yang sempurna


dengan adanya perbedaan tekanan
udara diatas dan dibawah glotis.
Fungsi respirasi :
Dengan mengatur besar kecilnya rima
Glotis, laring dapat mengatur keluar masuknya aliran udara pernapasan.
Fungsi proteksi :
Untuk mencegah makanan dan benda
Asing masuk ketrakea dengan cara menutup aditus laring dan rima glotis secara
bersamaan.
Fungsi sirkulasi :
Dengan terjadinya perubahan tekanan
udara didalam traktus trakeobronkial akan
mempengaruhi sirkulasi darah alveolus.

Fungsi menelan :
Gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laring dan mendorong
bolus makanan turun ke hipofaring merupakan fungsi laring dalam proses menelan.
Fungsi batuk :
Dengan refleks batuk, benda asing yang telah masuk trakea maupun sekret dari
Paru dapat dikeluarkan.
Fungsi emosi :
Laring dapat mengekspresikan emosi, misalnya berteriak, mengeluh, menangis
dan lainnya.

PEMERIKSAAN LARING
I. Laringoskopi tidak langsung (indirect laryngoscopy).
Pada pertengahan abad 19 ditemukan I kali cara melihat laring dengan mengguna
kan kaca laring.
II. Laringoskopi langsung (direct laryngoscopy).
Pada awal abad 20, Jackson menemukan Laringoskop, alat yang dapat diguna
kan melihat laring secara langsung.
III. Mikrolaringoskopi.
Beberapa waktu kemudian, Kleinsasser menggabungkan penggunaan laringoskop
dengan mikroskop yang dikenal dengan pemeriksaan Mikrolaringoskopi yang sekarang
sering digunakan untuk bedah mikro dan bedah laser.
IV. Radiologi.
Berbagai cara pemeriksaan radiologi mulai dari foto soft tissue leher sampai CT
scan laring sangat membantu dalam diagnosis dan terapi kelainan laring.
V. Stroboskopi dan kinematografi.
Kedua pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi fungsi laring dengan
mengamati getaran pita suara menggunakan kilatan cahaya dan kamera kecepatan
tinggi.

KELAINAN LARING

Pada umumnya adanya kelainan pada laring biasanya ditandai dengan gejala klinik
berupa Suara serak (disfonia) dan sumbatan (obstruksi) laring.

Suara serak biasanya ditandai sebagai : - suara yang kasar


- suara yang susah keluar
- suara dengan nada yang lebih rendah
dari normal.
Suara serak biasanya terjadi akibat gangguan : - getaran/fibrasi pita suara
- ketegangan pita suara
- pendekatan/aduksi pita suara
Penyebab suara parau dapat berupa: - kelainan kongenital
- radang akut/kronis
- kelumpuhan otot2 laring/pita suara
- tumor jinak/ganas
- nodul pita suara dan keratosis laring
I. Kelainan kongenital.
Laringomalasia paling sering ditemukan, merupakan lemahnya rangka
laring menyebabkan epiglotis tertarik kebawah menutupi rima glotis pada waktu
inspirasi.
Hal ini menyebabkan napas berbunyi(stridor inspirasi) sampai sumbatan laring.

Paralisis pita suara kongenital kelainan kedua tersering setelah laringomalasi.


Bisa unilateral atau bilateral, yang terakhir biasanya berhubungan dengan kelainan neurologik
dan jantung. Pada yang unilateral biasanya sembuh spontan setelah usia 6 bulan.
Stenosis subglotik kongenital kelainan ketiga tersering. Terdapat penyempitan sub
Glotik 2-3 cm dibawah pita suara. Merupakan sebab tersering untuk tindakan trakeostomi pada
Anak dibawah umur 1 tahun. Beberapa kelainan dapat menyebabkan stenosis ini.
Laryngeal web terdapat selaput transparan yang dapat tumbuh didaerah supraglotik,
glotis atau subglotik, terbanyak di glotis (75%), namun yang paling berat sehingga memerlukan
tindakan trakeostomi bila tumbuh di subglotik.
Beberapa kelainan kongenital laring lainnya seperti kista laring, hemangioma, laringokel,
Epiglotis bifida lebih jarang ditemukan
II. Peradangan laring.
Laringitis dapat akut non spesifik dan spesifik.
kronis non spesifik dan spesifik.
Laringitis akut non spesifik pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis
(common cold). Etiologi umumnya Virus, invasi bakteri biasanya sekunder. Gejala biasanya seperti
common cold disertai dengan suara serak, kecuali pada anak sering disertai sumbatan jalan
nafas, namun umumnya dapat diatasi dengan terapi konservatif saja.
Istirahat bicara/suara selama beberapa hari, disamping menghindari iritasi tenggorok sangat
penting dalam terapi.

Laringitis akut spesifik Difteri dan Herpes laring.


Difteri infeksi akut yang disebabkan bakteri gram(+) corynebacterium
diphtheriae, dapat mengenai sebagian atau seluruh saluran napas atas. Lebih
sering timbul pada anak dan biasanya menyebabkan sumbatan jalan nafasyang
memerlukan tindakan trakeostomi darurat/segera.
Herpes infeksi akut yang disebabkan virus. Paling sering ditemukan pada
balita 6 bulan sampai 3 tahun. Biasanya sembuh sendiri dalam 1 3 minggu, dan
jarang menyebabkan sumbatan laring.
Laringitis kronis non spesifik biasanya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis kronis atau bronkitis kronis. Penyebab lainnya iritasi kronis pada laring
seperti penggunaan suara berlebihan (vocal abuse), asap rokok/asap industri dan
alkohol. Keluhan yang menonjol suara serak yang menetap dan rasa tersangkut
ditenggorok. Terapi yang terpenting, istirahat suara (vocal rest) dan mengobati
faktor penyebab.
Nodul pita suara merupakan laringitis kronis yang terlokalisasi. Lesi
khas berupa massa kecil jaringan inflamasi dibagian tengah pita suara.
Penyebabnya penggunaan suara berlebihan dan terus menerus atau fonasi
hiperkinetik, karena itu paling sering terjadi pada pengguna suara profesional.
Kelainan awal ditandai dengan suara pecah pada nada tinggi dan gagal dalam
mempertahankan nada.
Polip pita suara massa polipoid ditengah pita suara merupakan lesi
Jinak laring yang sering ditemukan. Penyebabnya penggunaan suara berlebihan
tapi tanpa memerlukan waktu lama atau infeksi saluran nafas atas. Suara serak
merupakan keluhan utama.

Laringitis kronis spesifik ada 2 penyakit disini yaitu laringitis tuberkulosi


dan laringitis luetika. Keduanya biasanya m.erupakan kelanjutan dari penyakit
primernya. Tuberkulosis umumnya lebih sering ditemukan. Pengobatannya sesuai
dengan penyakit primernya.
III. Tumor laring
Papiloma laring merupakan tumor jinak laring yang paling sering
ditemukan. Ada 2 jenis, tipe juvenil (anak) biasanya multipel dan mengalami regresi
waktu dewasa, sedang tipe dewasa biasanya tunggal,tidak mengalami regresi dan
merupakan prekanker. Sifat yang menonjol dari tumor ini, sering tumbuh kembali
setelah diangkat sehingga operasi harus dilakukan berulang kali.
Karsinoma laring karsinoma sel skuamosa merupakan tumor ganas laring
yang tersering. Tumor dapat ditemukan disupraglotik, glotik dan subglotik. Etiologi
tidak diketahui, walaupun insidens tertinggi ditemukan pada perokok dan
peminum. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomik dari
bahan biopsi laring. Untuk menggambarkan secara tepat lokasi, luas tumor dan
metastasis tumor dibuat stadium menurut klasifikasi TNM (AJCC dan UICC 1988)
T = tumor ( Tis, T1-4)
N = penjalaran kekelenjar limfa ( Nx, No-3)
M = metastasis jauh ( Mx, Mo-1)
Penentuan stadium setelah diagnosis ditegakkan sangat menentukan tindakan
yang akan dilakukan.

Cara penanggulangan yang lazim dilakukan yaitu pembedahan, radioterapi dan


Sitostatika atau kombinasi tergantung stadium penyakit dan keadaan umum
pasien.

Trauma laring

Penyebab trauma laring yang tersering adalah trauma tumpul akibat benturan
leher pada kecelakaan mobil/motor, olahraga bela diri, terkena tangkai pompa air
dan gantung diri.
Ballenger membagi penyebab trauma laring atas :
I.Trauma mekanik.
1. Eksterna
: trauma tumpul/tajam, komplikasi trakeostomi atau
krikotirotomi.
2. Interna
: tindakan endoskopi, intubasi endotrakea atau
pemasangan NGT.
II. Luka bakar laring.
1. Luka bakar termal : tertelan makanan/minuman panas, terhirup udara/
gas panas.
2. Luka bakar kimia : basa kuat (NaOH, KOH), amonia, natrium hipoklorit
(clorox), Orthophenylphenol (Lysol).
III. Trauma radiasi : biasanya pada radioterapi tumor ganas leher.
IV. Trauma autogen : penggunaan suara yang berlebihan.

Patofisiologi trauma laring


Edem atau hematoma laring yang khas mengenai plika ariepiglotika dan pita suara
palsu, karena pengumpulan cairan/darah dengan cepat yang dimungkinkan oleh kemampuan jaringan submukosa laring untuk meregang terutama di supraglotik.
Robekan mukosa laring-faring dapat menyebabkan emfisema subkutis segera dan
terjadinya kontaminasi leher dalam yang selanjutnya terjadi selulitis, abses atau fistel.
Berdasarkan beratnya kerusakan yang timbul, Boyes (1968) membagi trauma laring
dalam 3 golongan yang erat hubungannya dengan fungsi utama laring sebagai saluran nafas
yang adekuat :
1. Trauma dengan kelainan mukosa saja tanpa kelainan tulang rawan.
2. Trauma dengan kerusakan tulang rawan (crushing injuries).
3. Trauma yang mengakibatkan sebagian jaringan hilang.
Gejala dan tanda klinis.
Gejala klinis :1. Stridor inspirasi disertai meningkatnya obstruksi saluran nafas atas.
2. Disfonia atau afonia.
3. Batuk disertai hemoptisis dan hematemesis.
4. Nyeri pada leher.
5. Disfagia dan odinofagia.
Tanda klinis: 1. Deformitas leher termasuk perubahan bentuk dan pembengkakan.
2. Emfisema subkutis.
3. Nyeri tekan laring.

4. Krepitasi tulang.
Adanya obstruksi jalan nafas dan emfisema subkutis menunjukkan kerusakan laring

berat.

Diagnosis.
Terdapatnya salah satu manifestasi klinik diatas merupakan dasar perkiraan
adanya trauma yang berat dan merupakan indikasi untuk melakukan pemeriksaan :
- Laringoskopi langsung/tak langsung melihat edem, hematoma, mukosa dan
tulang rawan yang bergeser serta paralisis pita suara.
- Rontgen foto leher dan dada mendeteksi adanya fraktur laring-trakea dan
Pneumotoraks.
- CT Scan laring menggambarkan panjang stenosis laring-trakea, derajat
trauma jaringan lunak atau fibrosis (trauma mukosa, jaringan lunak dan tulang rawan)
dan mengukur daerah paling sempit dari segmen yang obstruksi.
Terapi.
Terapi awal pada trauma laring adalah :
1. Mempertahankan aliran udara adekuat, mungkin diperlukan tindakan
trakeostomi.
2. Penilaian terhadap trauma dan menentukan terapi defenitif harus segera
dilakukan atau ditunda, tergantung pada keadaan klinisnya.
Indikasi eksplorasi laring adalah :
1. Sumbatan jalan nafas yang memerlukan trakeostomi.
2. Emfisema subkutis yang progresif.
3. Laserasi mukosa yang luas.
4. Tulang rawan krikoid yang terbuka.
5. Paralisis pita suara bilateral.

Anda mungkin juga menyukai