Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

GENERAL ANESTESI

Disusun oleh :
M.Fiqih Hidayat
01.207.5514

Pembimbing:
dr. Kiswono Basuki, Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2012

LEMBARAN PENGESAHAN

Nama

: M.Fiqih Hidayat

Nim

: 01.207.5514

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Islam Sultan Agung

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Kepaniteraan Klinik

: Anestesiologi

Periode Kepaniteraan Klinik

: 2 April - 28 April 2012

Judul Referat

: General Anestesi

Di ajukan

: April 2012

Pembimbing

: dr. Kiswono Basuki Sp.An

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL....................

PEMBIMBING :

dr. Kiswono Basuki Sp.An

BAB I
PENDAHULUAN

Anestesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan
anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.
Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak
selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis
anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya
menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total, yaitu hilangnya
kesadaran secara total. Sedangkan anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu
yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa
pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf
yang berhubungan dengannya. Anestesi regional dibagi menjadi blok sentral (blok
neuroaksial) meliputi spinal,epidural dan kaudal dan blok perifer (blok saraf) misalya blok
pleksus brakialis, aksiler analgesia regional intravena
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan
kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah
selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan nyeri sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversibel.
Trias Anestesi

Hipnotik (tidur)

Analgesia (bebas dari nyeri)

Relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot)

Hanya eter yang memiliki trias anestesia. Karena anestesi modern saat ini
menggunakan obat-obat selain eter, maka anestesi diperoleh dengan menggabungkan
berbagai macam obat.
2. Metode anestesi umum
I.
Parenteral
Anestesia umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun
intramuskular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat atau untuk
II.

induksi anestesia.
Perektal
Metode ini sering digunakan pada anak, terutama untuk induksi anestesia

III.

maupun tindakan singkat.


Perinhalasi
Yaitu menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile
agent) dan diberikan dengan O2. Konsentrasi zat anestetika tersebut
tergantunug dari tekanan parsialnya; zat anestetika disebut kuat apabila
dengan tekanan parsial yang rendah sudah mampu memberikan anestesia yang
adekuat.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi umum


A. Faktor Respirasi
Hal-hal yang mempengaruhi tekanan parsial zat anestetika dalam alveolus
adalah:

1. Konsentrasi zat anestetika yang diinhalasi; semakin tinggi konsentrasi, semakin


cepat kenaikan tekanan parsial
2. Ventilasi alveolus; semakin tinggi ventilasi, semakin cepat kenaikan tekanan
parsial
B. Faktor Sirkulasi
Saat induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial lebih besar
daripada darah vena. Faktor yang mempengaruhinya adalah:

Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus dan darah
vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestetika diserap jaringan dan sebagian
kembali melalui vena.

Koefisien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat anestetika dalam darah
terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan seimbang.

Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung.

C. Faktor Jaringan

Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan jaringan

Koefisien partisi jaringan/darah

Aliran darah dalam masing-masing 4 kelompok jaringan (jaringan kaya pembuluh


darah/JKPD, kelompok intermediate, lemak, dan jaringan sedikit pembuluh
darah/JSPD)

D. Faktor Zat Anestetika


Potensi dari berbagai macam obat anestetika ditentukan oleh MAC (Minimal
Alveolus Concentration), yaitu konsentrasi terendah zat anestetika dalam udara
alveolus yang mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang
rasa sakit. Semakin rendah nilai MAC, semakin poten zat anestetika tersebut.

E. Faktor Lain

Ventilasi, semakin besar ventilasi, semakin cepat pendalaman anestesi

Curah jantung, semakin tinggi curah jantung, semakin lambat induksi dan
pendalaman anestesia

Suhu, semakin turun suhu, semakin larut zat anestesia sehingga pendalaman
anestesia semakin cepat.

4. Stadium Anestesi
a. Stadium I disebut juga stadium analgesi atau stadium disorientasi. Pada
stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi
(hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi
dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini
b. Stadium II disebut juga stadium delirium atau stadium eksitasi.
dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. dalam stadium ini
penderita dapat meronta-ronta, pernafasan ireguler, pupil membesar, reflek
cahaya positif, gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot
meninggi, reflek fisiologis masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah,
kadang-kadang kencing atau defekasi.
stadium ini diakhiri dengan hilangnya reflek menelan dan kelopak mata dan
selanjutnya nafas menjadi teratur. stadium membahayakan penderita karena itu
harus segera diakhiri. keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan
premedikasi yang adekuat,persiapan psiologi penderita dan induksi yang halus
dan tepat.
c. Stadium III disebut juga stadium operatif
dibagi menjadi 4 plane
Plane 1
dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata.
ditandai pernapasan teratur, nafas dada dan perut seimbang, pupil
midriasis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan

muntah tidak ada


Plane 2
dari berhentinya gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot
interkostal.
ditandai pernapasan teratur, volume tidal menurun, frekuensi nafas
meningkat, bola mata tidak bergerak, pupil midriasis, refleks cahaya

mulai menurun
Plane 3
dari permulaan paralise otot interkostal sampai paralise seluruh otot
interkostal.
ditandai dengan pernafasan abdominal lebih dominan dari torakal
karena terjadi paralisis otot interkostal, pupil makin melebar, reflek

cahaya hilang, tonus otot makin menurun.


Plane 4
dari paralise semua otot interkostal sampai paralise diafragma.

ditandai paralisi otot interkostal, pernafasan lambat, ireguler, tidak


adekuat, pupil melebar, tonus otot makin menurun, reflek cahaya
negatif.
d. Stadium IV disebut juga stadium over dosis atau stadium paralisis. dari
paralisis diafragma sampai apneu dan kematian.
ditandai dengan hilangnya semua reflek, pupil dilatasi, terjadi respirasi failure
dan diikiuti dengan circulatory failure.
5. Persiapan Praanestesi
Premedikasi
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi
diantranya :
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Mengurangi mual dan muntah pasca bedah
Mengurangi isi cairan lambung
Membuat amnesia
Memperlancar induksi anestesi
Meminimalkan jumlah obat anestesi
Mengurangi reflek yang membahayakan
6. Obat-obat Anestesi
I.
OBAT PREMEDIKASI
a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik
Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama
untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan
parasimpatis, baik akibat obat atau anestesikum maupun tindakan lain dalam
operasi. Disamping itu efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organorgan dan menurunkan spasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat ini
tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan anestesi umum.
Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik
ada perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu
sebaiknya obat ini tidak digunakan untuk anestesi regional atau lokal.
Pemberiannya harus hati-hati pada penderita dengan suhu diatas normal dan
pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi aurikuler.

Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan
0,50 mg. Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena
dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.

b. Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer)


Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi,
induksi dan pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam
bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat.
Pada pasien orang tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi
jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul
dalam 2 menit setelah penyuntikan.
Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan
umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien
lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.
Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan
pernafasan, umumnya hanya sedikit
c. Cedantron 4 mg (Ondansentrone)
Suatu antagonis reseptor serotonin 5 HT 3 selektif. Baik untuk
pencegahan dan pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa
ipotensi, bronkospasme, konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewas 2-4 mg.
II.

OBAT INDUKSI

a. Tracrium 20 mg (Atracurium) : nondepolarisasi


Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare)
berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan
depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin
tidak dapat bekerja.

Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya


selama 20-45 menit dan dapat meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 25 0 C,
kecepatan efek kerjanya 1-2 menit.
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan
saraf-otot mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat
bekerja. Antikolinesterase yang paling sring digunakan ialah neostigmin dengan
dosis (0,04-0,08 mg/kgBB) atau obat antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh
otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia,
kejang bronkus, hipermotilitas

usus

dan pandangan

kabur, sehingga

pemberiannya harus disertai obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02


mg/kgBB atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3 mg/kgBB pada
dewasa.

b. Recofol 80 mg (Profofol)
Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan
karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual.
Profofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat
isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam lemak.
Profopol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol
adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam
waktu 30 detik.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse.
Dosis sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55
tahun dosis untuk induksi maupun maintanance anestesi itu lebih kecil dari
dosis yang diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara
pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui
infus, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada cara pemberian

pada oranag dewasa di bawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV
dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat
III.

MAINTAINANCE

a. N2O
N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C (NH4 NO3
2H2O + N2O)
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi,
tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O
harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi
analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang
persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi
dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya.
Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar
mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi.
Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10
menit.
Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O :
O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik
digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan
pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien
pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.
b. Halothane (Fluothane)
Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak
berwarana yang mudah menguap dan berbau harum. Pemberian halothane
sebaiknya bersama dengan oksigen atau nitrous okside 70%-oksigen dan
sebaiknya menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi untuk halothane agar
konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan. Pada nafas
spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1

vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Kelebihan dosis
menyebabkan depresi pernafasan, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi,
bradikardia, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan
inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane sering menyebabkan
pasien menggigil

BAB III
KESIMPULAN
Dalam melakukan anestesi umum perlu dilakukan berbagai macam
persiapan,antara lain :
1. Persipan Praanestesi
Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya. Dilakukan penilaian praoperasi.
Keadaan hidrasi pasien dinilai, akses intravena dipasang untuk pemberian cairan infus,
transfusi dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan elektrografi, tekanan darah, saturasi
Cb, kadar CO2 dalam darah (kapnograf), dan tekanan vena sentral (CVP). Premedikasi
dapat diberikan. oral, rektal, intramuskular, atau intravena.
2. Induksi Anestesi
Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat
induksi diberikan secara intravena seperti tipental, ketamin, diazepam, midazolam, dan
profol. Jalan napas dikontrol dengan sungkup muka atau napas orofaring/nasofaring.

Setelah itu dilakukan intubasi trakhea. Setelah kedalaman anestesi tercapai, posisi
pasien disesuaikan.
3. Rumatan Anestesi
Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang
dipantau adalah fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi, dan kedalaman
anestesi, misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas,
takikardi, hipertensi, keringat, air mata, midriasis.
Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali tergantung
jenis, lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan
kebutuhan puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dan lain-lain
Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan tekanan
darah. Peningkatan tekanan darah dan dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi kurang
dalam. Hal ini disebabkan karena terjadi sekresi adrenalin. Diatasi dengan membuat
anestesi lebih dalam, yaitu dengan meningkatkan konsentrasi halotan atau suntikan
barbiturat. Penurunan tekanan darah dan nadi halus sebagai tanda syok dapat
disebabkan karena kehilangan banyak darah. Hal ini diatasi dengan pemberian cairan
pengganti plasma atau darah. Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat
disebabkan karena anestesi terlalu dalam atau terlalu ringan serta kehilangan banyak
darah atau cairan. Peningkatan tekanan darah dan tekanan nadi serta penurunan frekuensi
nadi disebabkan transfusi yang berlebihan. Diatasi dengan penghentian transfusi.
4. Pemulihan Pasca-Anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau
keruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik
dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan
dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pemapasan,
suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dan lain-lain
Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit,
kesadaran, sirkulasi, pemapasan dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrette. Idealnya
pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. namun bila skor total
telah diatas 8 pasien boleh dipindahkan dari ruang pemulihan.

Skor Pemulihan Pasca-Anestesi


Penilaian
Merah muda
Warna

Pucat

Sianotik
Dapat bernafas dalam dan batuk

0
2

Pernapasan Dangkal namun pertukaran udara adekuat

Sirkulasi

Nilai
2

Apnea atau obstruksi


Tekanan darah menyimpang <20%>

0
2

Tekanan darah menyimpang 20-50% dari normal

Tekanan darah menyimpang >50% dari normal


Sadar, siaga, dan orientasi

0
2

Kesadaran Bangun namun cepat kembali tertidur

Tidak berespon
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan

0
2

Dua ekstremitas dapat digerakkan

Tidak bergerak

Aktivitas

DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2011. Anestesi Regional
http://www.scribd.com/doc/61536658/Anestesi-umum. 14 April 2012
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi
kedua 2007 Jakarta Anestesiologi dan terapi intensif Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia
Soenarjo, Jatmiko HD, Anestesiologi 2010 Semarang Anestesiologi dan
terapi intensif Fakultas kedokteran Undip/RSUP Kariadi Semarang

Anda mungkin juga menyukai