Anda di halaman 1dari 6

NERVUS I (OLFACTORIUS)

Nervus craniales merupakan dua belas pasang nervus yang keluar dari basis
crania. Nervus craniales dinomori dengan angka romawi (I XII) berdasarkan urutan
keluarnya dari Truncus ensefali mulai dari anterior sampai posterior. Fila olfactoria
menjadi nervus cranialis pertama dan secara bersama-sama dinamai N. olfactorius (I).
Melalui fila, neuron-neuron olfactoria bipolar (ada satu ganglion sensorik tak bernama
yang terletak di dalam mukosa olfactoris) berproyeksi ke dalam Bulbus olfactorius, yakni
bagian telencephalon yang berpindah tempat ke arah cranial di dalam perkembangan
manusia. Dengan demikian, bulbus tersebut menjadi Nucleus terminationis bagi
N.olfactorius (I). Namun, nucleus ini tidak terbenam di dalam Truncus encepali, tetapi
terletak di luar Lamina cribrosa.
Nervus Olfactorius (I) beserta dengan Nervi olfactorius (Fila olfactorius) dan
Tractus olfactoria memiliki luas sekitar 2 cm 2 terdapat di kedua sisi atau cavum nasi.
Region ini mengandung sekitar 30juta sel sensorik olfactoria yang berespons terhadap
sinyal kimiawi. Sel-sel ini adalah neuron bipolar (neuron olfactorius, neuron pertama,
SAS). Di satu sisi, neuron tersebut berhubungan dengan lingkungan luar dan di sisi lain,
aksonnya membentuk fila olfactorius. Neuron olfactoria memiliki usia hidup pendek,
306hari, dan diganti oleh neuronal stem cells sepanjang hidup.

Fila olfactorius dan bulbus olfactorius. Prosesus sentral (neurit) sel-sel olfactorius
bersatu membentuk berkas yang

mengandung ratusan serabut tidak bermielin yang

diselubungi oleh lapisan sel Schwan. Fila olfactorius ini, sebetulnya adalah nervus
olfactorius (dengan dmeikian N I terdiri dari serabut-serabut saraf perifer, tetapi bukan
sebuah saraf perifer seperti pada saraf sensorik biasa). Serabut ini berjalan melewati
lubang-lubang kecil di lamina kribiformis dan masuk ke bulbus olfactorius, tempat
serabut-serabut ini membentuk sinaps pertama jaras olfactorius. Meskipun secara fisik
tidak terletak di korteks serebri, bulbus olfactorius sebenarnya merupakan bagian
telensefalon. Di dalamnya, sinaps yang kompleks dibentuk di dendrite sel-sel mitral,
tufted cells, dan sel granular.
Sekitar 50%

reseptor olfaktori beradaptasi pada detik pertama atau setelah

terkena rangsang. Suatu mekanisme neuronal dari adaptasi ini, yaitu sebagai berikut :
Sejumlah besar serabut saraf sentrifugal melintas dari daerah olfaktori otak ke belakang
sepanjang traktus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel inhibitor pada bulbus olfaktorius,
yaitu sel granula. Diperkirakan bahwa ketidakpekaan bau untuk setiap Substansi
mencerminkan kurangnya protein reseptor yang cocok pada sel-sel olfaktori untuk
substansi tersebut.
Walaupun lebih banyak dari pengecapan, penciuman mempunyai kualitas afektif
enak atau tidak enak. Terdapat pula ambang batas penciuman, salah satu karakteristik
penciuman yang utama adalah jumlah bahan perangsang yang terkandung dalam udara
yang sering dibutuhkan untuk menimbulkan sensasi penciuman. Walaupun ambang batas
konsentrasi substansi Yang mengeluarkan bau sangat kecil, hanya dengan konsentrasi
sebesar 10 sampai 50 kali di atas nilai ambang batas, sering kali dapat menghasilkan
intensitas bau yang maksimal.
Sistem olfaktorius adalah satu-satunya system sensorik dimana impuls mencapai
korteks tanpa dihubungkan lebih dahulu ke thalamus.

Bau yang mencetuskan nafsu makan, menginduksi reflex salivasi, sedangkan bau
yang amis mencetuskan mual, dan muntah. Reaksi ini berhubungan dengan emosi.
Penciuman dapat menyenangkan dan menjijikkan. Serat utama yang berhubungan dengan
daerah otonom adalah berkas otak depan medial dan stria medularis thalamus.
Lesi pada satu traktus olfaktorius dalam menimbulkan beberapa gangguan
penciuman, yaitu:
1. Anosmia
Anosmia adalah hilangnya sensasi penciuman yang dapat disebabkan oleh
adanya kelainan kelainan agnesis trunkus olfaktorius,trauma yang
mengenai N olfaktorius /bulbus olfaktorius, tumor di frontal lobe/mengioma
di N.olfaktorius. Pada mukosa ruang hidung yang edematous karena flu
atau infeksi apapun, penghiduan terganggu. Pada rhinitis kronik, dimana
mukosa ruang hidung menjadi atrofik, daya penghidu dapat hilang untuk
seterusnya. Berkas nervus olfaktorius dapat ikut cedera pada trauma capitis.
2. Hiperosmia
Hiperosmia merupakan sensasi penciuman yang berlebihan, biasanya pada
kasus : histeria,adiksikokain
3. Parosmia
Parosmia adalah abnormalitas penciuman, sehingga penghiduan tidak sesuai
dengan jenis bau yang sebenarnya. Minyak wangi, misalnya dapat tercium
sebagai bau terasi atau lain jenis bau yang tidak enak. Terjadi
pada:Skizofrenia,lesi gyrus unsinatus,dan histeria
4. Kakosmia
Kakosmia adalah timbulnya bau tidak enak seperti bau busuk. Biasanya
terjadi akibat dekomposisi jaringan
5. Halusinasi olfaktorius
Halusinasi olfactorius ini merupakan halusinasi penciuman yang sering
terjadi pada psikosis,epilepsi,gyrus unsinatus (uncinate pits)akibat lesi unkus
dan hipokampus .Rangsangan terhadap bulbus atau korteks olfatorik primer
4

membangkitkan halusinasi olfaktorik Halusinasi olfaktorik pada epilepsi


dapat disertai automatisme, yaitu perbuatan yang dilakukan tanpa disadari,
namun memperlihatkan pola wajar yang bermakna.
Sebaliknya, ia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena
kemampuan untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan
menjadi hilang.

Anda mungkin juga menyukai