Anda di halaman 1dari 34

3.

APA DAN SIAPA


MANUSIA
MAKHLUK YG DPT DIINDERA
DG PANCA INDERA

ISTILAH MANUSIA DLM


AL-QURAN
Al-Qur'an adalah kitab manusia.
Karena al-Qur'an seluruhnya berbicara
untuk manusia atau berbicara tentang
manusia. Dr. Yusuf Qardhawi
Dalam al-Qur'an, ada tiga istilah kunci
yang mengacu kepada makna pokok
manusia: basyar, insan, dan al-Nas

Ada konsep-konsep lain yg jarang


digunakan dlm al-Qur'an dan dpt dilacak
pada salah satu di antara tiga istilah kunci
di atas
unas, anasiy, insiy, ins.

Unas
Disebut lima kali dalam al-Qur'an (2:60;
7:82; 70:160; 17:71; 27:56) dan
menunjukkan kelompok atau golongan
manusia.
Dlm QS. 2:60, misalnya, unas digunakan
untuk menunjukkan 12 golongan dalam
Bani Israil.
Surat 17:21 dg jelas menunjukkan makna
ini pada hari kami memanggil setiap unas
dg imam mereka.

Anasiy
Hanya disebut satu kali (25:49).
Anasiy dlm bentuk jamak dari insan, dg
mengganti nun atau ya atau boleh juga
bentuk jamak dari insiy, seperti kursiy,
menjadi karasiy (Lihat al-Thabrasi, 1937),
yang merupakan bentuk lain dari insan.

Ins
Disebut 18 kali dalam al-Qur'an, dan
selalu dihubungkan dengan jinn sebagai
pasangan makhluk manusia yang
mukallaf (6:112, 128, 130; 7:38, 179;
17:88; 27:17; 41:25, 29; 46:18; 51:56;
55:33, 39, 56, 74; 72:5, 6).

1. Basyar
Basyar disebut 27 kali.
Dalam seluruh ayat tsb, basyar memberikan
referensi pada manusia sebagai makhluk
biologis.
Lihatlah bagaimana Maryam berkata, Tuhanku,
bagaimana mungkin aku mempunyai anak,
padahal aku tidak disentuh basyar (3:47); atau
bagaimana kaum yg diseru para nabi menolak
ajarannya, karena nabi hanyalah basyar
--manusia biasa yg "seperti kita," bukan
superman.

Kata Basyar dihubungkan dengan mitslukum


(tujuh kali) dan mitsluna (enam kali) diantara
ayat-ayat tersebut di muka.
Nabi Muhammad saw, disuruh Allah menegas
kan bahwa scr biologis, ia seperti manusia yg
lain, Katakanlah, aku ini manusia biasa (basyar)
seperti kamu, hanya saja aku diberi wahyu bhw
Tuhanmu ialah Tuhan yg satu (18:110; 41:6).
Ttg para Nabi, orang-orang kafir selalu berkata,
Bukankah ia Basyar seperti kamu, ia makan
apa yg kamu makan, dan ia minum apa yg
kamu minum (33:33).

Ayat ini ditegaskan dalam QS. 25: 7,


Mereka berkata, Bukankah Rasul itu
memakan makanan dan berjalan-jalan
di pasar; dan QS. 25: 20, Dan tidak Kami
utus sebelummu para utusan kecuali
mereka itu memakan makanan dan
berjalan-jalan di pasar.
Ketika wanita-wanita Mesir takjub melihat
ketampanan Yusuf as., mereka berkata,
Ya Allah, ini bukan basyar, tapi ini tidak
lain kecuali malaikat yang mulia (12:31).

Secara singkat konsep basyar selalu


dihubungkan dengan sifat-sifat biologis
manusia: makan, minum, seks, berjalan di
pasar.
Dari segi inilah, kita tdk tepat menafsirkan
basyarun mitslukum sbg manusia seperti
kita dalam hal berbuat dosa.
Kecenderungan para Rasul untuk tdk
patuh pd dosa dan kesalahan bukan sifatsifat biologis, tapi sifat-sifat psikologis
(atau spiritual).

Sama tidak tepatnya untuk tidak


menafsirkan Sesungguhnya telah kami
jadikan insan dalam bentuk yang sebaikbaiknya (95: 4) dengan menunjukkan
karakteristik fisiologi manusia.
Yusuf Ali (1977: 1759) dengan tepat
menafsirkan ayat ini to man God gave the
purest and the best nature, and man's
duty is to preserve the pattern on which
God has made him (QS 30:30).

Al-Syaukani (1964, 5: 465) menyebutkan


umumnya para mufasir mengartikan ayat
ini untuk menunjukkan kelebihan manusia
secara fisiologis: berjalan tegak, dan
makan dengan menggunakan tangan.
Ibn 'Arabi berkata, Tak ada makhluk Allah
yang lebih bagus daripada manusia.
Allah membuatnya hidup, mengetahui,
berkuasa, berkehendak, berbicara,
mendengar, melihat, dan memutuskan,
dan ini adalah sifat-sifat rabbaniyah.

2. Insan
Semantic field istilah insan, berbeda dg basyar.
Insan disebut 65 kali dalam al-Qur'an.
Konteks insan dikelompokkan dlm 3 kategori.
1.Insan dihubungkan dg keistimewaannya sebagai
khalifah atau pemikul amanah.
2.Insan dihubungkan dg predisposisi negatif diri
manusia.
3.Insan dihubungkan dg proses penciptaan
manusia.
Kecuali kategori ketiga akan dijelaskan kemudian,
semua konteks insan menunjuk pd sifat-sifat
psikologis atau spiritual

Pertama
Kita melihat keistimewaan manusia sebagai
wujud yang berbeda dengan hewani.
Menurut al-Qur'an, manusia adalah makhluk yg
diberi ilmu, Yg mengajar dg pena, mengajar
insan apa yg tidak diketahuinya. [5] (96: 4, 5),
"Ia mengajarkan (insan) al-bayan" [6] (55: 3).
Manusia diberi kemampuan mengembangkan
ilmu dan daya nalarnya. Karena itu juga, kata
insan berkali-kali dihubungkan dg kata nazhar.

Insan disuruh menazhar (merenungkan,


memikirkan, menganalisis, mengamati)
perbuatannya (79: 35), proses terbentuknya
makanan dari siraman air hujan hingga
terbentuknya buah-buahan (80: 24-36), dan
penciptaannya (86: 5).
Dlm hubungan inilah, setelah Allah menjelaskan
sifat insan yg tdk labil, Allah berfirman, Akan
Kami perlihatkan kpd mereka (insan) tandatanda Kami di alam semesta ini dan pada diri
mereka sendiri shg jelas baginya bahwa ia itu alHaq (41: 53).

Kedua
Manusia adalah makhluk yang memikul
amanah (33: 72).
Menurut Fazlur Rahman (1967: 9), amanah
adalah menemukan hukum alam, menguasainya
atau dlm istilah al-Qur'an "mengetahui nama
semuanya" dan kemudian menggunakannya,
dg inisiatif moral insani, untuk menciptakan
tatanan dunia yg baik. (Al-Thabathabai, tt, 351352) mengutip berbagai pendapat para mufassir
ttg makna amanah dan memilih makna amanah
sbg predisposisi (isti'dad) untuk beriman dan
mentaati Allah.

Di dalamnya terkandung makna khilafah,


manusia sebagai pemikul al wilayah alilahiyyah.
Amanah inilah yg dlm ayat-ayat lain
disebutkan sbg perjanjian (ahd, mitsaq,
'isr).
Predisposisi untuk beriman inilah yang
digambarkan scr metaforis dlm surat
7:172.

Ketiga
Karena manusia memikul amanah, maka
insan dalam al-Qur'an juga dihubungkan dg
konsep tanggung jawab (75: 36; 75:3; 50:16).
Ia diwasiatkan untuk berbuat baik (29:8; 31:14;
46:15); amalnya dicatat dg cermat untuk diberi
balasan sesuai dg apa yg dikerjakannya (53: 39)
Karena itu, insanlah yg dimusuhi setan (17:53;
59:16) dan ditentukan nasibnya di hari Qiyamat
(75:10, 13, 14; 79:35; 80:17; 89:23).

Keempat
Dalam menyembah Allah, insan sangat
dipengaruhi lingkungannya
Bila ia ditimpa musibah, ia cenderung
menyembah Allah dengan ikhlas; bila ia
mendapat keberuntungan, ia cenderung
sombong, takabur, dan bahkan musyrik
(10:12; 11:9; 17:67; 17:83; 39:8, 49;
41:49, 51; 42:48; 89:15).

Pada kategori kedua, kata insan dihubungkan


dengan predisposisi negatif pada diri manusia.
Menurut al-Qur'an, manusia itu cenderung zalim
dan kafir (14:34; 22:66; 43:15), tergesa-gesa
(17:11; 21:37), bakhil (17: 100), bodoh (33:72),
banyak membantah atau mendebat (18:54;
16:4; 36:77), resah, gelisah, dan segan
membantu (70:19; 20,21), ditakdirkan untuk
bersusah payah dan menderita (84:6; 90:4),
tidak berterima kasih (100:6), berbuat dosa
(96:6; 75:5), meragukan hari akhirat (19:66).

Bila dihubungkan dengan sifat-sifat


manusia pada kategori pertama, insan
menjadi makhluk paradoksal, yang
berjuang mengatasi konflik dua kekuatan
yang saling bertentangan: kekuatan
mengikuti fitrah (memikul amanat Allah)
dan kekuatan mengikuti predisposisi
negatif.
Kedua kekuatan ini digambarkan dengan
kategori ayat-ayat ketiga.

Secara menarik proses penciptaan manusia


atau asal kejadian manusia dinisbahkan pada
konsep insan dan basyar sekaligus.
Sebagai insan manusia diciptakan dari tanah
liat, saripati tanah, tanah (15:26; 55:14; 23:12;
32:7). Demikian pula basyar berasal dari tanah
liat, tanah (15:28; 38:71; 30:20) dan air (25:54).
Dpt disimpulkan bahwa proses penciptaan
manusia menggambarkan secara simbolis
karakteristik basyari dan karakteristik insani.

Menurut Qardhawi (1973: 76)


Manusia adalah gabungan kekuatan
tanah dan hembusan Ilahi (bain qabdhat
al-thin wa nafkhat al-ruh).
Yg pertama, unsur material dan yg kedua
unsur ruhani.
Yg pertama unsur basyari, yg kedua
unsur insani

Menurut Abbas Mahmud al-'Aqqad


(1974, 7:381).
Keduanya harus tergabung dlm
keseimbangan. "Tdk boleh (seorang
mukmin) mengurangi hak tubuh untuk
memenuhi hak ruh, dan tdk boleh ia
mengurangi hak ruh untuk memenuhi hak
tubuh," kata

3. Al-Nas
Konsep kunci ketiga ialah al-Nas yang
mengacu pada manusia sebagai
makhluk sosial.
Inilah manusia yang paling banyak disebut
al-Qur'an (240 kali, lihat 'Abd al-Baqi, alMu'jam; pada kata al-Nas).
Al-Nas menunjuk pada manusia sebagai
makhluk sosial.

Pertama

Banyak ayat yg menunjukkan kelompok sosial dg


karakteristiknya.
Ayat-ayat itu lazimnya dikenal dg ungkapan;
wa min al-Nas (dan diantara sebagian manusia).
Dg memperhatikan ungkapan ini, ditemukan
kelompok manusia yg:
1.menyatakan beriman, tapi sebetulnya tdk
beriman (2:8),
2.mengambil sekutu terhadap Allah (2:165),
3.hanya memikirkan kehidupan dunia (2: 200),

4.mempesonakan orang dalam


pembicaraan tentang kehidupan dunia,
tetapi memusuhi kebenaran (2: 204),
5.berdebat dengan Allah tanpa ilmu,
petunjuk, dan al-Kitab (22:3,8; 31:20),
6.menyembah Allah dg iman yang lemah
(22: 11; 29:10),
7. menjual pembicaraan yg menyesatkan
(31:6);
8.orang yang rela mengorbankan dirinya
untuk mencari kerelaan Allah.

Kedua
Dg memperhatikan ungkapan aktsar alNas, dpt disimpulkan, sebagian besar
manusia mempunyai kwalitas rendah,
baik dari segi ilmu maupun dari segi iman

Menurut al-Qur'an sebagian


manusia itu:
1.tidak berilmu (7:187; 12:21; 28,68; 30:6,
30; 45:26; 34:28,36; 40:57),
2.tidak bersyukur (40:61; 2:243; 12:38),
3.tidak beriman (11:17; 12:103; 13:1),
4.fasiq (5:49),
5.melalaikan ayat-ayat Allah (10:92),
6.kafir (17:89; 25:50),
7.dan kebanyakan harus menanggung azab
(22:18).

Fasik adalah
Secara etimologis (bahasa), dalam
ungkapan orang Arab, fasik (al-fisq)
maknanya adalah keluar dari sesuatu (alkhurj an asy-syayi) (al-Qurtubhi, Tafsr alQurthubi, 1/246.),
Secara terminologis (istilah), menurut alJurjani, orang fasik adalah orang yang
menyaksikan tetapi tidak meyakini dan
melaksanakan (al-Jurjani, At-Tarft. I/211).

Menurut al-Manzhur lebih lanjut


menjelaskan bahwa fasik (al-fisq)
bermakna maksiat, meninggalkan perintah
Allah, dan menyimpang dari jalan yang
benar.

Fasik juga berarti menyimpang dari agama


dan cenderung pada kemaksiatan;
sebagaimana iblis melanggar (fasaqa)
perintah Allah, yakni menyimpang dari
ketaatan kepada-Nya. Allah Swt. berfirman:

Mereka kemudian berbuat fasik terhadap
perintah Tuhannya. (QS al-Kahfi [18]: 50).

Ayat-ayat ini dipertegas dg ayat-ayat yang


menunjukkan sedikitnya kelompok manusia yg
beriman (4:66; 38:24; 2:88; 4:46; 4:155), yg
berilmu atau dpt mengambil pelajaran (18:22;
7:3; 27:62; 40:58; 69:42), yg bersyukur
(34:13; 7:10; 23:78; 67:23; 32:9), yg selamat
dari azab Allah (11:116), yg tdk diperdayakan
syetan (4:83).
Surat 61: 16 menyimpulkan bukti kedua ini, Jika
kamu ikuti kebanyakan yang ada di bumi,
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.

Ketiga
Al-Qur'an menegaskan bahwa petunjuk
al-Qur'an bukanlah hanya
dimaksudkan pada manusia secara
individual, tapi juga manusia secara
sosial.
Al-Nas sering dihubungkan al-Qur'an
dengan petunjuk atau al-Kitab (57:25;
4:170; 14:1; 24:35; 39:27; dsb).

Anda mungkin juga menyukai