Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh peredaran darah
otak. Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak ( dalam
beberapa detik ) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah fokal yang terganggu (Chandra.B 1996).
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian. Secara umum, stroke digunakan
sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti
Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai
penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO). Stroke atau
gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain
attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas). Sedangkan
stroke non haemorrhage (SNH) adalah jenis stroke yang disebabkan oleh
trombosis akibat plak aterosklerosis dari arteri otak atau yang memberi
vaskularisasi pada otak atau suatu embolus dari pembuluh darah diluar
otak yang tersangkut diarteri otak.
2. Anatomi dan Fisiologi
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon
(Satyanegara, 1998). Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus
kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari
lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung
jawab untuk gerakangerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan

pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih


tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk
impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari
sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan
ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas
adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula
oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada
jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden
dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi
empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi
lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai
dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh.
Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan
saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
3. Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik
dan proses patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik
Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran

darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.


Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu

lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.


Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang

lagi.
b. Berdasarkan Kausal
Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada
pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil.
Pada

pembuluh

darah

besar

trombotik

terjadi

akibat

aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah


yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein
(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan

indikator penyakit aterosklerosis.


Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung
atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan
pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa

mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.


4. Epidemiologi
Angka kematian penderita stroke di Indonesia berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 adalah 37,3 per 100.000
penduduk. Di Indonesia, walaupun belum ada penelitian epidemiologi
yang sempurna, namun dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1984 dilaporkan prevalensi stroke pada umur 25-34 tahun

adalah 6,7 per 100.000 penduduk, kelompok umur 35-44 tahun adalah
24,4 per 100.000 penduduk dan berturut-turut meningkat. Stroke non
hamemorrhage merupakan kasus yang paling sering ditemukan di ruangan
perawatan syaraf. Lebih dari 50% dari penderita yang masuk di bangsal
lab.
5. Etiologi
Faktor penyebab stroke non haemmorhage ysng tidak dapat diubah
meliputi :
a. Usia
Usia merupakan faktor resiko yang paling penting untuk terjadinya
serangan stroke non haemmorhage. Begitu kita memasuki usia tua
maka kemungkinan terjadinya serangan stroke ini akan meningkat, hal
ini disebabkan akumulasi plak yang tertimbun dalam pembuluh darah.
Dibadingkan dengan usia 65 tahun , resiko terkena stroke pada usia 75
tahun adalah 5 kali lipat , bahkan pada usia 80 tahun memiliki resiko
lebih besar dibandingkan usia 50 tahun.
b. Ras
Walaupun terdapat penurunan mortalitas dari semua ras dan kelompok
jenis kelamin, akan tetapi mortalitas stroke pada orang Amerika asal
afrika (Black/African Americans) lebih beresiko dari pada orang
berkulit putih.
c. Jenis kelamin
Inseden stroke menunjukkan lebih banyak pria dibandingkan wanita
sebelum menopause (1,3:1) namun setelah menopause keduanya
memiliki resiko sebanding. Bila dibandingkan menurut subtipe stroke
yang terjadi adalah, pria lebih banyak terkena infark serebri dibanding
wanita, demikian juga pada perdarah intra serebral sedangkan wanita
lebih banyak pada perdarahan subarakhnoidal.
d. Keturunan
Riwayat keluarga (family history) dengan penderita stroke diduga
merupakan faktor predisposisi. Studi kohort yang dilakukan oleh Welin
(1987) menunjukan bahwa seorang ibu penderita stroke merupakan

resiko penting disamping tekanan darah, plasma fibrinogen dan


kegemukan. Adanya anamnesis keluarga terkena stroke pada sanak
keluaga tingkat pertama juga merupakan penentu risiko stroke bahkan
disesuaikan faktor risiko lain.
Faktor resiko yang dapat diubah :
a. Hipertensi
Hipertensi memegang peranan penting dan sering menyebabkan
gangguan fungsi otak dan struktur otak manusia melalui mekanisme
gangguan vaskuler. Infark dan perdarahan otak merupakan stadium
akhir akibat memburuknya gangguan vaskuler pada otak. Stroke yang
disebabkan oleh disebabkan adanya perubahan patologik yang terjadi
pada pembuluh darah serebral didalam jaringan otak yang mempunyai
dinding relatif tipis. Perubahan ini menunjukkan faktor predisposisi
stroke secara langsung dan peningkatan proses aterogenesis
merupakan faktor predisposisi perdarahan dan infark otal. Selain itu
hipertensi merupakan faktor yang kuat untuk terjadi stroke, baik
tekanan sistole maupun diastole merupakan faktor resiko terhadap
stroke. Pada umumnya seseorang dianggap hipertensi pabila tekanan
140/90 atau lebih. Bertambah tinggi tekanan darah, bertambah besar
pula kemungkinan mendapat stroke. Hipertensi dapat mengakibatkan
pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Hipertensi
menyebabkan terjadinya tekanan terhadap dinding-dinding pembuluh
darah. Stroke dapat dicegah dengan mempertahankan tekanan darah
dibawah 140/90mmHg dan menjalani pola hidup yang teratur.
b. Diabetes Melitus
Pria dan wanita yang menderita diabetes melitus mempunyai
kecendrungan beresiko lebih tinggi terjadinya stroke non hemoragik
daripada yang tidak menderita diabetes melitus. Diabetes melitus mampu
menebalkan dinding pembuluh darah di otal yang berukuran besar.
Menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh
darah otak dan penyempitan tersebut akan mengganggu kelancaran aliran
darah ke otak, yang akhirnya mengakibatkan infark sel-sel otak.

c. Penyakit jantung
Berbagai jenis penyakit jantung mempunyai poyensi untuk menimbulkan
gangguan peredaran darah otak. Faktor resiko ini pada umumnya akan
menimbulkan hambatan aliran darah ke otak karena jantung melepas
gumpalan darah atau jaringan yang telah mati kedalam aliran darah.
d. Obesitas
Obesitas atau berat badan yang berlebihan masih menjadi bahan
perdebatan apakah memang merupakan faktor risiko stroke yang kuat atau
tidak. Berat badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan
bebn ektra pada jantung dan pembuluh darah. Hal ini mempermudah
terken serangan diabetes dan penyakit jantung, kedua penyakit ini akan
semakin meningktkan kemungkinan terkena stroke.
e. Merokok
Merokok dapt menimbulkan penyakit jantung dan aterosklerosis. Merokok
dapat membuat darah lebih mudah menggumpal dan membuat pembuluhpembuluh darah lebih mudah menyempit yang akan mengakibatkan stroke
non hemoragik.
f. Alkohol
Alkohol dianggap memberikan pengaruh yang berbahaya bagi peredaran
darah otak. Bahkan ini telah terbukti meningkatkan tekanan darah,
mengganggu metabolisme hidrat arang dan lemak dalam tubuh, dan juga
mengganggu pembekuan darah. Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan
kemungkinan terjadinya serangan stroke. Selanjutya adalah risiko
timulnya trombosis yang cukup besar, khususnya pada saat alkohol
diminum dalam jumlah banyak sehingga terjadi gangguan faal tubuh
dengan hilangnya cairan tubuh, dehidrasi dan muntah-muntah.
6. Gejala-gejala Stroke Non Haemmorhage
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala
tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
Buta mendadak (amaurosis fugaks).
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia)

bila gangguan terletak pada sisi dominan.


Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi

sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih

d.

ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.


Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
Meningkatnya refleks tendon.
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),

kepala berputar (vertigo).


Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara

sehingga pasien sulit bicara (disatria).


Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,

kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).


Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,

kebutaan setengah lapang pandang


e. Pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
Koma
Hemiparesis kontra lateral.
Ketidakmampuan membaca (aleksia).
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur

Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa.


Aphasia

dibagi

dua

yaitu,

Aphasia

motorik

adalah

ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran


melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya untuk
mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah
ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain,
namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,
walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari

luasnya kerusakan otak.


Alexia adalah hilangnya

kemampuan

membaca

karena

kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada


secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan
membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia
adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat
membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut

Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya

kerusakan otak.
Acalculia adalah

mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.


Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah

hilangnya

kemampuan

berhitung

dan

sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti


penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah
atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh
menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita

tidak boleh melihat jarinya).


Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan

melaksanakan

bermacam

perintah

yang

berhubungan dengan ruang.


Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari

hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan

bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi

pengangkatan massa di otak.


Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup

sejumlah kemampuan.
7. Patofisiologi (pathway terlampir)
Trombus dan embolus pada pembuluh darah otak mengakibatkan
aliran darah ke otak berkurang atau terhenti sama sekali kedaerah distal
otak yang mengalami trombus dan emboli sehingga otak kekurangan
sumberkalori berupa glukosa dan mineral lain serta oksigen. Iskemia
terjadi kertika aliran darah menurun kurang dari 25ml per 100 g/menit.
Akibatnya neuron tidak bisa mempertahankan metabolisme (respirasi)
aerobnya. Mitokondria berubah menjadi respirasi anaerob sehingga
menghasilkan asam laktat dan perubahan pH. Perubahan bentuk
metabolisme ini juga mengakibatkan penurunan jumlah neuron dalam
memproduksi adenosin triphospate (ATP) yang akan dijadikan sumber
energi dalam aktivitas sel neuron berupa proses depolarisasi. Penurunan
aliran darah serebral menyebabkan daerah penumbra dan berkembng
menjadi daerah infark. Daerah penumbra yaitu daerah otak yang iskemik
dan terdapat pada daerah sekitar yang mengelilingi daerah infark. Jika hal
ini berlanjut akan mengakibatkan bertambahnya kerusakan pada selaput
sel. Akibat yang timbul adalah kalsium dan glutamat yang banyak
terbuang, terjadi vasokontriksu dan menghasilkan radikal bebas. Proses ini
memperbesar daerah infar pada penumbra dan memperberat gangguan
neurologis terutama stroke iskemik. Hal ini akan mengakibatkan edema
otak sehingga tekanan dan iskemia menyebabkan gangguan sistem saraf .
8. Diagnosis Stroke Non Hemoragikindakan penyelamatan.
Diagnosis didasarkan atas hasil:
Penemuan Klinis
Anamnesis

Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang


mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko
stroke.
Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah
lainnya.
9. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning

(CT-Scan),

sangat

membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan


terutama pada fase akut. Angiografi serebral (karotis atau
vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas.
Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu
membedakan

infark,

perdarahan

otak,

baik

perdarahan

intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).


Pemeriksaan lain-lain Pemeriksaan untuk menemukan faktor
resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit,
leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah.
Komponen

kimia

darah,

gas,

elektrolit,

Doppler,

Elektrokardiografi (EKG).
10. Komplikasi
Bahu yang kaku
Penumonia (radang paru)
Trombosis vena profundus dan emboli pulmoner
Dekubitus
Kejang (konvulsi)
Problem kejiwaan
11. Terapi Stroke Non Haemmorhage
Adapun jenis terapi stroke non haemmorhage yang dapat dilakukan adalah
:
a. Terapi pendukung
Bila didapatkan peninggian tekanan darah maka harus diturunkan dan
diobservasi. Tekanan darag tidak boleh diturunkan lebih dari 20% dan
dipertimbangkan pemberian heparin untuk mencegah resiko terjadinya

emboli paru. Pneumonia aspirasi dapat dicegah dengan NGT. Begitu


pula mobilisasi dan rehabilisasi harus dalam waktu cepat.
b. Standar Intervensi
Mengatasi defisit neurologis dan mencegah perluasan kerusakan
neurologis. Terapi yang diberikan antitrombotik dan mencegah edema
serebral. Pemberian antikoagulan seperti heparin padpasien dengan
kardiopmetabolik stroke bermaksud mencegah terulangny kejadian
stroke dan pada multipel TIA mencegah terjadinya pembentukan
stroke.
c. Rehabilisasi
Dilakukan fisioterapi, latihan berdiri, berjalan, kegiatan lainnya dan
dilatih pula bicara (speech therapy).
12. Pencegahan Stroke Non Haemmorhage
Pencegahan Premordial
Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan
premordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan,
seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan
membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat.
Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang
penyakit stroke hemoragik melalui ceramah, media cetak, media
elektronik.
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko tetapi belum
menderita stroke dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas
stroke, antara lain :
Menghindari merokok, stres mental, alkohol, kegemukan,
konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin,
kokain dan sejenisnya.
Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti jerohan,
daging berlemak, goreng-gorengan.
Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan,
susu dan kalsium, ikan, serat, vitamin yang diperoleh dari

makanan dan bukan suplemen (vit C, E, B6, B12 dan beta


karoten), teh hijau dan teh hitam serta buah-buahan dan sayursayuran.
Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung dan lain-lain.
Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga
secara teratur, minimal jalan kaki selama 30 menit, cukup
istirahat dan check up kesehatan secara teratur minimal 1 kali
setahun bagi yang berumur 35 tahun dan 2 kali setahun bagi
yang berumur di atas 60 tahun.
b. Pencegahan Sekunder
Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat
stroke, dianjurkan :
Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai
Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/ insulin
Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan oral)
Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
Berhenti merokok
Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak
Polisitemia
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama. Tiklopidin diberikan
pada penderita yang tahan asetosal.
Antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor
risiko penyakit jantung dan kondisi koagulopati yang lain.
Tindakan bedah lainnya.
c. Pencegahan Tertier
Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah
terjadi stroke. Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik
dan mental dengan berbagai cara. Tujuan program rehabilitasi adalah
memulihkan independensi atau mengurangi ketergantungan sebanyak
mungkin. Cakupan program rehabilitasi stroke dan jumlah spesialis
yang terlibat tergantung pada dampak stroke atas pasien dan orang
yang merawat.
13. Prognosis

Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit


neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis
yang

terjadi

bersamaan

juga

mempengaruhi

prognosis.

Secara

keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama


paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam
10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara
sekitar

15%

memerlukan

perawatan

institusional.

Di

Indonesia,

diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan


stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya
mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke
meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total.
Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan
kecacatan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian ( data subyektif dan obyektif) berdasarkan 11 pola

gordon.
Identitas :
Nama :
Umur :
Alamat:
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :

Identitas penanggung jawab :


Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hubungan dengan pasien :

Riwayat kesehatan :
Keluahan utama :
Riwayat penyakit sekarang

Riwayat pembedahan :
Riwayat kesehatan keluarga :

Pola kesehatan fungsional pola Gordon :


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan kesehatan
Persepsi

terhadap

kesehatan,kemampuan

arti

kesehatan,dan

menyusun

penatalaksanaan

tujuan,pengetahuan

tentang

praktek kesehatan,
2. Pola nutrisi dan metabolik
Menggambarkan Masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit
Nafsu makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir,
kesulitan

menelan,Mual/muntah,Kebutuhan

jumlah

zat

gizi,

masalah /penyembuhan kulit,Makanan kesukaan.


3. Pola eliminasi
Menggambarkan Masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit
Nafsu makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir,
kesulitan

menelan,Mual/muntah,Kebutuhan

jumlah

zat

gizi,

masalah atau penyembuhan kulit, makanan kesukaan.


4. Pola aktivitas, latihan dan oksigenasi
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan
sakit,gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain.
Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan
0: mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3 : dibantu
orang dan alat 4 : tergantung dalam melakukan ADL,kekuatan otot
dan Range Of Motion, riwayat penyakit jantung, frekuensi,irama
dan kedalam nafas,bunyi nafas riwayat penyakit paru.
5. Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi tentang energy.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur,
insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.
6. Pola Kebutuhan Cairan Elektrolit dan asam basa
Mengkaji kebutuhan cairan elektrolit, asam dan basa sesuai dengan
kondisi.
7. Pola Kebutuhan persepdi diri dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap


kemampuan.
Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri,
peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system
terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi
dengan lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka,
manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual
dan dalam pandangan secara holistic. Adanya kecemasan,
ketakutan atau penilaian terhadap diri., dampak sakit terhadap diri,
kontak mata, asetif atau passive, isyarat non verbal, ekspresi wajah,
merasa tak berdaya, gugup/relaks.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien,
pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku yang
passive/agresif teradap orang lain, masalah keuangan.
9. Pola reproduksi dan seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat
haid,

pemeriksaan

mamae

sendiri,

riwayat

penyakit

hub

sex,pemeriksaan genital.
10. Pola koping terhadap stress dan adaptasi
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan
penggunaan

system

pendukung.

Penggunaan

obat

untuk

menangani stress,interaksi dengan orang terdekat, menangis,


kontak mata, metode koping yang biasa digunakan,efek penyakit
terhadap tingkat stress.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan termasuk
spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama,
kegiatan keagamaan dan budaya,berbagi dengan orang lain,bukti
melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pantangan dalam agama selama sakit.

12. Pola persepsi dan kognitif


Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola
kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien
terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama
(orang,atau

benda

yang

lain).

Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri,


kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian
alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya,
tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan,

pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman.


Pengkajian fisik
Keadaan umum pasien :
Kesadaran :
Pemeriksaan TTV :
Pemeriksaan per sistem :
- Kulit, rambut dan kuku :
- Kepala leher
- Mata dan telinga
- Sistem pernafasan
- Sistem kardiovaskular
- Payudara wanita dan pria
- Sistem gastrointestinal
- Sistem urinarius
- Sistem reproduksi wanita/pria
- Sistem saraf
- Sistem muskuloskeletal
- Sistem imun
- Sistem endokrin

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologi
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada stroke non
hemoragik yaitu :

a. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan


sistem saraf pusat ditandai dengan sulit bicara, pelo.
b. Kerusakan integritas kulit berhubugan dengan kondisi gangguan
metabolik Kerusakan integritas kulit berhubugan dengan kondisi
gangguan metabolik
c. Resiko Cedera
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot ditandai dengan kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan
rentang pergerakan sendi
e. Gangguan menelan berhubungan dengan paralisis serebral yang
ditandai dengan terlihat bukti kesulitan menelan misalnya batuk
atau tersedak
3. Rencana asuhan keperawatan (terlampir)
4. Evaluasi
No.
1.

Diagnosa

Evaluasi

Hambatan komunikasi S : Kaji respon pasien terhadap intervensi yang


verbal

berhubungan

dengan
sistem

perubahan
saraf

pusat

ditandai dengan sulit

diberikan
O : Observasi TTV, peningkatan kemampuan
berbicara, penggunaan isyarat.
A : Kaji masalah yang masih muncul dan masalah

bicara, pelo.

baru yang muncul.


P : Lanjutkan intervensi kolaborasi dengan melatih
bicara sampai masalah klien teratasi.
2.

Kerusakan
kulit
dengan
gangguan

integritas S : Kaji respon pasien terhadap intervensi yang


berhubugan
kondisi
metabolik

ditandai dengan faktor


mekanik
tekanan,
fisik

misalnya

diberikan, tanda-tanda kerusakan integritas kulit


yang dirasakan pasien.
O : Observasi mobilisasi pasien serta keadaan kulit
pasien

imobilisasi A : Kaji masalah yang masih muncul dan masalah


baru yang muncul.

P : Lanjutkan intervensi dan observasi sampai


kerusakan integritas kulit dapat teratasi

Anda mungkin juga menyukai