Anda di halaman 1dari 4

REVITALISASI PENDIDIKAN ISLAM

DI ERA GLOBAL DAN INFORMASI


Di era globalisasi, terjadi pergesekan nilai-nilai budaya dan akulturasi yang
tidak bisa dihindarkan. Globalisasi mengacu pada perkembangan-perkembangan
yang cepat di dalam teknologi komunikasi, transformasi, dan informasi yang bisa
membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi mudah dijangkau. Kenyataan ini
disertai dengan dampak yang luas di segala aspek kehidupan manusia. Pergaulan
global sudah tidak dapat lagi dihindari oleh seseorang. Untuk itu, siapapun perlu
mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, agar
mampu mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
Ditinjau dari epistemologi, kata globalisasi berasal dari kata Globe yang
berarti baca dunia, sehingga globalisasi disebut pula sebagai gerakan mendunia,
yakni suatu perkembangan sistem dan nilai-nilai kehidupan yang bersifat global.
Saat ini dunia seolah tanpa memiliki lagi batas-batas wilayah dan waktu. Tiada lagi
sekat-sekat yang membatasi pergaulan antarbangsa, baik dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, maupun budaya.
Jika kita telusuri, gerakan globalisasi pada awalnya diorientasikan pada
persoalan yang berhubungan dengan ekonomi. Dalam perkembangannya, bidang
ekonomi melaju lebih ekspansif (meluas) ke seluruh penjuru dunia. Arus barang,
jasa, teknologi, dan informasi tidak terbendung lagi. Hal ini karena sebagian besar
negara semakin terbuka. Dampak yang paling dirasakan adalah timbulnya jurang
pemisah yang semakin melebar antara negara-negara maju dan negara-negara
ketiga (berkembang), lebih lagi negara miskin (termasuk negara konflik).
Dengan kemajuan teknologi komunikasi yang sangat cepat, jarak jauh bukan
kendala. Tidak ada lagi tempat yang terisolasi. Hal ini menjadikan manusia yang
hidup di belahan dunia manapun seakan dalam satu tempat. Batas-batas negara
seolah musnah. Kondisi demikian menciptakan suatu sistem interaksi komunikatif
antar-manusia secara lebih intensif, tentunya dalam dimensi yang lebih luas.
Akibat meluasnya interaksi antar-manusia terjadi bentuk jaringan kerjasama
yang berpotensi menimbulkan persaingan bebas yang ekstra ketat. Artinya
kekompleksitasan lingkungan akibat persaingan global akan menimbulkan
tantangan tersendiri. Untuk menghadapi situasi tersebut, perlu strategi untuk
meningkatkan strandar produk, jasa, dan sumber daya manusia (SDM) agar mampu
memenuhi kebutuhan hidup.
Sebagaimana digambarkan oleh Sukiswo Dirdjosuparto yang dikutip oleh
Ishomuddin, hal tersebut merupakan progressive problem yang memerlukan
kemampuan belajar dan kreatifitas lebih tinggi. Ibarat pertandingan tingkat
nasional berubah menjadi tingkat internasional. Konsekuensinya, persaingan tentu
akan lebih berat.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa globalisasi akan membawa implikasi
terhadap pergeseran sistem dan nilai di setiap dimensi kehidupan umat manusia.
Implikasi itu menimbulkan aspek positif dan aspek negatif. Positifnya akan
menciptakan masyarakat yang mega kompetitif. Artinya menumbuhkan semangat
bagi setiap individu untuk selalu tampil secara unggul dan kreatif. Sedangkan
negatifnya adalah akan menciptakan tekanan dominan dari sistem kapitalisme
internasional. Bagi kelompok yang tidak ditopang oleh kesiapan SDM yang
memadai, akan tertekan dan menjadi obyek sehingga menimbulkan budaya
konsumerisme dan materialisme.
Untuk mengantisipasi dampak negatif globalisai, masyarakat membutuhkan
sumber daya manusia (SDM) yang tidak hanya berwacana, tetapi mampu
berkompetisi; SDM yang berkualitas dan berdaya saing tinggi sesuai dengan
tuntutan zamannya.
Pendidikan Sebagai Fitrah

Untuk menciptakan manusia yang berkualitas, diperlukan sebuah proses


pendidikan. Untuk itu pendidikan merupakan cara strategis dalam meningkatkan
kualitas hidup manusia dalam segala aspeknya. Dalam sejarah umat manusia,
pendidikan sudah dijalankan sejak manusia ada di muka bumi ini. Dengan
demikian, hampir dipastikan setiap bangsa mendambakan generasi penerus
yang selain memiliki keunggulan dan daya saing cukup, juga memiliki kepribadian
yang utuh, sehingga dapat memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan, baik
untuk pribadi, keluarga, maupun masyarakat.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, lembaga pendidikan sampai saat ini
masih dipandang sebagai institusi yang sangat potensial dan strategis untuk
menciptakan dan mengembangkan SDM yang berkualitas. Dalam setiap proses
pendidikan, utamanya melalui sekolah, terjadi berbagai bentuk penemuan baru
yang berguna bagi kepentingan umat manusia. Tidak berlebihan apabila kita
sepakat bahwa pendidikan merupakan prasyarat (indikator) sebuah kemajuan.
Menurut M. Natsir, pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut
menentukan maju mundurnya kehidupan manusia. Pernyataan tersebut didasari
oleh indikasi tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan umat manusia.
Posisi pendidikan itu sendiri memegang peranan utama dalam mendorong
kemajuan setiap individu untuk meningkatkan kualitas di segala aspek
kehidupannya. Dengan tercapainya kualitas pendidikan, akan tercapai pula tujuan
hidup seseorang dan akan menunjang perannya sebagai subyek dalam kehidupan.
Terkait dengan fenomena liberalisasi dan globalisai, proses pendidikan yang
terjadi diharapkan mampu memenuhi dua unsur kehidupan, yakni pemenuhan
terhadap unsur jasmani dan unsur rokhani. Unsur pertama adalah penguasaan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Sementara unsur yang kedua adalah
pemenuhan terhadap Iman dan Taqwa (IMTAQ).
Pendidikan yang di dalamnya diajarkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) yang disertai dengan pendalaman Iman dan Takwa (IMTAQ), diharapkan
menghasilkan output yang tidak saja berintelektual tinggi, tetapi memiliki
komitmen dan tanggung jawab terhadap diri, keluarga, masyarakat dan
lingkungannya. Dengan demikian, institusi lembaga pendidikan Islam menjadi
pilihan yang tepat.
Modernisasi Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia. Karenanya,
pendidikan hendaknya selalu memiliki orientasi ke depan. Oleh karena itu, proses
pendidikan tidak bisa bersifat statis, tetapi harus mampu merespons perubahan.
Dengan demikian, wajar kalau pendidikan harus selalu di desain mengikuti irama
perubahan.
Tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi suatu keharusan di setiap jenis
dan jenjang pendidikan (termasuk di dalamnya adalah pendidikan Islam).
Pembaharuan pendidikan harus selalu mengikuti dan relevan dengan kebutuhan
masyarakat, baik pada konsep, kurikulum, proses, fungsi, tujuan, manajemen
lembaga, hingga sumber daya pengelola pendidikan.
Secara mendasar, desain modernisasi sistem pendidikam Islam berawal dari
kalangan kaum non Islam. Pada awalnya, sistem pendidikan Islam dilakukan dengan
sangat sederhana. Kesederhanaan ini ditunjukkan dengan menggunakan masjid,
musholla (dalam bahasa Jawanya langgar) sebagai tempat belajar, bahkan ada juga
menggunakan rumah kiainya untuk melakukan proses belajar. Karena semakin
banyak murid yang berdatangan, terutama dari luar daerah, dibuatlah sebuah
asrama dengan melibatkan perpaduan di antara ketiganya. Yakni, masjid, asrama,
dan rumah kiai dalam satu lingkungan.
Semua proses pendidikan yang dilakukan, hanya untuk memperdalam ilmuilmu keislaman dan kurikulumnya pun belum bersifat klasikal/berjenjang secara
teratur. Dengan kata lain, sistem dan orientasi pendidikan di masyarakat Islam
masih sangat sederhana (tradisional).

Pada perkembangan berikutnya, modernisasi pendidikan Islam dimulai


dengan mengadopsi sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan Barat dianggap
ideal untuk mengantisipasi dan menyiapkan generasi untuk menghadapi perubahan
zaman yang lebih kompleks.
Pembaharuan pendidikan Islam dilakukan tidak hanya bertujuan untuk
meraih kebahagian ukhrawi, tetapi untuk merespon tuntutan masyarakat yang
semakin kompetitif. Kondisi inilah yang membedakan sistem pendidikan Islam
tempo doeloe dengan sistem pendidikan Islam di masa sekarang.
Madrasah Sebagai Institusi Pendidikan Islam
Dari segi bahasa, istilah madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya
tempat belajar (lembaga pendidikan). Dalam Shorter Encyclopedia of Islam, madrasah
diartikan sebagai sebuah nama bagi suatu tempat lembaga ilmu pengetahuan dan
pendidikan Islam. Mengacu pada istilah itu, madrasah di tanah Arab ditujukan untuk
semua sekolah atau lembaga pendidikan secara umum. Namun, hal itu berbeda
dengan keberadaan istilah madrasah di Indonesia.
Di Indonesia, sebutan madrasah ditujukan kepada sekolah atau lembaga
pendidikan yang memberikan materi agama Islam lebih banyak dan dilakukan secara
sistematis mulai dari tingkat dasar sampai menengah.
Cikal bakal keberadaan madrasah tidak lepas dari lembaga pesantren. Namun
demikian sebagian ahli berpendapat bahwa latar belakang tumbuh dan
berkembangnya madrasah di Indonesia disebabkan oleh dua faktor, yakni; pertama
faktor internal Indonesia dan kedua faktor eksternal di luar Indonesia.
Faktor internal bisa dilihat dari sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia,
di mana masyarakat Indonesia telah memiliki norma atau nilai tersendiri dari
kepercayaan sebelumnya yang dipengaruhi ajaran agama Hindu, Budha, aliran
kepercayaan
Animisme,
dan
aliran
kepercayaan
dinamisme.
Ajaran/aliran
kepercayaan yang sudah berkembang lama itu telah mengakar dalam pola kehidupan
masyarakat.
Ketika ajaran agama Islam menyebar ke sebagian wilayah nusantara dan
dianut oleh sebagian masyarakat setempat, masih tampak ajaran/aliran kepercayaan
lama terbawa ke dalam ajaran agama Islam. Atas dasar itu, jalur pendidikan menjadi
pilihan untuk terus dioptimalkan sebagai sarana dakwah. Termasuk faktor internal
yang mendorong tumbuh dan berkembangnya madrasah di Indonesia adalah sistem
pendidikan Kolonial pada masa itu.
Faktor kedua yakni pengaruh luar negeri. Dalam perjalanan sejarah, pada
abad ke-19 sebagian besar dunia Islam dihadapkan pada kekuasaan penjajah bangsa
Barat. Realitas demikian menjadikan umat Islam terpeta-petak dalam tiga pandangan,
yakni; pertama mereka yang menutup diri terhadap modernisasi (menolak
sepenuhnya/anti Barat). Kedua, mereka yang membuka diri terhadap modernisasi
Barat (menerima sepenuhnya peradaban Barat). Ketiga, mereka menerima
modernisasi Barat dengan penuh selektif.
Realitas di atas memengaruhi pendidikan Islam. Akibatnya lahir pola-pola
pembaharuan pendidikan Islam ke dalam sistem madrasah yang merupakan bentuk
alternatif sebagai model pembaharuan pendidikan Islam.
Paradigma Pembaharuan Pendidikan Islam
Menindaklanjuti perkembangan kebutuhan hidup masyarakat yang demikian
kompleks, setidaknya pendidikan Islam harus melakukan pembaharuan paradigma.
Perubahan paradigma ini diharapkan mampu menghasilkan manusia yang
berkualitas tinggi. Dengan demikian, pendidikan Islam tetap survive dan tetap
diidealkan masyarakat.
Bila dikaji lebih lanjut, paradigma pembaharuan pendidikan Islam akhirakhir ini lebih mengarah pada pembaharuan yang bersifat sistemik. Karena itu,
akan dihasilkan suatu construct hasil pembaharuan pendidikan Islam yang secara
konseptual dapat diterima oleh logika, secara kultural sesuai dengan budaya
bangsa, dan secara politis dapat diterima dikalangan masyarakat luas.

Dalam proses perubahan tersebut, pendidikan Islam diharapkan mampu


mengembangkan dua peran strategis, yakni: pertama, pendidikan Islam bisa
mempengaruhi terhadap perubahan masyarakat; dan kedua, pendidikan Islam
mampu memberikan sumbangan optimal terhadap proses transformasi menuju
terwujudnya masyarakat yang berdaya. Dengan demikian, maka pendidikan Islam
secara kultural perlu mempertegas kembali orientasinya.
Reorientasi yang perlu dilakukan adalah perlunya mempertegas kembali
posisi dan peran pendidikan Islam, baik dalam gerak transformasi sosial, kultural,
dan struktural yang demikian cepat dan bersifat universal seperti sekarang ini.
Dalam konteks global, pendidikan Islam dituntut merumuskan kembali visi
dan misinya. Dengan visi pendidikan Islam yang baru, setidaknya akan memberikan
inspirasi dan mendorong seluruh komponen lembaga untuk bekerja lebih giat dan
efektif. Dengan demikian, visi pendidikan Islam hendaknya dinyatakan dalam
kalimat yang jelas, positif, dan realistis.
Kalau visi pendidikan Islam merupakan pernyataan tentang masa depan,
maka misi merupakan pernyataan formal tentang tujuan utama yang akan direalisir.
Jadi visi merupakan ide, cita-cita, wawasan, dan gambaran di masa depan. Karena
itu, misi merupakan kongkritisasi visi yang akan diwujudkan.
Visi dan misi pendidikan Islam tersebut pada akhirnya akan terus menjadi
acuan bagi pimpinan, pendidik, peserta didik, dan wali peserta didik, sesuai dengan
kapasitas dan fungsi masing-masing untuk bekerja efektif.
Kesimpulan
Dari uraian tersebut, ada beberapa hal yang dapat dismpulkan, yakni:
pertama, dalam menghadapi globalisai, dibutuhkan SDM yang berkualitas tinggi.
Kedua, proses pendidikan merupakan cara yang strategis untuk menciptakan
Sumber Daya Manusia yang berkualitas, dalam arti SDM yang menguasai IPTEK
dan IMTAQ yang dibutuhkan di era globalisasi dan informasi. Hal ini akan
terwujud salah satunya dengan melakukan revitalisasi pendidikan Islam. Ketiga,
Pendidikan Islam harus mempunyai orientasi ke depan
sehingga dapat
mengikuti irama perubahan. Keempat, pendidikan Islam dianggap tepat untuk
mewujudkan SDM yang handal.

Anda mungkin juga menyukai