Anda di halaman 1dari 56

BAB 24

TRANSPORTASI

BAB 24

TRANSPORTASI
I. PENDAHULUAN
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedoman
pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan
merata di seluruh tanah air dan tidak hanya untuk suatu golongan
atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat,
serta harus benar-benar dapat dirasakan seluruh rakyat sebagai
perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi
tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan bahwa dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PIP II)
pembangunan perhubungan yang meliputi transportasi, pos, dan
telekomunikasi harus diarahkan agar makin menunjang pertumbuh an ekonomi, stabilitas nasional serta upaya pemerataan dan penye baran pembangunan, dengan menembus isolasi dan keterbelakang an daerah terpencil sehingga akan makin memantapkan perwujudan
Wawasan Nusantara dan memperkukuh Ketahanan Nasional.

199

Wilayah Nusantara yang luas dan berkedudukan di khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan
keadaan alamnya yang memiliki berbagai keunggulan komparatif
merupakan modal dasar pembangunan nasional dengan wilayah
yang bercirikan kepulauan dan kelautan sebagai faktor dominannya. Oleh karena itu, wawasan penyelenggaraan pembangunan
nasional adalah Wawasan Nusantara, yang mencakup perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan
ekonomi, satu kesatuan sosial dan budaya, serta satu kesatuan
pertahanan dan keamanan. Untuk itu, perhubungan harus diselenggarakan secara efisien sehingga makin memperlancar arus lalu
lintas orang, barang, dan jasa termasuk informasi.
Dalam bab ini hanya dibahas pembangunan transportasi,
sedangkan pos dan telekomunikasi dibahas dalam bab tersendiri.
Dalam fungsinya melayani mobilitas orang, barang, dan jasa
baik lokal, regional, nasional maupun internasional, serta
peranannya sebagai pendukung pembangunan sektor lainnya, maka
pembangunan transportasi merupakan bagian yang amat penting
dari pembangunan nasional. Transportasi merupakan unsur vital
dalam kehidupan bangsa dan dalam memupuk kesatuan dan
persatuan bangsa. Pembangunan transportasi sebagai pendukung
pembangunan sektor lainnya dalam mewujudkan sasaran pembangunan nasional diselenggarakan melalui serangkaian program
pembangunan yang menyeluruh, terarah, dan terpadu, serta berlangsung secara terus-menerus.
Penyelenggaraan sistem transportasi nasional mencakup
transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Sistem
transportasi nasional dikembangkan secara terpadu dan intermoda
untuk mewujudkan sistem distribusi nasional yang mantap dan
mampu memberikan pelayanan dan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi kepentingan masyarakat, serta dapat menjamin peningkatan
kesejahteraan rakyat dan pemerataan hasil pembangunan ke seluruh
wilayah Nusantara.
200

Transportasi darat mencakup angkutan jalan raya, angkutan


kereta api, serta angkutan sungai, danau, dan penyeberangan.
Angkutan jalan raya sebagai penghubung antardaerah, antarkota,
dan angkutan di dalam kota, berfungsi mendistribusikan barang
dan jasa dari pusat-pusat pertumbuhan dan pusat produksi ke
daerah pemasarannya. Sejalan dengan itu, angkutan kereta api
sebagai penghubung antarkota dan antardaerah berfungsi sebagai
moda transportasi masal untuk penumpang, dan barang dalam
jumlah besar. Angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
berperan dalam melengkapi jenis moda angkutan jalan raya dan
kereta api sehingga dapat membentuk jaringan multimoda yang
saling mendukung, di samping untuk menghubungkan daerah terbelakang yang belum terjangkau moda transportasi lain.
Transportasi laut berfungsi untuk melayani mobilitas orang,
barang, dan jasa yang menghubungkan kegiatan ekonomi
antarpulau dan hubungan internasional, sedangkan transportasi
udara berfungsi untuk melayani angkutan cepat antarpulau dan
antarnegara untuk orang, barang, dan jasa serta menghubungkan
daerah-daerah terisolasi, daerah terpencil, dan daerah perbatasan
yang belum dihubungkan oleh moda transportasi lainnya.
GBHN 1993 mengamanatkan bahwa dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) pembangunan
sistem transportasi diarahkan pada peningkatan peranannya sebagai
urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan
keamanan antara lain dengan meningkatkan sarana dan prasarana
transportasi serta menyempurnakan pengaturan yang harus selalu
didasarkan pada kepentingan nasional. Perhatian khusus diberikan
kepada perluasan sistem transportasi kawasan timur Indonesia,
daerah terbelakang lainnya, ke dan di daerah perdesaan, daerah
dan pulau terpencil serta wilayah perbatasan dalam rangka
perwujudan Wawasan Nusantara. Pembangunan sistem transportasi
darat, laut, dan udara termasuk manajemennya dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu dengan memanfaatkan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

201

Selain itu dalam pembangunan transportasi juga harus ada


keseimbangan antara berbagai kepentingan, yaitu keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan antara kepentingan pusat dan daerah
serta antardaerah, kepentingan perikehidupan darat, laut, udara,
dan dirgantara serta kepentingan nasional dan internasional.
Pembangunan transportasi dalam PJP II dan Repelita VI disusun dan diselenggarakan dengan berlandaskan pada pengarahan
GBHN 1993 seperti tersebut di atas.
II. PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DALAM PJP I
Kebijaksanaan pembangunan di bidang transportasi dalam
PJP I ditujukan untuk mendukung pembangunan sektor ekonomi
lainnya dalam rangka memperlancar arus distribusi barang dan jasa
agar dapat memberikan pelayanan transportasi yang makin meningkat kepada masyarakat. Pembangunan transportasi mendukung
upaya menciptakan kerangka landasan yang kukuh untuk mempersiapkan tinggal landas dalam pembangunan tahap berikutnya.
Mengingat kondisi geografis, luasnya wilayah tanah air, dan
penyebaran sumber daya manusia dan sumber daya alam yang
tidak merata, kebijaksanaan sektor transportasi telah diarahkan
pula agar mendorong keseimbangan pertumbuhan antarwilayah
sesuai dengan potensi tiap daerah, serta meningkatkan perannya
dalam mempersatukan wilayah Nusantara.
Pada awal PJP I pembangunan di bidang jalan lebih ditekankan pada rehabilitasi dan pemeliharaan jalan guna memulihkan
kelancaran distribusi orang, barang, dan jasa. Seiring dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan kebijaksanaan untuk menggalakkan ekspor nonmigas dan meningkatkan pertumbuhan industri,
telah dilakukan pemantapan jaringan jalan yang disesuaikan dengan
perkembangan teknologi kendaraan angkutan jalan raya dengan
tekanan gandar 10 ton. Dari kebijaksanaan yang ditempuh dalam

202

PJP I tersebut, prasarana jalan telah berfungsi secara meluas


hampir di seluruh pelosok tanah air, termasuk di wilayah pertumbuhan, pusat-pusat produksi, dan daerah pemasarannya. Panjang
seluruh jaringan jalan tersebut terdiri atas jalan nasional 17.800
kilometer, jalan propinsi 32.250 kilometer, jalan kabupaten
168.602 kilometer dan jalan perkotaan sepanjang 25.518 kilometer. Dari seluruh jaringan jalan tersebut, yang berfungsi sebagai
jalan arteri adalah 10.420 kilometer, jalan kolektor 39.630 kilometer dan jalan lokal sepanjang 194.120 kilometer. Kondisi jaringan
jalan arteri dan jalan kolektor pada akhir Repelita V telah menca pai kondisi 85 persen mantap. Demikian pula halnya dengan
kondisi jaringan jalan perdesaan yang telah berkembang makin
baik.
Pembangunan transportasi jalan raya dalam PJP I ditandai oleh
pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor sebagai akibat makin
meningkatnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, yang
ditunjang oleh peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana jalan
raya. Pada Repelita I jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar
mencapai 1,64 juta buah. Pada tahun keempat Repelita V, jumlah
tersebut meningkat 7,5 kali lipat menjadi 12,39 juta buah. Dari
jumlah tersebut, sebanyak 542 ribu buah (4,38 persen) berupa bus,
1,4 juta buah (11,34 persen) berupa truk, 1,7 juts buah (13,95
persen) adalah mobil penumpang dan sepeda motor sebanyak 8,7
juta buah (70,32 persen). Pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor diikuti dengan pengembangan sistem pengaturan dan perundang-undangan, yang mengatur angkutan jalan, pemeriksaan
kendaraan bermotor, prasarana dan lalu lintas jalan, serta
mengenai kendaraan dan pengemudi.
Di bidang angkutan kereta api, jumlah pengguna jasa selama
PJP I meningkat dengan pesat. Pada Repelita I jumlah penumpang
kereta api adalah 29 juta orang dan pada tahun keempat Repelita V
telah meningkat menjadi 69 juta orang, atau per tahun rata-rata
mengalami peningkatan sebesar 5,5 persen. Volume angkutan
barang juga meningkat dari 5 juta ton pada Repelita I menjadi 15
203

juta ton pada tahun keempat Repelita V, atau meningkat rata-rata


dalam PJP I sebesar 7,7 persen per tahun. Jaringan jalan kereta api
yang beroperasi di Jawa dan Sumatera saat ini adalah 5.051
kilometer, yang terdiri dari lintas raya sepanjang 4.454 kilometer
dan lintas cabang 597 kilometer. Dari jumlah tersebut, 2.736
kilometer di antaranya berada pada kondisi mantap dan dapat
dilalui dengan kecepatan di atas 70 kilometer per jam pada tekanan
gandar 13 ton, serta didukung oleh fasilitas keselamatan dan
pengatur lalu lintasnya. Di samping itu, dibangun pula jalur kereta
api ganda di wilayah Jabotabek sepanjang 96 kilometer yang
ditunjang oleh elektrifikasi jalur KA sepanjang 150 kilometer untuk
pengoperasian Kereta Rel Listrik (KRL). Khusus di bidang
angkutan barang, dalam PJP I telah dibangun terminal peti kemas
di 5 lokasi di Jawa dan Sumatera. Perkembangan ini diikuti dengan
dukungan sarana kereta api sebanyak 922 buah kereta penumpang,
8.906 buah gerbong barang, dan 364 buah lokomotif dengan faktor
muat mencapai sebesar 102,2 persen untuk kereta penumpang dan
67 persen untuk angkutan barang.
Perkembangan transportasi penyeberangan terlihat dengan
makin banyaknya jumlah lintasan penyeberangan, terutama di
kawasan timur Indonesia. Pertumbuhan itu diikuti pula dengan
meningkatnya peran swasta dalam pelayanan angkutan penyeberangan pada lintas komersial, terutama yang menghubungkan
Sumatera-Jawa-Bali-Lombok-Sumbawa-Flores dan Jawa-Madura
dengan dukungan tersedianya fasilitas dermaga yang memadai.
Pada tahun terakhir Repelita I, jumlah penumpang yang diangkut
mencapai 11 juta orang, sedangkan pada tahun keempat Repelita V
jumlahnya meningkat menjadi sebanyak 56 juta orang. Angkutan
barang meningkat dari 2 juta ton pada Repelita I menjadi 19 juta
ton pada tahun keempat Repelita V. Kendaraan yang diangkut,
jumlahnya meningkat dari 0,9 juta kendaraan pada tahun terakhir
Repelita I menjadi 5 juta kendaraan pada tahun keempat Repelita V.
Transportasi sungai dan danau berperan penting dalam pelayanan
transportasi di beberapa daerah, seperti Sumatera, Kalimantan, dan
Irian Jaya. Dalam kaitan itu, telah dilakukan pembangunan 58
dermaga sungai dan 29 dermaga danau.
204

Dalam rangka menggalakkan ekspor nonmigas dan


meningkatkan efisiensi penyelenggaraan angkutan laut, sejak awal
Repelita IV telah diterapkan kebijaksanaan deregulasi melalui
Inpres Nomor 5 Tahun 1984 tentang Penyederhanaan Perizinan di
Bidang Transportasi Laut, serta Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan
Laut. Hasilnya adalah terjadinya keseimbangan antara permintaan
dan penyediaan jasa transportasi laut serta adanya tarif negosiasi
yang saling menguntungkan sehingga mendukung pembangunan di
sektor industri dan kegiatan perdagangan.
Pembangunan transportasi laut telah meningkatkan jumlah
kapal yang beroperasi untuk melayani angkutan laut dalam dan luar
negeri. Untuk angkutan laut dalam negeri yang terdiri atas pelayar an Nusantara dan pelayaran lokal pada akhir Repelita I dioperasi kan 1.247 kapal. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat
menjadi 1.463 kapal. Armada pelayaran rakyat yang beroperasi
meningkat dari 471 kapal pada akhir Repelita I menjadi 3.974
kapal pada akhir Repelita V dan muatan yang diangkut adalah
sebesar 3,4 juta ton. Untuk pelayaran khusus dalam negeri pada
akhir Repelita I dioperasikan 85 kapal, sedangkan pada akhir
Repelita V jumlah kapal yang beroperasi meningkat menjadi 3.685
kapal yang mengangkut 175,6 juta ton barang. Armada pelayaran
perintis telah mengoperasikan 9 kapal pada akhir Repelita I. Pada
akhir Repelita V jumlahnya meningkat menjadi 26 kapal yang
melayari 28 trayek dan menyinggahi 193 pelabuhan. Di bidang
angkutan penumpang, pada akhir Repelita IV jumlah kapal yang
dioperasikan 7 kapal. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat
menjadi 13 kapal dengan jumlah penumpang yang diangkut menca pai 2,5 juta orang. Untuk angkutan laut luar negeri pada akhir
Repelita V, kapal yang beroperasi sebanyak 27 kapal. Di bidang
keselamatan pelayaran, sudah dimiliki 1.214 unit jumlah sarana
bantu navigasi. Di bidang telekomunikasi pelayaran, telah di bangun sejumlah stasiun radio pantai yang tersebar di 214 lokasi.

205

Di bidang operasional pelabuhan, telah dikeluarkan Inpres


Nomor 4 Tahun 1985 dan Inpres Nomor 3 Tahun 1991 yang bertu juan untuk memperlancar bongkar muat barang di pelabuhan, serta
pembentukan perum pelabuhan sebagai. pengelola, yang akhirnya
menjadi PT Persero Pelabuhan. Untuk melayani angkutan peti
kemas telah dibangun tiga pelabuhan yang memiliki fasilitas khusus
bongkar muat peti kemas, yaitu Belawan, Tanjung Priok, dan
Tanjung Perak. Sementara itu, dalam mendorong ekspor nonmigas
telah dibuka 127 pelabuhan untuk perdagangan luar negeri yang
tersebar di seluruh Indonesia.
Di bidang transportasi udara, jumlah penumpang yang diangkut pada penerbangan dalam negeri pada akhir Repelita I sebanyak
1,65 juta orang. Pada akhir Repelita V jumlahnya meningkat
menjadi 8,25 juta orang. Jumlah barang yang diangkut juga
meningkat dari 13,8 ribu ton pada akhir Repelita I menjadi 103,8
ribu ton pada akhir Repelita V. Untuk penerbangan luar negeri
jumlah penumpang meningkat dari 97 ribu orang pada akhir Repe lita I menjadi 2,5 juta orang pada akhir Repelita V. Jumlah barang
yang diangkut juga meningkat dari 3 ribu ton pada akhir Repelita I
menjadi 81 ribu ton pada akhir Repelita V. Sejalan dengan pening katan penumpang dan barang, faktor muatan pada penerbangan
dalam negeri telah mencapai 54 persen dan pada penerbangan luar
negeri 47 persen pada akhir Repelita V.
Angkutan udara perintis mulai dilaksanakan pada tahun 1974.
Sejak awal dimulainya pengoperasian angkutan udara perintis,
terus terjadi penurunan penumpang yang diangkut rata-rata sebesar
0,3 persen setiap tahunnya. Demikian pula jumlah bandar udara
yang disinggahi penerbangan perintis menurun, jika pada tahun
1983 masih berjumlah 50 lokasi, pada tahun keempat Repelita V
telah turun menjadi 37 lokasi. Penurunan itu, baik dalam jumlah
penumpang maupun jumlah bandar udara yang disinggahi, menun jukkan telah tersedianya moda transportasi lain yang lebih menarik
bagi masyarakat dan makin bertambahnya jumlah rute penerbangan
komersial.

206

Jaringan pelayanan penerbangan telah mencakup 240 rute


yang menjangkau seluruh propinsi dan beberapa kawasan dunia.
Operasi penerbangan tersebut didukung oleh 844 buah pesawat
udara besar dan kecil, termasuk 211 buah helikopter, dioperasikan
oleh 2 badan usaha milik negara dan 35 perusahaan penerbangan
swasta, serta 60 perusahaan penerbangan umum. Dari seluruh
pesawat yang beroperasi, 16 buah di antaranya dipergunakan pada
penerbangan perintis. Transportasi udara juga berperan dalam
mengangkut jemaah haji. Jumlah jemaah haji yang diangkut pada
akhir Repelita II mencapai 64.414 orang dan pada tahun keempat
Repelita V mencapai 124.998 orang. Jumlah bandar udara yang
berfungsi sebagai pintu masuk bagi penerbangan internasional telah
meningkat, pada tahun keempat Repelita V telah berjumlah 19
bandar udara. Peningkatan kegiatan transportasi di berbagai moda
itu menunjukkan kegiatan perekonomian yang makin berkembang
serta makin terhubungkannya seluruh wilayah Nusantara sehingga
makin terwujud Wawasan Nusantara dan makin kukuh Ketahanan
Nasional.
Jasa meteorologi dan geofisika yang amat penting, meliputi
penyediaan informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika, di
samping telah dapat meningkatkan keselamatan penerbangan,
keselamatan pelayaran dan keselamatan kehidupan masyarakat,
juga telah dapat dimanfaatkan bagi kegiatan di bidang pertanian.
Cakupan, jangkauan, dan rute pelayanan jasa meteorologi, klimatologi, dan geofisika telah meningkat. Liputan pelayanan jasa dan
informasi meteorologi untuk bidang pelayaran pada Repelita V
mencapai 7 dari 36 wilayah pelayaran yang harus dicakup atau
sebesar 19 persen liputan pelayanan. Untuk bidang penerbangan
liputannya mencapai 54 persen dari kebutuhan 146 bandar udara
yang harus dilayani, bidang pertanian mencapai 59 persen dari 27
propinsi, geofisika mencapai 76 persen dari 37 wilayah rawan
gempa, dan lingkungan hidup mencapai 51 persen dari 57 wilayah
pengamatan pencemaran.

207

Pada tahun terakhir Repelita V telah tersedia 5 balai wilayah,


114 stasiun meteorologi, 17 stasiun klimatologi, 28 stasiun
geofisika, 3.987 pos pengamatan kerja sama mengenai hujan, iklim
penguapan, dan Meteorologi Pertanian Khusus (MPK), 34 unit
pengamatan komposisi atmosfer dan 3 unit pengamatan petir.
Selain itu, telah tersedia 7 unit radar cuaca, 19 unit Radio Sonde
dan Radar Wind, 6 unit kalibrasi, 6 unit Automatic Picture Transmission (APT), dan 1 unit Automatic Message Switching Centre
(AMSC). Kemampuan pencarian dan penyelamatan (search and
rescue) yang merupakan pelayanan masyarakat yang terkena
musibah, bencana alam, dan bencana lainnya telah meningkat pula.
Menjelang akhir Repelita V telah berhasil ditetapkan peratur anperundangan yang mengatur pembangunan transportasi, yakni
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan, Undang undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, Undang undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbang an, dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG
PEMBANGUNAN
Pembangunan transportasi pada PJP I telah dapat meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana serta fasilitas transportasi,
di samping peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dalam
upaya memenuhi kebutuhan transportasi. Pertumbuhan transportasi
baik transportasi darat, laut, maupun udara cukup besar selama
PJP I. Demikian pula, penyediaan prasarana jalan dan fasilitas
lainnya. Dalam PJP II nanti diperkirakan kebutuhan transportasi
akan semakin besar. Untuk dapat memenuhi kebutuhan transportasi
secara lebih baik, maka perlu dikenali adanya berbagai tantangan,
kendala, dan peluang yang akan dihadapi.

208

1. Tantangan
Dalam memasuki PJP II masih banyak wilayah di Kepulauan
Nusantara yang belum terlayani oleh jasa transportasi, khususnya
wilayah pedalaman, kawasan perbatasan, serta sebagian besar
kawasan timur Indonesia. Permasalahan yang dihadapi tidak hanya
penyediaan sarana dan prasarana transportasi, tetapi juga kemudahan pergantian antarmoda transportasi. Mengingat sifat geografi
negara Indonesia, pemenuhan kebutuhan jasa transportasi nasional
tidak dapat hanya bertumpu pada salah satu moda transportasi saja,
tetapi harus merupakan integrasi dari berbagai moda transportasi
sehingga pelayanan jasa transportasi dapat efisien dan memenuhi
kebutuhan masyarakat dan keperluan pembangunan. Dengan
demikian, tantangan pembangunan transportasi adalah bagaimana
menciptakan sistem transportasi yang andal, berkemampuan tinggi,
efisien, dan mampu menghubungkan Kepulauan Nusantara sebagai
satu kesatuan wilayah Nusantara sehingga mendukung terbentuknya kemampuan daya saing yang tinggi dalam segala aspek pada
tingkat internasional.
Upaya untuk melayani jasa transportasi di wilayah pedalaman
dan kawasan terpencil telah dilakukan melalui pengembangan
sistem transportasi perintis, baik transportasi darat, laut maupun
udara. Pembangunan prasarana jalan di seluruh pelosok tanah air
telah memperlancar roda perekonomian dan membuka wilayah
yang terisolasi dan terbelakang. Pembangunan jalan telah menghubungkan daerah produksi dengan daerah pemasarannya. Namun,
banyak daerah yang masih terisolasi, terutama di kawasan timur
Indonesia. Selain itu, jaringan jalan belum sepenuhnya menjangkau
daerah terbelakang di tingkat kabupaten dan desa. Angkutan
sungai, danau, dan penyeberangan berperan penting sebagai
pengganti dan penunjang angkutan jalan raya, bahkan bagi banyak
masyarakat Indonesia menggunakan angkutan tradisional telah
membudaya dan besar peranannya dalam melayani kebutuhan
angkutan di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Angkutan
sungai, danau, dan penyeberangan perlu ditingkatkan sehingga

209

dapat diperluas jangkauan pelayanannya, terutama dalam menem bus keterisolasian dan mengatasi masalah kemiskinan di wilayah
yang tertinggal. Oleh karena itu, dalam PJP II merupakan tantangan pula bagaimana meningkatkan jaringan transportasi darat yang
meliputi angkutan sungai, danau, dan penyeberangan mampu
menjangkau seluruh daerah terpencil dan daerah pedalaman, ter utama di kawasan timur Indonesia.
Dalam kaitan pengembangan sistem transportasi darat,
pertumbuhan penduduk, dan kecenderungan bermukimnya pen duduk di wilayah perkotaan menuntut penyediaan sarana dan
prasarana transportasi yang andal dan dapat melayani kebutuhan
mobilitas penduduk perkotaan. Pertumbuhan perkotaan yang cepat
belum dapat diimbangi oleh sistem transportasi yang ada. Trans portasi perkotaan ditandai oleh kemacetan dan polusi yang tinggi.
Oleh karena itu, dalam pembangunan transportasi merupakan
tantangan pula untuk menciptakan sistem transportasi perkotaan
yang andal, aman, nyaman, terjangkau oleh masyarakat banyak,
dan mampu mengangkut penumpang dalam jumlah besar serta
berpolusi rendah.
Angkutan kereta api merupakan sarana transportasi yang tepat
untuk melayani kebutuhan masyarakat, terutama yang berpengha silan rendah serta kebutuhan pengangkutan barang dalam jumlah
besar secara cepat, aman, dan efisien. Angkutan kereta api diban ding dengan moda angkutan yang lain memiliki keuntungan, yaitu
tarifnya bersaing dan daya angkutnya yang besar. Pada kenya taannya tingkat pelayanan jasa angkutan kereta api masih rendah
dibandingkan dengan moda angkutan lainnya. Hal ini disebabkan
oleh prasarana dan sarana kereta api yang belum memadai untuk
melayani permintaan jasa angkutan kereta api, selain juga mutu
pelayanannya yang masih belum memuaskan pengguna j a s a .
Dengan demikian, menjadi tantangan pula meningkatkan pelayanan
angkutan kereta api agar mampu melayani kebutuhan masyarakat
serta mendorong gerak perekonomian secara efektif dan efisien.

210

Indonesia merupakan negara maritim sehingga transportasi


laut mempunyai peranan yang penting dalam menghubungkan
Kepulauan Nusantara dan menggerakkan perekonomian. Penyeleng garaan transportasi laut dikembangkan untuk mendukung ekspor
nonmigas dan kelancaran perdagangan sehingga dewasa ini penye diaan kapasitas angkutan barang antarpulau dan ekspor-impor
sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar. Kebijaksanaan itu terus
berhasil mendukung peningkatan ekspor nonmigas, tetapi sebagai
akibatnya peranan armada nasional, baik angkutan dalam negeri
maupun luar negeri menurun, karena tersaingi kapal-kapal asing.
Dalam jangka panjang, sebagai negara bahari, Indonesia memerlu kan armada nasionalnya sendiri dan tidak hanya bergantung kepada
armada asing. Oleh karena itu, tantangan di masa mendatang,
terutama dalam menghadapi globalisasi ekonomi dan kecen derungan regionalisasi blok-blok perdagangan internasional, adalah
bagaimana armada nasional dapat tumbuh berkembang menjadi
armada yang tangguh, mandiri, dan mampu bersaing secara inter nasional.
Transportasi. udara didukung oleh adanya bandar udara serta
fasilitas keselamatan penerbangan. Meskipun telah banyak kemaju an, akhirnya fasilitas tersebut secara umum masih belum memadai
dan tidak seluruhnya memenuhi standar persyaratan keselamatan
penerbangan. Selain itu, jumlah pesawat udara juga terbatas dan
banyak yang sudah tua sehingga membutuhkan biaya pemeliharaan
dan operasional yang cukup tinggi. Efisiensi pelayanan transportasi
udara juga masih rendah seperti tampak pada faktor muatannya.
Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi sektor transportasi udara
adalah bagaimana menyelenggarakan transportasi udara yang dapat
diandalkan dalam memenuhi kebutuhan jasa transportasi udara
dalam negeri dan luar negeri secara bersaing sehingga mampu
memanfaatkan terbukanya pasar dunia, meningkatnya perekonomi an Indonesia, kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik, serta
perkembangan ekonomi dunia pada umumnya.

211

Jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah garis


kemiskinan saat ini mencapai 27 juta jiwa dan tersebar di 27 propinsi. Sudah menjadi konsensus nasional bahwa kemiskinan harus
segera diatasi. Kemiskinan terjadi antara lain karena tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan yang rendah serta kekurangmampuan
penduduk miskin untuk meningkatkan usahanya. Salah satu penyebab keadaan di atas adalah rendahnya tingkat pelayanan transportasi.
Dengan demikian, tantangan berikutnya adalah bagaimana agar
pembangunan transportasi berperan dalam upaya mengentaskan
masyarakat dari kemiskinan melalui pembangunan sarana dan
prasarana transportasi, khususnya yang dapat dijangkau oleh
penduduk miskin.
Pembangunan transportasi memerlukan dukungan yang kuat
dari industri transportasi, baik yang diusahakan oleh Pemerintah
(BUMN) maupun swasta. Namun, industri transportasi nasional
yang ada belum berdiri di atas landasan yang kukuh dan masih
sangat bergantung pada masukan sumber daya dari luar negeri,
baik itu berupa modal, teknologi, bahan baku maupun suku ca dang. Di samping itu, pengembangan industri transportasi juga
kurang mendapat dukungan dari dunia perbankan, terutama dalam
membantu pendanaan investasi industri transportasi. Oleh sebab
itu, menjadi tantangan dalam pembangunan transportasi bagaimana
agar industri transportasi nasional dapat tumbuh dan berkembang
secara efisien dan berdaya saing tinggi.
2. Kendala
Pembangunan transportasi dalam Repelita VI dalam menjawab
berbagai tantangan seperti diuraikan di atas harus memperhitungkan beberapa kendala.
Wilayah yang luas dan terdiri atas kepulauan menyebabkan
pengembangan transportasi merupakan pekerjaan yang tidak
mudah. Pembangunan transportasi yang merata ke seluruh penjuru
tanah air membutuhkan jaringan prasarana dan sarana yang
212

penyediaannya memerlukan investasi yang besar. Kemampuan


Pemerintah sangat terbatas , untuk menyediakan dana investasi bagi
pembangunan jaringan transportasi yang menjangkau seluruh
wilayah tanah air dalam suatu sistem transportasi yang andal, efi si e n, dan terjangkau oleh rakyat banyak. Di pihak lain
keikutsertaan swasta dalam pembangunan prasarana transportasi
juga belum berkembang.
Kendala itu juga mempengaruhi mutu pelayanan transportasi
yang banyak dikeluhkan. Hal itu juga disebabkan oleh belum
memadainya kualitas sumber daya manusia yang menyelenggara kan kegiatan transportasi serta masih terbatasnya penerapan tek nologi yang memungkinkan penyelenggaraan transportasi yang
efisien.
Kendala dana investasi, serta sumber daya manusia, dan tek nologi juga menghambat pertumbuhan industri transportasi dalam
negeri yang efisien dan berdaya saing.
Dari segi kelembagaan juga masih ada kendala yang
menghambat berkembangnya sistem transportasi yang terpadu
antarmoda serta yang menyebabkan belum optimal dan efisiennya
penyelenggaraan transportasi nasional.
3. Peluang
Selain berbagai kendala ada pula peluang yang dapat
dikembangkan untuk mendukung pembangunan transportasi di
masa depan.
Hasil pembangunan dalam PJP I merupakan landasan yang
kuat dan menjadi modal bagi pembangunan transportasi pada tahap
selanjutnya. Kesejahteraan masyarakat dan kegiatan ekonomi yang
meningkat akan mendorong pertumbuhan sektor transportasi.

213

Dunia usaha telah berkembang pesat dan telah menjadi pendukung pertumbuhan ekonomi. Kemampuan usaha nasional yang
makin besar akan mendorong keikutsertaan usaha swasta yang
makin besar dalam pengembangan transportasi, bukan hanya dalam
pengusahaan transportasi, melainkan juga dalam pembangunan
prasarana, seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut, dan
bandar udara. Hal itu akan didukung pula oleh kualitas sumber
daya manusia yang terus meningkat dengan meningkatnya derajat
pendidikan serta ketersediaan teknologi yang dapat meningkatkan
keekonomisan investasi di bidang transportasi.
IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN
PEMBANGUNAN
1. Arahan GBHN 1993
Pembangunan transportasi yang berperan sebagai urat nadi
kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi nasional yang
andal, berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara terpadu,
tertib, lancar, aman, nyaman, dan efisien dalam menunjang dan
sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung
mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi
nasional, serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan
hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka
perwujudan Wawasan Nusantara.
Sistem transportasi nasional ditata dan terus disempurnakan
dengan didukung peningkatan kualitas sumber daya manusia
sehingga terwujud baik keandalan untuk pelayanan maupun keterpaduan antar- dan intramoda transportasi, serta disesuaikan dengan
perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, kebijaksanaan tata ruang, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kebijaksanaan energi nasional agar selalu dapat memenuhi kebutuhan
214

pembangunan, tuntutan masyarakat serta kebutuhan perdagangan


nasional dan internasional dengan memperhatikan keandalan
maupun kelaikan sarana transportasi. Peran serta pihak swasta dan
koperasi dalam penyelenggaraan transportasi perlu didorong dan
digalakkan melalui penciptaan iklim yang menumbuhkan kompetisi
yang sehat dan saling menghidupi, termasuk dalam penyediaan
transportasi perintis serta pengembangan jalur transportasi yang
strategis. Peran serta swasta dan badan usaha milik negara dalam
sistem transportasi internasional baik laut maupun udara harus
terus didorong sehingga mampu memperoleh pangsa pasar yang
wajar dalam transportasi penumpang dan barang dari dan ke luar
negeri. Jasa transportasi yang sangat penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak harus diselenggarakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada sesuai
dengan kondisi dan kemampuan masyarakat serta mengabdi pada
kepentingan nasional.
Transportasi ke dan di perdesaan, daerah dan pulau terpencil,
daerah transmigrasi, daerah terbelakang, dan daerah perbatasan,
terutama di kawasan timur Indonesia, perlu terus dibangun,
dikembangkan, dilembagakan, dan ditangani secara khusus dalam
rangka menunjang pengembangan wilayah dan agar peningkatan
serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dirasakan
masyarakat secara lebih meluas. Di wilayah perkotaan dikembangkan transportasi masal yang tertib, lancar, aman, nyaman, dan
efisien agar memberikan daya tarik bagi pemakai jasa transportasi
serta agar kemacetan dan gangguan lalu lintas dapat dihindarkan
dan kualitas lingkungan hidup dapat dipertahankan.
Pembangunan transportasi darat diarahkan pada pengembangan secara terpadu transportasi jalan raya, kereta api, sungai,
danau, dan penyeberangan di seluruh wilayah tanah air sehingga
tercipta transportasi darat yang tertib, lancar, aman, nyaman, dan
efisien melalui pembangunan sarana dan prasarana, peningkatan
manajemen dan pelayanan, termasuk pembinaan disiplin pemakai
jalan, serta kejelasan informasi lalu lintas agar mampu memacu
pembangunan di semua sektor dan di daerah.
215

Pembangunan jalan perlu terus ditumbuhkembangkan dan


diserasikan dengan perkembangan transportasi jalan raya, terutama
keserasian antara beban dan kepadatan lalu lintas kendaraan dengan
kemampuan daya dukung jalan, jaringan jalan di pusat pertumbuhan, pusat produksi dan yang menghubungkan pusat produksi
dengan daerah pemasaran. Pembangunan jalan yang membuka
daerah terpencil dan mendukung pengembangan permukiman
termasuk permukiman transmigrasi terus ditingkatkan. Pembangunan jalan tol bebas hambatan yang mendukung sistem transportasi
cepat dikembangkan bersama-sama antara pemerintah dan swasta
dengan tetap memperhatikan adanya jalan alternatif yang memadai.
Transportasi penumpang dan barang dalam kota, antarkota dan
antardaerah dibina dan dikembangkan agar mampu berperan dalam
meningkatkan kelancaran arus penumpang dan barang, selaras
dengan dinamika pembangunan. Keamanan, ketertiban, dan keselamatan transportasi jalan raya, sehubungan dengan kecanggihan
peralatan yang cenderung semakin meningkatkan kecepatan kendaraan, perlu mendapatkan perhatian khusus.
Pembangunan perkeretaapian yang memiliki potensi dan
peluang besar dalam sistem transportasi masal dan mengangkut
muatan yang berat dalam jumlah yang besar terus ditingkatkan
secara optimal dan dimodernisasikan dengan memanfaatkan teknologi yang lebih canggih, dengan jalur jalan kereta api yang tepat
dengan kemungkinan perluasannya terutama jalur ganda pada lintasan padat. Penyempurnaan manajemen dan mutu pelayanan makin
ditingkatkan agar kereta api dapat diandalkan sebagai transportasi
masal yang ekonomis dan aman.
Pembangunan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan
dilanjutkan dan ditingkatkan baik sebagai transportasi yang berdiri
sendiri maupun sebagai transportasi yang merupakan bagian dari
jenis transportasi lain sehingga peranannya dalam menunjang
pembangunan di berbagai sektor dan daerah termasuk daerah
permukiman di pedalaman dan daerah terpencil dapat diandalkan.

216

Perhatian khusus perlu diberikan pada upaya pemeliharaan sarana


dan prasarana jalur pelayaran sungai, kualitas lingkungan alur
transportasi, dan pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
Transportasi laut sebagai bagian dari sistem transportasi
nasional perlu dikembangkan dalam rangka mewujudkan Wawasan
Nusantara yang mempersatukan seluruh wilayah Indonesia, termasuk lautan nusantara sebagai satu kesatuan wilayah nasional.
Pengembangan transportasi laut harus mampu menggerakkan
pembangunan nasional dan pembangunan daerah, khususnya di
kawasan timur Indonesia, dengan mengutamakan keteraturan
kunjungan kapal yang dapat menggairahkan tumbuhnya perdagangan dan kegiatan pembangunan umumnya. Laut Nusantara
sebagai lahan usaha kelautan mengharuskan pengutamaan
pelayaran nusantara nasional yang mampu menjamin tersedianya
pelayanan transportasi laut yang layak dan aman sekaligus
menciptakan lapangan kerja.
Pembangunan pelayaran nasional terus ditingkatkan dan diperluas, termasuk penyempurnaan manajemen dan dukungan fasilitas
pelabuhan, sehingga transportasi laut makin mampu berperan
mendukung pembangunan nasional dan dalam menyatukan seluruh
wilayah tanah air. Armada transportasi laut nasional terus ditumbuhkembangkan dengan dukungan fasilitas pembangunan, pemeliharaan, dan perbaikan kapal yang andal, didukung oleh teknologi
yang sesuai agar mampu bersaing dengan pelayaran internasional.
Pelayaran dalam negeri dilaksanakan dengan mengutamakan
penggunaan kapal berbendera Indonesia. Pelayaran rakyat dan
pelayaran perintis dibina dan dikembangkan agar lebih mampu ikut
memberikan jasa transportasi laut antarpulau terutama daerah dan
pulau terpencil. Kemampuan pelayaran samudera nasional terus
ditingkatkan dengan dukungan yang serasi dengan pembangunan
galangan kapal nasional yang efisien, serta dilengkapi dengan
sarana dan prasarana agar mampu memenuhi kebutuhan transportasi barang baik ekspor maupun impor.
217

Pembangunan transportasi udara termasuk sarana dan prasarananya terus ditingkatkan agar lebih dapat diandalkan dalam
memenuhi kebutuhan jasa transportasi udara dalam negeri yang
mampu beroperasi secara optimal menjangkau seluruh wilayah
nasional dan kebutuhan penerbangan luar negeri yang kompetitif,
serta didukung oleh industri pesawat terbang, fasilitas pemeliharaan dan perbaikan pesawat terbang beserta komponennya yang
andal dan efisien. Transportasi udara perintis ditingkatkan dan
dikembangkan untuk dapat menjangkau semua daerah dan pulau
terpencil terutama yang belum dapat dijangkau dengan jaringan
transportasi darat dan laut, didukung peningkatan peran aktif
pemerintah daerah dan usaha swasta setempat. Mutu pelayanan
transportasi udara terus dikembangkan terutama melalui peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan manajemen usaha termasuk
bidang pemasaran. Jangkauan, pola jaringan, armada pesawat
terbang, mutu pelayanan, dan daya saing penerbangan nasional
rute luar negeri makin ditingkatkan agar dapat memperbesar
pangsa pasar, dan arus wisata serta makin mampu berperan untuk
memenuhi keperluan jasa transportasi penumpang dan barang
dalam lalu lintas internasional.
Jasa meteorologi dan geofisika terus dikembangkan untuk
menunjang berbagai sektor pembangunan, khususnya penyediaan
informasi cuaca yang diperlukan demi terwujudnya kelancaran dan
keselamatan penyelenggaraan transportasi laut dan udara. Kebutuhan informasi cuaca dan geofisika yang terpercaya perlu didukung
oleh organisasi, kualitas sumber daya manusia, manajemen, dan
peralatan yang canggih.
Pencarian dan penyelamatan manusia sebagai akibat dari
musibah, bencana alam, dan bencana lainnya merupakan tugas
nasional, dan harus dilaksanakan secara terkoordinasi oleh berbagai pihak yang perlu terus dimantapkan melalui peningkatan
kemampuan organisasi, kualitas sumber daya manusia, manaje-men,
serta sarana dan prasarananya agar mampu menyelenggara-kan
bantuan penyelamatan dengan cepat dan tepat.
218

2. Sasaran
a.

Sasaran PJP II

Sasaran pembangunan transportasi dalam PJP II adalah


mendukung terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal
melalui penyelenggaraan sistem transportasi nasional yang efisien.
Dalam kaitan itu, pada akhir PJP II keterpaduan antarmoda
transportasi dapat terwujud. Dalam PJP II dapat dicapai tingkat
kemandirian yang mantap di bidang transportasi melalui dukungan
penggunaan hasil industri transportasi dalam negeri yang andal,
penguasaan pengetahuan dan teknologi, peningkatan pelayanan,
dan peningkatan manajemen pengoperasian. Dalam hal transportasi
laut, moda transportasi laut sudah makin berkembang dan menjadi
moda transportasi utama dalam melayani distribusi orang, barang,
dan jasa.
Sasaran pembangunan di bidang transportasi dalam PJP II
dapat dilihat dalam Tabel 24-1.
b.

Sasaran Repelita VI

Sasaran pembangunan transportasi dalam Repelita VI adalah


meningkatnya peranan sistem transportasi nasional dalam
memenuhi kebutuhan mobilitas manusia, barang, dan jasa;
terwujudnya sistem transportasi nasional yang makin efisien yang
didukung oleh kemampuan penguasaan teknologi dan sumber daya
manusia yang berkualitas; meningkatnya peran serta masyarakat
dalam usaha transportasi; meluasnya jaringan transportasi yang
menjangkau daerah terpencil dan terisolasi, terutama di kawasan
timur Indonesia; tersedianya pelayanan transportasi yang andal
untuk mendukung industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata; serta makin mantapnya peraturan perundang-undangan yang
terkait dalam penyelenggaraan transportasi.

219

220
TABEL 24-1
SASARAN PEMBANGUNAN TRANSPORTASI
DALAM PJP II

Janis Sasaran

Satuan

Akhir
Repelita V *)

PJP II
Akhir
Repelita VI

Akhir
Repelita VII

Akhir
Repelita VIII

Akhir
Repelita IX

Akhir
Repelita X

1. Panjang jalan arteri, kolektor, dan lokal

km

244,170.0

288,030.0

304,250.0

358,240.0

442,850.0

632,000.0

2. Panjang jalan kereta api

km

5,051.0

5,401.0

5,958.0

8,708.0

7,380.0

7,880.0

3. Angkutan laut dalam negeri

juta ton

138.5

187.0

221.0

332.4

505.8

778.0

4. Angkutan laut ekspor-impor

Juta ton

172.1

210.3

283.5

398.9

575.5

883.3

5. Penumpang udara dalam negeri

Juta orang

82

122

17.5

25.1

36.0

51.9

6. Penumpang udara luar negeri

Juta orang

2.5

9.8

13.8

19.8

28.4

40.8

Catatan :*) Angka perkiraan realisasi (keadaan pada akhir Repelita V)

Sektor transportasi dapat ditumbuhkembangkan rata-rata


sebesar 7,0 persen per tahun selama Repelita VI. Dalam upaya
perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, sektor transportasi juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dari
sekitar 3,14 juta orang pada tahun 1993 menjadi sebesar 3,89 juta
orang pada akhir Repelita VI. Hal ini berarti bahwa sektor transportasi mampu memberikan tambahan kesempatan kerja kepada
0,75 juta orang selama Repelita VI. Penyerapan tenaga kerja,
terutama terjadi dari semakin tumbuh dan berkembangnya usaha
antarmoda transportasi, termasuk transportasi perintis dalam
bentuk koperasi pada pelayaran rakyat.
Sasaran pembangunan prasarana jalan pada akhir Repelita VI
adalah terlaksananya rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan
jembatan, peningkatan jalan dan penggantian jembatan, serta
pembangunan jalan dan jembatan baru dalam rangka terwujudnya
panjang jalan yang berfungsi sebagai jalan arteri sepanjang 16.000
kilometer, jalan kolektor sepanjang 50.000 kilometer, jalan lokal
sepanjang 201.370 kilometer, dan jalan tol sepanjang 660 kilometer, serta tercapainya kemantapan jalan arteri dan kolektor sebesar
100 persen dan jalan lokal sebesar 60 persen, termasuk jalan poros
desa.
Dalam Repelita VI, di bidang transportasi kereta api akan
diselesaikan pembangunan jalan kereta api sepanjang 350 kilometer yang antara lain terdiri dari pembangunan jalur ganda secara
parsial antara Jakarta - Cirebon - Yogyakarta - Solo - Madiun Surabaya, Jakarta - Bogor, Jakarta - Tangerang, Jakarta - Serpong, dan Cikampek - Purwakarta; peningkatan dan rehabilitasi
jalan kereta api sepanjang 840 kilometer di Jawa dan Sumatera;
peningkatan dan rehabilitasi jembatan kereta api sebanyak 130
buah di Jawa dan Sumatera; penyelesaian modernisasi sinyal dan
telekomunikasi kereta api sebanyak 50 unit; rehabilitasi lok diesel
sebanyak 16 buah; rehabilitasi KRL sebanyak 30 buah; modifikasi
dan rehabilitasi kereta penumpang sebanyak 60 buah; pengadaan
kereta penumpang sebanyak 170 buah; pengadaan lok diesel

221

sebanyak 52 buah; pengadaan KRL sebanyak 84 buah; peningkatan


kapasitas angkutan kereta api di Jawa dan Sumatera, termasuk
angkutan penumpang dengan Kereta Rel Listrik di wilayah
Jabotabek.
Di bidang transportasi sungai, danau, dan penyeberangan,
dalam Repelita VI akan diselesaikan pembangunan dermaga dan
terminal sungai, danau, dan penyeberangan di 101 lokasi; rehabili tasi dermaga dan terminal sungai, danau, dan penyeberangan di 42
lokasi; pengoperasian kapal perintis sebanyak rata-rata 35 buah per
tahun; pembersihan alur sungai di Kalimantan dan Sumatera;
pemetaan sungai dan danau untuk pengembangan pelayaran.
Sasaran di bidang transportasi sungai, danau, dan penye berangan yang akan dicapai adalah menambah jangkauan pelayaran
di Kalimantan, Sumatera, dan kawasan timur Indonesia; terwujudnya pelayanan transportasi multi moda, khususnya di Sumatera
dan Kalimantan; serta peningkatan frekuensi pelayanan pada lintaslintas yang masih belum optimal.
Sasaran di bidang transportasi laut yang akan dicapai pada
akhir Repelita VI adalah pembangunan dan peningkatan 7 pelabuh an peti kemas; pembangunan dan peningkatan 14 pelabuhan yang
mampu melayani bongkar muat peti kemas secara konvensional;
pembangunan dermaga pelayaran rakyat dan perintis di 158 lokasi;
pembangunan fasilitas sarana bantu navigasi yang meliputi 32 unit
menara suar dan 300 unit rambu suar serta peningkatan stasiun
radio pantai; peningkatan fasilitas kesyahbandaran serta penjagaan
laut dan pantai; pengerukan alur pelayaran utama sejumlah 60 juta
meter kubik; tersedianya kapasitas armada pelayaran dalam negeri
yang mampu mengangkut muatan 167 juta ton; tersedianya kapasi tas armada pelayaran milik nasional yang mampu mengangkut
sekitar 10 persen dari total muatan pelayaran luar negeri sebesar
210,3 juta ton yang mencakup 9,3 juta ton muatan curah, 136,0
juta ton muatan cair dan gas, 7,0 juta ton muatan nonpeti kemas,
dan 58,0 juta ton peti kemas atau 2,7 juta twenty-feet equivalent
units (TEU); serta pengoperasian 34 kapal perintis per tahun.
222

Sasaran di bidang transportasi udara pada akhir Repelita VI


yang akan dicapai adalah tersedianya kapasitas armada udara yang
mampu mengangkut penumpang sebesar 12,2 juta orang pada
penerbangan dalam negeri dan 9,6 juta orang pada penerbangan
luar negeri; dan jumlah bandar udara yang berfungsi sebagai pusat
penyebaran Hub sebanyak 12 bandar udara dan subpusat penyebaran Spoke sebanyak 13 bandar udara; pengendalian lalu lintas
penerbangan di wilayah Indonesia seluruhnya oleh Indonesia;
fasilitas keselamatan penerbangan pada bandar udara dan jalur
penerbangan yang melayani rute luar negeri terpenuhi sesuai
dengan persyaratan keselamatan penerbangan internasional; peremajaan pesawat udara yang sudah tua serta perampingan tipe dan
jenis pesawat udara yang beroperasi di Indonesia; serta pengoperasian penerbangan perintis di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Irian Jaya.
3. Kebijaksanaan
Dalam rangka mewujudkan berbagai sasaran yang dikemukakan di atas, disusun kebijaksanaan pembangunan transportasi
dalam Repelita VI yang meliputi mengembangkan sistem transportasi nasional yang andal, berkemampuan tinggi, terpadu, dan efisien serta mengacu pada pola tata ruang; mengembangkan transportasi regional dengan perhatian khusus pada daerah terbelakang,
terutama kawasan timur Indonesia; mengembangkan transportasi
perkotaan; mendukung pembangunan industri, pertanian, perdagangan, dan pariwisata; meningkatkan kualitas pelayanan sarana
dan prasarana transportasi; meningkatkan peran serta masyarakat;
mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi; meningkatkan daya saing transportasi nasional; dan meningkatkan
kemantapan peraturan perundang-undangan yang terkait dalam
penyelenggaraan transportasi.
Beberapa kebijaksanaan tersebut akan diuraikan lebih lanjut
sebagai berikut:

223

1)

Mengembangkan Sistem Transportasi Nasional

Dalam rangka mengembangkan sistem transportasi nasional,


ditempuh kebijaksanaan, yaitu mengembangkan pola keterpaduan
antar- dan intramoda dengan mempertimbangkan karakteristik tiap
moda transportasi, pola pengembangan wilayah, aspek geografis,
faktor spesifik wilayah, dan pemilihan teknologi yang tepat. Selain
itu, juga meningkatkan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi
perencanaan, pembangunan, dan pengoperasian antarmoda transportasi serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan transportasi,
baik nasional maupun internasional untuk menekan biaya transportasi, baik dalam jaringan sistem transportasi nasional maupun
sistem transportasi internasional. Kebijaksanaan lainnya adalah
memantapkan hierarki pelayanan lokal dalam wilayah terbatas,
pelayanan antarkawasan, antarkota dan antarpulau, dengan jenis
moda transportasi yang berbeda, sehingga sistem jaringan jalan dan
kereta api dapat menghubungkan simpul-simpul produksi, distribusi, dan daerah pemasaran dengan pelabuhan-pelabuhan laut dan
udara; memantapkan hierarki pelabuhan laut dalam struktur
pelabuhan utama yang berfungsi sebagai pengumpul dan
pendistribusi serta pelabuhan pengumpan yang berfungsi sebagai
pendukung pelabuhan utama; dan memantapkan hierarki bandar
udara yang berfungsi sebagai Hub dan Spoke sesuai dengan fungsi
dan kapasitasnya. Di samping itu, kebijaksanaan pengembangan
sistem transportasi nasional juga memadukan hierarki pelabuhan
laut dengan sistem pelabuhan di Asia dan internasional serta
menjadikan bandar udara sebagai bagian dari jaringan bandar udara
internasional.
2)

Mengembangkan Transportasi Regional

Dalam rangka mengembangkan transportasi regional, terutama


daerah yang terbelakang seperti kawasan timur Indonesia diambil
kebijaksanaan mengembangkan fasilitas pelayanan transportasi di
daerah perdesaan, pulau terpencil, daerah transmigrasi, dan daerah

224

perbatasan; membangun jalan poros desa dengan prioritas desadesa tertinggal ke pusat-pusat pertumbuhan, lokasi pelayanan
pasar, tempat pendidikan dan kesehatan terdekat. Selain itu, juga
mengembangkan sistem transportasi regional di kawasan timur
Indonesia dengan memanfaatkan potensi geografis dan moda transportasi perintis untuk menggerakkan perekonomian di kawasan
timur Indonesia dengan transportasi laut sebagai intinya serta
mengembangkan jalur penyeberangan yang menghubungkan pulaupulau di Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku dengan kawasan
barat serta jalur-jalur yang membentuk angkutan penyeberangan
poros utara, tengah, dan selatan dengan tetap memperhatikan
keterpaduan dengan moda transportasi jalan raya. Kebijaksanaan
lainnya adalah mengembangkan pelabuhan strategis di kawasan
timur Indonesia dan kawasan barat Indonesia yang tertinggal dalam
rangka memacu pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan peran
armada rakyat dan perintis melalui perluasan jangkauan dan peningkatan frekuensi kunjungan kapal.
3) Mengembangkan Transportasi Perkotaan
Untuk mengembangkan transportasi perkotaan ditempuh kebijaksanaan, yaitu mengembangkan sistem transportasi masal yang
tertib, lancar, aman, nyaman, dan efisien serta terjangkau oleh
semua lapisan pemakai jasa transportasi; dan mengatasi kemacetan
dan gangguan lalu lintas serta mempertahankan kualitas lingkungan. Kebijaksanaan lainnya adalah meningkatkan sistem jaringan jalan dalam kota yang terintegrasi dengan sistem jaringan jalan
antarkota agar transportasi dalam kota dapat berfungsi baik dalam
melayani aktivitas lokal dan dalam melayani daerah sekitarnya;
mengembangkan keterpaduan antar- dan intramoda, sesuai dengan
rencana tata ruang kota serta pemanfaatan ruang jalur koridor
transportasi masal sebagai pusat-pusat kegiatan baru; dan mengembangkan manajemen transportasi perkotaan untuk mencapai tingkat
efisiensi dan kualitas pelayanan yang tinggi. Selain itu, juga
meningkatkan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan transportasi
kota secara terpadu; meningkatkan peran serta swasta dalam
225

investasi dan pengelolaan transportasi kota; dan melakukan upaya


konservasi dan diversifikasi energi dalam transportasi perkotaan.
4)

Mendukung Pembangunan Sektor Industri,


Pertanian, Perdagangan, dan Pariwisata

Dalam rangka mendukung pembangunan sektor industri,


pertanian, perdagangan, dan pariwisata diambil kebijaksanaan,
yaitu meningkatkan kapasitas infrastruktur transportasi yang
menunjang kawasan industri pada zona-zona industri; mendukung
pengembangan industri transportasi dalam negeri melalui penguta maan penggunaan produk-produknya dan meningkatkan komponen
lokal dalam seluruh investasi pembangunan prasarana dan sarana
transportasi; dan memperlancar distribusi dan penyediaan jasa
tansportasi untuk mendukung pengembangan industri kecil, industri
menengah termasuk industri kerajinan dan industri rumah tangga
agar dapat menunjang pemasarannya. Kebijaksanaan lainnya adalah
memperlancar distribusi komoditas hasil pertanian ke wilayah
pemasaran sehingga dapat menjamin stabilitas harga dan distribusi
perdagangan; menerapkan kebijaksanaan tarif yang wajar dan
terjangkau oleh masyarakat; mengembangkan transportasi ke
daerah tujuan wisata dan mendukung kegiatan kepariwisataan
dengan menyediakan sarana transportasi yang dibutuhkan; dan
memperbanyak pintu gerbang masuk yang melayani penerbangan
internasional untuk mendukung perkembangan pariwisata dan
perdagangan.
5)

Meningkatkan Kualitas Pelayanan Transportasi

Dalam rangka meningkatkan pelayanan transportasi di kembangkan kebijaksanaan, yaitu meningkatkan kualitas penye lenggaraan transportasi melalui peningkatan profesionalisme
manajemen, operasi, dan efisiensi; meningkatkan kelancaran,
ketepatan jadwal perjalanan, kecepatan, frekuensi, serta penye diaan fasilitas alih moda yang memadai; dan meremajakan armada
nasional baik armada laut maupun udara. Kebijaksanaan lainnya

226

ialah meningkatkan manajemen pengurusan perjalanan; mengembangkan dan memanfaatkan teknologi dalam pelayanan transportasi; dan meningkatkan mutu keselamatan pelayaran melalui pembangunan fasilitas navigasi, kesyahbandaran, penjagaan laut dan
pantai serta pemeliharaan alur pelayaran. Khusus untuk angkutan
kereta api dikembangkan kebijaksanaan, yaitu membangun jalur
ganda kereta api khususnya pada lintas padat; menambah kapasitas
kereta penumpang kelas ekonomi untuk melayani masyarakat
berpenghasilan rendah; dan meningkatkan pelayanan angkutan peti
kemas dengan kereta api.
6) Meningkatkan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka mendorong peran serta swasta dalam pembangunan transportasi ditempuh kebijaksanaan, yaitu menciptakan
iklim berusaha yang sehat dan saling menghidupi; memberikan
kemudahan dan fasilitas bagi investor swasta di bidang transportasi
yang umumnya memerlukan dana yang besar, mengandung risiko
serta waktu pengembalian yang lama; memacu pengembangan
industri dalam negeri di bidang transportasi; mengembangkan sikap
positif masyarakat pengguna transportasi agar berperilaku tertib
dan disiplin dalam penggunaan lalu lintas; serta mendorong peningkatan efisiensi dalam pengelolaan usaha transportasi, baik oleh
swasta maupun BUMN.
7) Mengembangkan Sumber Daya Manusia dan
Teknologi
Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan teknologi di bidang transportasi diambil kebijaksanaan, yaitu
mengembangkan dan meningkatkan pendidikan dan pelatihan di
bidang transportasi di segala tingkatan meliputi bidang teknis dan
manajemen; meningkatkan pemanfaatan, pengembangan, dan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi transportasi; mendorong dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada swasta
dan BUMN serta perguruan tinggi untuk menyelenggarakan
227

pendidikan dan pelatihan; serta mengembangkan peran lembaga


penelitian dan asosiasi profesi dalam pembangunan transportasi.
8) Meningkatkan Daya Saing Transportasi Nasional
Dalam Hubungan Internasional
Dalam rangka meningkatkan daya saing transportasi nasional
dalam hubungan internasional dikembangkan kebijaksanaan, yaitu
meningkatkan pemanfaatan teknologi sarana transportasi modern
untuk meningkatkan daya saing; meningkatkan peranan armada
nasional dalam mengangkut barang-barang milik pemerintah dan
badan usaha milik negara; meningkatkan fasilitas terminal peti
kemas yang terkait dengan sistem jaringan jalan, jaringan kereta
api, pelabuhan laut, dan bandar udara yang selanjutnya terkait
dalam sistem transportasi internasional; serta meningkatkan fasilitas bongkar muat peti kemas dan kapasitas angkutan sesuai dengan
perkembangan
standardisasi
internasional
peti
kemas.
Kebijaksanaan lainnya ialah melakukan kerja sama bilateral atau
multilateral untuk menghadapi blok-blok perdagangan dalam
rangka menaikkan pangsa pasar; menggalakkan penggunaan
pelayanan multimoda transportasi untuk meningkatkan efisiensi
serta mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia
dengan meningkatkan pendidikan dan profesionalisasi di bidang
transportasi.
V. PROGRAM PEMBANGUNAN
Kebijaksanaan pembangunan sistem transportasi dijabarkan
lebih lanjut dalam program berikut ini.
1. Program Pokok
a. Program Pengembangan Sistem Transportasi
Program pengembangan sistem transportasi bertujuan untuk
memberikan arahan dan strategi bagi penyusunan kebijaksanaan
228

pembangunan transportasi secara berkesinambungan, baik transportasi darat, laut maupun udara sehingga terwujud sistem transportasi
nasional yang andal, terpadu, efisien, berkemampuan tinggi dan
merata, serta terjangkau oleh masyarakat.
Dalam kaitan itu, dikembangkan konsep strategis dan kebijaksanaan dasar sistem transportasi nasional melalui beberapa kegiatan
pengkajian dan pengembangan, yaitu (1) pengkajian sistem transportasi nasional; (2) pengkajian mobilitas nasional; (3) pengkajian
transportasi regional; (4) pengkajian transportasi perkotaan; (5)
pengembangan sistem angkutan umum masal; (6) peningkatan
manajemen transportasi perkotaan; (7) peningkatan keselamatan
sistem transportasi; (8) pengkajian alih teknologi di bidang transportasi; dan (9) pengkajian sistem transportasi kawasan timur
Indonesia.
b. Program Pembangunan Prasarana Jalan dan
Jembatan
Tujuan program pembangunan prasarana jalan dan jembatan
adalah memantapkan dan memperluas jaringan jalan yang menghubungkan daerah pusat produksi dan pemasaran, daerah perkotaan
serta perdesaan dan menjangkau daerah tertinggal. Program ini
juga mendukung pembangunan sektor industri, pertanian, perdagangan, pariwisata, dan sektor lainnya. Kegiatan program pembangunan di bidang jalan dan jembatan meliputi (1) rehabilitasi dan
pemeliharaan jalan dan jembatan; (2) peningkatan jalan dan penggantian jembatan; dan (3) pembangunan jalan dan jembatan baru.
1) Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan
Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan ditujukan
untuk memelihara, merawat, dan memperbaiki kerusakan pada
seluruh ruas jalan yang ada serta menjaga agar kondisi jalan yang
sudah mantap dapat dipertahankan. Pemeliharaan jalan tersebut
dilakukan, baik secara rutin maupun secara berkala 2-3 tahun
229

sekali. Kegiatan ini mencakup rehabilitasi dan pemeliharaan jalan


yang tersebar di 27 propinsi yang meliputi jalan arteri sepanjang
76.530 kilometer, jalan kolektor sepanjang 137.170 kilometer,
jalan lokal sepanjang 428.180 kilometer termasuk jalan poros desa
sepanjang 42.580 kilometer untuk menghubungkan 3.630 desa
dengan pusat kegiatan ekonomi dengan prioritas desa tertinggal,
dan jembatan sepanjang 120.000 meter.
2) Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan
Peningkatan jalan dan penggantian jembatan ditujukan guna
menumbuhkembangkan jaringan dan kualitas jalan sehingga tingkat
pelayanannya tetap dapat dipertahankan sesuai dengan tuntutan
transportasi yang terus berkembang. Kegiatan ini meliputi
peningkatan geometri, kapasitas, dan peningkatan struktur dari
tekanan gandar 8 ton menjadi 10 ton, peningkatan jalan lintas timur
dan barat Sumatera. Peningkatan jalan dan penggantian jembatan
dilakukan tersebar di 27 propinsi mencakup:
a)

peningkatan jalan arteri sepanjang 5.700 kilometer antara lain


di lokasi ruas Cilegon - Cikande - Jakarta, Cikampek Pamanukan - Lohbener, Gempol - Malang, Bawen - Kartosuro, Pasuruan - Probolinggo, Palembang - Prabumulih Muara Enim, Medan - Lubuk Pakam - Perbaungan - Tebing
Tinggi, Dumai - Junction - Batang, Panti - Lubuk Sikaping Bukit Tinggi, Cileunyi - Nagreg, Gempol - Pasuruan, Gempol Mojosari, dan Sidoarjo - Gempol;

b) peningkatan jalan kolektor sepanjang 15.650 kilometer antara


lain di lokasi ruas Asam Baru - Pangkalan Bun di Kalimantan
Tengah, Watampone - Papanua - Tampangeng di Sulawesi
Selatan, Kaeratu - Eti dan Podiwang - Tobelo di Maluku, serta
pulau Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat.
c)

230

peningkatan jalan lokal sepanjang 65.000 kilometer termasuk


jalan poros desa sepanjang 6.630 kilometer dengan prioritas
desa tertinggal;

d) penggantian jembatan sepanjang 55.000 meter.


3) Pembangunan Jalan dan Jembatan
Pembangunan jalan dan jembatan ditujukan untuk membuka
isolasi dan menambah panjang jalan sesuai dengan perkembangan
kawasan serta menghubungkan antarwilayah, antara lain lintas
selatan Kalimantan, lintas selatan Jawa Barat, lintas barat dan
timur Sulawesi, lintas Seram, lintas Halmahera, lintas Yamdena,
lintas Irian, dan persiapan lintas utara dan tengah Kalimantan,
lintas utara Flores, dan lintas selatan Timor. Kegiatan pembangun an
jalan dan jembatan mencakup:
a)

pembangunan jalan arteri sepanjang 1.370 kilometer, antara


lain Nangasokan - Pangkalan Bun (Kalimantan), Wolo - Wofu
(Sulawesi), dan Wamena - Senggi (Irian);

b)

pembangunan jalan arteri tol sepanjang 310 kilometer, antara


lain di lokasi ruas Cikampek - Padalarang, Tanjung Priok Pluit, Cikampek - Cirebon, Jakarta - Serpong, Ciujung Merak, dan Pelabuhan Laut - Tallo - A.P. Petta Rani;

c)

pembangunan jalan lintas perbatasan, seperti Seluas - Entikong


di Propinsi Kalimantan Barat, Ranai - Selat Lampa di Propinsi
Riau, Merauke - Tanah Merah - Waropko dan Jayapura - Yetti Ubrub - Oksibil di Propinsi Irian Jaya, serta persiapan
pembangunan ruas jalan Waropko - Oksibil sehingga lintas
perbatasan Irian Jaya dapat terwujud.

d)

pembangunan jalan kolektor sepanjang 3.530 kilometer;

e)

pembangunan jalan lokal sepanjang 1.840 kilometer;

f)

pembangunan jalan poros desa sepanjang 3.260 kilometer;

g)

pembangunan jembatan sepanjang 30.250 meter.


231

Jalan poros desa, dalam Repelita VI akan ditingkatkan pembangunannya dengan memberi prioritas pada desa tertinggal, yang
keadaan jalannya menjadi penyebab keterbelakangan disbanding
dengan desa lainnya. Sasaran di bidang prasarana jalan dalam
Repelita VI secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 24-2.
c. Program Pembangunan Transportasi Darat
Program pembangunan transportasi darat ditujukan untuk
menciptakan kelancaran, ketertiban, keamanan, keselamatan, dan
kenyamanan transportasi darat. Di samping itu, program tersebut
juga berfungsi untuk memadukan moda-moda transportasi lainnya
sehingga diperoleh jaringan transportasi antarmoda yang terpadu.
Program ini meliputi kegitan (1) pengembangan fasilitas lalu lintas
jalan; (2) pengembangan perkeretaapian; dan (3) peningkatan
angkutan sungai, danau, dan penyeberangan.
1) Pengembangan Fasilitas Lalu Lintas Jalan
Tujuan kegiatan pengembangan fasilitas lalu lintas jalan adalah
menciptakan kelancaran, ketertiban, keamanan dan keselamatan,
serta kenyamanan transportasi jalan raya. Kegiatan pengembangan
fasilitas lalu lintas jalan meliputi:
a)

pengadaan dan pemasangan rambu jalan 46.000 buah, pagar


pengaman jalan 310 kilometer, marka jalan 3.800 kilometer,
dengan lokasi tersebar di 27 propinsi;

b)

pengadaan dan pemasangan peralatan pengujian kendaraan


bermotor 106 unit, dengan lokasi tersebar di 27 propinsi;

c)

pengadaan dan pemasangan lampu lalu lintas 178 unit, tersebar di 27 propinsi;

232

TABEL 2 4 - 2
SASARAN PEMBANGUNAN PRASARANA JALAN
1994/95-1998/99
Repelita VI
Janis Sasaran

Satuan

Akhir
Repelita *)
1994/95

1995196

1996197

1997198

1998199

Jumlah

28,300
78,336
12,030

38,551
82,396
21,539

43,223
87,634
24,616

47,830
89,528
25,840

55,998
90,288
38,175

213,700
428,180
120,000

1. Rehabilitasi dan pemeliharaan


jalan dan jembatan.
a. Jalan arteri dan kolektor
b. Jalan lokal
c. Jembatan

km
km
m

2. Peningkatan jalan dan


penggantian jembatan.
a Jalan arteri dan kolektor
b. Jalan lokal
c. Jembatan

km
Km
m

35,939
51,879
85,389

5,039
11,830
13,852

3,792
13,218
10,819

3,842
12,549
10,321

4,288
13,303
9,856

4,409
14,100
10,152

21,350
65,000
55,000

3. Pembangunan jalan dan jembatan


a. Jalan arteri dan kolektor
b. Jalan local
c. Jembatan
d. Jalan tol

km
km
m
km

1,807
344
4,200
223

1,050
850
1,100
51

1,016
993
8,357
58

1,020
1,018
7,312
61

1,010
1,043
7,333
68

804
1,396
8,148
74

4,900
5,100
30,250
310

210,389
284,889
98,728

Catalan: Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V)

d)

pengadaan bus kota dan bus perintis 1.200 buah, tersebar di


16 propinsi di Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara;

e)

pembangunan terminal penumpang dan barang 43 buah, di 20


propinsi di Sumatera, Jawa, Bali, Maluku, dan Irian Jaya.

Kegiatan ini juga meliputi penyempurnaan struktur pajak


kendaraan bermotor agar juga memperhitungkan faktor perusakan
jalan, dan pengembangan sistem penomoran rute jaringan transportasi jalan sebagai dasar pengembangan pola angkutan jalan raya
yang lebih efisien dan dapat dimanfaatkan masyarakat secara luas
sebagai petunjuk arah perjalanan.
2) Pengembangan Perkeretaapian
Tujuan pengembangan perkeretaapian adalah meningkatkan
kemampuan melayani kebutuhan transportasi manusia dan barang
secara masal dan efisien. Kegiatan pengembangan perkeretaapian
meliputi:
a)

peningkatan dan rehabilitasi jalan kereta api sepanjang 840


kilometer, terutama pada jalur kereta api lintas utara dan lintas
selatan Jawa, serta sebagian lintas timur Jawa dan jalur kereta
api di Sumatera;

b)

pembangunan jalan kereta api sepanjang 350 kilometer, yang


antara lain terdiri atas pembangunan kereta api jalur ganda di
lintas Depok - Bogor sepanjang 23 kilometer, Jakarta Tangerang sepanjang 20 kilometer, Jakarta - Serpong sepan jang 21 kilometer, Cikampek - Cirebon sepanjang 135 kilome ter, Cikampek - Purwakarta sepanjang 19 kilometer, serta
pembangunan jalur ganda secara parsial antara Cirebon Yogyakarta - Madiun - Surabaya;

c)

peningkatan jembatan kereta api 130 buah yang tersebar di


Jawa dan Sumatera;

234

d)

persinyalan elektrik 50 unit, terutama pada lintas utara dan


selatan Jawa;

e)

penambahan sarana lokomotif 52 buah, dan kereta penumpang


170 buah;

f)

rehabilitasi lok diesel 16 buah, dan kereta penumpang 60


buah.

Sasaran di bidang transportasi kereta api dalam Repelita VI


secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 24-3.
3) Peningkatan Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan
Tujuan peningkatan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan adalah menciptakan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan yang dapat diandalkan untuk melayani transportasi di
wilayah pedalaman, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan,
khususnya di kawasan timur Indonesia. Kegiatan ini terdiri atas:
a)

pembersihan alur sungai yang sudah dilayari di Kalimantan,


Sumatera, dan Irian Jaya;

b) pemasangan fasilitas keselamatan pelayaran berupa rambu


sungai dan laut sebanyak 8.760 buah, antara lain di Sumatera,
Kalimantan, Maluku, dan Irian Jaya;
c)

pembangunan baru 41 dermaga penyeberangan antara lain di


lintas Merak - Bakauhuni (Dermaga III), Ujung - Kamal,
Ketapang - Gilimanuk, Padang Bai - Lembar, Tobelo - Daruba, Tual - Dobo, Rum - Ternate, Larat - Saumlaki, Hunimoa Haruku - Saparua, serta lokasi lain di Kalimantan, Sumatera,
Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan lokasi
kawasan timur Indonesia lainnya, pembangunan baru 60
dermaga sungai dan danau, rehabilitasi 25 dermaga penyeberangan dan 17 dermaga sungai dan danau;
235

d)

pemetaan sungai dan danau untuk pengembangan pelayaran;

e)

penambahan sarana kapal perintis, truk, dan bus air khususnya


untuk kawasan timur Indonesia;

f) pengembangan penggunaan jenis sarana transportasi, seperti


kapal Roll on and Roll off (Ro-Ro) yang dapat menampung
angkutan barang, kendaraan maupun penumpang.
Sasaran di bidang transportasi sungai, danau, dan penyeberangan dalam Repelita VI secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 24-4.
d. Program Pembangunan Transportasi Laut
Tujuan program pembangunan transportasi laut adalah menyediakan sarana dan prasarana transportasi laut yang memadai serta
mampu menunjang distribusi barang dan penumpang antarpulau
yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Program
tersebut meliputi (1) pengembangan fasilitas pelabuhan laut; (2)
pengembangan keselamatan pelayaran; serta (3) pembinaan dan
pengembangan armada pelayaran.
1) Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Laut
Pembangunan fasilitas pelabuhan laut bertujuan untuk menata
struktur pelabuhan laut mulai dari pelabuhan peti kemas, pelabuhan
semi peti kemas atau konvensional, pelabuhan khusus, pelabuhan
rakyat, dan pelabuhan perintis. Hal ini berkaitan dengan peningkatan fungsi pelabuhan pengumpul dan pengumpan agar tercapai efisiensi dalam investasi maupun kegiatan operasional sehingga dapat
mengurangi biaya transportasi. Pembangunan fasilitas pelabuhan
laut meliputi pembangunan dermaga 14.850 meter, gudang 80.000
meter persegi, lapangan penumpukan 900.000 meter persegi, dan
terminal penumpang 24.250 meter persegi. Di antara sasaran
tersebut, dermaga sepanjang 2.850 meter, gudang seluas 11.000
meter persegi, lapangan penumpukan 107.500 meter persegi, dan
237

238
TABEL 244
SASARAN PEMBANGUNAN TRANSPORTASI SUNGAI, DANAU, DAN
PENYEBERANGAN 1994/951998/99
(lokasi)

Jenis Sasaran

Repelita VI

Akhir
Repelita V *)
1994/95

1995/96

1998/97

1997/98

1998/99

Jumlah

1. Pembangunan
dermaga/terminal
a. Sungai
dan danau
b.
Peryeberangan

55
33

13
8

12
9

12
9

12
8

11
7

60
41

2. Rehabilitasi dermaga/terminal
a Sungai dan danau
b. Peryeberangan

8
12

3
5

4
5

4
5

3
5

3
5

17
25

Catalan : *) angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V)

terminal penumpang 5.000 meter persegi akan


dilaksanakan pembangunannya oleh badan usaha
milik negara di bidang pelabuhan. Keseluruhan
kegiatan yang tersebut di atas mencakup:
a) peningkatan pelabuhan peti kemas di Belawan,
Tanjung Priok, dan Tanjung Perak serta
pembangunan pelabuhan peti kemas
di
Panjang, Tanjung Emas, Ujung Pandang dan
Batam;
b) peningkatkan fasilitas pelabuhan peti kemas
secara
konvensional,
antara
lain
di
Lhokseumawe, Dumai, Palembang,
Teluk
Bayur,
Pontianak,
Banjarmasin,
Banten,
Balikpapan, Samarinda, Tenau, Bitung, Ambon,
Sorong, dan Biak;
c) pembangunan fasilitas dermaga di daerahdaerah terpencil dan perdesaan pada 78 lokasi
dermaga pelayaran rakyat dan 80 lokasi
dermaga perintis. Lokasi pelabuhan rakyat dan
perintis tersebut tersebar di Aceh 1 lokasi,
Sumatera Utara 3 lokasi, Sumatera Barat 4
lokasi, Riau 3 lokasi, Sumatera Selatan 3 lokasi,
Jawa Barat 1 lokasi, Jawa Timur 3 lokasi,
Kalimantan Barat 2 lokasi, Kalimantan Timur 3
lokasi, Sulawesi Utara 6 lokasi, Sulawesi
Tengah 8 lokasi, Sulawesi Selatan 11 lokasi,
Sulawesi Tenggara 7 lokasi, Nusa Tenggara
Barat 1 lokasi, Nusa Tenggara Timur 16 lokasi,
Maluku 40 lokasi, dan Irian Jaya 46 lokasi;
d) peningkatan kegiatan ekspor nonmigas dengan
mengkonsolidasikan muatan di 7 pelabuhan
23
9

utama peti kemas seperti tersebut di atas


sehingga secara berangsur dapat dihilangkan
alih muatan di pelabuhan luar negeri;
e) pembangunan
terminal
penumpang
yang
terpisah dari kegiatan bongkar muat barang
untuk memberikan pelayanan yang layak dan
aman kepada penumpang, baik penumpang
wisatawan mancanegara maupun nusantara.

2) Pengembangan Keselamatan Pelayaran


Pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran ditujukan untuk
memperlancar arus lalu lintas kapal serta mengurangi kecelakaan
dan pencemaran laut. Kegiatan ini akan meningkatkan kecukupan
sarana bantu navigasi dan telekomunikasi pelayaran, pemeliharaan
kedalaman alur pelayaran, serta penegakan dan pemasyarakatan
peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran yang berlaku.
Pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran meliputi kegiatan:
a)

pembangunan fasilitas sarana bantu navigasi yang meliputi 32


unit menara suar, 300 unit rambu suar, dan peningkatan
stasiun radio pantai pada jalur pelayaran internasional, seperti
Selat Malaka, Laut Jawa, Selat Makasar, Selat Lombok, dan
jalur Utara - Selatan yang melintasi Laut Banda, serta pada
alur-alur pelayaran menuju pelabuhan-pelabuhan yang akan
dibangun, serta 11 kapal navigasi;

b) pemeliharaan kedalaman alur pelayaran utama seperti


Belawan, Jambi, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, dan
Samarinda dengan sasaran volume keruk sekitar 60 juta meter
kubik;
c)

peningkatan fasilitas kesyahbandaran serta penjagaan laut dan


pantai;

d) peningkatan kesadaran
keselamatan pelayaran.

masyarakat

maritim

terhadap

3) Pembinaan dan Pengembangan Armada Pelayaran


Pembinaan dan pengembangan armada pelayaran mencakup
kegiatan pembangunan dan pengembangan armada nasional, yang
meliputi armada pelayaran nusantara, armada pelayaran rakyat,
240

armada pelayaran perintis, serta armada pelayaran samudera.


Dalam kaitan itu, diciptakan pola jaringan yang saling menunjang
dan berkaitan antarberbagai jenis pelayaran tersebut sehingga
membentuk suatu sistem jaringan pelayanan yang efisien.
Dalam Repelita VI pada tahun terakhir direncanakan akan tersedia kapasitas armada nusantara 2.130 ribu dead weight ton
(DWT), armada khusus curah 690 ribu DWT, armada khusus cair
dan gas 2.830 ribu DWT, serta armada pelayaran rakyat 320 ribu
DWT. Sekitar 90 persen armada tersebut diusahakan oleh swasta
dan sisanya oleh badan usaha milik negara (BUMN). Di samping
itu, akan dilakukan penambahan 13 buah kapal penumpang untuk
meningkatkan pelayanan jasa angkutan penumpang, dan beberapa
di antaranya akan dioperasikan sebagai armada perintis. Pengadaan
kapal ini akan dilakukan oleh BUMN.
Untuk memberikan pelayanan angkutan pada daerah terpencil,
perdesaan, dan perbatasan, armada perintis yang menghubungkan
daerah tertinggal tersebut dengan pusat pertumbuhan akan ditingkatkan dengan pengoperasian 34 kapal per tahun selama Repelita VI.
Di bidang pelayaran luar negeri diupayakan pembagian
muatan yang adil bagi armada nasional melalui perjanjian bilateral
dan multilateral. Armada nasional dalam memanfaatkan peluang
pasar dapat dan didorong untuk bekerja sama dengan perusahaan
pelayaran internasional dalam hubungan kerja sama yang saling
menguntungkan.
Sasaran di bidang transportasi laut dalam Repelita VI secara
rinci dapat dilihat dalam Tabel 24-5.
e. Program Pembangunan Transportasi Udara
Tujuan program pembangunan transportasi udara adalah
menyediakan armada pesawat udara, fasilitas bandar udara,
241

242
TABEL 24-5
SASARAN PEMBANGUNAN TRANSPORTASI LAUT
1994/95-1998/99

Repelita VI
Jenis Sasaran

1. Fasilitas pelabuhan
a. Dermaga
b. Gudang
c. Lapangan penumpukan
d. Terminal penumpang
2. Pengembangan keselamatan pelayaran
a. Menara suar
b. Rambu suar
c. Kapal navigasi
d. Pengerukan alur pelayaran

Satuan

m
m2
m2
m2
unit
unit
unit
juta m3

Akhir
Repelita V ')

1994/95

1995/98

1998/97

10,274.0
84,915.0
908,788.0
31,832.0

1,832.0
5,500.0
22,525.0
5,350.0

3,100.0
15,000.0
100,000.0
7,000.0

2,950.0
17,500.0
225,000.0
7,000.0

2,900.0
18,000.0
250,000.0
4,000.0

4,288.0
23,900.0
302,475.0
900.0

14,850.0
80,000.0
900,000.0
24,250.0

18.0
252.0
7.0
79.4

2.0
93.0
0.0
10.8

2.0
90.0
2.0
14.1

8.0
73.0
3.0
10.8

10.0
40.0
3.0
14.1

12.0
4.0
3.0
10.8

32.0
300.0
11.0
80.0

Catatan : ') Maka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V)

1997/98

1998/99

Jumlah

fasilitas keselamatan penerbangan dan lalu lintas udara yang


memadai, serta dapat diandalkan dan memiliki daya saing dalam
memenuhi kebutuhan jasa transportasi dalam negeri dan
penerbangan luar negeri serta memantapkan struktur jaringan
penerbangan.
Kegiatan program pembangunan transportasi udara meliputi:
(1) pengembangan fasilitas bandar udara; (2) pengembangan keselamatan penerbangan; serta (3) pembinaan dan pengembangan
armada udara.
1) Pengembangan Fasilitas Bandar Udara
Pengembangan bandar udara terutama ditujukan untuk meningkatkan kapasitas, frekuensi, tingkat keselamatan dan keamanan
serta kenyamanan. Pembangunan bandar udara diarahkan untuk
mengembangkan 12 lokasi bandar udara yang berfungsi sebagai
pusat penyebaran (Hub) yaitu Batam, Medan, Jakarta, Surabaya,
Solo, Bali, Balikpapan, Ujung Pandang, Manado, Kupang, Biak,
dan Ambon, serta 13 lokasi bandar udara yang berfungsi sebagai
subpusat penyebaran (Spoke) yaitu Banda Aceh, Padang, Pekanbaru, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Palangkaraya, Palu,
Kendari, Ternate, Mataram, Jayapura, dan Dili.
Peningkatan fasilitas landasan mencakup landasan seluas
129.750 meter persegi pada 52 lokasi termasuk perpanjangan
landasan dan pembangunan landasan baru. Lokasi tersebut antara
lain adalah Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta), Juanda (Surabaya),
Ketaping (Padang), Hasanuddin (Ujung Pandang), Sam Ratulangi
(Manado), Pattimura (Ambon), Adi Sumarmo (Solo), Husein
Sastranegara (Bandung), Mutiara (Palu), Sorong Daratan, Wolter
Monginsidi (Kendari), Sentani (Jayapura) serta bandar udara
lainnya yang melayani penerbangan perintis. Di samping itu akan
dilakukan pengkajian terhadap kemungkinan peningkatan kapasitas
bandar udara antara lain di Waghete dan Enarotali (Irian Jaya)
untuk melayani pesawat sejenis N-250 dan rencana pemindahan
243

lokasi bandar udara antara lain di Lombok Tengah, Medan, dan


Samarinda. Peningkatan fasilitas terminal mencakup perluasan dan
pembangunan terminal baru seluas 93.320 meter persegi antara lain
di bandar udara Adi Sumarmo (Solo), Juanda (Surabaya),
Syamsudin Noor (Banjarmasin), Sam Ratulangi (Manado), dan
Pattimura (Ambon). Peningkatan fasilitas bangunan penunjang
operasional mencakup pembangunan seluas 18.300 meter persegi
terutama pada bandar udara kelas V dan bandar udara perintis.
Dalam rangka peningkatan efisiensi untuk meringankan beban
Pemerintah akan dikembangkan keikutsertaan swasta dalam
pembangunan dan pengelolaan bandar udara.
2) Pengembangan Keselamatan Penerbangan
Pengembangan keselamatan penerbangan terutama ditujukan
untuk memenuhi persyaratan penerbangan internasional serta
meningkatkan kelancaran dan keamanan lalu lintas udara yang
mencakup upaya pengendalian lalu lintas penerbangan di seluruh
wilayah Indonesia. Peningkatan fasilitas keselamatan penerbangan
dan lalu lintas udara meliputi pemasangan dan rehabilitasi peralatan
telekomunikasi, navigasi udara, dan listrik, antara lain di bandar
udara Polonia (Medan), Simpang Tiga (Pekanbaru), SoekarnoHatta (Jakarta), Adi Sucipto (Yogyakarta), Ngurah Rai (Bali),
Syamsudin Noor (Banjarmasin), Hasanuddin (Ujung Pandang),
Pattimura (Ambon), Frans Kasiepo (Biak), dan Sentani (Jayapura).
Pemasangan peralatan tersebut juga meliputi bandar udara yang
melayani penerbangan perintis.
3) Pembinaan dan Pengembangan Armada Udara
Pembinaan dan pengembangan armada udara ditujukan untuk
meningkatkan pelayanan, keselamatan, dan keamanan serta efisiensi pengoperasian armada udara. Untuk itu, kapasitas pelayanan,
baik oleh perusahaan penerbangan swasta maupun badan usaha
milik negara ditingkatkan dengan menambah pesawat baru maupun
mengganti pesawat udara yang sudah tua, kurang efisien dan
244

kurang andal dalam pengoperasiannya sebanyak 80 buah. Di


samping itu akan dilakukan pula pengadaan 23 buah pesawat untuk
penerbangan nonkomersial.
Dalam upaya melepaskan keterasingan daerah terpencil dan
pedalaman yang belum dijangkau moda transportasi laut dan darat,
khususnya di kawasan timur Indonesia, ditingkatkan pengoperasian
armada udara perintis yang menghubungkan daerah pedalaman dan
terpencil ke pusat pemerintahan atau pusat kegiatan ekonomi di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur,
dan Irian Jaya. Rute penerbangan perintis disesuaikan dengan
perkembangan daerah dan tingkat kebutuhan. Penyelenggaraan
transportasi udara perintis dilakukan oleh badan usaha milik negara
dan swasta dengan pemberian subsidi sehingga dapat dimanfaatkan
dan dinikmati oleh rakyat banyak.
Sasaran di bidang transportasi udara dalam Repelita VI secara
rinci dapat dilihat dalam Tabel 24-6.
2. Program Penunjang
a. Program Pembangunan Meteorologi, Geofisika,
Pencarian dan Penyelamatan
Tujuan program pembangunan meteorologi, geofisika, serta
pencarian dan penyelamatan (Search and Rescue, SAR), adalah
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat secara
cepat dan tepat sehingga dapat menunjang kelancaran. dan keamanan transportasi, keberhasilan pertanian, dan usaha penanggulangan
bencana termasuk pencarian dan penyelamatan korban.
Program ini meliputi (1) pengembangan dan peningkatan jejaring pengamatan meteorologi, klimatologi, komposisi atmosfer,
dan komunikasi data; (2) pengembangan dan peningkatan pusat
pelayanan meteorologi dan geofisika serta kalibrasi; dan (3) pengadaan peralatan SAR.
245

TABEL246
SASARAN PEMBANGUNAN TRANSPORTASI
UDARA 18041051888108

Jenis Sasaran

Satuan

Repelita V *)

1. pengembangan prasarana
a. Peningkatan fasilitas landasan
b. Peningkatan falitas terminal
c. peningkatan bangunan operasional
2.

Pengembangan sarana
a. Pengadaan pesawat udara
komersial
b. Pengadaan pesawat udara
nonkomersial

m2
m2
m2
buah
bush

Repelita VI

Akhir
100410
5

110,550
50,505
16,320

23,500
2,800
2,400

43
2

26
10

Catalan : *) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V)

1885/881008/07 1007106 100610


0
24,400 27,400
14,300 24,200
3,400 4,000
20
13

10
0

Jumlah

27,850 26,600 128,750


25,400- 26,820 03,32D
4,100 4,400 18,300
15
0

0
0

80
23

Kegiatan meteorologi dan geofisika mencakup:


(a) rehabilitasi sarana dan prasarana stasiun meteorologi, klima tologi, dan geofisika dan pos pengamatan komposisi atmosfer
serta pos pengamatan kerja sama; dan peningkatan fasilitas
stasiun meteorologi, klimatologi, dan geofisika;
(b) pengembangan jejaring pengamatan dan komunikasi data pada
14 stasiun meteorologi penerbangan, 21 stasiun meteorologi
maritim, dan 11 stasiun klimatologi dengan lokasi antara lain
Batam, Tapak Tuan, Prapat, Muko-Muko, Singkawang, Sampit,
Tanah Grogot, Cirebon, Melangguane, Mamuju,
Tana
Toraja, Kolaka, Labuhan Bajo, Tambolaka, Sabang, Ranai,
Tanjung Pandan, Pontianak, Banjarmasin, Toli-Toli, Ambon,
Jayapura, Sorong, dan Merauke;
(c) pengembangan dan peningkatan pusat pelayanan meteorologi
dan geofisika serta kalibrasi dengan pembangunan pusat prakiraan nasional, prakiraan wilayah, pusat kalibrasi nasional
dan wilayah.
Kegiatan pencarian dan penyelamatan meliputi:
(a) pengadaan peralatan komunikasi SAR;
(b) pengadaan peralatan SAR;
(c) peralatan gawat darurat SAR.
b. Program Pendidikan dan Pelatihan Transportasi
Tujuan program pendidikan dan pelatihan transportasi adalah
meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang transportasi
sehingga penyelenggaraan transportasi dapat dilaksanakan secara
optimal.

247

Program ini meliputi kegiatan perluasan pendidikan dan


pelatihan tenaga kerja di bidang transportasi serta pendidikan
masyarakat pengguna jasa transportasi agar menggunakan sarana
transportasi dengan tertib dan berdisiplin serta taat kepada
peraturan lalu lintas.
c. Program Penelitian dan Pengembangan Transportasi
Tujuan program penelitian dan pengembangan transportasi
adalah mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan
transportasi sehingga dapat mendukung pengambilan kebijaksanaan
di bidang transportasi.
Program penelitian dan pengembangan transportasi tersebut
mencakup beberapa kegiatan, yaitu (1) pengembangan organisasi
pusat penelitan serta penyempurnaan tata cara dalam penyelenggaraan penelitian; (2) pengembangan laboratorium, peralatan penelitian, kepustakaan, standarisasi sarana dan prasarana transportasi
seperti peralatan pendukung sistem informasi; (3) pengembangan
tenaga peneliti; (4) penataan pengembangan sarana dan prasarana;
(5) pembinaan di bidang usaha transportasi; (6) peningkatan keselamatan dan pelayanan transportasi; (7) pengelolaan lingkungan;
(8) peningkatan manajemen dengan menerapkan Quality, Cost,
and Delivery; (9) pembinaan teknologi informasi; serta (10)
pemanfaat-an sumber dana dan sumber daya alam secara optimal.

248

VI. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM


REPELITA VI
Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan
baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam programprogram tersebut, yang merupakan program dalam bidang
transportasi, yang akan dibiayai dengan anggaran pembangunan
selama Repelita VI (1994/95 - 1998/99) adalah sebesar
Rp33.054.190,0 juta. Rencana anggaran pembangunan transportasi
untuk tahun pertama dan selama Repelita VI menurut sektor, subsektor dan program dalam sistem APBN dapat dilihat dalam Tabel 24-7.

249

Tabel 247
RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN TRANSPORTASI
Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 1998/99)
(dalam juta
rupiah)
No.
Kode

Sektor/Sub Sektor/Program

06

SEKTOR TRANSPORTASI, METEOROLOGI DAN


GEOFISIKA

06.1

Sub Sektor Prasarana Jalan

06.1.01
06.1.02
06.1.03

Program Rehabilitasi dan Pemeliharaan Jalan dan Jembatan


Program Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan
Program Pembangunan Jalan dan Jembatan

062

Sub Sektor Transportasi Darat

06.2.01
06.2.02
06.2.03

Program Pengembangan Fasilitas Lalu Lintas Jalan


Program Pengembangan Perkereta Apian
Program Peningkatan Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan

06.3

Sub Sektor Transportasi laut

06.3.01
06.3.02
06.3.03

Program Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Laut


Program Keselamatan Pelayaran
Program Pembinaan/Pengembangan Armada Pelayaran

06.4

Sub Sektor Tansportasi Udara

06.4.01
06.4.02
06.4.03

Program Pengembangan Fasilitas Bandar Udara


Program Keselamatan Penerbangan
Program Pembinaan/Pengembangan Armada Udara

06.5

Sub Sektor Meteorologi, Geofisaka, Pencarian dan


Penyelamatan (SAR)

06.5.01

Program Pengembangan Meteorologi dan Geofiska

1994/95

1994/95 1998/99

373.830,0
2.469.890,0
686.860,0

2.365.200,0
15.382.140,0
4.448.100,0

44.850,0
426.908,0

309.870,0
2.641.080,0

117.270,0

831.600,0

331.737,0
91.685,0
43.355,0

2.045.740,0
637.960,0
307.150,0

324.020,0
95.850,0
185.600,0

2.128.260,0
614.050,0
1.128.190,0

32.660,0

208.030,0

06.5.02

Program Pencarian dan Penyelamatan

1.000,0

6.820,0

Anda mungkin juga menyukai