Anda di halaman 1dari 10

HUKUM ISLAM

KASUS PEMICU 2

Disusun oleh :
Muhammad Shohib
2011.06.0.0052

Fakultas Hukum
Universitas Hang Tuah Surabaya
2015

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada tanggal 2 januari 1992 Iwan menikahi Siska dan pernikahan tersebut dicatatkan di
kantor urusan agama kecamatan wiyung. Siska adalah seorang panitera pengganti di pengadilan
negeri Surabaya. Setelah pernikahan berlangsung , Siska dan Iwan bersepakat membeli rumah
untuk dijadikan tempat tinggal di kawasan galaxy bumi permai blok X no 1 surabaya. Dan
selanjutnya rumah itu ditempati Iwan dan Siska. Sebelumnya, Iwan sendiri juga diwarisi sebuah
perusahaan yang bergerak dibidang tekstil di kawasan Sidoarjo. Dari perusahaan tekstil itu, bisa
menghasilkan pendapatan 50 juta/bulan dan cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
sekaligus menabung. Tabungan yang diperoleh dari hasil operasional perusahaan tekstil itu,
terkumpul 1 M dan kedua pasangan itu sepakat membeli rumah di kawasan citra land blok
palmindah X no 11 surabaya seharga 1 M pada tanggal 10 Mei 2000. Pada tanggal 2 juni 2008,
orang tua Iwan membuat surat wasiat bahwa memberikan rumah di Galaxy bumi permai blok
XX no 11 kepada iwan. Pada tanggal 10 desember 1993 lahir anak kembar dari perkawinan
Siska dan Iwan yaitu Salwa dan zahwa.
Pada 2 pebruari 1994, Atas persetujuan Siska, Iwan menikahi Azzahra. Kebetulan Azzahra
dan Iwan adalah teman pengajian pada kelompok pengajian KW X. Pernikahan Azzahra dan
Iwan tersebut hanya dihadiri oleh guru ngaji mereka, wali azzahra dan 2 orang saksi. Dari
pernikahan itu, 1 tahun kemudian lahir bayi laki-laki yang bernama andra. Pada tanggal 5 Mei
2010 atas kemauan sendiri, Iwan membuat surat wasiat bahwa rumah di kawasan citra land blok
palmindah X no 11 surabaya diberikan kepada Andra. Selanjutnya pada 6 mei 2010, atas
kemauan sendiri Iwan membuat surat wasiat bahwa rumah di Galaxy bumi permai blok XX
no 11 dan perusahaan yang bergerak dibidang tekstil di kawasan Sidoarjo diberikan kepada
Salwa dan zahwa., Azzahra mendapatkan hibah dari Helmy sebuah mobil X trail dan tanggal 10
juli 2009 menerima warisan dari kedua orang tua Azzahra berupa tanah di kawasan benowo
indah. Selain itu, Azzahra dan Iwan juga membeli rumah sendiri di kawasan darmahusada indah
blok K no 9 surabaya. Saat ini kedua orang tua Iwan masih hidup. Namun, Pada Tanggal 5
Maret 2011 Iwan mengalami kecelakaan yang berakibat pada meninggalnya Iwan. Pada tanggal

11 April 2011, Andra meminta bagian warisan atas rumah dikawasan galaxy bumi permai blok X
no 1 surabaya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan penerapan hukum terkait Konsep Hibah pada kasus tersebut;
1. Apakah hibah yang di peroleh iwan yang berupa perusahan tekstil disidoarjo sudah sah
berdasarkan KHI dan BW ?
2. Apakah helmy berdasarkan KHI dan BW dapat diperbolehkan menghibahkan harta
kekayaannya berupa mobil X-Trail kepada Azzahra ?

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hibah Menurut Hukum Islam
Secara etimologi kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba, yang berarti
pemberian,Sedangkan hibah menurut istilah adalah akad yang pokok persoalannya,pemberian
harta milik orang lain di waktu ia masih hidup tanpa imbalan 1. Menurut Kompilasi Hukum Islam
(KHI) dalam Pasal 171 mendefinisikan hibah sebagai berikut :Hibah adalah pemberian suatu
benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih
hidup untuk dimiliki.
Kedua definisi di atas sedikit berbeda, akan tetapi pada intinya sama yaitu hibah
merupakan pemberian sesuatu kepada orang lain atas dasar sukarela tanpa imbalan. Kedua
definisi di atas sedikit berbeda, akan tetapi pada intinya sama yaitu hibah merupakan pemberian
sesuatu kepada orang lain atas dasar sukarela tanpa imbalan.Pemberian hibah seseorang atas
harta milik biasanya terhadap penyerahan, maksudnya adalah usaha penyerahan sesuatu kepada
orang lain dan usaha-usaha dibatasi oleh sifat yang menjelaskan hakekat hibah itu sendiri.
Kemudian kata harta hak milik berarti bahwa yang diserahkan adalah materi dari harta tersebut.
Kata di waktu masih hidup, mengandung arti bahwa perbuatan pemindahan hak milik itu
berlaku semasa hidup. Dan bila beralih sudah matinya yang berhak, maka disebut wasiat, tanpa
imbalan, berarti itu semata-mata kehendak sepihak tanpa mengharapkan apa-apa. Dari uraian di
atas, dapat diketahui bahwa hibah merupakan suatu perbuatan yang terpuji karena memberikan
1 Ahmad Warson Al-Munawir, Kamus Arab Indonesia Yogyakarta Pondok Pesantren Al-Munawir, 1984, hlm. 1692.

harta dengan sukarela tanpa mengharapkan balasan, tidak tergantung dan tidak disertai dengan
persyratan apapun juga.

2.2 Prinsip Hibah


Menurut KHI sebagai berikut :

Hibah besifat sukarela tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima hibah

telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat

Tanpa ada paksaan

Maksimal 1/3 dari harta yang dimiliki

Dihadapan dua orang saksi

Tujuan hibah untuk dimiliki si penerima hibah

Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah

Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan

Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya

Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat
dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.

Bahwa dapat disimpulkan pada dasarnya hibah adalah:


1.
2.
3.
4.

Merupakan akad atau perjanjian


Pemberian Cuma-Cuma atau pemberian tanpa ganti
Benda (barang) yang dihibahkan mempunyai nilai
Hibah dapat dilaksanakan oleh seseorang kepada orang lain, oleh
seseorang kepada badan-badan tertentu, juga beberapa orang
yang berserikat kepada yang lain.

Karakter hukum dari Hibah

Hibah adalah suatu persetujuan/perjanjian, oleh karena itu juga tunduk pada
hukum perjanjian

Pasal 1320 B.W Setidaknya menjadi roh dan semangat dari pembentukan Hibah.

2.3 Dasar Hibah Menurut hukum Islam


Adapun dasar hibah menurut Islam dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan, bahkan
telah ditetapkan dengan tegas bahwa dalam Hukum Islam, pemberian harta berupa harta tidak
bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen tertulis. Akan
tetapi jika selanjutnya, bukti-bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan hak milik, maka

pemberian itu dapatlah dinyatakan dalam tulisan2. Jika pemberian tersebut dilakukan dalam
bentuk tertulis tersebut terdapat 2 (dua) macam, yaitu :
1. Bentuk tertulis yang tidak perlu didaftarkan, jika isinya hanya menyatakan telah
terjadinya pemberian.
2. Bentuk tertulis yang perlu didaftarkan, jika surat itu merupakan alat dari penyerahan
pemberian itu sendiri, artinya apabila pernyataan penyerahan benda yang bersangkutan
kemudian disusul oleh dokumen resmi tentang pemberian, maka yang harus didaftarkan.3

2.4 Hibah Menurut Undang Undang KUHPerdata


Yang dimaksud dengan hibah dalam bahasa Belanda adalahSchenking.4Sedangkan
menurut istilah yang dimaksud hibah, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1666 Kitab Undangundang Hukum Perdata, adalah :Sesuatu persetujuan dengan mana si penghibah di waktu
hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali,menyerahkan suatu
benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.5
Bahwa, yang dimaksud dengan penghibah adalah digolongkannya pada apa yang dinamakan
Perjanjian Cuma-Cuma dalam bahasa Belanda Omniet. Maksudnya, hanya ada pada adanya
prestasi pada satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain tidak perlu memberikan kontra prestasi
sebagai imbalan. Perkataan di waktu hidupnya si Penghibah adalah untuk membedakan
penghibahan ini dengan pemberian-pemberian yang lain yang dilakukan dalam testament (surat
wasiat), yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku sesudah pemberi itu meninggal, dapat
diubah atau ditarik kembali olehnya.
Pemberi dalam testament menurut BW (Burgerlijk Wetboek) dinamakan legaat (hibah
wasiat), yang diatur dalam Hukum Waris, sedangkan penghibah ini adalah suatu perjanjian,
maka dengan sendirinya tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh si penghibah. 6Dengan

2 Mu Al-Adab dan Al-Mufrud, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1990, hlm.180


3 Eman Suparman, Intisari Hukum Waris Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 74-75.
4 Sudarsono. Kamus Hukum Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hlm. 426
5

R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Cet ke-25, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992,
hlm. 365.

6 R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet ke-10, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm, 94-95.

demikian Hibah menurut BW (Burgerlijk Wetboek) ada 2 (dua) macam, yaitu: hibah dan hibah
wasiat yang ketentuan hibah wasiat sering berlaku pula dalam ketentuan penghibah.

2.5 Dasar Hibah Menurut KUH Perdata


Mengenai penghibahan dalam Hukum Perdata Indonesia, telah diatur dalam beberapa pasal
yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Adapun ketentuan tersebut adalah :
a. Pasal 1667 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :Hibah hanyalah dapat mengenai
benda-benda yang sudah ada, jika ada itu meliputi benda-benda yang baru akan
dikemudian hari, maka sekedar mengenai itu hibahnya adalah batal . Berdasarkan
ketentuan tersebut, maka jika dihibahkan barang yang sudah ada, bersama suatu barang lain
yang akan dikemudian hari, penghibahan mengenai yang pertama adalah sah, tetapi
mengenai barang yang kedua adalah tidak sah.7
b. Pasal 1668 Kitab Undang-undang Hukum Perdata : Si penghibah tidak boleh
memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau memberikan kepada orang
lain suatu benda termasuk dalam penghibahan semacam ini sekedar mengenai benda
tersebut dianggap sebagai batal.8 Janji yang diminta si penghibah, bahwa ia tetap berkuasa
untuk menjual atau memberikan kepada orang lain, berarti bahwa hak milik atas barang
tersebut, tetap ada padanya karena hanya seseorang pemilik yang dapat menjual atau
memberikan barangnya kepada orang lain, hal mana dengan sendirinya bertentangan dengan
sifat dan hakekat penghibahan. Sudah jelas, bahwa perjanjian seperti ini membuat
penghibahan batal, yang terjadi sebenarnya adalah hanya sesuatu pemberian nikmat hasil.9
c. Pasal 1669 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :Adalah diperbolehkan kepada si
penghibah untuk memperjanjikan bahwa ia tetap memiliki kenikmatan atau nikmat hasil
benda-benda yang dihibahkan, baik benda-benda bergerak maupun benda-benda tidak
bergerak, atau bahwa ia dapat memberikan nikmat hasil atau kenikmatan tersebut
kepada orang lain, dalam hal mana harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dari bab
kesepuluh buku kedua kitab undang-undang ini.

7 R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet ke-10, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm 95
8 R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Cet ke-25, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992.
9 R. Subekti. Op. cit, hlm. 95.

Bab kesepuluh dari Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang dimaksud itu
adalah bab yang mengatur tentang Hak Pakai Hasil atau Nikmat Hasil. Sekedar ketentuanketentuan itu telah dicabut, yaitu mengenai tanah, dengan adanya Undang-undang Pokok
Agraria (UU No. 5 Tahun 1960), tetapi ketentuan-ketentuan itu mengenai barang yang
bergerak masih berlaku.

2.6 Perbedan Hibah Menurut KHI dan Undang Undang Hukum Perdata
1. Kualifikasi kecakapan antara hibah menurut B.W dan menurut KHI berbeda Hibah
dalam KHI tidak harus dengan akta, berbeda dengan B.W. yang mensyaratkan adanya
akta, tanpa demikian dapat diancam dengan pembatalan (1682 B.W).
2. Hibah dalam KHI tidak dapat ditarik (pasal 212 KHI),berbeda dengan BW yang dapat
ditarik kembali asal diperjanjikan pasal 1672 B.W.
3. Penghibahan antara suami dengan isteri selama perkawinan dilarang (1678), KHI tidak
mengatur hal ini.

BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Apakah hibah yang di peroleh iwan yang berupa perusahan tekstil disidoarjo
sudah sah berdasarkan KHI dan BW
Sebagaiamana telah diatur dalam pasal 211 KHI bahwah hibah dari orang tua kepada
anakanya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Namun maksud dari pasal 211 komplasi
hukum islam sendiri yatitu makna kata dapat dalam pasal ini bukan berarti imperatif (harus),
tetapi merupakan salah satu bentuk alternatif yang dapat ditempuh apabila terjadi sengketa
warisan.
Dan sebagaimana diatur dalam BW, pasal 1676. Setiap orang diperbolehkan memberi dan
menerima sesuatu hibah. Terkecuali orang yang tak memenuhi syarat dari hibah berdasarkan BW
pasal 1677 dan 1678. Akan tetapi dalam konsep hibah yang dilakukan orang tua iwan kepada
iwan dapat secara sah apabila sudah memenuhi dari BW, pasal 1682 dan pasal 1683.
Jadi hibah yang diberikan orang tua iwan sudah memenuhi persyaratan dari konsep hibah
maka iwan berhak atas perusahaan tekstil tersebut, akan tetapi berdasarkan fakta dalam kasus
tersebut iwan meninggal dunia akan tetapi orang tua iwan masih hidup. Bagaimana status
perusahaan tersebut ? dan apabila kita mengacu pada BW pasal 1688, bahwa hibah tidak dapat

ditarik kembali. Akan tetapi hal itu dapat dipatahkan dengan KHI pasal 212, menyebutkan hibah
dapat ditarik kembali apabila penghibahan dilakukan oleh orang tuanya kepada anaknya.

3.2 Apakah helmy berdasarkan KHI dan BW dapat diperbolehkan menghibahkan


harta kekayaannya berupa mobil X-Trail kepada Azzahra
Pada dasarnya seseorang yang dapat menghibahkan harta kekayaanya harus sesuai dengan
Kompilasi Hukum Islam, pasal 210 yaitu :
1. Orang yang telah berumur sekurangkurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya
paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain
atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
2. Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Dari bunyi KHI, pasal 210 ayat (2) tersebut, ketika benda yang akan dihibahkan itu adalah
harta bersama, maka harus minta persetujuan pasangan. Tetapi ketika benda yang dihibahkan
adalah milik isteri atau suami, maka tidak perlu persetujuan pasangan dengan syarat sebanyakbanyak 1/3 harta benda sebagaimana bunyi KHI, pasal 210 ayat (1).
Tentang cara menghibahkan sesuatu telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, sebagaimana diatur dalam pasal di bawah ini :
a. Pasal 1682 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :
Tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687, dapat atas ancaman
batal, dilakukan selainnya dengan akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu.
b. Pasal 1683 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :
Tiada suatu hibah mengikat si penghibah atau menerbitkan sesuatu akibat yang
bagaimanapun, selainnya mulai saat penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas
diterima oleh si penerima hibah sendiri atau oleh seorang yang dengan suatu akta
otentik oleh si penerima hibah itu telah dikuasakan untuk menerima penghibahanpenghibahan yang telah diberikan oleh si penerima hibah atau akan diberikan
kepadanya dikemudian hari.Jika penerima hibah tersebut telah dilakukan di dalam
suratnya hibah sendiri, maka itu akan dapat dilakukan di dalam suatu akta otentik,
kemudian yang aslinya harus disimpan, asal yang demikian itu dilakukan di waktu si
penghibah masih hidup, dalam hal mana penghibahan terhadap orang yang terakhir
hanya berlaku sejak saat penerima itu diberitahukan kepadanya.

Jadi, selama dalam ikatan perkawinan baik harta yang diperoleh suami atau isteri disebut
harta bersama, walaupun salah satunya tidak bekerja, seperti yang bekerja hanya suami, isteri
hanya sebagai ibu rumah tangga, maka segala yang dihasilkan suami adalah harta bersama
dengan isterinya, begitupula sebaliknya.
Dalam kasus ini yang menjadi obyek untuk dihibahkan helmy kepada azzahra adalah
sebuah mobil X-Trail, jika mobil tersebut bukan merupakan harta bersama yang dihasilkan
selama pernikahan helmy melainkan harta bawaan yang dimiliki helmy sebelum menikah,
sehingga helmy tidak perlu minta persetujuan kepada istrinya, untuk menghibahkan mobil XTrail kepada azzahra. Dan apabila mobil tersebut merupakan harta bersama dengan istrinya maka
helmy harus mendapat persetujuan dari istrinya, sesuai dengan KHI, pasal 210. Untuk
menghibahkan mobil X-Trail tersebut. Dan berdasarkan BW, Pasal 1687, maka penyerahan
mobil tersebut tidak memerlukan akta, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada si
penerima hibah atau kepada pihak ketiga yang menerima pemberian itu atas nama si penerima.
Akan tetapi berdasarkan, pasal 1684, penghibahan yang diberikan kepada seorang
perempuan bersuami, tidak dapat diterima. jadi hibah yang dilakukan helmy terhadap azzahra
tidak dapat diterima karena azzahra mempunyai suami atau azzahra tidak berhak atas hibah helm
yang berupa mobil X-Trail tersebut.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Konsep hibah yang dilakukan orang tua iwan kepada iwan tersebut menarik kesimpulan
bahwa, setelah hibah yang diberikan orang tua iwan kepada iwan semasa di masih hidup sah
menjadi milik iwan berdasarkan syarat-syarat tersebut, akan tetapi hibah yang diberikan iwan
tersebut menjadi milik hak milik orang tua iwan kembali saat iwan meninggal dunia berdasarkan
KHI.
Konsep hibah yang diberikan helmy kepada azzahra tersebut memang dari awal sudah
cacat hukum karena berdasarkan BW, pasal 1684 azzahra tidak dapat menerima hibah tersebut.

4.2 Saran
Sebaiknya kita sebagai warga Negara harus mengerti bahwa hibah yang dilakukan orang
tua terhadap anaknya dapat ditarik kembali sewaktu-waktu oleh orang tuanya.

Bahwa kita tidak dapat menghibahkan suatu barang kepada seseorang perempuan yang
sudah bersuami.

DAFTAR BACAAN

Dari buku :
Al-Munawir Warson Ahmad, Kamus Arab Indonesia Yogyakarta Pondok Pesantren AlMunawir, 1984, hlm. 1692.
Mu Al-Adab dan Al-Mufrud, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1990, hlm.180
Suparman Eman, Intisari Hukum Waris Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 74-75.
Sudarsono. Kamus Hukum Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hlm. 426
R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Cet ke-25, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1992, hlm. 365.
R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet ke-10, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm, 94-95.
Dari jurnal :
Pelaksanaan Prinsip Hibah Dalam Produk Kewenangan Semasa
Konsep Hibah Dalam Hukum Islam
Dari Undang-Undang :
Kompilasi Hukum Islam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Anda mungkin juga menyukai