Anda di halaman 1dari 7

OTALGIA ET CAUSA SINUSITIS

I.

PENDAHULUAN
Otalgia didefinisikan sebagai nyeri telinga. Dua jenis dari otalgia yang terpisah dan

berbeda adalah nyeri yang berasal dari dalam telinga atau otalgia primer dan nyeri yang
berasal dari luar telinga disebut referred otalgia. Sumber khas utama dari otalgia adalah otitis
eksterna, otitis media, mastoiditis dan infeksi auricular. Banyak dokter yang terlatih dalam
diagnosis kondisi ini, ketika telinga dalam kondisi kering disertai perforasi pada membrane
timpani, hanya dengan melihat ke dalam telinga dan mencatat keadaaan patologi dapat
membuat diagnosis. Diagnosis akan menjadi lebih sulit ketika membran timpani tampak
normal. ( 1. Hosein Taziki, Mohammad. A study of the etiology of referred otalgia. Iranian
Journal of Otorhinolaryngology. 2012) (2.Gustiani. Berbagai penyebab otalgia. Diunduh dari:
www.scribd.com. Diakses pada : 24 September 2013)
Referred otalgia memiliki topik tersendiri. Meskipun banyak yang dapat
menyebabkan referred otalgia, hubungan penyebab-penyebab tersebut dengan nyeri telinga
harus diidentifikasi. Banyak sumber melaporkan bahwa tidak semua otalgia berasal dari
telinga. Banyak organ anatomik lain di luar telinga yang berbagi persarafan ganda dengan
telinga, dan rangsangan berbahaya ke daerah-daerah ini dapat dirasakan sebagai nyeri
otogenik. Menurut definisi, otalgia merupakan sensasi nyeri telinga yang berasal dari sumber
di luar telinga. ( 1. Hosein Taziki, Mohammad. A study of the etiology of referred otalgia.
Iranian Journal of Otorhinolaryngology. 2012) (2.Gustiani. Berbagai penyebab otalgia.
Diunduh dari: www.scribd.com. Diakses pada : 24 September 2013)
Dokter harus terlebih dahulu memahami distribusi anatomi saraf yang berhubungan
dengan telinga agar dapat mengerti referred otalgia. Iritasi saraf dan cabang jauh dari sarafsaraf tersebut dapat menyebabkan persepsi nyeri pada telinga. ( 1. Hosein Taziki,
Mohammad. A study of the etiology of referred otalgia. Iranian Journal of
Otorhinolaryngology. 2012)
Nyeri pada telinga (otalgia) merupakan suatu tanda perjalanan penyakit. Telinga
dipersarafi oleh saraf yang kaya (nervus kranialis V,VII, IX, dan X selain nervus servikalis
C2 dan C3), sehingga kulit di tempat ini menjadi sangat sensitif. Otalgia adalah gejala yang
dapat timbul dari iritasi lokal karena banyak kondisi dan dapat disebabkan oleh nyeri
pindahan dari laring, faring, infeksi gigi, dan sumbatan sinus paranasal. Diperkirakan lebih
dari 50% pasien yang mengeluh otalgia tidak ditemukan penyakit pada telinganya (referred
otalgia). Referred otalgia didiagnosis apabila pasien mengeluhkan nyeri telinga tetapi dari
1

hasil pemeriksaan telinga didapatkan keadaan normal. Dalam memahami otalgia klinisi harus
mampu memahami anatomi persarafan pada telinga. Iritasi pada nervus tersebut, baik itu
pada percabangan nervus dapat menimbulkan persepsi nyeri pada telinga.
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter seharihari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan di dunia. Sinusitis
merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal.
II.

PERSARAFAN PADA TELINGA


Telinga sebagai organ pendengaran sekaligus sebagai organ keseimbangan dipersarafi

oleh nervus vestibulokoklearis. Nervus koklearis tersusun oleh sekitar 30.000 sel-sel saraf
eferen yang mempersarafi 15.000 sel rambut pada spiral organ di setiap koklea. Serabut saraf
dari nervus koklearis berjalan sepanjang meatus akustikus internus bersama serabut saraf dari
nervus vestibularis membentuk nervus vestibulokoklearis (CN VIII). Pada ujung medial dari
meatus akustikus internus, saraf cranial VIII menembus lempengan tulang tipis bersama saraf
cranial VII dan pembuluh darah menuju dorsal dan ventral coclear nuclei di batang otak.
Sebagian besar serabut saraf dari kedua nuclei naik menuju inferior colliculus secara
kontralateral dan sebagian lainnya secara ipsilateral. Selanjutnya dari inferior colliculus,
saraf-saraf pendengaran berjalan menuju medial geniculate body menuju korteks auditoris di
lobus temporalis.
III.

DEFINISI
Otalgia adalah rasa nyeri pada telinga. Telinga dipersarafi oleh nervus kranialis V, VII,

IX dan X selain cabang saraf servikalis C2 dan C3 sehingga kulit di sekitar persarafan ini
menjadi sangat sensitif. ( 1. Hosein Taziki, Mohammad. A study of the etiology of referred
otalgia. Iranian Journal of Otorhinolaryngology. 2012) (2.Gustiani. Berbagai penyebab
otalgia. Diunduh dari: www.scribd.com. Diakses pada : 24 September 2013) (3. diunduh dari:
www.patient.co.uk/doctor/otalgia-earache. Diakses pada: 24 September 2013).
otalgia adalah suatu keluhan yang timbul berupa rasa nyeri di telinga karena penyakit yang
ada di telinga atau penjalaran rasa nyeri akibat suatu penyakit di daerah lain di luar telinga
dengan karakteristik yang sesuai dengan berat penyakit yang dialami seseorang. (2.Gustiani.
Berbagai penyebab otalgia. Diunduh dari: www.scribd.com. Diakses pada : 24 September
2013)
IV.
ETIOLOGI
1. Gangguan pada gigi
2. Sinusitis
3. Gangguan pada leher
4. Tonsilofaringitis
5. Neurologis
6. Disfungsi tuba eustachius
2

7. Kelainan lainnya, seperti penyakit meniere, tumor tulang temporal, meningioma,


V.

glomus jugulare, lesi angulus cerebellopontine dan Bells palsy.


PATOFISIOLOGI
Persarafan sensorik telinga dipersarafi oleh cabang auriculotemporal dari nervus

trigeminus, cabang pertama dan kedua saraf servikalis, cabang Jacobson dari nervus
glosopharyngeus, cabang Arnold dari nervus vagus, Ramsey Hunt cabang dari nervus facialis.
(2.Gustiani. Berbagai penyebab otalgia. Diunduh dari: www.scribd.com. Diakses pada : 24
September 2013) (4. Hun DG. Pain arrround the ear in Bells palsy is referred pain of facial
nerve origin. The role of nrvi nervorum. Med hypotheses 2010.)
Pengkajian berdasarkan neuroanatomi sensasi otalgia diperkirakan berpusat
dalam nucleus saluran tulang belakang dari nervus trigeminus sehingga serabut saraf dari
susunan saraf pusat V, VII, IX dan saraf servikalis 1,2 dan 3 ditemukan telah memasuki
nucleus canalis vertebralisarah kaudal dekat medulla. Oleh karena itu, stimulasi berbahaya
dari setiap cabang saraf tersebut dapat ditafsirkan sebagai otalgia. ( 1. Hosein Taziki,
Mohammad. A study of the etiology of referred otalgia. Iranian Journal of
Otorhinolaryngology. 2012) (2.Gustiani. Berbagai penyebab otalgia. Diunduh dari:
www.scribd.com.

Diakses

pada

24

September

2013)

(3.

diunduh

dari:

www.patient.co.uk/doctor/otalgia-earache. Diakses pada: 24 September 2013) (4. Hun DG.


Pain arrround the ear in Bells palsy is referred pain of facial nerve origin. The role of nervi
nervorum. Med hypotheses 2010.)
VI.
OTALGIA ET CAUSA SINUSITIS
Otalgia diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu:
1. Otalgia primer
Adapun penyakit-penyakit yang menimbulkan manifestasi berupa otalgia primer adalah
otitis eksterna, polikondritis, otitis media, barotraumas, mastoiditis supuratif akut dan
miringitis bulosa. (5. Diunduh dari: www.wikipedia.com. Diakses pada: 25 September 2013).
2. Otalgia sekunder
Adapun penyebab dari otalgia sekunder adalah sebagai berikut:
a. Referred otalgia oleh nervus trigeminus
Penyebab otalgia ini dapat berupa penyakit gigi, iritasi sinus pasranal, lesi di rongga
mulut, glandula salivatori dan iritasi duramater.
b. Referred otalgia oleh nervus facialis
Penyebab dari otalgia berupa bells palsy dan herpes zoster otikus (Ramsay Hunt
Syndrome).
c. Referred otalgia oleh nervus glossopharyngeal (N.IX)
Penyebab nyeri alih tersebut adalah tonsillitis akut, peritonsilitis atau abses peritonsil.
d. Reffered otalgia oleh nervus vagus (N.IX)

Cabang utama dari nervus vagus mempersarafi mukosa laring, hipofaring, esophagus
dan kelenjar tiroid. Nyeri pada setiap bagian ini dialihkan ke telinga.
e. Laryngitis
f. Nervus servikalis (1. Hosein Taziki, Mohammad. A study of the etiology of referred
otalgia. Iranian Journal of Otorhinolaryngology. 2012)
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter seharihari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia.
Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal. (6. Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala,
dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008. P.150-4) Umumnya sinusitis disertai
atau dipicu oleh rhinitis, sehingga sering disebut rinosinusitis. (6. Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala,
dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008. P.150-4) (7. Hilger PA. Penyakit
Sinus Paranasalis. In: Adams GL, Boies LR, Higler PA. Harjanto E, Kuswidayati S, editor.
Wijaya C, alih bahasa. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1997. P.240-260) (8. Lawlani AK. Acute and Chronic Sinusitis In: Current
Diagnosis and Treatment in Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2 nd edition.
Philadelphia: McGraw-Hill Companies.2007) Bila menegani beberapa sinus disebut
multisinusitis dan jika mengenai semua sinus paranasal disebut parainusitis. (7. Hilger PA.
Penyakit Sinus Paranasalis. In: Adams GL, Boies LR, Higler PA. Harjanto E, Kuswidayati S,
editor. Wijaya C, alih bahasa. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 1997. P.240-260) (8. Lawlani AK. Acute and Chronic Sinusitis In:
Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2 nd edition.
Philadelphia: McGraw-Hill Companies.2007)
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi yaitu infeksi saluran pernapasan atas akibat
virus, rhinitis, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipotrofi konka dan
hipertrofi adenoid, sumbatan kompleks osteo meatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologis, diskinesia silia pada sindroma Kartagener dan fibrosis kistik. (6. Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008. P.150-4) (9.
Bleier BS, Thaler ER. Complication of Rhinosinusitis In: Thaler ER, Kennedy DW, editors.
Rhinosinusitis A guide for Diagnosis and Management. New York: Springer. 2008. p.239-49.
Sinusitis dihubungkan dengan patensi ostium sinus dan klirens mukosilier pada
kompleks osteo meatal. Organ-organ yang membentuk kompleks tersebut letaknya
berdekatan satu dengan yang lainnya. Bila terjadi edema pada kompleks tersebut, akan terjadi
4

sumbatan ostium dan silia tidak dapat bergerak. Akibatnya muncul tekanan negatif dalam
rongga sinus. Tekanan negatif tersebut akan menimbukan transudasi berupa sekret serosa di
dalam rongga sinus. Bila kondisi ini menetap, secret akan menjadi purulen. Jika terapi tidak
berhasil dan inflamasi terus berlanjut akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan
berkembang. Mukosa makin membengkak dan akhirnya akan terjadi perubahan mukosa
menjadi hipertrofi , polipoid atau membentuk polip dan kista. (6. Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala,
dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008. P.150-4) (8. Lawlani AK. Acute and
Chronic Sinusitis In: Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. 2nd edition. Philadelphia: McGraw-Hill Companies.2007) (9. Bleier BS, Thaler ER.
Complication of Rhinosinusitis In: Thaler ER, Kennedy DW, editors. Rhinosinusitis A guide
for Diagnosis and Management. New York: Springer. 2008. p.239-49)
Sinusitis merupakan sumber lain yang sangat umum dari nyeri telinga. Jalur
persarafannya adalah di sepanjang cabang kedua dari saraf trigeminal dan saraf
auriculotemporal. Karena saraf trigeminal mempersarafi rongga hidung, pasien dengan
inflamasi pada mukosa dan sumbatan pada hidung dapat menimbulkan gejala ditelinga
mereka. Kedekatan muara tuba eustachius juga memberikan kontribusi terhadap timbulnya
masalah. . ( 1. Hosein Taziki, Mohammad. A study of the etiology of referred otalgia. Iranian
Journal of Otorhinolaryngology. 2012) Inflamasi dan iritasi dari cabang nervus trigeminus
pada sinus paranasal terutama sinus maksilaris dapat memnimbulkan nyeri alih pada telinga.
VII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Algoritma secara sistematsi untuk mengurangi diagnosis diferensial yang luas untuk
otalgia dimulai dengan riwayat menyeuruh dan pemeriksaan fisik. Riwayat harus lengkap dan
secara khusus harus mencakup review otologic symptomatology, gangguan menelan, masalah
sinus, sindroma nyeri cervicofacial, trauma terbaru dan latar belakang kardiopulmonar.
Riwayat pasien dapat memandu dokter dalam pemeriksaan berikutnya. ( 1. Hosein Taziki,
Mohammad. A study of the etiology of referred otalgia. Iranian Journal of
Otorhinolaryngology. 2012) (2.Gustiani. Berbagai penyebab otalgia. Diunduh dari:
www.scribd.com. Diakses pada : 24 September 2013)
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan otologi lengkap, neurootologi, kepala
dan leher. Rinoskopi, nasofaringoskopi dan laringoskopi indirek wajib dilakukan. Karena
prevalensi sinusitis relatif tinggi, sebaiknya aktif dalam mencari patologi sinus. ( 1. Hosein
Taziki, Mohammad. A study of the etiology of referred otalgia. Iranian Journal of

Otorhinolaryngology. 2012) (2.Gustiani. Berbagai penyebab otalgia. Diunduh dari:


www.scribd.com. Diakses pada : 24 September 2013)
3. Gambaran radiologi
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus
paranasal adalah pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas, pemeriksaan
tomogram dan CT scan. Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri
atas:
a. Foto kepala posisi anteroposterior
b. Foto kepala lateral
c. Foto kepala posisi waters
d. Foto kepala posisi submentoverteks
e. Foto rhese
f. Foto basis kranii dengan sudut optimal
g. Foto proyeksi towne
(10.Rahman MD. Sinus paranasalis dan mastoid. Dalam: Ekayuda I. Radiologi
Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Divisi Radiodiagnostik Departemen Radiologi FK UI: 2005.)
Foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling utama untuk
mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan jaringan lunak yang
tumpang tindih pada jaringan sinus paranasal, kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang
kadang-kadang sulit dievaluasi. Pemeriksaan ini dari segi biaya cukup ekonomis dan pasien
hanya mendapat radiasi yang minimal. (10.Rahman MD. Sinus paranasalis dan mastoid.
Dalam: Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Divisi Radiodiagnostik
Departemen Radiologi FK UI: 2005.)
Pemeriksaan CT scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul untuk
mempelajari sinus paranasal karena dapat menganalisis dengan baik tulang-tulang secara
rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial merupakan pemeriksaan yang paling baik
yang dilakukan dalam bidang orbitomental. (11. Okuyemi KS, Tsue TT. Radiologic Imaging
in the Management of Sinusitis In: Siwek J. Radiologic Decision Making. Kansa: University
of Kansas School of Medicine; 2002)
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada otalgia didasarkan pada penyakit yang mendasarinya. Pada
otalgia yang disebabkan oleh sinusitis, maka pengobatan yang dilakukan adalah dengan
mengobati sinusitisnya. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga
drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Tujuan terapi sinusitis adalah sebagai
berikut: (6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008.
P.150-4)
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
6

3. Mencegah perubahan menjadi kronik


Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang dipilh adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Pada sinusitis
kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Selain
dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik,
mukolitik, steroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan
(diatermi). (6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI. 2008. P.150-4)
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua
jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan
lebih ringan serta tidak radikal. (6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 6. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI. 2008. P.150-4)

Anda mungkin juga menyukai