Anda di halaman 1dari 5

REVIEW JURNAL

APAKAH WANITA LEBIH PEKA DARIPADA PRIA DALAM


MENGARTIKAN EMOSI DASAR MANUSIA?
Metode Penelitian Kuantitatif

Oleh:
SITI JIHAN RUHIAT (13320172)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014

APAKAH WANITA LEBIH PEKA DARIPADA PRIA DALAM


MENGARTIKAN EMOSI DASAR MANUSIA
Johana E. Prawitasari
Universitas Gadjah Mada
A. Latar Belakang Masalah
Secara biologis wanita dan pria tentu berbeda. Prawitasari dan
Kahn dalam Prawitasari (1993) menemukan bahwa perbedaan jenis
kelamin juga menimbulkan perbedaan kepribadian mereka. Secara
konsisten pria dan wanita berbeda kepribadiannya baik di Amerika
maupun

Indonesia.

mempunyai

Wanita

di

kedua

budaya

yang

berbeda

kecenderungan untuk lebih hangat, emosional, halus

dan sopan, peka, dan menaati peraturan. Sedangkan pria cenderung


lebih stabil, dominan, dan implusif.
Banyak aspek dapat diteliti untuk membandingkan wanita dan
pria. Penelitian ini tertuju pada perbedaan kepekaan pria dan wanita
seprofesi sebagai konselor dan psikolog dalam mengartikan emosi
melalui ekspresi wajah.
Menurut Prawitasari

(1993)

manusia

mempunyai

ranah

psikologis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif. Emosi manusia


adalah salah satu aspek psikologis manusia dalam ranah afektif.
Aspek psikologis ini sangat berperan penting dalam kehidupan
manusia pada umumnya dan dalam hubungannya dengan orang
lain pada khususnya.
Emosi dasar manusia telah banyak diteliti secara lintas budaya
oleh Ekman (Prawitasari, 1993); Ekman, Friesen, dan Ellsworth
(Prawitasari, 1993) dengan menggunakan foto ekspresi wajah. Akhirakhir ini Ekman dalam Adler (Prawitasari, 1993) melaporkan
penemuannya bahwa ada kesamaan efek fisik akibat emosi secara
lintas budaya. Ekman meneliti masyarakat Minangkabau di Sumatra
Barat selama lima minggu. Intrumen yang digunakan dalam
penelitian

ini

adalah

film

dan

pengukuran

fisiologis,

seperti

pengukuran detak jantung, kecepatan keringat, suhu kulit. Ia


meneliti 50 orang yang berumur antara 18 sampai 25 tahun. Hasil

penelitiannya
terhadap

menunjukan

emosi

adalah

bahwa
adaptif

respon
dan

otonomik

telah

manusia

berevolusi

untuk

menyiapkannya merespon secara tepat. Dari penelitian Ekman


dalam Adler (Prawitasari, 1993) sebelumnya bahwa emosi dasar
manusia seperti marah, muak, takut, bahagia, sedih, dan terkejut
atau heran bersifat universal.
Di Indonesia penelitian tentang

ekspresi

wajah

dilakukan

Prawitasari (Prawitasari, 1993). Ia telah mengembangkan alat


pengungkap emosi dasar manusia yang berupa foto-foto berbagai
ekspresi wajah dari berbagai model. Dari 37 foto ternyata hanya 24
yang valid menggambarkan emosi dasar manusia seperti senang,
sedih, terkejut, jijik, marah, takut. Menurut Ekman (Prawitasari,
1993) emosi malu tidak termasuk emosi dasar manusia. Tetapi
menurut Prawitasari emosi ini selalu muncul dalam kehidupan orang
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah betul bahwa wanita profesional lebih peka dibanding pria
profesional dalam mengartikan emosi yang terungkap melalui
ekspresi wajah orang lain?
C. Teori Yang Digunakan
1. Tentang emosi itu sendiri terdapat dua pendapat. Yang satu
mengatakan bahwa emosi akan muncul sebagai reaksi adanya
harapan kognitif. Aktivitas sistem saraf otonomik merupakan
refleksi emosi yang muncul. Teori ini dikembangkan oleh
Schachter dan Singer dalam Ekman dkk. (Prawitasari, 1993).
Sedangkan teori lainnya mengatakan bahwa emosi adalah
perubahan sistem respon yang berbeda untuk tiap-tiap emosi.
2. Teori James dan Lange mengatakan bahwa emosi akan muncul
apabila terjadi perubahan tubuh (Zajonc dkk dalam Prawitasari,
1993).
3. Teori Pultchik menekankan bahwa ekspresi wajah merupakan
umpan balik bagi adanya emosi tertentu (Ekman dkk dalam
Prawitasari, 1993).

4. Teori

Vaskular

tentang

emosi

mendukung

bahwa

emosi

merupakan reaksi gerakan-gerakan wajah.


D. Hipotesis
Hall dalam Prawitasari (1993) menemukan bahwa wanita lebih
ekspresif dibanding pria. Selain itu wanita juga lebih mampu dalam
mengungkapkan dan mengartikan komunikasi nonverbal, seperti
ekpresi wajah, gerak tubuh, postur tubuh, nada suara, dibandingkan
pria. Pria sering menyangkal apa yang sedang dirasakannya,
meskipun terjadi perubahan fisik yang signifikan.
E. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Pada awal tahun 1991 eksperimen dilakukan di Yogyakarta,
Jakarta,

dan

Bandung.

Dalam

penelitian

ini

materi

yang

digunakan adalah 24 foto-foto ekspresi wajah model yang


mengungkapkan emosi jijik, gembira, malu, marah, sedih,
terkejut, takut. Selain itu juga diberikan kepada subjek daftar
kata sifat yang berupa bedaan semantik yang diperoleh dari
penelitian terdahulu.
Slaid disajikan satu per satu. Tiap slaid disajikan selama satu
menit

sehingga

menyelesaikan
penilaiannya

24

hanya
slaid.

terhadap

dibutuhkan
Responden
intensitas

24
diminta

ekspresi

menit

untuk

memberikan
wajah

yang

diperlihatkan oleh model dengan memberikan tanda pada


bedaan semantik kata sifat yang tersaji dalam lembar jawaban.
2. Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah dosen-dosen di Fakultas
Psikologi UGM, UI, dan UNPAD. Selain itu juga diundang dua
konselor

yang

berpengalaman

sebagai

konselor

di

SMA.

Diundang pula dua konselor dari IKIP Sanata Dharma. Mereka


diminta memberikan penilaian pada foto ekspresi wajah model
yang telah dijadikan slaids. Sejumlah 56 orang pria dan wanita
berpartisipasi dalam penelitian ini.
3. Analisis Data

Data diperoleh berupa angka penilaian dari 0 sampai 6


terhadap bedaan semantik kata sifat yang tersaji dalam lembar
jawaban. Dari

penilaian ini dapat dibedakan rating yang

dilakukan oleh konselor dan psikolog pria dan wanita melalui


analisis t-test. Hasil analisis dapat mengungkapkan perbedaan
penilaian yang dilakukan oleh pria dan wanita.
F. Hasil Dan Kesimpulan
Data diperoleh berdasarkan

penilaian

responden

terhadap

intensitas emosi yang diungkapkan model dalam slaid. Tiap emosi


disajikan oleh beberapa model. Nilai diperoleh berdasarkan jumlah
penilaian terhadap intensitas emosi yang diekspresikan oleh semua
model. Data ini kemudian dianalisis dengan analisis t-test. Hasilnya
adalah wanita menilai rasa malu yang diekspresikan oleh model
lebih intens daripada pria. Rerata penilaian pria = 46,23 sedangkan
rerata penilaian wanita = 56,86. Emosi lainnya relatif sama baik pria
maupun wanita yang menggeluti bidang seprofesi.
Ternyata baik pria maupun wanita seprofesi mampu mengartikan
dan menilai tanpa beda yang nyata emosi dasar manusia seperti
jijik, marah, sedih, senang, takut, dan terkejut. Hanya saja wanita
melihat emosi malu lebih intens dibandingkan pria.
G. Diskusi
Secara keseluruhan penelitian ini tidak mendukung pernyataan
bahwa wanita lebih peka dibanding pria dalam mengartikan emosi
dasar manusia, kecuali emosi malu. Padahal dalam penelitian Rotter
dan Rotter dalam Prawitasari (1993) menemukan bahwa wanita
lebih mampu dalam mengenal emosi yang diekspresikan oleh pria
dan wanita.

Anda mungkin juga menyukai