Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat
pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa
Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi). Gempa bumi yang
paling dikenal, yaitu: gempa tektonik dan gempa vulkanik.
Gempa bumi tektonik adalah jenis gempa bumi yang disebabkan oleh pergeseran lempeng
plat tektonik. Gempa ini terjadi karena besarnya tenaga yang dihasilkan akibat adanya
tekanan antar lempeng batuan dalam perut bumi. Sedangkan, gempa bumi vulkanik adalah
gempa bumi yang terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum
gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan
timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi
tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
Dalam prosesnya gempa bumi dapat menimbulkan suatu

fenomena atau gejala alam

berupa likuifaksi. Fenomena likuifaksi ini menimbulkan beberapa dampak merugikan bagi
umat manusia. Untuk lebih jelasnya, fenomena likuifaksi ini akan dibahas secara terperinci
pada karya ilmiah ini.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah fenomena likuifaksi itu?


Bagaimanakah dampaknya terhadap bangunan sipil?
Bagaimanakah metode identifikasi terhadap likuifaksi?
Bagaimanakah metode penanggulangan terhadapa likuifaksi?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fenomena Likuifaksi


Likuifaksi atau pencairan tanah adalah fenomena di mana kekuatan dan kekakuan tanah
berkurang dikarenakan gempa atau pergerakan tanah lainnya. Hal ini merupakan suatu
proses atau kejadian berubahnya sifat tanah dari keadaan padat menjadi keadaan cair, yang
disebabkan oleh beban siklik pada waktu terjadi gempa sehingga tekanan air pori
(porewater) meningkat mendekati atau melampaui tegangan vertikal. Menurut Towhata
(2008) likuifaksi terjadi pada tanah yang berpasir lepas (tidak padat) dan jenuh air.
Likuifaksi terjadi di tanah jenuh, yaitu tanah di mana ruang antara partikel individu benarbenar penuh dengan air. Air ini memberikan suatu tekanan pada partikel tanah yang
mempengaruhi seberapa erat partikel itu sendiri ditekan bersamaan. Sebelum gempa,
tekanan air relatif rendah. Namun, getaran gempa dapat menyebabkan tekanan air
meningkat ke titik di mana partikel tanah dengan mudah dapat bergerak terhadap satu sama
lain.
Likuifaksi dapat dipahami jika kita mengenali kondisi yang ada di deposit tanah sebelum
gempa bumi. Deposit tanah itu sendiri terdiri dari satu himpunan partikel tanah individu.
Jika dilihat secara dekat himpunan partikel tersebut, dapat dilihat bahwa setiap partikel
berada dalam kontak dengan sejumlah partikel lainnya. Berat partikel tanah yang saling
melapisi menghasilkan gaya kontak antara partikel, kekuatan kontak tersebut dapat
menahan partikel individu di tempatnya dan merupakan sumber kekuatan dari tanah.

(a)

(b)

Gambar 2.1. Kondisi tanah (a) deposit tanah; (b) gaya kontak terhadap deposit tanah

Panjang panah pada gambar (2.1.b) merupakan perwakilan untuk ukuran gaya kontak
setiap individu butir tanah. Gaya kontak akan terjadi lebih besar apabila tekanan air pori
rendah.
Likuifaksi akan terjadi apabila struktur pasir jenuh yang longgar terjadi karena pergerakan
tanah. Karena struktur pasir jenuh yang rusak, partikel yang mengalami kelonggaran
berusaha pindah ke yang lebih padat. Dalam kejadian alam seperti gempa bumi, air di pori-

pori tidak punya banyak waktu untuk dikeluarkan dari tanah. Karena kondisi tersebut
sehingga air dalam tanah terjebak sehingga mencegah partikel tanah untuk bergerak
mendekat satu sama lain. Kejadian tersebut disertai dengan peningkatan tekanan air yang
akhirnya mengurangi gaya kontak yang terjadi antara individu partikel tanah, hal ini
menyebabkan terjadinya pelunakan dan pelemahan terahadap deposit tanah.

Gambar 2.2. Hubungan Gaya kontak dan tekanan air tinggi

Pada gambar (2.2) menunjukkan bahwa lemahnya gaya kontak yang terjadi akibat tekanan
air yang tinggi. Dalam beberapa kasus perubahan tekanan air pori secara ekstrim dapat
menyebabkan partikel tanah kehilangan kontak satu sama lainnya. Jika hal diatas terjadi
maka tanah terlihat lebih bersifat cairan dari pada padat. Kondisi inilah yang disebut
dengan likuifaksi.
Likuifaksi memiliki beberapa persamaan yaitu sebagai berikut. Kekuatan geser (tegangan)
tanah berpasir hanya didukung oleh gesekan internal saja. Pada kondisi yang jenuh, suatu
persamaan tegangan geser tanah berpasir dapat diturunkan sebagai berikut:
s=( nu ) tan

(2.1)

dengan,
s

= tegangan geser,

= tekanan normal pada kedalaman (Z) tertentu,

= tekanan air pori pada kedalaman (Z) tertentu, dan

= sudut gesek internal.

Jika terdapat peningkatan tekanan air akibat kejadian gempa bumi, tegangan geser dari
persamaan (2.1) akan menjadi:

s=( b Z[ u+ u ] ) tan

(2.2)

s=( b Z w h'w ) tan

(2.3)

dengan,
b

= berat unit tanah terendam (jenuh),

= berat unit air pada ketinggian tertentu.

Dari persamaan (2.2) dan (2.3) dapat dilihat bahwa penambahan tekanan pori positif
(tekanan air) dapat menyebabkan tegangan geser tanah menjadi berkurang. Sebagai
tambahan, kehilangan tegangan terjadi karena terdapat perpindahan tegangan intergranular
dari partikel ke air pori. Selanjutnya, jika perpindahan ini terjadi sempurna (lengkap) maka
tegangan tanah sepenuhnya hilang. Namun, apabila hanya sebagian tegangan saja yang
dipindahkan dari partikel ke air pori maka kehilangan tegangan tanah terjadi sebagiannya
saja (Seed, 1976).

2.2. Dampak Likuifaksi terhadap Bangunan Sipil


Fenomena likuifaksi sudah banyak bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi akibat
gempa bumi di dunia. Contohnya saja seperti yang terjadi di Niigata (Jepang, 1964), Jiji
(Nantou, Taiwan, 1999) dan Yogyakarta (Indonesia, 2006).

(a) (b)

(c)

Gambar 2.3. Dampak likuifaksi (a) Niigata, Jepang; (b) Jiji, Taiwan; (c) Yogyakarta, Indonesia

Selain gempa bumi likuifaksi juga dapat terjadi akibat konstruksi yang terkait dengan
peledakan. Akibat dari likuifaksi ini sendiri bermacam-macam terhadap bangunan sipil,
seperti berkurangnya deposit tanah untuk mendukung pondasi dan jembatan yang
diakibatkan penurunan tanah.
4

Likuifaksi juga dapat menyebabkan struktur menjadi miring atau bergeser akibat tingginya
tekanan tanah terhadap dinding penahan. Gerakan ini dapat menyebabkan penurunan tanah
(settlement) dan kerusakan struktur pada permukaan tanah. Pada beberapa kasus jalan
ambles juga disebabkan oleh faktor likuifaksi.
Beberapa kasus runtuhnya bendungan juga ada yang disebabkan oleh likuifaksi. Hal ini
terjadi karena tekanan air yang tinggi sehingga dapat membuat tanah sekitar bendungan
longsor dan menghantam bendungan hingga jebol.

2.3. Metode Identifikasi Likuifaksi


Sebenarnya likuifaksi merupakan fenomena yang sudah dapat diindetifikasikan. Prakash
(1981) secara umum menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam karakteristik
likuifaksi pasir, sebagai berikut:
Distribusi ukuran butiran pasir
Kepadatan deposit (kepadatan relatif awal, DR)
Karakteristik getaran
Lokasi drainasi dan dimensi deposit
Besaran dan sifat beban yang terjadi
Metode formasi tanah (struktur tanah)
Periodisasi di bawah beban yang ditahan
Riwayat regangan yang ada
Udara yang terperangkap
Berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi likuifaksi yaitu,
sebagai berikut:
2.3.1. Metode Casagrande
Casagrande (1936, 1976) mengusulkan parameter angka pori kritis (critical void ratio)
digunakan sebagai kriteria untuk memastikan tanah atau pasir akan berperilaku menjadi
likuid atau sebaliknya. Jika tanah memiliki angka pori kurang dari angka pori kritis, maka
likuifaksi tidak terjadi. Angka pori kritis sendiri dapat ditentukan dari pengujian triaksial
terdrainase (drained triaxial test).
Metode Casgrande ini biasanya juga disebut dengan metode kecocokan log-waktu (logtime fitting method). Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:

Gambarkan grafik penurunan terhadap log-waktu, seperti yang ditunjukkan dalam

gambar (2.4) untuk satu beban diterapkan.


Kedudukan titik awal kurva ditentukan dengan pengertian awal mendekati parabola.
Tentukan dua titik yaitu pada saat t1 (titik P) dan saat 4t1 (titik Q). Selisih ordinat
(jarak vertikal) keduanya diukur, misalnya x. Kedudukan R = Ro digambar dengan
mengukur jarak x ke arah vertikal di atas titik P. Untuk pengontrolan, ulangi dengan

pasangan titik yang lain.


Titik U = 100%, atau R100, diperoleh dari titik potong dua bagian linier kurvanya,
yaitu titik potong bagian garis lurus kurva konsolidasi primer dan sekunder.
Titik U = 50% ditentukan dengan:
R50=( R0 + R 100 ) /2

(2.4)

Dari sini diperoleh waktu t50. Nilai Tv untuk derajat konsolidasi rata-rata U = 50% adalah
0,197, sehingga koefisien konsolidasi Cv dinyatakan dalam persamaan:
C v=

0,197 H 2t
t 50

(2.5)

dengan,
Cv
= koefisien konsolidasi (m2/dt)
Ht
= tinggi rata-rata sampel (m)
t50
= waktu untuk derajat konsolidasi 50% (dt)

Gambar 2.4. Metode kecocokan log-waktu (Casgrande, 1940)

Pada uji konsolidasi dengan drainase atas dan bawah (dobel), nilai H diambil setengah dari
tebal rata-rata benda uji, jika drainase satu arah saja maka Ht = H.

Gambar 2.5. Drainase aliran satu arah dan dua arah

Namun terdapat kelemahan dalam metode ini yaitu, masih terdapatnya penyimpangan yang
signifikan apabila diterapkan di lapangan. Hal ini disebabkan karena metode yang
dihasilkan Casagrande (1976) hanya ditentukan dari data pengujian laboratorium saja.

2.3.2. Metode Taylor


Metode Taylor (1948) sering disebut juga sebagai metode akar waktu (square root of time
method). Metode ini digunakan untuk menentukan Cv dengan cara menghasilkan hasil uji
konsolidasi pada grafik hubungan akar waktu terhadap penurunan (gambar 2.5). kurva
teoritis yang terbentuk, biasanya linier sampai dengan kira-kira 60% konsolidasi.
Karakteristik cara akar waktu ini, adalah dengan menentukan derajat konsolidasi U = 90%,
dimana pada U = 90% tersebut absis OR akan sama dengan 1,15 kali absis OQ. Prosedur
untuk memperoleh derajat konsolidasi U = 90% selengkapnya adalah sebagai berikut:
Gambarkan grafik hubungan penurunan terhadap akar waktu dari data hasil uji

konsolidasi pada satu beban tertentu.


Titik U = 0% diperoleh dengan memperpanjang garis dari bagian awal kurva yang
lurus sehingga memotong ordinat di titik P dan memotong absis di titik Q. Anggapan
kurva awal berupa garis lurus adalah konsisten dengan anggapan bahwa kurva awal

berbentuk parabola.
Garis lurus PR di gambar dengan absis OR sama dengan 1,15 kali absis OQ.
Perpotongan dari PR dan kurva merupakan titik R90 pada absis. Dari sini diperoleh

t90

Faktor waktu Tv untuk derajat konsolidasi U = 90% adalah 0,848. Pada keadaan ini,
koefisien konsolidasi Cv dinyatakan oleh persamaan:
2

0,848 H t
C v=
t9 0

(2.6)

Jika akan menghitung batas konsolidasi primer (U = 100%). Titik R100 pada kurva dapat
diperoleh dengan mempertimbangkan menurut perbandingan kedudukannya.

Gambar 2.5. Metode akar waktu (Taylor, 1948)

Seperti dalam penggambaran kurva log-waktu, gambar kurva akar waktu yang terjadi
memanjang melampaui titik 100% ke dalam daerah konsolidasi sekunder.
2.3.3. Metode Maslov
Maslov (1957) mengajukan konsep akselerasi kritis (critical acceleration) untuk
menentukan potensi likuifaksi pada pasir. Likuifaksi dapat terjadi apabila akselerasi gerak
yang terjadi pada tanah lebih besar dari angka akselerasi kritis. Angka akselerasi kritis itu
sendiri dipengaruhi oleh kepadatan pasir, amplitudo dan frekuensi osilasi dan tekanan
normal yang terjadi. Kelemahan dari metode ini adalah penggunaan angka akselerasi
sebagai tolak ukur. Sebagaimana dikethuai bahwa angka akselerasi bukan merupakan ciri
unik yang bisa diterapkan untuk berbagai jenis tanah.

2.3.4. Metode Intensitas Gangguan Dinamik


Metode intensitas gangguan dinamik, kondisi tegangan tanah, tambahan berat tanah dan
gradien hidraulik air yang melalui tanah adalah kriteria penilaian likuifaksi yang diusulkan
oleh Florin dan Ivanov (1961). Namun, metode ini tidak menyertakan indeks likuifaksi
yang jelas.

2.3.5. Metode Seed dan Idriss


8

Dengan melakukan pemilihan faktor dominan yang berpengaruh dalam karakteristik


likuifaksi material pasir yaitu jenis tanah, kepadatan relatif atau angka pori, tekanan sisi
awal dan intensitas serta durasi getaran yang terjadi, Seed dan Idriss (1967, 1971)
mengusulkan suatu metode untuk menilai potensi likuifaksi. Metode ini yang hingga saat
ini masih menjadi rujukan penilaian evaluasi potensi likuifaksi material pasir di Indonesia.
Meskipun demikian, metode evaluasi ini masih sepenuhnya menggunakan parameter
laboratorium untuk menentukan ekuivalen jumlah siklik tegangan seragam. Pengujian
laboratorium memiliki kelemahan, diantaranya:
Kesulitan dalam menentukan tegangan (in-situ stress) dan kondisi drainase dalam

tanah sebenarnya.
Memerlukan sampel tanah pada setiap kedalaman yang dikehendaki, sehingga
metode ini menjadi tidak ekonomis apabila diterapkan untuk investigasi pada

wilayah yang luas.


Memerlukan peralatan laboratorium yang memadai sehingga perilaku dinamik material
pasir dapat diamati dengan baik melalui pembebanan siklus.

2.3.6. Metode Prakash dan Gupta dan Finn et al


Metode likuifaksi yang lebih lengkap dengan melibatkan banyak faktor dikemukakan oleh
Seed dan Idriss (1967, 1971), Prakash dan Gupta (1970), Finn et al. (1976). Metode
tersebut diusulkan dari berbagai data pengujian yang dilakukan di laboratorium maupun di
lapangan.

2.3.7. Metode SPT (Standard Penetration Test)


Metode nilai N-SPT (standard penetration test) oleh Christian dan Swiger (1975) dan
korelasi empirisnya banyak digunakan untuk menganalisis likuifaksi secara lebih praktis.
Walaupun demikian, pengujian N-SPT memerlukan kerja lapangan yang berat (intesif),
sehingga metode ini sukar untuk dilakukan pada daerah dengan aksebilitas terbatas.

2.3.8. Metode SCPT (Seismic Cone Penetration Test)


Metode SCPT (seismic cone penetration test) dengan menghasilkan parameter kecepatan
gelombang permukaan (VS) diusulkan oleh Stokoe et al. (1988), Tokimatsu et al. (1991),

Robertson et al. (1992) dan Andrus (1994). Kriteria VS yang dihasilkan telah disesuaikan
dengan angka pori, kondisi atau sejarah tegangan, umur geologi dan tekanan sisi efektif.

2.4. Metode Penanggulangan Likuifaksi


Pada kenyataan yang ada dampak dari likuifaksi tidak bisa dihilangkan secara keseluruhan.
Tetapi jika mengurangi dampak likuifaksi maka ada beberapa metode yang dapat
digunakan, yaitu:
Menghindari konstruksi pada tanah yang rawan terjadi likuifaksi.
Mendesain bangunan yang tahan likuifaksi.
Meningkatkan daya dukung tanah dengan melibatkan pilihan dari mitigasi likuifaksi
melalui peningkatan kekuatan, kepadatan atau karakteristik aliran (drainase) dari
tanah.
Hal diatas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik perbaikan tanah (soil
improvement), seperti vibroflotation, menstabilkan tanah, batu kolom, pengaturan drainase
dan verifikasi efektifitas perbaikan tanah.
Stabilisasi tanah merupakan cara yang sering digunakan. Stabilisasi tanah sendiri adalah
perbaikan sifat-sifat tanah untuk mencapai persyaratan tertentu (Ingless dan Metcalf,
1972). Berikut beberapa penjelasan cara stabilisasi tanah untuk mengurangi dampak
likuifaksi.

2.4.1. Stabilisasi Tanah menggunakan Tanah Pasir


Tanah pasir merupakan tanah granular yang mempunyai sifat-sifat teknis yang baik. Sifatsifat tanah tersebut, antara lain:
Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan badan jalan, karena
mempunyai kapasitas dukung yang tinggi dan penurunan kecil, asalkan tanahnya

relatif padat.
Merupakan material yang baik untuk tanah urug pada dinding penahan tanah,

struktur bawah tanah, dan lain-lain, karena menghasilkan tekanan lateral yang kecil.
Mudah dipadatkan dan merupakan material yang baik untuk drainase.
Mempunyai kuat geser tinggi sehingga baik buat tanah timbunan.

Dari penjelasan sifat-sifat tanah pasir diatas, dapat disimpulkan bahwa tanah pasir cocok
digunakan untuk stabilisasi tanah.

10

2.4.2. Stabilisasi Tanah menggunakan Batu Kapur


Seperti yang diketahui kapur biasa diigunakan sebagai bahan ikat untuk bangunan sipil.
Sifat-sifat kapur sebagai bahan ikat antara lain plastis, mudah dan cepat mengeras, serta
daya ikat baik. Kapur sendiri didapat melalui proses pembakaran batu kapur (CaCO 3).
Kapur ini jika dibakar dengan suhu tertentu maka akan mengeluarkan gas yang disebut
karbon dioksida (CO2), dan menjadi kalsium oksida (CaO) atau yang sering disebut kapur
Tohor (quick lime).
Kalsium oksida dari kapur tohor jika dicampur dengan sedikit air, yang akan menyebabkan
terserapnya air dan mengembang hingga menghasilkan serbuk kapur yaitu kalsium
hidroksida (Ca(OH2)) atau yang biasa disebut kapur padam (slake lime / hydrated lime).
Kapur padam berupa bubuk lebih disarankan untuk proses stabilisasi. Mengingat ini sangat
penting untuk proses hidrasi dan mengurangi masalah yang timbul. Dalam pengerjaan
stabilisasi menggunakan kapur, kapur padam lebih banyak digunakan meskipun kapur
tohor lebih efektif dan dapat menyelesaikan lebih banyak masalah. Karena kelemahan
kapur tohor yang dapat menyebabkan korosi pada peralatan dan sangat berbahaya jika
terkena kulit, maka kapur tohor jarang digunakan.

11

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas maka yang dapat disimpulkan dari likuifaksi yaitu, sebagai
berikut:
Mengetahui bahwa likuifaksi adalah fenomena di mana kekuatan dan kekakuan tanah

berkurang dikarenakan gempa atau pergerakan tanah lainnya.


Mengetahui dampak likuifaksi terhadap bangunan sipil yaitu berupa penurunan daya
dukung pondasi dan jembatan, struktur bangunan yang miring atau bergeser, jalan

ambles, dan runtuhnya bendungan.


Mengetahui beberapa metode identifikasi likuifaksi, yaitu angka pori kritis (critical

void ratio), metode SCPT (seismic cone penetration test), dan lain-lain.
Mengetahui cara mengurangi dampak dari likuifaksi dengan menggunakan teknik
perbaikan tanah seperti vibroflotation, menstabilkan tanah, batu kolom, pengaturan
drainase dan verifikasi efektifitas perbaikan tanah.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Hardiyatmo, Hary Christady. 2010. Mekanika Tanah 2 Edisi Kelima. Gajah Mada
University Press: Yogyakarta.
2. Anonim. ________, Gempa Bumi, [online], (http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_
bumi, diakses tanggal 24 Maret 2015)
3. Anonim. 05 April 2013, Pencairan tanah, [online], (http://id.wikipedia.org/wiki/
Pencairan_tanah, diakses tanggal 24 Maret 2015)
4. Lubis,
Jack
Danielz.
________,
Solid

Liquid

Fiction,

[online],

(http://id.scribd.com /doc/85091434/Soil-Liquid-Fiction#scribd, diakses tanggal 24


Maret 2015)
5. Rosyidi, Sri Atmaja P. 19 November 2010, Prosedur Analisis Likuifaksi
Menggunakan

Vs,

[online],

(http://atmaja.staff.umy.ac.id/2010/11/19/analisis-

likuifaksi-menggunakan-kecepatan-gelombang-geser/, diakses tanggal 24 Maret


2015)
6. Thoengsal, James. 25 Desember 2014, Masalah Tanah Likuifaksi (Liquefaction Soil),
[online], (http://tukangbata.blogspot.com/2013/01/apa-itu-liquefaction-atau-likuifaks
i.html, diakses tanggal 24 Maret 2015)

13

20

Anda mungkin juga menyukai