Anda di halaman 1dari 11

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Pengelolaan Hutan Rakyat dan Strategi

Pengembangan Hutan Rakyat di Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung


Muhammad Izzuddin Faizal
ABSTRAK
Hutan rakyat di Kabupaten Tulungagung perlu dikelola secara intensif agar meningkatkan
produktifitas lahan sehingga dapat meningkatkan supply kayu dari hutan rakyat. Intensitas
pengelolaan hutan rakyat dapat dipengaruhi oleh karakteristik petani, persepsi, dan motivasi petani
terhadap pembangunan dan pengembangan hutan rakyat. Pengembangan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung perlu strategi yang tepat dengan memperhatikan faktor lingkungan strategis baik
internal maupun eksternal. Berdasarkan uji korelasi menunjukkan bahwa persepsi dan motivasi petani
berpengaruh nyata terhadap tingkat intensitas pengelolaan hutan rakyat. Sedangkan hasil perumusan
strategi dengan metode analisis Internal Factor Evaluation - External Factor Evaluation, analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dan analisis QSPM (Quantitative Strategic
Planning Matrix) menunjukan bahwa prioritas strategi pengembangan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung adalah : 1) Membangun kerja sama antara kelompok tani hutan rakyat dengan industri
pengolahan kayu. 2) Penyerapan sumber dana pemerintah pusat dan daerah untuk sosialisasi dan
pendampingan petani hutan rakyat. 3) Penambaham jumlah tenaga PKL (Penyuluh Kehutanan
Lapangan) 4) Pemaksimalan peran tenaga PKL dalam mensosialisasikan program pemerintah.
Kata kunci: hutan rakyat, intensitas, motivasi, persepsi, strategi
Pendahuluan
Indonesia sebagai salah satu negara
yang memiliki luas hutan tropis terluas ke-3 di
dunia dianggap memiliki andil besar terhadap
laju pemanasan global yang saat ini menjadi
pokok bahasan seluruh belahan dunia. Luas
kawasan hutan Indonesia tahun 2012 mencapai
130.61 juta ha. Luas kawasan hutan tersebut
mencapai 68.6% dari total luas daratan
Indonesia sehingga menjadi salah satu potensi
sumberdaya alam yang rawan terjadi
kerusakan karena kepentingan manusia
dalammemenuhi kebutuhan hidupnya. Potensi
sumberdaya hutan Indonesia berupa kayu
sangat melimpah,maka tidak salah jika dahulu
saat zaman orde baru sektor kehutanan mampu
menjadi salah satu tulang punggung
pendapatan negara. Hingga pada akhirnya saat
ini disadari bahwa pengelolaan hutan alam
yang lebih berorientasi pada sektor ekonomi
justru terbukti menyebabkan kerusakan hutan
yang sangat parah.
Salah satu dari dampak tingginya laju
deforestasi adalah supply kayu hutan alam
yang semakin berkurang, padahal demand
terhadap kayu justru semakin meningkat. Hal
ini menyebabkan harga kayu di pasaran
meningkat. Meningkatnya harga pasaran kayu
ternyata menimbulkan masalah baru di dunia
kehutanan. Kasus illegal logging meningkat
dimana-mana. Sehingga diperlukan solusi

yang komprehensif yang mampu menjawab


tantangan dunia kehutanan kedepannya.
Salah satu solusi permasalahan supply
kayu yang saat ini gencar dijalankan di
beberapa daerah adalah pembangunan hutan
rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang
dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh
kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat
disebut juga hutan milik. Jenis kayu yang
ditanam pada hutan rakyat umumnya
merupakan jenis kayu cepat tumbuh, seperti
kayu sengon, sungkai, manglid, mindi,
mangium, dan gmelina.
Keberhasilan pengembangan hutan
rakyat tergantung pada intensitas pengelolaan
hutan rakyat yang dilakukan oleh petani.
Namun dalam pengelolaan hutan rakyat
sampai saat ini masih dilakukan secara
sederhana. Teknik silvikultur yang diperoleh
secara turuntemurun dapat berakibat terhadap
tingkat produktivitas kayu yang dihasilkan dari
hutan rakyat yang masih rendah, sehingga
berdampak pada pendapatan yang diperoleh.
Produktivitas
kayu
yang
dihasilkan
dipengaruhi oleh intensitas dalam pengelolaan
hutan rakyat yang dilakukan oleh petani hutan
rakyat.
Metode
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung,

Jawa Timur. Penelitian berlangsung pada bulan


Juli sampai bulan Agustus 2014. Melalui
penelitian ini penulis ingin mengkaji
keterkaitan persepsi petani terhadap hutan
rakyat, motivasi petani dalam membangun
hutan rakyat, dan karakteristik petani hutan
rakyat terhadap intensitas pengelolaan hutan
rakyat di Kabupaten Tulungagung.
Untuk
merumuskan
strategi
pembangunan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung, penulis ingin mengkaji faktor
internal dan eksternal yang berpengaruh
terhadap pembangungan hutan rakyat di
Kabupaten Tulungagung. Faktor internal
terdiri atas faktor kekuatan yang dapat
dimanfaatkan dan faktor kelemahan yang
harus diatasi. Faktor kekuatan yang
berpengaruh dalam pembangunan hutan rakyat
berupa adanya tenaga PKL (Penyuluh
Kehutanan Lapangan), tingginya komitmen
pemerintah daerah terhadap kehutanan, dan
adanya kelompok tani hutan rakyat. Faktor
kelemahan
yang
berpengaruh
dalam
pembangunan hutan rakyat, masih minimnya
tingkat pengetahuan masyarakat terkait
pengelolaan HR, data lahan kritis dan
potensial hutan rakyat belum akurat, dan
kurang
intensifnya
penyuluhan
dan
pendampingan dari tenaga PKL.
Faktor eksternal terdiri atas faktor
peluang dan faktor ancaman yang berpengaruh
dalam pembangunan hutan rakyat. Faktor
peluang yang mempengaruhi pembangunan
hutan rakyat antara lain adanya kebun bibit
rakyat, prospek ekonomi hutan rakyat cukup
baik, adanya sumber dana dari pemerintah
pusat dan daerah, dan adanya program BLU
(Badan Layanan Umum). Faktor ancaman
yang muncul adalah murahnya harga yang
ditawarkan oleh para tengkulak, administrasi
surat kepemilikan tanah, dan mahalnya biaya
pembuatan SKAU (Surat Keterangan Asal
Usul) kayu khususnya untuk hasil hutan rakyat
berupa kayu jati.
Data yang akan digunakan dalam
penelitian ini dibedakan menjadi data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh
langsung dari masyarakat melalui wawancara,
kuesioner, dan observasi di lapangan.
Sementara data sekunder berupa data kondisi
lingkungan fisik, sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat, serta data terkait lokasi penelitian.

Penentuan contoh terpilih dilakukan


dengan
purposive sampling atau contoh
diarahkan dengan memperhatikan keberadaan
hutan rakyat yang dicirikan dengan luas hutan
rakyat serta posisi lokasi terhadap wilayah
Kabupaten Tulungagung. Pengambilan contoh
responden menggunakan metode pengambilan
contoh tiga tingkat (three stage sampling).
Satuan contoh tingkat pertama adalah
kecamatan, satuan tingkat kedua adalah desa
dan satuan contoh ketiga adalah rumah tangga.
Dikarenakan keterbatasan sumber daya dan
waktu penelitian maka pada satuan contoh
tingkat pertama hanya dipilih satu kecamatan
yaitu Kecamatan Sendang yang memiliki
potensi hutan rakyat paling besar dinilai oleh
Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun)
Kabupaten Tulungagung memiliki peningkatan
luas hutan rakyat yang paling tinggi dibanding
kecamatan-kecamatan
lain.
Selain
itu
dipilihnya Kecamatan Sendang dikarenakan
Kecamatan Sendang sering mendapatkan
program bantuan terkait pembangunan hutan
rakyat.
Desa Nglurup, Desa Dono, dan Desa
Krosok dipilih karena mewakili desa-desa
lainnya dalam hal kelas ketinggian wilayah
dan memiliki potensi hutan rakyat terbesar
dibandingkan desa-desa lainnya. Wilayah Desa
Dono terletak di kelas ketinggian 100500
mdpl, wilayah desa Nglurup masuk dalam
kelas ketinggian 5001000 mdpl, dan Desa
Krosok wilayahnya masuk dalam ketinggian di
atas 1000 mdpl. Selanjutnya diambil masingmasing 20 petani hutan rakyat dari setiap desa
sebagai responden. Keseluruhan responden
berjumlah 60 responden. Kriteria responden
adalah petani yang aktif membudidayakan
tanaman kayu-kayuan (tanaman kehutanan di
lahan miliknya).
Untuk responden penyusunan strategi
pengembangan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung, terdiri dari Kepala Dishutbun
Kabupaten
Tulungagung,
Kepala
Sie
Perlindungan dan Konservasi Dishutbun
Kabupaten Tulungagung, tiga orang ketua
kelompok tani hutan rakyat dari tiga desa
contoh (Desa Nglurup, Desa Dono, dan Desa
Krosok) dan koordinator tenaga PKL di
Kecamatan Sendang, sehingga terdapat enam
responden
untuk
penyusunan
strategi
pengembangan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung.

Analisis deskriptif digunakan untuk


melihat
karakteristik
petani
yang
membudidayakan tanaman kayu-kayuan di
lahan miliknya. Karakteristik petani yang
dianalisis meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pendapatan per tahun, lama usaha
tani, dan luas lahan yang dimiliki.
Data kualitatif yang diperoleh melalui
wawancara yang diolah dengan cara tabulasi
dan di analisis secara deskriptif dan secara
statistik. Intensitas pengelolaan hutan rakyat
diukur berdasarkan jumlah skor dari 6
pertanyaan tentang kegiatan pengelolaan yang
telah dilakukan petani hutan rakyat dengan
menggunakan skala Likert.
Data kualitatif yang diperoleh melalui
wawancara yang diolah dengan cara tabulasi
dan di analisis secara deskriptif dan secara
statistik. Persepsi pembangunan hutan rakyat
diukur berdasarkan jumlah skor dari 14
pertanyaan tentang persepsi petani terhadap
pembangunan
hutan
rakyat
dengan
menggunakan skala Likert.
Dalam uji reliabilitas, nilai korelasi
dikatakan reliabel, apabila ri semakin
mendekati 1 atau mempunyai cronbach alpha
lebih dari 0.6 (Sarwono 2006). Dalam
pengujian
validitas
dan
reliabilitas
menggunakan bantuan software Microsoft
excel dan software SPSS 17.0 for windows.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada seluruh
pertanyaan terkait persepsi yang valid
diperoleh nilai Cronbachs Alpha sebesar
0.897. Sedangkan untuk nilai Cronbachs
Alpha
pada seluruh pertanyaan terkait
motivasi yang valid diperoleh nilai sebesar
0.859. Maka dapat disimpulkan pertanyanpertanyaan tersebut reliabel.
Uji korelasi Non-parametrik Spearman
digunakan untuk mencari hubungan atau untuk
menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila
masing-masing variabel yang dihubungkan
berbentuk Ordinal. Dalam penelitian ini, setiap
variabel yang berupa tingkat persepsi, tingkat
motivasi dan karakteristik dari masing-masing
responden dicari koefisien hubungan dan
signifikansi hubungannya terhadap variabel
tingkat intensitas pengelolaan hutan rakyat
yang dilakukan oleh petani hutan rakyat.
Persepsi merupakan proses perencanaan
informasi untuk dipahami. Penginderaan

(penglihatan, pendengaran, penciuman, dan


lain-lain) merupakan alat untuk untuk
memperoleh informasi tersebut. Untuk
memahami informasi tersebut diperlukan
kesadaran atau kognisi (Sarwono 2002). Data
kualitatif yang diperoleh melalui wawancara
yang diolah dengan cara tabulasi dan dianalisis
secara deskriptif dan secara statistik. Persepsi
diukur berdasarkan jumlah skor dari
pertanyaan tentang persepsi masyarakat
tentang pembangunan hutan rakyat di
Kabupaten Tulungagung.
Motivasi menurut Sudaryanto et al
(1987) adalah faktor dalam (endogen) yang
tumbuh dalam diri manusia yang berupa nilai
nilai yang mendorong untuk memanfaatkan
kesempatan dan atau mengambil manfaat dari
kondisikondisi yang menguntungkan. Data
kualitatif yang diperoleh melalui wawancara
yang diolah dengan cara tabulasi dan dianalisis
secara deskriptif dan secara statistik. Motivasi
diukur berdasarkan jumlah skor dari
pertanyaan tentang motivasi petani dalam
membangun hutan rakyat.
Metode yang digunakan dalam
penelitian
untuk
merumuskan
strategi
pengembangan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung adalah analisis SWOT. Menurut
Rangkuti (2005) analisis SWOT merupakan
instrumen untuk memaksimalkan peranan
faktor yang bersifat positif, meminimalisasi
kelemahan yang ada pada sebuah organisasi
dan menekan dampak serta ancaman yang
timbul. Adapun langkah-langkah dalam
melakukan analisis SWOT adalah:
1. Analisis faktor internal dan faktor
eksternal.
Analisis faktor internal digunakan
untuk memperoleh faktor kekuatan
yang dapat dimanfaatkan dan faktor
kelemahan yang harus diatasi.
Selanjutnya dievaluasi menggunakan
matriks
IFE
(Internal
Factor
Evaluation). Analisis faktor eksternal
menggunakan matriks EFE (External
Factor Evaluation).
2. Menentukan posisi organisasi pada
kuadran analisis SWOT dengan
menggunakan selisih antara total skor
kekuatan dengan total skor kelemahan
untuk sumbu (X) dan selisih antara
total skor peluang dengan total skor
ancaman untuk sumbu (Y).

3. Penentuan skala prioritas dengan


Analisis
QSPM
(Quantitative
Strategic Planning Matrix)

Hasil dan Pembahasan


Karakteristik Responden
Distribusi responden berdasarkan
umur, pendapatan petani per tahun, tingkat
pendidikan formal, jumlah anggota keluarga,
luas hutan rakyat yang dimiliki, dan
pengalaman usaha tani tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan karakteristik individu


Karakteristik individu
Selang
Jumlah (orang)
Presentase (%)
<47
20
33
Umur
48-58
28
47
>58
7
12
> 46.8 Juta
8
13
pendapatan petani per tahun
31.3 Juta 46.8 Juta
29
48
< 31.2 Juta
23
38
D3/S1
6
10
Tingkat pendidikan formal
SMP/SMA
44
73
SD
10
17
Jumlah anggota keluarga
>7
0
0
57
13
22
24
47
78
Luas hutan rakyat yang dimiliki
>1
6
10
0.6 1
21
35
<0.6
33
55
21 30 tahun
10
7
Pengalaman usaha tani
11 20 tahun
41
68
< 10 tahun
9
15
Pembangunan Hutan Rakyat Di Kecamatan
Sendang
Hutan rakyat di Kecamatan Sendang
umumnya memiliki pola tanam tumpangsari
antara tanaman kehutanan dengan tanaman
pertanian . Hal ini dilakukan untuk
mengoptimalkan hasil yang didapatkan dari
lahan hutan rakyat yang dimiliki oleh petani.
Dengan pola tumpang sari diharapkan
produktifitas lahan meningkat dan petani dapat
memperoleh manfaat dari lahan sambil
menunggu masa tebang hutan rakyat.
Jenis tanaman kehutanan yang berada
di lahan milik sebagai tanaman pokok adalah
sengon (Paraserianthes falcataria), jabon
(Anthocepalus cadamba) dan jati (Tectona
grandis) sedangkan tanaman pertanian adalah
singkong, pisang, talas, gadung, umbi porang,
camcau, dan rumput odot yang ditanam
sebagai tanaman sela. Kegiatan pengelolaan
hutan rakyat yang telah dilakukan oleh petani
di Kecamatan Sendang meliputi :
a. Pengadaan bibit

Petani mendapatkan bibit sengon dan


jati yang akan ditanam dengan cara membeli
bibit dalam polybag dengan harga Rp 1 0001
500 per polybag untuk bibit sengon dan Rp 3
000 4 500 per polybag untuk bibit jati. Bibit
dibeli dari pedagang yang khusus menjual
bibit pohon yang didapat di luar Kecamatan
Sendang.
Pembelian bibit ada yang dilakukan
secara kolektif oleh kelompok tani dan ada
yang membeli secara mandiri. Pada tahun
2011 Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Tulungagung memberikan bantuan
bibit kepada tiga kelompok tani di Desa
Nglurup, Desa Dono, dan Desa Krosok dalam
proyek Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(GNRHL). Bibit yang diberi berupa tanaman
sengon sebanyak 6 000 batang tiap kelompok
tani.
b. Penanaman
Penanaman dilakukan saat musim
penghujan tiba. Sebelum kegiatan penanaman
dilakukan, petani melakukan persiapan lahan
yang biasanya dilakukan satu minggu sebelum
penanaman. Persiapan lahan yang dilakukan

adalah membersihkan lahan dari tumbuhan


lain
yang
berpotensi
mengganggu
pertumbuhan pohon seperti rumput dan alangalang. Setelah lahan dibersihkan dilakukan
pembuatan lubang tanam yang kemudian
diberi pupuk kandang dan dipasang ajir.
Penentuan jarak tanam yang digunakan petani
berbeda-beda, ada yang menggunakan jarak
tanam 2m x 2m, 3m x 3m, dan 5m x 5m.
c. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan petani
pada hutan rakyat milik mereka masih sangat
sederhana. Kegiatan pemeliharaan yang
dilakukan meliputi kegiatan pemupukan,
pemangkasan, dan penjarangan. Pada kegiatan
pemupukan,
sebagian
besar
petani
menggunakan pupuk kandang yang diperoleh
dari ternak peliharaan. Selain pupuk kandang,
petani hutan rakyat juga menggunakan pupuk
urea setiap enam bulan sekali sampai usia dua
tahun. Sebagian besar kegiatan pemangkasan
dilakukan oleh petani tiap empat bulan sekali
hingga tanaman berusia dua tahun.
d. Pemanenan
Kegiatan pemanenan kayu dilakukan
saat daur yang dikehendaki oleh petani sudah
tercapai (5 hingga 8 tahun untuk jenis sengon
dan jabon, dan 10 tahun untuk jenis jati),
namun banyak juga yang memanen kayu
dengan sistem tebang butuh yaitu saat petani
membutuhkan biaya mendesak untuk sekolah
anak atau untuk keperluan hajatan. Kegiatan
pemanenan kayu dilakukan sendiri oleh
pembeli kayu yang dalam hal ini kebanyakan

dilakukan
oleh
tengkulak.
Sedangkan
komoditas tanaman sela yang ditanam di selasela pohon dipanen untuk tambahan kebutuhan
sehari-hari dan pakan ternak yang dimiliki.
e. Pemasaran hasil
Pemasaran hasil hutan rakyat di
Kecamatan Sendang saat ini masih bergantung
kepada tengkulak dalam mendistribusikan
hasil tanamannya ke industri. Sistem
pembelian yang digunakan tengkulak adalah
sistem borongan. Dalam penentuan harga,
kebanyakan petani tidak tahu harga batangan
dari ukuran diameter dan tinggi pohon,
sehingga para tengkulak berani memberi
harga rendah kepada petani.
Tingkat intensitas pengelolaan hutan rakyat
di Kecamatan Sendang
Intensitas pengelolaan hutan rakyat
merupakan curahan waktu yang digunakan
dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat di
lahan milik mereka. Dalam penelitian ini
kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang
diidentifikasi untuk diketahui intensitasnya
adalah kegiatan perencanaan dan kegiatan
pelaksanaan. Kegiatan perencanaan mencakup
kegiatan penentuan jenis bibit, penentuan jarak
tanam, dan perencanaan pemasaran hasil.
Sedangkan kegiatan pelaksanaan mencakup
kegiatan pemupukan, penjarangan, dan
pengendalian hama dan penyakit. Sebaran
responden dalam intensitas pengelolaan hutan
rakyat berdasarkan tahapan kegiatannya dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran responden berdasarkan tahapan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan
Tahapan
Kategori
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Perencanaan
35 (rendah)
10
68 (sedang)
41
>8 (tinggi)
9
Pelaksanaan
35 (rendah)
40
68 (sedang)
11
>8 (tinggi)
9
Perencanaan
merupakan
suatu
rangkaian kegiatan yang akan dilakukan untuk
menjalankan suatu usaha pada periode
tertentu, mencakup pengelolaan usaha, hasil
produksi yang dijual, pasar dan pemasaran
serta proyeksi keuangan (Simanjuntak 2004).
Intensitas
kegiatan
perencanaan
yang
dilakukan oleh petani hutan rakyat memiliki
kategori sedang, yaitu sebanyak 41 responden

(68%). Hal ini disebabkan karena petani ratarata


langsung
melakukan
kegiatan
pelaksanaan, sehingga kegiatan perencanaan
tidak dilakukan secara matang dan biasanya
dibicarakan dalam kelompok tani. Pada tahap
kegiatan pelaksanaan, sebanyak 40 responden
(67%) memiliki tingkat intensitas pengelolaan
yang rendah.

17
68
15
67
18
15

Tabel 3. Sebaran responden berdasarkan kategori intensitas pengelolaan hutan rakyat


Variabel
Kategori
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Intensitas pengeloaan hutan rakyat
Jumlah
Rata-rata

> 13 (tinggi)
1013 (sedang)
69 (rendah)

28
55
17
100

12.8

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat


secara umum bahwa tingkat intensitas
pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung berada di kategori sedang, yaitu
sebanyak 33 responden (55%) yang
melakukan kegiatan pengelolaan hutan rakyat
dengan cukup intensif.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Intensitas Petani Dalam Mengelola Hutan
Rakyat
Persepsi Petani Terhadap Pembangunan
Hutan Rakyat

Kategori
Buruk
Cukup
Baik
Jumlah
Rata-rata

17
33
10
60

Dalam pengertian psikologi, persepsi


merupakan proses perencanaan informasi
untuk dipahami. Penginderaan (penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan lain-lain)
merupakan alat untuk untuk memperoleh
informasi
tersebut.
Untuk
memahami
informasi tersebut diperlukan kesadaran atau
kognisi (Sarwono 2002). Pengukuran tingkat
persepsi petani hutan rakyat terhadap
pembangunan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung dilihat dari total skor 14
pertanyaan valid penduga persepsi yang diukur
dengan skala Likert seperti tercantum dalam
Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran responden berdasarkan tingkat persepsi petani


Skor
Jumlah (orang)
Presentase (%)
1423
9
2432
17
> 32
34
60
30.4

Dari Tabel 4 dapat diketahui mayoritas


responden (57% responden) memiliki persepsi
yang baik terhadap pembangunan hutan rakyat
di Kabupaten Tulungagung. Namun skor ratarata dari keseluruhan responden terkait
persepsi mereka terhadap pembangunan hutan
rakyat
di
Kabupaten
Tulungagung
menunjukkan tingkat persepsi yang cukup.
maka dapat disimpulkan persepsi petani hutan
rakyat termasuk dalam kategori cukup.
Motivasi Petani Dalam Membangun Hutan
Rakyat
Motivasi menurut Sudaryanto et al
(1987) adalah faktor dalam (endogen) yang
tumbuh dalam diri manusia yang berupa nilai
nilai yang mendorong untuk memanfaatkan
kesempatan dan atau mengambil manfaat dari

kondisikondisi
yang
menguntungkan.
Pengukuran tingkat motivasi petani dalam
membangun hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung dilihat dari total skor 8
pertanyaan valid penduga motivasi yang
diukur dengan skala Likert sperti tercantum
dalam Tabel 5.

15
28
57
100

Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
Rata-rata

Tabel 5. Sebaran responden berdasarkan tingkat motivasi petani


Skor
Jumlah (orang)
Presentase (%)
8 13
8
14 18
12
> 18
40
60
19.47

Berdasarkan Tabel 5 sebanyak 67% responden


memiliki tingkat motivasi yang tinggi terhadap
intensitas pengelolaan hutan rakyat, maka
dapat disimpulkan tingkat motivasi petani

13
20
67
100

hutan rakyat dalam mengelola hutan rakyat


termasuk dalam kategori tinggi.
Pengaruh faktor karakteristik responden
dalam intensitas pengelolaan hutan rakyat

Tabel 6. Faktor karakteristik responden yang mempengaruhi intensitas pengelolaan hutan rakyat
Karakteristik responden
Intensitas pengelolaan hutan rakyat
Koefisien korelasi
Umur
Tingkat pendidikan
Jumlah anggota keluarga
Luas hutan rakyat
Pendapatan per tahun
Pengalaman usaha tani

Pada Tabel 6 tersaji hasil uji antara faktor


karakteristik responden yang mempengaruhi
intensitas pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten Tulungagung menggunakan uji
korelasi Spearman. Menurut Sarwono (2006)
dalam uji korelasi antar variabel, jika nilai
koefisien lebih dari 0.25 maka tingkat keeratan
hubungannya dapat dikatakan cukup erat.
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan
bahwa karakter umur, tingkat pendidikan, dan
jumlah anggota keluarga dan pengalaman
usaha tani berkorelasi negatif terhadap
intensitas
pengelolaan
hutan
rakyat.

Sig. (2-tailed)
-0.005
-0.068
-0.221
0.131
0.182
0.175

Karakteristik berupa luas hutan rakyat yang


dikelola, pendapatan per tahun dan
pengalaman usaha tani dari petani memiliki
korelasi positif terhadap intensitas pengelolaan
hutan rakyat yang dilakukan oleh petani hutan
rakyat. Dari keseluruhan karakteristik tersebut
tidak ada karakteristik yang secara signifikan
berpengaruh terhadap intensitas pengelolaan
hutan rakyat.
Pengaruh faktor persepsi dan motivasi
responden dalam intensitas pengelolaan
hutan rakyat

Tabel 7. Faktor persepsi dan motivasi responden yang mempengaruhi intensitas


pengelolaan hutan rakyat
Faktor
Intensitas pengelolaan hutan rakyat
Koefisien korelasi
Sig. (2-tailed)
Persepsi
0.271*
Motivasi
0.263*
* korelasi signifikan pada taraf nyata 0.05 (2-tailed)

Pada Tabel 7 tersaji hasil uji korelasi antara


faktor persepsi dan faktor motivasi yang

0.971
0.606
0.090
0.318
0.164
0.181

mempengaruhi intensitas pengelolaan hutan


rakyat di Kabupaten Tulungagung. Terlihat

0.034
0.042

faktor persepsi dan motivasi mempunyai


korelasi positif yang secara signifikan pada
taraf kepercayaan 95% berpengaruh terhadap
intensitas pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten Tulungagung.
PERUMUSAN STRATEGI
PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT DI
KABUPATEN TULUNGAGUNG
Faktor Lingkungan Strategis
Pembangunan hutan rakyat di
Kabupaten Tulungagung secara langsung
dinilai mampu meningkatkan kualitas hidup
masyarakat secara ekonomi maupun ekologi.
Hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari faktor
lingkungan strategis yang mempengaruhinya.

Faktor lingkungan strategis tersebut terdiri dari


faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor Internal
Faktor internal yang berpengaruh
terhadap pembangunan hutan rakyat terdiri
dari kekuatan dan kelemahan. Faktor kekuatan
meliputi : 1) Tersedianya tenaga penyuluh di
12 kecamatan yang khusus menangani hutan
rakyat di Kabupaten Tulungagung, 2)
Tingginya komitmen pemerintah daerah
terhadap pembangunan kehutanan, 3) Mulai
munculnya kesadaran dari masyarakat untuk
menjaga sumber air.
Adapun faktor
kelemahan meliputi :1) Data lahan potensial
hutan rakyat masih belum akurat, 2) Masih
rendahnya tingkat pengetahuan petani dalam
mengelola hutan rakyat.

Tabel 8. Analisis Faktor Internal


Bobot

Faktor Internal
Kekuatan (S)
1. Adanya tenaga PKL
2. Komitmen tinggi pemerintah daerah terhadap
pembangunan kehutanan
3. Adanya kelompok tani hutan rakyat
Kelemahan (W)
1. Masih minimnya tingkat pengetahuan masyarakat
terkait pengelolaan HR
2. Data lahan kritis dan potensial hutan rakyat belum
akurat
3. Penyuluhan dan pendampingan dari tenaga PKL kurang
intensif

Peringkat

Skor

0.212
0.17

4
3

0.848
0.51

0.224

0.896

0.13

0.26

0.104

0.104

0.16

0.48

Faktor Eksternal
Adanya sumber dana dari pemerintah pusat
Faktor eksternal yang berpengaruh
dan daerah, 4) Adanya program BLU.
terhadap pembangunan hutan rakyat terdiri
Sedangkan faktor ancaman meliputi : 1)
dari peluang dan ancaman. Faktor peluang
Murahnya harga yang ditawarkan oleh para
meliputi : 1) Adanya kebun bibit rakyat, 2)
tengkulak, 2) Administrasi surat kepemilikan
Prospek ekonomi hutan rakyat cukup baik, 3)
tanah, 3) Mahalnya biaya pembuatan SKAU
Tabel 9. Analisis Faktor Eksternal
Faktor Eksternal
Bobot
Peringkat
Skor
Peluang (O)
1. Adanya kebun bibit rakyat
0.09
2
0.18
2. Prospek ekonomi hutan rakyat cukup baik
0.208
4
0.832
3. Adanya sumber dana dari pemerintah pusat dan
0.132
3
0.396
daerah
4. Adanya program BLU
0.256
4
1.024
Ancaman (T)
1. Murahnya harga yang ditawarkan oleh para
0.196
3
0.588
tengkulak
2. Administrasi surat kepemilikan tanah
0.074
1
0.074
3. Mahalnya biaya pembuatan SKAU
0.044
1
0.044

Alternatif Strategi Pembangunan Hutan


Rakyat di Kabupaten Tulungagung
Tabel 10. Hasil analisis faktor eksternal dan faktor internal
Internal Factor Attractive Score/IFAS
3.09
Eksternal Factor Attractive Score/EFAS
Total skor kekuatan (S)
2.25
Total skor peluang (O)
Total skor kelemahan (W)
0.84
Total skor ancaman (T)

3.13
2.43
0.7

S-W

1.72

1.41

O-T

Gambar 2. Kuadran analisis SWOT stakeholder pengembangan hutan rakyat


Berdasarkan tabel 10 diketahui bahwa
titik koordinat posisi kelembagaan stakeholder
yang berpengaruh terhadap pembangunan
hutan rakyat di Kabupaten Tulungagung pada
titik-titik variabel sumbu (X) 1.41 dan sumbu
(Y) 1.72. Koordinat tersebut berada di kuadran
I, sehingga memerlukan strategi progresif
dalam pengembangan hutan rakyat di
Kabupaten Tulungagung. Berikut adalah
alternatif strategi yang bisa dilakukan :
1. Menambah jumlah tenaga PKL dengan
menggunakan sumber dana dari
pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. (S3-O3)
2. Memaksimalkan peran tenaga PKL
dalam mensosialisasikan program
BLU. (S1-O4)
3. Menyerap sumber dana pemerintah
pusat dan daerah untuk sosialisasi dan
pendampingan petani hutan rakyat.
(W1-O3)

4. Kelompok tani hutan rakyat menjalin


kerja sama dengan industri pengolahan
kayu. (S3-T1)
Prioritas Strategi Pembangunan Hutan
Rakyat di Kabupaten Tulungagung
Perumusan
prioritas
strategi
pembangunan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung dilakukan dengan menggunakan
analisis QSPM (Quantitative Strategic
Planning Matrix) yang merupakan lanjutan
dari analisis perumusan alternatif strategi
dengan analisis SWOT . Alternatif strategi
yang memiliki total nilai kemenarikan (Total
Attractive Score / TAS) tertinggi merupakan
prioritas strategi pembangunan hutan rakyat
yang diutamakan untuk diimplementasikan.
Urutan prioritas strategi pembangunan hutan
rakyat di Kabupaten Tulungagung dapat
diketahui pada Tabel 11.

Tabel 11. Prioritas Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Tulungagung Berdasarkan
Hasil Analisis QSPM.
Strategi
Bobot AS TAS Prioritas
Menambah jumlah tenaga PKL dengan menggunakan sumber dana
0.71
3
2.13
3
dari pemerintah pusat dan daerah
Memaksimalkan peran tenaga PKL dalam mensosialisasikan
0.95
2
1.9
4
program BLU
Menyerap sumber dana pemerintah pusat dan daerah untuk
0.94
4
3.76
2
sosialisasi dan pendampingan petani hutan rakyat
Kelompok tani hutan rakyat menjalin kerja sama dengan industri
1.1
4
4.4
1
pengolahan kayu
Strategi yang memiliki nilai TAS (Total
Attractive Score) tertinggi sebesar 4.4 adalah
kelompok tani hutan rakyat menjalin kerja
sama dengan industri pengolahan kayu.
Strategi ini menjadi strategi utama dalam
pembangunan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung. Hal ini disebabkan oleh masalah
utama yang masih menghambat pertumbuhan
hutan rakyat di Kabupaten Tulungagung
berupa rendahnya harga yang diterima petani
hutan rakyat. Diharapkan dengan terjalinnya
kerja sama antara kelompok tani hutan rakyat
dengan industri pengolahan kayu hutan rakyat
dapat meningkatkan harga kayu dan
meningkatkan minat untuk membangun hutan
rakyat.
Strategi kedua menjadi prioritas
strategi adalah menyerap sumber dana
pemerintah pusat dan daerah untuk sosialisasi
dan pendampingan petani hutan rakyat dengan
nilai TAS 3.76. Strategi ini menitikberatkan
pada upaya pemerintah daerah untuk bisa
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman
petani hutan rakyat sehingga hasil yang
didapatkan dari pengelolaan hutan rakyat bisa
optimal. Peran tenaga PKL (Penyuluh
Kehutanan Lapang) dalam strategi ini sangat
penting sebagai perpanjangan tangan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Tulungagung dalam pendampingan petani
hutan rakyat.
Strategi ketiga yang menjadi
prioritas strategi adalah menambah jumlah
tenaga PKL dengan menggunakan sumber
dana dari pemerintah pusat dan daerah dengan
nilai TAS 2.13. Dengan sumber dana yang ada,
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Tulungagung dapat melakukan perekrutan
tambahan untuk tenaga PKL yang hingga saat
ini dirasa masih kurang jumlahnya. Selain itu

dana tersebut bisa digunakan untuk melakukan


program pengayaan kepada petani hutan
rakyat sehingga program-program yang sudah
ada bisa lebih maksimal dirasakan manfaatnya
oleh petani hutan rakyat.
Strategi lain yang bisa dilakukan
adalah memaksimalkan peran tenaga PKL
dalam mensosialisasikan program BLU
dengan nilai TAS 1.9. Strategi ini
dimaksudkan untuk lebih menyosialisasikan
program BLU kepada petani hutan rakyat agar
memiliki
motivasi
lebih
dalam
mengembangkan hutan rakyat yang sudah
dikelolanya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Faktorfaktor yang mempengaruhi
intensitas pengelolaan hutan rakyat adalah
persepsi, motivasi dan karakteristik responden.
Berdasarkan uji korelasi bahwa faktor persepsi
mempunyai korelasi positif yang secara
signifikan berpengaruh terhadap intensitas
pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten
Tulungagung. Faktor motivasi juga memiliki
korelasi positif yang berpengaruh pada
intensitas pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten
Tulungagung.
Karakteristik
responden berupa luas hutan rakyat yang
dikelola, pendapatan per tahun dan
pengalaman usaha tani berkorelasi positif
terhadap intensitas pengelolaan hutan rakyat.
Dan karakteristik berupa umur, jumlah anggota
keluarga dan tingkat pendidikan memiliki
korelasi
negatif
terhadap
intensitas
pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh
petani hutan rakyat.
Strategi pembangunan hutan rakyat di
Kabupaten Tulungagung berdasarkan analisis
SWOT yang telah dilakukan antara lain:

1. Menambah jumlah tenaga PKL dengan


menggunakan sumber dana dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
2. Memaksimalkan peran tenaga PKL
dalam mensosialisasikan program BLU.
3. Menyerap sumber dana pemerintah
pusat dan daerah untuk sosialisasi dan
pendampingan petani hutan rakyat.
4. Kelompok tani hutan rakyat menjalin
kerja sama dengan industri pengolahan
kayu.
Saran
Perlu dilakukan peneltian lanjutan
terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
intensitas pengelolaan hutan rakyat Kabupaten
Tulungagung.
Kegiatan
pelatihan
dan
pendampingan petani hutan rakyat perlu lebih
diintensifkan.
Selain itu perlu adanya
apresiasi pemerintah terhadap petani untuk
meningkatkan
motivasi
petani
dalam
mengelola hutan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Irianto A. 2004. Statistik : Konsep Dasar,
Aplikasi,
dan
Pengembangannya.
Jakarta : Kencana.
Rangkuti F. 2005. Analisis SWOT Teknik
Membedah Kasus Bisnis. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sarwono J. 2006. Analisis Data Penelitian
Menggunakan SPSS 13. Bandung :
Andi.

Sarwono SW. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta:


Balai Pustaka.
Simanjuntak IM. 2004. Solusi Jitu Bagi
Pengusaha Kecil dan Menengah:
Pedoman Menjalankan Usaha. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Sudaryanto, Ahmad H, Andi S. 1987. Persepsi
Hak Pengusahaan Hutan Terhadap
Sistem
Tebang
Pilih
Indonesia.
Penelitian
Pengelolaan
Sumber
Kehutanan Berwawasan Lingkungan
Kerjasama
Proyek
Pengembangan
Efisiensi
Penggunaan
Sumber
Kehutanan dengan Fakultas Kehutanan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suhaimin T. 2005. Teori Motivasi, Prestasi,
dan Kepuasan Kerja. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Suharjito D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa
Perannya Dalam Perekonomian Desa.
Program Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan
Masyarakat.
Bogor:
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Tampang BL. 1999. Persepsi masyarakat
terhadap pencemaran udara dan
kebisingan
energi
diesel:
kasus
Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai