Anda di halaman 1dari 6

Betametason Lebih Efektif Dibandingkan N-Acetylcystein

Untuk Pematangan Paru


Tujuan : Membandingkan efektivitas pemberian N-acetylcystein dengan Betametason
untuk pematangan paru janin.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak buta ganda pada wanita
dengan ancaman persalinan preterm (usia 28 sampai 34 minggu).
Hasil : Terdapat 90 subjek penelitian yang dipilih secara acak sederhana, pada
kelompok N-acetylcystein (n=30), kelompok betametason (n=30), dan kelompok
kontrol (yang tidak sempat diberi tokolitik, n=30). Penilaian kematangan paru janin
dilakukan dengan uji Tapp. Batas nilai untuk maturasi paru secara acak adalah 5 busa.
Setelah dilakukan uji Tapp, didapatkan perbedaan yang bermakna dari 3 kelompok
penelitian ini berdasarkan analisis varian (Anova) (p=0,001), didapatkan rerata busa
pada kelompok N-acetylcystein sebesar 4,81,3 sedangkan pada kelompok Betametason
lebih sedikit dibandingkan kelompok N-acetylcystein yaitu 3,21,0, sementara rerata
jumlah busa pada kelompok kontrol sebanyak 5,51,6. Hasil akhir uji Tapp adalah
matur dan imatur, pada kelompok N-acetylcystein didapatkan 21 subjek (70,0%) dengan
paru matur, kelompok Betametason sebanyak 28 subjek (93,3%) dengan paru matur
serta merupakan kelompok yang paling banyak mengalami paru matur, sedangkan pada
kelompok kontrol, didapatkan 15 subjek (50,0%) dengan paru matur.
Kesimpulan : Betametason lebih efektif dibandingkan N-acetylcystein sebagai
pematangan paru pada wanita dengan ancaman persalinan preterm.
Kata kunci

betametason, N-acetylcystein, pematangan paru janin

Pengantar
Sindrom gangguan pernapasan (RDS) adalah salah satu penyebab utama
kematian bayi selama periode bayi baru lahir.1-3 Insiden sindrom gangguan pernapasan
(RDS) telah dikaitkan dengan ibu usia kehamilan dan berat lahir bayi baru lahir, yang
ditandai dengan kesulitan bernapas pada bayi, yang ditandai oleh adanya dua dari empat
gejala penting : takipneu (> 60 bpm), sianosis, retraksi dari tulang rusuk dan tulang
dada, dan ekspirasi disertai mengerang.4-6
Dalam upaya untuk mengurangi insiden dan keparahan dari RDS selama
mengancam kelahiran prematur, ibu diberikan dengan steroid antenatal atau surfaktan
profilaksis yang dapat diberikan saat resusitasi bayi baru lahir, atau keduanya. Ada
banyak studi yang dilakukan pada penggunaan steroid antenatal dengan hasil dalam
mengurangi RDS sampai 50% seperti yang ditunjukkan oleh Liggins dan Howie (1972)
dan oleh NIH Consensus Development Panel (1994) dengan kesimpulan bahwa tidak
ada bukti efek dari penggunaan kortikosteroid dalam kehamilan dengan hipertensi,
diabetes gestasional, kehamilan ganda, pembatasan pertumbuhan intrauterin dan fetal
hidrops.7-10
Penggunaan N-acetylcysteine untuk meningkatkan tingkat surfaktan, pertama
kali dilakukan pada tahun 1980, pada pasien yang menjalani operasi paru-paru. Mereka
mengevaluasi tegangan permukaan spesimen dari biopsi paru-paru. Berdasarkan
penelitian ini, diketahui bahwa pemberian dari i.m. 2 x 300 mg NAC secara signifikan
meningkatkan aktivitas cairan epitel alveolar dengan menurunkan tegangan permukaan
dan meningkatkan elastisitas jaringan paru-paru.11 Pemberian N-acetylcysteine pada
wanita hamil yang mengalami keracunan asetaminopen, dapat diukur dalam darah tali
pusat, membuktikan bahwa N-acetylcysteine memiliki kemampuan untuk melewati
sawar plasenta. N-acetylcysteine juga aman bagi wanita hamil dan menyusui.12
Metode
Penelitian ini merupakan acak ganda uji klinis buta pada wanita hamil terancam
kelahiran prematur (28-34 minggu) di RSMH Palembang. Penelitian ini dimulai pada
bulan Agustus 2010 dan berakhir pada Februari 2012. Kriteria inklusi termasuk wanita
dengan 28-34 minggu kehamilan terancam oleh kelahiran prematur, dibuktikan dengan
pemeriksaan USG dan melahirkan sebelum 35 minggu kehamilan, bersedia untuk
terlibat dalam penelitian dan menandatangani persetujuan, dan tidak pernah menerima
obat untuk pematangan paru pada kehamilan terakhir. Pasien yang memenuhi kriteria
penelitian kemudian diperiksa pemeriksaan fisik, hitung darah lengkap, urinalisis dan
pemeriksaan USG. Kemudian data tercatat dalam catatan penelitian dan buku
pendaftaran studi. Pasien yang sudah dalam keadaan tenaga kerja yang ditugaskan untuk
kelompok 3 (kelompok kontrol) dan telah diikuti sampai pengiriman. Pasien yang diberi

tokolitik, dilakukan hanya secara acak dengan bantuan tabel random yang dibuat oleh
warga yang telah dilatih sebelumnya untuk menentukan Kelompok 1 (NAcetylcysteine) dan kelompok 2 (Betametason). Jika efek samping terjadi, pasien turun
dan diperlakukan sesuai dengan gejala. Berat lahir bayi yang baru lahir, APGAR skor
dan terjadinya RDS diamati selama perawatan, ditandai dengan gejala klinis sesak
(60x / menit), sianosis, mendengus, dan retraksi, dan kemudian keparahan asfiksia
ditentukan oleh APGAR skor (ringan, sedang dan asfiksia berat). Neonatus kemudian
akan menjalani pemeriksaan radiologi dada. Pasien menerima protokol tokolitik,
termasuk 10mg Nifedipine per oral, yang dapat diulang 2-3 kali / hari, dan dilanjutkan
setiap 8 jam sampai kontraksi menghilang. Ibu yang melahirkan sebelum 35 minggu
kehamilan, yang diuji dengan uji pematangan paru. Satu cc sampel cairan ketuban
diambil jika membran pecah > 24 jam setelah pemberian obat terakhir. Penilaian
pematangan paru janin dilakukan dengan uji Tapp.
Data dikumpulkan dalam bentuk penelitian yang telah disiapkan. Pengolahan
data statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS 14, dengan menggunakan
Chi Square, T-test dan uji Anova.
Hasil
Dari 90 subjek penelitian, kelompok yang menerima N-acetylcysteine 300 mg
im selama 3 hari (n = 30), kelompok betametason 12 mg qd iv selama 2 hari (n = 30)
dan kelompok kontrol (yang tidak diberi tokolitik, n = 30), distribusi usia subjek
sebagian besar pada kelompok usia 20-35 tahun, dengan indeks massa tubuh 18,5-25,
ibu rumah tangga, lulus dari sekolah tinggi, dan kehamilan antara 33-34 minggu
kehamilan. Menurut analisis statistik yang dilakukan, uji chi-square dan ANOVA, tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam karakteristik umum dari tiga kelompok.
Penilaian kematangan paru janin dilakukan dengan uji Tapp. Setelah menguji
Tapp, rata-rata jumlah busa pada kelompok yang menerima N-acetylcysteine adalah 4,8
1,3 dan ada perbedaan yang signifikan dalam jumlah busa sebelum dan setelah tes
Tapp pada kelompok N-acetylcysteine (p = 0,001). Pada kelompok Betametason yang
rata-rata jumlah busa kurang dari kelompok N-acetylcysteine, yang 3,2 1,0, meskipun
ada juga perbedaan yang signifikan dalam jumlah busa sebelum dan sesudah tes Tapp
pada kelompok Betametason (p = 0,001). Sementara itu, rata-rata jumlah busa pada
kelompok kontrol setelah tes itu sebanyak 5,5 1,6, tapi tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam jumlah busa sebelum dan sesudah tes Tapp pada kelompok kontrol (p
= 0.077). Jumlah rata-rata busa dari masing-masing kelompok penelitian berdasarkan
uji lengkap Tapp dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian


NBetamethasone
Karakteristik
acetylcysteine
N%
N%
Usia (tahun)
< 20
2 (6.7)
0 (0.0)
20-35
24 (80.0)
25 (83.3)
> 35
4 (13.3
5 (16.7)
BMI
18.5-25
18 (60)
18 (60.0)
> 25
12 (40)
12 (40.0)
Pekerjaan
IRT
22 (73.3)
22 (73.3)
Buruh
3 (10.0)
4 (13.3)
PNS
5 (16.7)
4 (13.3)
Pendidikan
SMP
8 (26.7)
9 (30.0)
SMA
20 (66.7)
18 (60.0)
Sarjana
2 (6.7)
3 (10.0)
Paritas
1
18 (60.0)
14 (46.7)
2
5 (16.7)
10 (33.3)
3
5 (16.7)
5 (16.7)
4
2 (6.7)
1 (3.3)
Usia Kehamilan
(minggu)
33-34
20 (66.7)
22 (73.3)
< 33
10 (33.3)
8 (26.7)
Chi-Square test

Kontrol
N%

p
0.552

3 (10.0)
23 (76.7)
4 (13.3)
0.828
20 (66.7)
10 (33.3)
0.444
27 (90.0)
1 (3.3)
2 (6.7)
0.862
6 (20.0)
22 (73.3)
2 (6.7)
0.543
18 (60.0)
9 (30.0)
3 (10.0)
0 (0.0)
0.086
14 (46.7)
16 (53.3)

Tabel 2. Hasil Rata-Rata Busa Pada Masing-Masing Kelompok Setelah Tes Tapp
Busa
Kelompok
Sebelum
Sesudah
6.00.0
N-acetylcysteine
4.81.3
6.00.0
Betamethasone
3.21.0
6.00.0
Kontrol
5.51.6
T-Pairs Test

P
0.001
0.001
0.077

Analisis varian (ANOVA) dilakukan untuk melihat perbedaan secara


keseluruhan dalam tiga kelompok, hasil uji statistik menemukan perbedaan yang
signifikan (p = 0,001) dalam jumlah busa pada ketiga kelompok studi. Analisis varians
(ANOVA) dari tiga kelompok didasarkan pada Tes Tapp (Tabel 3).

Tabel 3. Analisis Varian Pada 3 Kelompok Berdasarkan Tes Tapp


Kelompok
NBetamethasone
Kontrol
Busa
acetylcysteine
6.00.0
6.00.0
6.00.0
Sebelum
Sesudah
4.81.3
3.21.0
5.51.6
*ANOVA test

P*
0.999
0.001

Hasil akhir dari tes Tapp dikategorikan menjadi matang dan tak matang. Kami
menemukan bahwa ada sebanyak 21 subjek (70,0%) dalam N-acetylcysteine kelompok
dengan paru-paru matang dan 28 subjek (93,3%) pada kelompok bethametasone.
Sedangkan pada kelompok kontrol, ada 15 subjek (50,0%) dengan paru matang, seperti
yang tercantum pada Tabel 4. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberian
Betametason lebih efektif untuk pematangan paru-paru pada wanita dengan kelahiran
prematur dibandingkan dengan N-asetilsistein.

Tabel 4. Pematangan Paru Setelah Pemberian N-Acetylcysteine Dibandingkan Dengan


Pemberian Betamethasone Pada Wanita Yang Terancam Kelahiran Prematur
Tes Tapp
Kelompok
N(=90)
Matang (%)
Belum Matang (%)
N-acetylcysteine
21 (70.0)
9 (30.0)
30 (100.0)
Betamethasone
28 (93.3)
2 (7.7)
30 (100.0)
Kontrol
15 (50.0)
15 (50.0)
30 (100.0)

Diskusi
Dari tiga kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan dalam karakteristik
umum termasuk distribusi usia subjek yang sebagian besar di usia Kelompok 20-35
tahun, dengan indeks massa tubuh 18,5 25, ibu rumah tangga, lulus dari sekolah tinggi,
dan memiliki kehamilan 33-34 minggu kehamilan, dengan p> 0,05. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini homogen dan kesimpulan akhir tentang
efektivitas terapi antara tiga kelompok dapat dibuat.
Penilaian pematangan paru janin dilakukan dengan tes Tapp. Nilai batas untuk
pematangan paru secara acak adalah 5 busa. Jika tidak ada lagi dari 5 busa pada lapisan
eter, paru-paru dianggap sebagai paru-paru yang matang. 13-16 Setelah melakukan Tes
Tapp, ada perbedaan yang signifikan dari 3 kelompok studi ini yang didasarkan pada
analisis varian (ANOVA) (p = 0,001), busa rata-rata pada N-acetylcysteine adalah 4,8
1,3, sedangkan pada kelompok Betametason itu 3,2 1,0, dan pada kelompok kontrol
adalah 5,5 1,6. Hasil akhir uji Tapp dikategorikan menjadi matang dan belum matang.
Ada 21 subyek (70,0%) di kelompok N-acetylcysteine dengan paru-paru matang dan 28
subyek (93,3%) pada kelompok betametason. Sedangkan pada kelompok kontrol, ada

15 subjek (50,0%) dengan paru-paru matang. Berdasarkan hasil penelitian Utami (2009)
menyarankan pemberian kombinasi N-acetylcysteine dan Deksametason (77,3%) telah
terbukti lebih efektif dalam pematangan paru dibandingkan dengan administrasi hanya
N-acetylcysteine (54,5%) atau deksametason (36,4%).17 Sementara itu, studi Rahardjo
(2003) menunjukkan bahwa 85,7% pasien yang menerima kombinasi N-acetylcysteine
dan Deksametason pematangan mencapai paru-paru, sementara hanya 57,2% dari
pasien yang menerima satu administrasi deksametason dicapai sama Hasil. 18 Studi
tentang peran N-acetylcysteine pada paru pertama kali dijelaskan dalam penelitian oleh
Mereto (1980) dari 16 pasien menjalani operasi torakotomi dan juga oleh Muller (2001),
melaporkan kemampuan NAC untuk melindungi terhadap kerusakan surfaktan
metabolisme dengan NO2.11,19-21 Mekanisme kerja NAC sendiri dalam proses
pematangan paru janin adalah sebagai prekursor glutathione, untuk mencegah lipid
peroksidasi dan inaktivasi surfaktan akibat senyawa oksigen reaktif pada jenis
pneumosit tipe II.22-26 Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid, dalam
hal ini betametason, lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan NAC dalam
pematangan paru janin dalam wanita terancam kelahiran prematur.
Kesimpulan
Efektivitas N-acetylcysteine untuk paru janin pematangan pada wanita terancam
kelahiran prematur adalah 70,0%, sementara itu Betametason, adalah 93,3%. Dapat
disimpulkan bahwa Betametason lebih efektif daripada N-acetylcysteine untuk
pematangan paru pada wanita terancam kelahiran prematur.
Saran
Pemberian betametason dianjurkan untuk pematangan paru janin pada wanita
terancam dengan kelahiran prematur. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan jumlah
yang lebih besar dari sampel untuk mendapatkan Data yang dapat mendukung peran Nacetylcysteine sebagai obat pematangan paru.

Anda mungkin juga menyukai