30.1
DVB
31.
Digital
Video
Broadcasting (DVB) adalah salah satu
sistem
yang
digunakan
untuk
mentransmisikan siaran TV/Video
digital hingga sampai ke pengguna
akhir (end user). DVB dikembangkan
berdasarkan latar belakang pentingnya
sistem broadcasting yang yang bersifat
terbuka.
21.
32.
22.
23.
HUB STATION
HPA/SSPA
Up
Converter
LNA
Down
Converter
ANTENA
29.
30.
38.
47.
Persamaan matematis
untuk mencari nilai gain antena yaitu:
2
G max 10 log
48.
(1)
49.Dimana:
50. = efisiensi ( < 1 )
51. c
= cepat rambat cahaya
(2,997925 x 108 m/s)
52. D = diameter antena ( m )
53. f = frekuensi yang digunakan
( GHz )
54.
55.
Beamwidth Antena
56. Beamwidth
antena
didefinisikan
sebagai sebuah lebar sudut pancar antena
tersebut. Beamwidth ini dihitung 3 dB dari
puncak main lobe ke bawah. Beamwidth
menyatakan sudut pada main lobe pada
batas-batas ke kiri dan ke kanan pada titik
3 dB down dari puncak main lobe.
Beamwidth yang dihitung sebesar 3 dB dari
puncak main lobe ini adalah merupakan
setengah dari nilai penguatan total dari
antena yang digunakan.
57.
Nilai beamwidth ini
sangat dipengaruhi oleh besarnya
frekuensi kerja dan besarnya diameter
antena.
Keduanya
ini
nilainya
berbanding terbalik dengan besarnya
beamwidth. Semakin besar frekuensi
kerja yang digunakan, maka semakin
kecil lebar berkasnya (beamwidth) dan
sebaliknya. Padahal bila dilihat dari
penguatan antena, semakin besar
frekuensi maka semakin besar juga
penguatan antena tersebut. Maka dapat
diambil kesimpulan semakin tinggi
frekuensi yang digunakan akan
semakin tajam direktivitasnya atau
semakin kecil dan panjang bentuk
main lobe pancaran sinyalnya,
sehingga harus semakin teliti dalam
pengarahan antena (pointing) tersebut.
58.
Sama halnya dengan
besar diameter antena yang digunakan.
Semakin
besar
diameter
yang
digunakan, maka menjadi semakin
kecil beamwidth-nya serta sebaliknya.
artinya berkas sinyal yang dipancarkan
akan semakin koheren dan harus
semakin teliti dalam pengarahan
k
D
f D
3dB k
64.
(2)
65. 3db = beamwidth (derajat)
66. k
70
67.
Kerugian Gain Antena (Antenna Gain Rolloff)
68. Selain memiliki nilai penguatan (gain),
antena memilik parameter yang merupakan
nilai dari rugi-rugi pengurangan gain antena
tersebut. Rugi-rugi penguatan antena ini
disebabkan oleh penyimpangan sudut bore
sight antena dari batas-batas yang
ditentukan.
69.
Kerugian gain antena
ini juga bisa disebabkan oleh besarnya
beamwidth antena tersebut. Semakin
sempit beamwidth suatu antena berarti
semakin tajam main lobe-nya sehingga
perubahan arah antena sedikit saja
menimbulkan kerugian gain yang
cukup besar.
70.
Secara
matematis,
nilai gain roll-off antena dapat dihitung
dengan persamaan 2.6 berikut:
G 0, 027(b.f.D)
71.
(3)
72.
dimana:
73. G
= antenna gain roll-off (dB)
74. b
= besar sudut simpang
75. D = diamater antena (m)
76.
77.
77.1 SISTEM PENGARAHAN ANTENA
(TRACKING ANTENNA)
78.
Satelit pada orbit
geostasioner tampak relatif tetap bila
dilihat dari bumi. Hal ini akan
mempermudah dalam pemasangan
antena stasiun bumi, yaitu dengan cara
mengarahkan antena pengirim ataupun
penerima ke satelit. Posisi stasiun
bumi baik stasiun bumi pemancar
ataupun penerima memegang peranan
penting dalam komunikasi satelit,
sedangkan satelit hanya berperan
sebagai pengulang (repeater) untuk itu
stasiun bumi harus diletakan pada
posisi yang tepat dan berada pada
daerah cakupan satelit agar sinyal yang
dikirim dapat diterima satelit dan
dipancarkan kembali pada stasiun
penerima.
79.
Untuk
meletakan
stasiun bumi pada posisi yang tepat
agar bisa berkomunikasi dengan
satelit, harus diketahui sudut elevasi
dan sudut azimuth-nya. Sudut azimuth
dan elevasi ini adalah sudut yang
dibentuk oleh antena parabola untuk
mengarah tepat ke satelit di atas agar
sinyal yang diterima dari satelit
maupun yang dipancarkan ke satelit
dapat sempurna tanpa mengalami
penurunan nilai gain pada antena
parabola tersebut (antenna gain rollof) dan pointing loss. Sudut azimuth
diartikan sebagai sudut antara garis
arah utara dengan garis ke arah titik
proyeksi satelit pada bidang horizon
setempat dari stasiun bumi. Untuk
menentukan
nilainya
terdapat
ketentuan yang sudah ditetapkan, yaitu
jika posisi stasiun bumi berada di:
80.
a. Sebelah Utara Khatulistiwa
2
81.
Stasiun bumi berada di barat
satelit :
82.
A = 180 - A
83.
Stasiun bumi berada di timur
satelit :
84.
A = 180 + A
85.
86. Sebelah Selatan Khatulistiwa
87.
Stasiun bumi berada di barat
satelit :
88.
A = A
89.
Stasiun bumi berada di timur
satelit :
90.
A = 360 A
91. Untuk menentukan nilai sudut azimuth
(A) tersebut dapat dicari dengan persamaan:
tan S L
A' tan 1
sin 1
92.
..(4)
93.
dimana:
94.
s= posisi bujur (longitude)
satelit
95.
L= posisi bujur (longitude)
stasiun bumi
96.
1= posisi lintang (latitude)
stasiun bumi
97.
98.
Sudut elevasi adalah
sudut antara bidang horizon setempat
dengan garis line of sight dari stasiun
bumi ke arah satelit, dengan arah
putaran ke atas dan titik nol terletak
pada bidang horizon setempat. Untuk
mencari sudut elevasi antena parabola
yaitu dengan persamaan:
99.
100.
cos Re h
101.
1 cos cos
h 2Re Re h 1 cos cos
2
E cos 1
...............................
..............(5)
102. dimana:
103. h = orbit satelit geostasioner
dari permukaan bumi (35786 km)
104. Re = jari-jari bumi (6378)
105. cos = selisih longitude stasiun
bumi dengan satelit
106. cos = nilai latitude dari stasion
bumi.
107.
BER
115.
115.1 KENDALI ERROR CONTROL
116.
Untuk
menerapkan
metode error control diperlukan
adanya teknik deteksi kesalahan (error
detecting techniques). Prinsip kerjanya
yaitu dengan menambahkan bit-bit
dengan pola tertentu pada setiap frame
yang ditransmisikan. Pola bit ini
tergantung pada jenis kode yang
digunakan dan isi frame. Adanya bitbit tambahan (redundant bits) ini
adalah untuk memeriksa ada tidaknya
error pada kode yang diterima.
117.
Pada
umumnya
metode pengontrolan kesalahan dibagi
menjadi dua bagian, yaitu Forward
Error Correction (FEC) dan Backward
Error Correction (BEC).
118.
119.
3. ANALISA DAN PEMBAHASAN
120.
3.1 UMUM
121.
Pada bab ini akan
membahas dan menganalisa hasil
perubahan parameter C/N yang terjadi
jika penambahan LNB dilakukan. Dari
satu buah LNB menjadi empat buah
LNB tentunya nilai parameterparameter sinyal akan berbeda. Ini
dikarenakan proses pointing yang
dilakukan
guna
memaksimalkan
semua LNB supaya mendapatkan
sinyal dari satelit.
122.
Dengan demikian di
bab ini tidak hanya membahas
parameter-paremeter
sinyal
saja,
namun juga proses pointing dan
parameter-parameter antena tertentu.
Karena proses pointing dan parameter
antena juga akan mempengaruhi nilai
dari parameter sinyal yang diterima.
123.
124.
125.
G max
132.
D
10 log
35,33034 dBi
133.
134.
135.
Dengan
nilai
parameter-parameter antena diatas,
maka nilai gain maksimal yang
diperoleh sebesar 35,33034 dBi. Nilai
gain maksimal merupakan penguatan
antena maksimal dalam menangkap
sinyal dari satelit. Sehingga jika nilai
EIRP pada suatu area lebih besar dari
gain
maksimal
antena,
maka
penguatan yang mampu diterima di
area tersebut hanya pada nilai gain
maksimal antena tersebut saja.
136.
Beamwidth Antena
137.
Lebar berkas suatu
antena
sering
disebut
dengan
126.
Gambar 5. Skema pengukuran
dan urutan satelit yang digunakan.
127.
128.
3.2 PARAMETER ANTENA
129.
Gain Antena
130.
Mencari
nilai
penguatan antena dimaksudkan untuk
mengetahui karakteristik antena yang
dipergunakan stasiun bumi, sehingga
dapat dicari nilai side lobe-nya. Gain
antena dicari dengan menggunakan
3dB k
D
138.
139.
2,997925.108
70
9
4.10 1,8
140.
2,914646o
141.
Kerugian Gain Antena (Antenna Gain
Roll-off)
142.
Kerugian gain antena ini
dipengaruhi oleh besarnya lebar berkas
(beamwidth) dari antena. Semakin sempit
beamwidth suatu antena berarti semakin
tajam berkas utamanya (main lobe),
sehingga perubahan arah antena sedikit saja
menimbulkan kerugian gain yang cukup
besar.
143.
Sudut terbesar yang
dibentuk dari dua satelit terjauh
dengan stasiun penerima yaitu antara
satelit Palapa C2 dengan satelit Asiasat
2
sebesar
78o,
namun
pada
kenyataanya sudut simpang dari satelit
Palapa C2 hanya sekitar sebesar 30o.
Dengan sudut sebesar 30o sinyal dari
kedua satelit jarak terjauh sudah bisa
digunakan untuk aplikasi DVB-S.
144.
145.
G 0, 027(b.f.D) 2
9
2
146. 0, 027(30.4.10 .1,8)
1, 259712.10 dB
147.
148.
3.2 PERHITUNGAN
AZIMUTH
DAN
ELEVASI
149.
Pada sub-bab ini akan
membahas analisa perhitungan sudut
azimuth dan elevasi yang terbentuk oleh
antena dengan satelit. Dimana letak antena
penerima yang digunakan sebagai objek
yaitu pada koordinat 109,15O BT dan 7,26O
LS yaitu di AKATEL SP PURWOKERTO.
150.
Pointing pertama dilakukan
pada satelit Palapa C2, dimana satelit ini
menjadi acuan dalam tracking guna
mendapatkan siaran TV broadcast. Menjadi
acuan disini dimaksudkan bahwa nilai
parameter sinyal dari satelit ini tetap ada di
atas ambang batas untuk mendapatkan
siaran
broadcast,
karena
ketika
ditambahkan sejumlah LNB yang secara
otomatis akan merubah posisi antena
penerima untuk mengefektifkan kesemua
LNB tersebut.
151.
Dengan diketahuinya nilainilai tersebut maka langkah selanjutnya
mengarahkan antena ke satelit sehingga
terjadi keadaan Line Of Sigh (LOS) antara
antena dan satelit.
1. Satelit Palapa C2
21
tan S L
A' tan 1
154.
sin 1
tan 0,532526
1
28, 036483
155.
156.
Karena posisi antena penerima
di AKATEL berada pada sebelah selatan
khatulistiwa dan sebelah barat satelit, maka
besarnya sudut azimuth yang terbentuk
sesuai ketentuan persamaan 2.12 adalah:
157.
A=A
28, 036483o
158.
159.
160.
Untuk menentukan
elevasi dengan persamaan 5:
161.
cos Re h
162.
163.
164.
sudut
1 cos 2 cos 2
h 2 2 Re Re h 1 cos cos
0,148299
E cos 1
165.
cos 1 0,148299
166.
81, 471597o
167.
2. Satelit Telkom 1
Posisi satelit Telkom 1 berada
pada 108o BT
Posisi antena penerima berada
pada titik koordinanat 109,15o BT
dan 7,26o LS.
168.
169.
Menentukan
sudut
azimuth dengan persamaan 2.14 yaitu:
tan S L
170.
A' tan 1
sin 1
1
171.
tan 0,158848
172.
9, 025919o
173.
174.
Karena posisi antena
penerima di AKATEL berada pada
sebelah selatan khatulistiwa dan
sebelah timur satelit, maka besarnya
sudut azimuth yang terbentuk sesuai
ketentuan persamaan 2.13 adalah:
175.
A = 360 A
176.
= 360 9,025919
177.
= 350,974081 o
199.
200.
Untuk menentukan sudut
elevasi dengan persamaan 5:
201.
1 cos 2 cos 2
h 2 2 Re Re h 1 cos cos
cos Re h
202.
178.
179.
Untuk
menentukan
sudut elevasi dengan persamaan 5:
180.
0,148280
203.
E cos 1
204.
E cos 1 0,148280
E cos 1 0,148607
tan S L
E 81, 453779
209.
190.
191.
tan 0,504785
o
tan 1 1, 203814
o
26, 783992
192.
193.
194.
Karena posisi antena
penerima di AKATEL berada pada
sebelah selatan khatulistiwa dan
sebelah timur satelit, maka besarnya
sudut azimuth yang terbentuk sesuai
ketentuan persamaan 2.13 adalah:
195.
A = 360 A
196.
= 360 26,783992
197.
= 333,216008 o
198.
sin 1
50, 283823
210.
211.
212.
Karena posisi antena
penerima di AKATEL berada pada
sebelah selatan khatulistiwa dan
sebelah timur satelit, maka besarnya
sudut azimuth yang terbentuk sesuai
ketentuan maka:
213.
A = 360 A
214.
= 360 50,283823
215.
= 309,716177 o
216.
217.
Untuk
menentukan
sudut elevasi dengan persamaan 5:
tan S L
sin 1
208.
188.
3. Satelit Asiasat 3S
Posisi satelit Asiasat 3S berada
o
pada 105,5
Posisi antena penerima berada
pada titik koordinanat 109,15o BT
dan 7,26o LS.
189.
Menentukan
sudut
azimuth dengan persamaan 2.14 yaitu:
A' tan 1
A' tan 1
218.
cos Re h
219.
1 cos 2 cos 2
h 2 2 Re Re h 1 cos cos
0,146605
220.
E cos 1
221.
E cos 1 0,146605
222.
223.
E 81,569758o
224.
Secara
perhitungan
nilai-nilai sudut azimut dan elevasi
ditampilkan pada tabel berikut:
225.
226.
Tabel 1. Perhitungan sudut
tracking.
227.
228.
229.
Dari tabel diatas nilai
dari sudut elevasi hampir seragam
kisaran 81,4o. sedangkan untuk besar
sudut mempunyai tenggang nilai yang
besar yaitu 78,320306o.
230.
231.
4.1. PEMBAHASAN
HASIL
PENGUKURAN
PARAMETER
SINYAL
232.
Pengukuran parameter
ini dilakukan dengan alat bantu
Satellite Meter SM 2000. Metode
pengukurannya
yaitu
dengan
mengukur parameter sinyal dimulai
dengan hanya mengunakan satu buah
LNB yang diarahkan ke satelit acuan
yaitu satelit Palapa C2.
233.
Proses
pengukuran
dengan Satelit Meter SM 2000
memerlukan input-an yang meliputi
tipe frekuensi LNB yang digunakan,
Symbol Rate, frekuensi, dan polarisasi
transponder pada satelit yang akan
dituju.
Pada
pengukuran
yang
dilakukan hanya mengambil empat
sampel transponder pada masingmasing satelit yang didapat. Output
parameter yang terukur pada Satelit
Meter SM 2000 nilainya tidak tetap,
naik turun. Sehingga nilai yang
diambil merupan nilai yang paling
sering muncul.
234.
1. Menggunakan Satu LNB
235.
Hasil
pengukuran
hanya menggunakan satu LNB adalah
sebagaimana pada Tabel 3.2.
236.
237.
238.
239.
240.
Nilai hasil pengukuran
pada Tabel 3.2 di atas merupakan nilai
dimana antena hanya terkonsentrasi
pada satu satelit baik sistem trackingnya ataupun pada sistem penerima.
Sehingga pemasangan LNB hanya satu
dan tepat berada pada titik fokus
antena. Dengan kondisi demikian
maka nilai parameter yang terukur
merupakan nilai paramer yang
maksimal.
2. Menggunakan Dua LNB
241.
Berikut data yang
diperoleh dengan menmbahkan satu
LNB, sehingga dalam satu dish ada
dua LNB yang terpasang. Dengan
ditambahnya LNB yang digunakan
untuk menerima sinyal dari satelit
Telkom 1, maka nilai parameter C/N
pada
LNB
yang
diperuntukan
menerima sinyal dari Palapa C2 turun.
242.
243.
Tabel 3. Hasil Pengukuran 2
LNB.
244.
245.
246.
Pada
Tabel
3.
menggunakan dua buah LNB pada
satu dish antena. Ini disebabkan karena
untuk memfungsikan kedua LNB
diperlukan dua satelit, dimana untuk
memfungsikannya diperlukan proses
tracking ulang. Sehingga kondisi
antena diarahkan pada titik tertentu
yang dapat memperoleh sinyal dari
kedua satelit. Satelit yang didapat yaitu
252.
253.
Dari data Tabel 3.4
dapat dilihat bahwa nilai C/N terbaik
terdapat pada satelit Telkom 1 atau
penerimanya adalah LNB ke-2. Hal ini
disebabkan letak satel`it Telkom 1
(108oBT) itu sendiri, dimana letak
satelit Telkom 1 berada diantara satelit
Palapa C2 (113oBT5) dan Asiasat 3S
(105,5o BT). Dengan posisi satelit
yang demikian, maka pengarahan
antena untuk mendapatkan sinyal
maksimal dari ketiga satelit tersebut
secara langsung akan memperkecil
sudut simpang antara antena penerima
dan satelit Telkom 1. Dengan alasan
tersebut maka nilai parameter satelit
Telkom1 yang terukur menjadi paling
baik diantara parameter kedua satelit
lainnya.
4. Menggunakan Empat LNB
254.
Penambahan LNB dari
tiga
menjadi
empat
guna
memaksimalkan jumlah satelit yang
diterima, satelit keempat yang
258.
259.
Sudut azimuth dan
elevasi
yang
digunakan
guna
memaksimalkan jumlah satelit yang
diterima yaitu azimuth 820 untuk
azimuth 3490. Sehingga ada pergeseran
sudut sebesar 39o dari posisi awal
ketika hanya menggunakan satu LNB.
Berikut data pengukuran yang didapat
dengan menambah satu LNB menjadi
empat buah LNB yang terpasang:
260.
Dari data Tabel 3.5 di
atas bisa dilihat bahwa ada satu
transponder dari satelit Palapa C2 yang
sudah tidak dapat terdeteksi sinyal
yaitu transponder dengan frekuensi
4184V dan symbol rate 6700. Ini
disebabkan
karena
daya
yang
ditransmisikan
setiap
tranponder
berbeda, dan daya yang dimiliki
transponder tersebut nilainya tidak
sesuai ketika sampai ke LNB.
261.
262.
1 LNB
2 LNB
273.
Gambar 8. merupakan
perbandingan nilai sinyal yang
diperoleh LNB 2 terhadap parameter
C/N. LNB 2 ini dipasang guna
mendapatkan sinyal dari satelit Telkom
1.
274.
Gambar
3.6
merupakan grafik pengaruh jumlah
LNB pada satelit Asiasat 3S terhadap
parameter C/N. Pada grafik tersebut
ada
perbedaan
dengan
grafik
sebelumya, dimana nilai C/N pada
penggunaan tiga LNB lebih kecil
dibandingkan dengan penggunaan
empat LNB. Ini disebabkan karena
sewaktu pointing menggunakan tiga
buah LNB, posisi satelit ada di sisi
satelit Telkom 1, sehingga antena lebih
cenderung mengarah ke tengah-tengan
diantara ketiga satelit tersebut.
275.
Berbeda halnya ketika
menggunakan empat buah LNB
dimana posisi satelit Asiasat 3S berada
dalam posisi kategori tengah dari
keempat satelit tersebut.
276.
277.
3 LNB
4 LNB
263.
--3 LNB
4 LNB
269.
_
2 LNB
3 LNB
4 LNB
--
--
--
4 LNB
308.
309.
Dari tabel di atas
maka untuk FEC mempunyai Eb/No
standar 5,5 dB dan C/N yaitu 6,9.
Namun ada sumber lain yang
menyatakan bahwa standar parameter
C/N adalah sebesar 7dB[8]. Dengan
diketahuinya besar nilai Eb/Eo maka
nilai dari BER dapat dicari karena
antara nilai Eb/Eo dan BER saling
berkorelasi. Dari gambar 3.4 terlihat
grafik hubungan antara BER dengan
besarnya EB/No. Grafik tersebut
terdiri dari berbagai jenis modulasi,
yaitu QPSK, 8-PSK, dan 16-QAM
yang umum dipakai sebagai modulasi
pada sistem komunikasi satelit. Sesuai
dengan jenis modulasi satelit yang
digunakan, maka jenis modulasi yang
akan dipakai adalah hanya pada
QPSK.
310.
Jika nilai Eb/No 5,5
dB untuk standar DVB-S maka pada
grafik ditarik garis lurus dari sumbu
horisontal ke atas hingga berhimpit
dengan garis lengkung modulasi
QPSK. Dari titik ini jika ditarik garis
ke sumbu vertikal maka akan diketahui
nilai dari BER. Sehingga diperoleh
nilai BER 1,5.10-2.
311.
Dengan demikian nilai
BER pada hasil pengukuran diatas atau
masih sesuai dengan batas ketentuan
ETSI. Nilai BER 1,5.10-2 diartikan
bahwa pada sistem transmisi akan
mengirimkan data sebanyak 15.103
atau 1000 bit informasi dengan data
yang salah ketika sampai di penerima
hanya 15 bit saja.
312.
Dari Tabel 3.6 dan
Gambar 10, maka antara nilai BER,
C/N, dan Eb/No ada keterkaitan.
Dimana nilai C/N berbanding lurus
dengan nilai Eb/No, dan nilai Eb/No
berbanding terbalik dengan besar nilai
BER. Dengan demikian maka nilai
C/N dan Eb/No berbanding terbalik
dengan BER.
313.
314.
315.
317.
1.
2.
3.
4.
340.
341.