Anda di halaman 1dari 26

APLIKASI PESTISIDA PERTANIAN

(2-1)
Oleh:
Dr. Ir. Mohammad Hoesain
Materi Kuliah Minat Hama dan Penyakit Tumbuhan PS. Agroteknologi
Tanggal 27 Februari 2015

Pestisida dalam Agroekosistem


Pestisida mencakup bahan-bahan racun atau senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh jasad - jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang
diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti oraganisme pengganggu
tanaman, sedangkan cide berarti membunuh.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 yang disebut sebagai pestisida adalah
semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
- memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian
tanaman atau hasil pertanian
- memberantas gulma
- mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan
- mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang
tergolong pupuk
- memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan
- memberantas atau mencegah hama air
- memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga
- memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
Manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan
air.
Sesuai dengan definisi tersebut di atas maka suatu bahan akan termasuk dalam
pengertian pestisida apabila bahan tersebut dibuat, diedarkan atau disimpan untuk maksud
penggunaan seperti tersebut di atas. Sedangkan menurut The United States Federal
Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang
khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat,
nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus,
bakteria atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat
atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering
tanaman.
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya
kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran,
penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun
1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa:
- tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida
untuk dimintakan izin penggunaannya

- hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri
Pertanian boleh disimpan, diedarkan dan digunakan
- pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian
hanya boleh disimpan, diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan dalam izin pestisida itu
- tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keteranganketerangan yang dimaksud dalam surat Keputusan Menteri Pertanian No. 429/
Kpts/Mm/1/1973 dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam
pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.
Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam
bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk
pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga
untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu
kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau
gangguan serangga yang lain.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk pengendalian jasad pengganggu
tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja dapat mengancam kesehatan manusia.
Untuk itu penggunaan pestisida yang tidak bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping
bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada umumnya.
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama
tanaman. Dalam konsep Pengendalian Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu
komponen pengendalian. Prinsip penggunaannya adalah:
- harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati
- efisien untuk mengendalikan hama tertentu
- meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan
- tidak boleh persistent, jadi harus mudah terurai
- dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi
persyaratan keamanan yang maksimum
- harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut
- sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota
- relatif aman bagi pemakai (LD50 dermal dan oral relatif tinggi)
- harga terjangkau bagi petani.
Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat ini belum
ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan penggunaannya semakin
meningkat. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan pestisida untuk program
intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi masalah hama padi. Pestisida
dengan cepat menurunkan populasi hama, hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan
kehilangan hasil karena hama dapat ditekan.
Pengalaman di Amerika Latin menunjukkan bahwa dengan menggunakan pestisida dapat
meningkatkan hasil 40 persen pada tanaman coklat. Di Pakistan dengan menggunakan
pestisida dapat menaikkan hasil 33 persen pada tanaman tebu, dan berdasarkan catatan dari
FAO penggunaan pestisida dapat menyelamatkan hasil 50 persen pada tanaman kapas.
Dengan melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat diselamatkan berkat penggunaan
pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan pestisida sangat besar dan merupakan
sarana penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian. Usaha intensifikasi pertanian

yang dilakukan dengan menerapkan berbagai teknologi maju seperti penggunaan pupuk,
varietas unggul, perbaikan pengairan dan pola tanam akan menyebabkan perubahan
ekosistem yang sering diikuti oleh meningkatnya problema serangan jasad pengganggu.
Demikian pula usaha ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru, yang
berarti melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan timbulnya masalah
serangan jasad pengganggu. Dan tampaknya saat ini yang dapat diandalkan untuk melawan
jasad pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida. Memang tersedia cara
lainnya, namun tidak mudah untuk dilakukan, kadang-kadang memerlukan tenaga yang
banyak, waktu dan biaya yang besar, hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang tidak
dapat diharapkan efektifitasnya. Pestisida saat ini masih berperan besar dalam menyelamatkan
kehilangan hasil yang disebabkan oleh jasad pengganggu.

SEJARAH PENGGUNAAN PESTISIDA


Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500
SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan
penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai
digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nicotin
sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida.
Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari
chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica. Pada tahun 1874
Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl
Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss,
Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah
nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (Nobel Prize.org). Pada tahun
1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan
secara luas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai era
pestisida. Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950,
dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh
pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara
berkembang.
Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan pestisida
banyak dilakukan secara luas oleh masyarakat, karena pestisida mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, yaitu antara lain:
- dapat diaplikasikan secara mudah;
- dapat diaplikasikan hampir di setiap tempat dan waktu;
- hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat;
- dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat; dan
- mudah diperoleh, dapat dijumpai di kios-kios pedesaan sampai pasar swalayan di
kota besar.
Reaksi terhadap bahaya penggunaan pestisida kimia terutama DDT mulai nampak
setelah Rachel Carson menulis buku paling laris yang berjudul Silent Spring tentang
pembengkakan biologi (biological magnification) tahun 1962. Sehingga minimal ada 86 negara
melarang penggunaan DDT, meskipun masih digunakan di beberapa negara berkembang
untuk memberantas nyamuk malaria (Willson and Harold, 1996). Beberapa dampak negatif
dari penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya:
mengakibatkan resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami,
meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan kesehatan bagi pengguna,

bahkan beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global
(global warming) dan penipisan lapisan ozon.
Pemakaian insektisida yang terus menerus akan mengakibatkan dampak negatif
terhadap lingkungan, manusia, hewan ternak maupun musuh alami hama dan serangga yang
berguna lainnya. Disamping itu dapat juga menimbulkan resistensi hama serangga, resurgensi
hama, eksplosi hama kedua sehingga kerusakan terhadap tanaman akan semakin meningkat.
Pemberantasan hama yang tengah diupayakan oleh pemerintah saat ini untuk bisa
diterapkan di lapangan adalah Pengendalian Organisme Pengganggu Berwawasan
Lingkungan. Pengendalian Organisme Pengganggu Berwawasan Lingkungan adalah tindakan
pengendalian yang berdasarkan atau berpedoman kepada Konsepsi Pengendalian Hama
Terpadu. Penerapan Konsepsi PHT tersebut didorong oleh banyak faktor yang pada dasarnya
adalah dalam rangka penerapan program pembangunan nasional berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan. Faktor- faktor tersebut adalah :
1. Kegagalan pemberantasan hama secara konvensional. Pemberantasan hama
secara konvensional dengan pendekatan pada penggunaan pestisida telah terbukti
menimbulkan dampak negatif, antara lain resistensi atau ketahanan hama, srurjensi
hama, ledakan hama sekunder, matinya organisma bukan sasaran (musuh alami,
serangga berguna, binatang ternak, dan lain-lain), residu pada hasil/produk pertanian,
keracunan pada manusia, dan pencemaran lingkungan.
2. Kesadaran tentang kualitas lingkungan hidup.Karena dampak negatif pestisida
terhadap organisma non sasaran dan lingkungan, maka disadari bahwa penggunaan
pestisida dalam pengendalian hama merupakan teknologi pengendalian hama yang
bersifat kurang ramah lingkungan. Dengan adanya kesadaran ini, kemudian muncul
kesadaran lebih lanjut bahwa untuk pengendalian hama yang ramah lingkungan perlu
dicari alternatif teknologi penggunaan pestisida yang ramah lingkungan atau teknologi
pengendalian lain selain pestisida yang juga harus ramah lingkungan. Teknologi
pengendalian hama yang ramah lingkungan tersebut adalah PHT.
3. Dampak globalisasi ekonomi. Era globalisasi saat ini telah memunculkan era
perdagangan bebas antar negara, mengakibatkan produk-produk pertanian harus
memenuhi persyaratan ekolabeling. Produk pertanian yang dipasarkan dituntut harus
bersifat ramah lingkungan, diantaranya tidak mengandung residu pestisida. Kondisi ini
mengakibatkan penerapan teknologi PHT sebagai teknologi pengendalian yang ramah
lingkungan menjadi salah satu teknologi alternatif yang dibutuhkan.
4. Kebijakan pemerintah. Era globalisasi mengakibatkan tekanan tekanan dunia
internasional mengenai kelestarian lingkungan menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu,
maka pemerintah memberikan dukungan yang sangat besar terhadap penerapan PHT
ini. Ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan yang mendukung
penerapan PHT dalam sistem produksi pertanian.
Beberapa hasil penelitian telah dilaporkan tentang polusi air yang disebabkan oleh
pestisida. Untuk danau-danau di Pulau Bali, yaitu; Danau Tamblingan dan Buyan terletak di
Kabupaten Buleleng, Danau Beratan di Kabupaten Tabanan dan Danau Batur di Kabupaten
Bangli, juga mengalami polusi. Keempat danau ini merupakan reservoir air untuk memenuhi
kebutuhan air bagi seluruh wilayah Pulau Bali. Di keempat danau ini, terutama di Danau Buyan
telah terjadi peningkatan aktivitas penduduk, khususnya di bidang pertanian. Peningkatan
aktivitas penduduk di sekitar danau mengakibatkan tekanan lingkungan terhadap danaupun
meningkat. Berdasarkan hasil penelitian kualitas air Danau Buyan didapatkan bahwa kualitas
airnya memenuhi baku mutu kelas III sesuai PP. Nomor 82 Tahun 2001. Baku mutu kelas III

adalah syarat kualitas air yang digunakan untuk tanaman, peternakan, dan pemeliharaan ikan
air tawar.
Sifat-sifat kimia, biologi maupun fisika air merupakan indikator kualitas ekosistem di
lingkungan air tersebut. Walaupun cemaran pada air danau berada di bawah nilai ambang
batas yang ditetapkan, namun dapat mengakibatkan cemaran yang tinggi pada biota air
termasuk ikan. Hal ini disebabkan terjadinya bioakumulasi pada biota tersebut sehingga
berresiko bila dikonsumsi.
Penggunaan pestisida dalam menopang peningkatan produk pertanian maupun
perkebunan telah banyak membantu untuk meningkatkan produksi pertanian. Namun demikian
penggunaan pestisida ini juga memberikan dampak negatif baik terhadap manusia, biota
maupun lingkungan. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa terjadi resiko kematian janin
dua kali lebih besar bagi ibu yang saat kehamilannya berusia 3-8 minggu tinggal dekat areal
pertanian dibandingkan dengan yang tinggal jauh dari daerah pertanian. Penggunaan herbisida
klorofenoksi (yang mengandung 2,4-D) telah terbukti mengakibatkan resiko cacat bawaan
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang bermukim didekat daerah pertanian.
Pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan pestisida sebagai racun sebenarnya lebih
merugikan dibanding menguntungkan, yaitu dengan munculnya berbagai dampak negatif yang
diakibatkan oleh pestisida tersebut. Karena alasan tersebut, maka dalam penggunaan
pestisida harus memperhatikan hal-hal berikut :
1. Pestisida hanya digunakan sebagai alternatif terakhir apabila belum ditemukan
cara pengendalian lain yang dapat memberikan hasil yang baik.
2. Apabila terpaksa menggunakan pestisida gunakan pestisida yang mempunyai
daya racun rendah dan bersifat selektif.
3. Apabila terpaksa menggunakan pestisida lakukan secara bijaksana.

Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran


Dalam praktek, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain
misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung
untuk

mempermudah

dalam

pengenceran

atau

penyebaran

dan

penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam


formulasi dust), atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan,
bahan yang bersifat sinergis untuk penambah daya racun, dsb.
Karena pestisida merupakan bahan racun maka penggunaanya perlu
kehati-hatian, dengan memperhatikan keamanan operator, bahan yang
diberi pestisida dan lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk pemakaian
yang tercantum dalam label dan peraturan-pearturan yang berkaitan
dengan penggunaan bahan racun, khususnya pestisida

Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran

Insektisida, racun serangga (insekta)

Fungisida, racun cendawan / jamur

Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu

Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)

Rodentisida, racun binatang pengerat (tikus dsb.)

Nematisida, racun nematoda,

dst.

Penggolongan menurut asal dan sifat kimia


6

1. Sintetik
1.1. Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida,
tembaga sulfat dan garam merkuri.
1.2. Organik :
1.2.1. Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
1.2.2. Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
1.2.3. Organofosfat : malathion, biothion dll.
1.2.4. Karbamat : Furadan, Sevin dll.
1.2.5. Dinitrofenol : Dinex dll.
1.2.6. Thiosianat : lethane dll.
1.2.7. Sulfonat, sulfida, sulfon.
1.2.8. Lain-lain : methylbromida dll.
2. Hasil alam : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dll.

Penamaan pestisida (Nomenklatur)


Contoh :
I.
II.

Carbophenothion
Trithion (R)

III.
(p-chlorophenylthio) methyl ] 0 , 0 -diethyl phosphorodithioate
7

IV.

Keterangan:

I. Nama umum (generik)


II. Nama dagang
III. Nama kimia
IV. Rumus (struktur) kimia

Cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga :

Melalui dinding badan, kulit (kutikel)

Melalui mulut dan saluran makanan (racun perut)

Melalui

jalan

napas

(spirakel)

misalnya

dengan

fumigan.

Jenis racun pestisida


Dari segi racunnya pestisida dapat dibedakan atas:
1. Racun sistemik, artinya dapat diserap melalui sistem organisme
misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam
jaringan tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh
hama sehingga mengakibatkan peracunan bagi hama.

2. Racun kontak, langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat


pemberian

insektisida

atau

dapat

pula

serangga

target

kemudian kena sisa insektisida (residu) insektisida beberapa


waktu setelah penyemprotan.

Formulasi pestisida
Pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum digunakan
perlu

diformulasikan

dahulu.

Formulasi

pestisida

merupakan

pengolahan (processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifatsifat

yang

penanganan
Pestisida

berhubungan
(handling),

yang

dijual

dengan

keamanan,

penggunaan, dan
telah

penyimpanan,

keefektifan

diformulasikan

pestisida.

sehingga

untuk

penggunaannya pemakai tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk yang


diberikan dalam manual.
Formulasi insektisida yang digunakan dalam pengawetan kayu dan
pengendalian hama hasil hutan pada umumnya adalah dalam bentuk:
1. Untuk Penyemprotan (sprays) dan pencelupan (dipping)
1.1. Emulsifiable / emulsible concentrates (EC)
1.2. Water miscible liquids (S)
1.2a. Water soluble concentrates (WSC)
1.2b. Soluble concentrates (SC)
1.3. Wettable powder (WP)
1.4. Flowable suspension (F)
1.5. Water soluble powders (SP)

1.6. Ultra Low Volume Concentrates (ULV)


2. Dalam bentuk Dusts (D)
2.1.

Racun dust yang tidak diencerkan, misalnya langsung

dioleskan pada bagian tiang yang akan ditanam (direct dust


admixture)
2.2. Racun dengan pengencer aktif, misalnya belerang
2.3. Racun dengan pengencer inert, misalnya pyrophyllite
3. Fumigan misalnya kloropikrin untuk Cryptotermes
4. Umpan (baits)
EC (emulsible atau emulsifiable concentrates) adalah larutan pekat
pestisida

yang

diberi

emulsifier

(bahan

pengemulsi)

untuk

memudahkan penyampurannya yaitu agar terjadi suspensi dari


butiran-butiran kecil minyak dalam air. Suspensi minyak dalam air ini
merupakan emulsi. Bahan pengemulsi adalah sejenis detergen
(sabun) yang menyebabkan penyebaran butir-butir kecil minyak
secara

menyeluruh

dalam

air

pengencer.

Secara

tradisional

insektisida digunakan dengan cara penyemprotan bahan racun yang


diencerkan dalam air, minyak, suspensi air, dusting, dan butiran.
Penyemprotan merupakan cara yang paling umum, mencakup 75 %
dari seluruh pemakaian insektisida, yang sebagian besar berasal dari
formulasi Emulsible Concentrates.
Bila partikel air diencerkan dalam minyak (kebalikan dari emulsi)
maka hal ini disebut emulsi invert. EC yang telah diencerkan dan
diaduk hendaknya tidak mengandung gumpalan atau endapan
setelah 24 jam.

10

S (solution, larutan dalam air) merupakan larutan garam dalam


air atau campuran yang jernih walaupun semula mengandung cairan
lain misalnya alkohol yang dapat bercampur dengan air.
Dusts (D) : Dusts, debu, tepung atau bubuk merupakan
formulasi pestisida yang paling sederhana dan yang paling mudah
untuk digunakan. Contoh paling sederhana dari dust yang tidak di
encerkan adalah tepung belerang yang digunakan untuk menekan
hampi semua populasi serangga. Rayap Cryptotermes dapat
dikendalikan populasinya dengan dusting.
Insektisida teknis, adalah insektisida yang tidak diformulasikan
(technical grade); dianjurkan agar jangan sekali-sekali menggunakan
secara langsung insektisida teknis yang belum diformulasikan karena :

sangat berbahaya bagi pemakai (operator)

berbahaya bagi pihak lain (manusia dan jasad-jasad

lain di sekitar)

mencemari sumber air

lebih mahal

sukar pengaplikasiannya

residu bertahan lama (bahaya terhadap lingkungan)

tidak

dapat

disimpan lama

dan penyimpanannya

menimbulkan masalah

kurang efektif

Cara kerja racun (lihat bagian akhir, Toksikologi)


1. Racun sel umum / protoplasma, misalnya logam-logam berat,
arsenat dll.
11

2. Racun syaraf :

Mempengaruhi keseimbangan ion-ion K dan Na dalam

neuron (sel syaraf) dan merusak selubung syaraf : DDT dan OK


lainnya

Menghambat bekerjanya ChE (ensim pengurai acethylcholine


yaitu Choline Esterase) : semua OF dan KB

3. Racun lain misalnya merusak mitokondria, sel darah dll.


* Keterangan : OK - orgonokhlorin (chlorinated hydrocarbons)
OF

- organofofat (organophosphates atau fosfat

organik)
KB - karbamat (carbamates)

Syarat syarat pestisida yang ekonomis:


1.

Efektif memiliki daya mematikan hama yang tinggi

2. Aman terhadap manusia terutama operator, juga hewan ternak


dan

komponen

lingkungan

lainnya,

cukup

selektif

(tidak

membunuh jasad yang bukan sasaran), kurang persisten, tidak


menyebabkan biomagnifikasi.
3. Ekonomis, efektif, efisien : broad spectrum (dapat digunakan
untuk berbagai hama), cukup spesifik, dan relatif tidak mahal.

Cara pemakaian (application methods):

12

1. Penyemprotan (spraying) : merupakan metode yang paling


banyak digunakan. Biasanya digunakan 100-200 liter enceran
insektisida per ha. Paling banyak adalah 1000 liter/ha sedang
paling kecil 1 liter/ha seperti dalam ULV.
2. Dusting (lihat penjelasan terdahulu) : untuk hama rayap kayu
kering Cryptotermes, dusting sangat efisien bila dapat mencapai
koloni karena racun dapat menyebar sendiri melalui efek
perilaku trofalaksis.
3. Penuangan

atau

penyiraman

(pour

on)

misalnya

untuk

membunuh sarang (koloni) semut, rayap, serangga tanah di


persemaian dsb.
4. Injeksi batang : dengan insektisida sistemik bagi hama batang,
daun, penggerek dll.
5. Dipping : perendaman / pencelupan seperti untuk biji / benih,
kayu.
6. Fumigasi : penguapan, misalnya pada hama gudang atau hama
kayu.
7. Impregnasi : metode dengan tekanan (pressure) misalnya dalam
pengawetan kayu.

Pestisida dan bahan penyampur


Pestisida sebagai bahan racun akfif (active ingredient) dalam
formulasi biasanya dinyatakan dalam berat / volume (di Amerika
Serikat dan Inggris) atau berat-berat

(di Eropah). Bahan-bahan lain

yang tidak akfif yang dicampurkan dalam pestisida yang telah


diformulasi dapat berupa :

13

pelarut (solvent) adalah bahan cair pelarut misalnya alkohol,

minyak tanah, xylene dan air. Biasanya bahan pelarut ini telah
diberi deodorant (bahan penghilang bau tidak enak baik yang
berasal dari pelarut maupun dari bahan aktif).
sinergis, sejenis bahan yang dapat meningkatkan daya racun,

walaupun bahan itu sendiri mungkin tidak beracun, seperti


sesamin (berasal dari biji wijen), dan piperonil butoksida.
emulisifier,

merupakan

bahan

detergen

yang

akan

memudahkan terjadinya emulsi bila bahan minyak diencerkan


dalam air.
di samping bahan-bahan tersebut di atas, menurut keperluan,

dalam

formulasi

pencegah

ditambahkan

kebakaran,

bahan-bahan

penghilang

bau

yang

lain
tidak

seperti
enak

(deodorizer) dan peniada tegangan permukaan.

Dosis, dose konsentrasi dan aplikasi


Dosis (dosage), adalah banyaknya (volume) racun (bahan aktif,
walaupun dalam praktek yang dimaksud adalah product formulation)
yang diaplikasikan pada suatu satuan luas atau volume, misalnya : 1
liter / ha luasan, 100 cc / m 3 kayu dst. Dosis pestisida untuk suatu
keperluan biasanya tetap, walaupun kensentrasi dapat berubah-ubah.
Dose adalah banyaknya racun (biasanya dinyatakan dalam berat,
mg) yang diperlukan untuk masuk dalam tubuh organisme dan dapat
mematikannya, misalnya lethal dose (LD) dinyatakan dalam mg/kg
(mg bahan aktif per kg berat tubuh organisme sasaran).
Konsentrasi, adalah perbandingan (persentase, precentage) antara
bahan aktif dengan bahan pengencer, pelarut dan/atau pembawa.
14

BEBERAPA CONTOH INSEKTISIDA


Di antara golongan-golongan insektisida yang paling banyak
digunakan dalam pertanian dan kehutanan pada saat ini adalah dari
golongan OK (organokhlorin), OF (organofosfat) dan KB (karbamat).

1. Organoklorin (OK)

15

2. Organofosfat (OF)

16

4. Karbamat (KB)

17

5. Thiosianat

6. Fluoroasetat

7. Dinitrofenol

18

8. Insektisida botanis :
Piretroida

19

9. Inhibitor sintesis kutikel

10. Sinergis

11. Fumigan

20

TOKSIKOLOGI
Senyawa-senyawa OK (organokhlorin, chlorinated hydrocarbons)
sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen
selubung sel syaraf (Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu.
Peracunan

dapat

menyebabkan

kematian

atau

pulih

kembali.

Kepulihan bukan disebabkan karena senyawa OK telah keluar dari


tubuh tetapi karena disimpan dalam lemak tubuh. Semua insektisida
OK sukar terurai oleh faktor-faktor lingkungan dan bersifat persisten,
Mereka cenderung menempel pada lemak dan partikel tanah sehingga
dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di
dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu yang
lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal
inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan OK pada saat ini
semakin berkurang dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu
peningkatan

peracunan

lingkungan

yang

terjadi

karena

efek
21

biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu peningkatan daya racun


suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup, karena reaksi hayati
tertentu.
Semua senyawa OF
(karbamat,

(organofosfat, organophospates) dan KB

carbamates) bersifat perintang

ChE (ensim

choline

esterase), ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf.


Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan
syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali.
Umur residu dari OF dan KB ini tidak berlangsung lama sehingga
peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena
faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa OF
dan KB menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian
senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya
faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya
yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama,
sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan
saat ini adalah dari golongan OF dan KB.
Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida
terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD 50 (lethal dose 50 %)
yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk
tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh
50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose
tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD 50 akut oral
(termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD 50
diperoleh

dari

percobaan-percobaan

dengan

tikus

putih.

Nilai

LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang
bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD 50 yang rendah
(di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya.

22

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM)
yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan
bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan
untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nicotin sulfate yang
diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua
jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang
diekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Miller, 2002). Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah
orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi
fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada
tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology
atau Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi
pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Daly et al., 1998). Beberapa
literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai era pestisida (Murphy, 2005).
Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan
sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya (Miller, 2002). Dari seluruh
pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara
berkembang (Miller, 2004).
Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan
pestisida banyak dilakukan secara luas oleh masyarakat, karena pestisida mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, yaitu antara lain:
- dapat diaplikasikan secara mudah;
- dapat diaplikasikan hampir di setiap tempat dan waktu;
- hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat;
- dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat; dan
- mudah diperoleh, dapat dijumpai di kios-kios pedesaan sampai pasar swalayan di
kota besar(Ditlin Tanaman Hortikultura, 2008).
Reaksi terhadap bahaya penggunaan pestisida kimia terutama DDT mulai ampak setelah
Rachel Carson menulis buku paling laris yang berjudul Silent Spring tentang pembengkakan
biologi (biological magnification) tahun 1962. Sehingga minimal ada 86 negara melarang
penggunaan DDT, meskipun masih digunakan di beberapa negara berkembang untuk
memberantas nyamuk malaria (Willson and Harold, 1996). Beberapa dampak negatif dari
penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya:
mengakibatkan resistensi hama sasaran (Endo et al. 1988; Oka 1995), gejala resurjensi hama
(Armes et al., 1995), terbunuhnya musuh alami (Tengkano et al. 1992), meningkatnya residu
pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan kesehatan bagi pengguna (Oka 1995;

23

Schumutterer, 1995), bahkan beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena
pemanasan global (global warming) dan penipisan
lapisan ozon (Reynolds, 1997).
Djamin (1985)menyatakan bahwa pemakaian insektisida yang terus menerus akan
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan, manusia, hewan ternak maupun musuh
alami hama dan serangga yang berguna lainnya. Disamping itu dapat juga menimbulkan
resistensi hama serangga, resurgensi hama, eksplosi hama kedua sehingga kerusakan terhadap
tanaman akan semakin meningkat.
Pemberantasan hama yang tengah diupayakan oleh pemerintah untuk bisa
diterapkan kdi lapangan adalah Hama Berwawasan Lingkungan. Hama Berwawasan
Lingkungan adalah tindakan pengendalian hama yang berdasarkan atau berpedoman kepada
Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu. Penerapan Konsepsi PHT tersebut didorong oleh banyak
faktor yang pada dasarnya adalah dalam rangka penerapan program pembangunan nasional
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Faktor- faktor tersebut adalah :
1. Kegagalan pemberantasan hama secara konvensional. Pemberantasan hama secara
konvensional dengan
pendekatan pada penggunaan pestisida telah terbukti menimbulkan
dampak negatif, antara lain resistensi atau ketahanan hama, srurjensi hama, ledakan hama
sekunder, matinya organisma bukan sasaran (musuh alami, serangga berguna, binatang ternak,
dan lain-lain), residu pada hasil/produk pertanian, keracunan pada manusia, dan pencemaran
lingkungan.
2. Kesadaran tentang kualitas lingkungan hidup.Karena dampak negatif pestisida terhadap
organisma non sasaran dan lingkungan, maka disadari bahwa penggunaan pestisida dalam
pengendalian hama merupakan teknologi pengendalian hama yang bersifat kurang ramah
lingkungan. Dengan adanya kesadaran ini, kemudian muncul kesadaran lebih lanjut bahwa
24

untuk pengendalian hama yang ramah lingkungan perlu dicari alternatif teknologi penggunaan
pestisida yang ramah lingkungan atau teknologi pengendalian lain selain pestisida yang juga
harus ramah lingkungan. Teknologi pengendalian hama yang ramah lingkungan tersebut adalah
PHT.
3. Dampak globalisasi ekonomi. Era globalisasi saat ini telah memunculkan era perdagangan bebas
antar negara, mengakibatkan produk-produk pertanian harus memenuhi persyaratan ekolabeling.
Produk pertanian yang dipasarkan dituntut harus bersifat ramah lingkungan, diantaranya tidak
mengandung residu pestisida. Kondisi ini mengakibatkan penerapan teknologi PHT sebagai
teknologi pengendalian yang ramah lingkungan menjadi salah satu teknologi alternatif yang
dibutuhkan.
4. Kebijakan pemerintah. Era globalisasi mengakibatkan tekanan tekanan dunia internasional
mengenai kelestarian lingkungan menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu, maka pemerintah
memberikan dukungan yang sangat besar terhadap penerapan PHT ini. Ini dapat dilihat dengan
dikeluarkannya berbagai kebijakan yang mendukung penerapan PHT dalam sistem produksi
pertanian (Hidayat, 2001).
Telah dilaporkan polusi air yang disebabkan oleh pestisida. Untuk danau-danau di Pulau Bali, yaitu;
Danau Tamblingan dan Buyan terletak di Kabupaten Buleleng, Danau Beratan di Kabupaten Tabanan dan Danau
Batur di Kabupaten Bangli, juga mengalami polusi (Sandi Adnyana, 2003 cit. Manuaba, 2008). Keempat danau ini
merupakan reservoir air untuk memenuhi kebutuhan air bagi seluruh wilayah Pulau Bali. Di keempat danau ini,
terutama di Danau Buyan telah terjadi peningkatan aktivitas penduduk, khususnya di bidang pertanian. Peningkatan
aktivitas penduduk di sekitar danau mengakibatkan tekanan lingkungan terhadap danaupun meningkat. Berdasarkan
hasil penelitian kualitas air Danau Buyan didapatkan bahwa kualitas airnya memenuhi baku mutu kelas III sesuai
PP. Nomor 82 Tahun 2001. Baku mutu kelas III adalah syarat kualitas air yang digunakan untuk tanaman,
peternakan, dan pemeliharaan ikan air tawar (Tantri Endarini, 2004 cit. Manuaba, 2008).

25

Sifat-sifat kimia, biologi maupun fisika air merupakan indikator kualitas ekosistem di
lingkungan air tersebut. Walaupun cemaran pada air danau berada di bawah nilai ambang batas
yang ditetapkan, namun dapat mengakibatkan cemaran yang tinggi pada biota air termasuk ikan.
Hal ini disebabkan terjadinya bioakumulasi pada biota tersebut sehingga berresiko bila
dikonsumsi (US. EPA., 2000 cit. Manuaba, 2008).
Penggunaan pestisida dalam menopang peningkatan produk pertanian maupun
perkebunan telah banyak membantu untuk meningkatkan produksi pertanian. Namun demikian
penggunaan pestisida ini juga memberikan dampak negatif baik terhadap manusia, biota
maupun lingkungan. Erin, et al. (2001) cit. Manuaba, 2008 mendapatkan bahwa terjadi resiko
kematian janin dua kali lebih besar bagi ibu yang saat kehamilannya berusia 3-8 minggu tinggal
dekat areal pertanian dibandingkan dengan yang tinggal jauh dari daerah pertanian. Penggunaan
herbisida klorofenoksi (yang mengandung 2,4-D) telah terbukti mengakibatkan resiko cacat
bawaan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang bermukin didekat daerah pertanian
(Schreinemachers, 2003 cit. Manuaba, 2008).
Pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan pestisida sebagai racun sebenarnya lebih
merugikan dibanding menguntungkan, yaitu dengan munculnya berbagai dampak negatif yang
diakibatkan oleh pestisida tersebut. Karena alasan tersebut, maka dalam penggunaan pestisida
harus memperhatikan hal-hal berikut :
Pestisida hanya digunakan sebagai alternatif terakhir apabila belum ditemukan
cara pengendalian lain yang dapat memberikan hasil yang baik.
2. Apabila terpaksa menggunakan pestisida gunakan pestisida yang mempunyai
daya racun rendah dan bersifat selektif.
3. Apabila terpaksa menggunakan pestisida lakukan secara bijaksana

26

Anda mungkin juga menyukai