Anda di halaman 1dari 19

CBD

ANAK USIA 9 TAHUN


DENGAN DEMAM TIFOID

Liainy Hastu Ambari


01.204.4820

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
DESEMBER
2012
BAB I
1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
salmonella typhi. Penyakit ini ditandai panas berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa
keterlibatan struktur endhotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multipikasi ke
dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyers patch. Demam
partifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya
lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh salmonella enteriditis. Terdapat 3 bioserotipe
salmonella enteriditis yaitu bioserotif paratyphiA, paratyphi (Schotsmulleri) dan paratyphi C
(S.Hirschfeldii) sedangkan demam enteric dipakai baik pada demam tifoid maupun demam
paratifoid. Sinonim demam tifoid dan demam paratifoid adalah enteritic Fever, Thyphus dan
Paratyphus Abdominalis.
Demam tifoid masih menjadi problem utama di beberapa negara berkembang termasuk
Indonesia (Soewandojo et al., 1998). Dari 16 juta kasus demam tifoid, terdapat kematian sebesar
600.000 jiwa. Namun insiden demam tifoid ini cenderung lebih konstan, dengan kasus yang
tidak sebanyak kasus salmonellosis-non tifoid. Insiden salmonellosis-non tifoid terus meningkat
di seluruh dunia. Kasus tersebut tercatat mencapai 1,3 miliar dari kasus gastroenteritis akut atau
diare dengan 13 juta kematian (Poertillo, 2000). Di USA kira-kira sebanyak 5 juta kasus
salmonellosis, 60-80% diantaranya terjadi secara sporadik, tetapi sebagian besar kasus terjadi
berasal dari makanan yang tercemar. Di Massachusetts, 50% lebih S. enteritidis dan
S.typihimurium dapat diisolasi dari kasus yang terjadi (CENTERS FOR DISEASE CONTROL
AND PREVENTION (CDC), 2001). Kejadian demam tifoid di Amerika Selatan yaitu 1:650 per
tahun, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara di benua yang berbeda seperti Indonesia
dan Papua New Guinea yaitu 1:100 per tahun (Portilli, 2000). Selama periode tahun 80-an,
Indonesia merupakan salah satu negara dengan insiden demam tifoid tertinggi di dunia
(Suandono et al, 2005). Hasil dari studi epidemiologi dan survei rumah tangga memperlihatkan
bahwa angka morbiditas untuk daerah semi pedesaan adalah 358/100.000 penduduk untuk
daerah perkotaan, disertai kecenderungan peningkatan karena program vaksinansi untuk penyakit
ini telah dihentikan sejak tahun 1980. (Arsojo dan Simanjuntak, 1998; Punjabi, 1998;
Sudarmono et al, 2001). Data dari rumah sakit yang menangani penyakit infeksius di Jakarta
2

melaporkan bahwa kasus demam tifoid terus meningkat, dari 11,4% menjadi 18,9% selama tahun
1983 1990. Pada periode tahun 1991 1996 penyakit meningkat dari 22% sampai 36,5%.
Insiden demam tifoid yang dilaporkan oleh Pusat Kesehatan dan Rumah Sakit di Jakarta
menyebutkan bahwa penyakit terus meningkat dari 92% menjadi 125% per 100.000 penduduk
per tahun selama tahun 1994 1996 (Sujudi, 1998). Angka mortalitas penyakit menurun dari
3,4% pada tahun 1981 menjadi 0,6% pada tahun 1996, angka ini telah menunjukkan adanya
penurunan berkaitan dengan adanya perbaikan fasilitas kesehatan (Arjoso dan Simanjuntak,
1998; Sujudi, 1998). Diperkirakan demam tifoid terjadi sebanyak 60.000 hingga 1.300.000 kasus
dengan sedikitnya 20.000 kematian per tahun (Suandono et al., 2005). Hampir 80% kasus
demam tifoid ditemukan pada anak-anak atau dewasa, usia antara 5 sampai 29 tahun (Suandono
et al., 2005). Arjoso dan Simanjuntak (1998) melaporkan bahwa kelompok yang mudah terpapar
kasus tersebut sebagian besar terjadi pada umur 3 19 tahun. Demam tifoid merupakan penyakit
yang serius di Jakarta Utara. Estimasi insiden demam tifoid di Jakarta Utara sangat tinggi
(200/100.000 untuk semua umur) sedang pada anak-anak lebih tinggi. Insiden demam tifoid terus
meningkat, pada tahun 2001 sebesar 680/100.000 penduduk dan pada tahun 2002 menjadi
1.426/100.000 penduduk. Insiden demam tifoid ini dianggap tinggi jika terjadi pada 100/100.000
penduduk atau lebih. (Suandono et al., 2005).

BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PENDERITA
Nama penderita

: An. F.H

Umur/tgl lahir

: 9 th 1 bulan / 17 September 2003

Jenis kelamin

: Laki-laki

pendidikan

: SD

Alamat

: Ngablak indah, Muktiharjo Lor

Nama ayah

: Tn. S

Umur

: 35th

Pendidikan

: Smu

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Ngablak indah, Muktiharjo Lor

Nama ibu

: Ny.A

Umur

: 30th

Pendidikan

: SMA

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Ngablak indah, Muktiharjo Lor

A. DATA DASAR
1. Anamnesis ( Alloanamnesis )
Alloanamnesis dengan Ibu penderita dilakukan pada tanggal 8 Desember 2012 pukul
16.45 WIB di ruang B.Izzah dan didukung dengan catatan medis.
Keluhan utama : Panas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
-

Panas sejak 8 hari yang lalu. Panas muncul tidak mendadak, awalnya hanya panas
semlenget kemudian malam harinya panas tinggi. Panas dirasakan naik turun,
4

naik waktu malam hari tetapi turun waktu pagi dan siang hari namun tidak
mencapai suhu normal. Panas dirasakan meningkat tiap harinya. Selain itu pasien
juga mengeluh perutnya sakit, mual, tetapi tidak muntah, pusing (+), nafsu makan
turun semenjak sakit, Kadang waktu tidur pasien mengigau.
-

Batuk (-), pilek (-), menggigil (-), nyeri tulang (-) BAB (+), BAK (+) seperti
biasa, warna kuning, jernih, tidak sakit waktu kencing, tidak anyang-anyangen
waktu kencing.

Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Faringitis : Disangkal
Bronchitis : Disangkal
Pneumonia
: Disangkal
Morbili : Disangkal
Pertusis : Disangkal
Varicella : Disangkal
Difteri
: Disangkal
Malaria : Disangkal
Polio
: Disangkal

Enteritis
: Disangkal
Disentri Basilar : Disangkal
Disentri Amoeba : Disangkal
Thip.Abdominalis : Disangkal
Cacingan
: Disangkal
Operasi
: Disangkal
Trauma
: Disangkal
ReaksiObat/Alergi : Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yaang menderita penyakit ini sebelumnya

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama bapak, ibu, dan 1 adiknya. Pasien menggunakan jamkesmas
Kesan ekonomi : kurang.

B. DATA KHUSUS
5

1. Riwayat Perinatal
Anak laki-laki lahir dari ibuP2 A0 hamil 38 minggu, lahir secara spontan ditolong
oleh bidan, anak lahirlangsung menangis, berat badan lahir 2900 gram, panjang badan
49cm. Saat mengandung ibu rajin kontrol ke bidan.
2. Riwayat Makan dan Minum Anak :
Sejak lahir sampai pasien umur 6 bulan pasien diberikan ASI eksklusif. Setelah umur
6 bulan pasien mulai mendapat makanan pendamping berupa bubur susu. Umur 1
tahun hingga sekarang pasien mulai mendapat makanan seperti orang dewasa (nasi,
lauk, sayur dan buah). Pola makan pasien saat ini biasa mengkonsumsi nasi dengan
lauk tempe, tahu, ikan laut, telur, daging, sayuran. Frekuensi makan 3-4x/hari. Pasien
hampir setiap hari jajan makanan ringan disekolah.
Kesan : Kualitas makanan kurang, kuantitas makanan baik.
3. Riwayat Imunisasi :
N

Imunisasi

Berapa Kali

Umur

o
1.

BCG

1x

1 bulan

2.

DPT

3x

2,4,6 bulan

3.

Polio

4x

0,2,4,6 bulan

4.

Hepatitis B

3x

0,1,6 bulan

5.

Campak

1x

9 bulan

6.

MMR

7.

HIB

8.

TifusAbdominalis

9.

Cacar Air

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

3. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak


Senyum

: 1bulan

Miring

: 2 bulan

Tengkurap

: 4 bulan

Duduk

: 6 bulan

Gigi keluar

: 4 bulan

Berdiri

: 9 bulan

Berjalan

: 13 bulan

Sekarang pasien sekolah di SD kelas 4 dan tidak pernah tinggal kelas.


Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan umur.
a. Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita menggunakan KB suntik 3 bulan
6. PemeriksaanFisik
Tanggal 8 Desember 2012, pukul 16.45 WIB
Anak laki-laki, berat badan 22 kg, panjang badan 126 cm
Kesan umum: Compos Mentis.
Tanda vital
Tensi

: 100/70 mmHg

Nadi

: 96x / menit, isi dan tegangan cukup

Laju nafas

: 28x / menit
7

Suhu

: 37,7 C ( axilla )

Status Internus
Kepala

: Mesocephale

Rambut

: Hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut.

Kulit

: Tidak sianosis, ptechie (-)

Mata

: Oedem palpebra (-/-)konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Epistaksis( -), nafascupinghidung (-/-)

Telinga

: Discharge ( -)

Mulut

: Gusi berdarah (-), bibir kering (+), bibir pucat (+), lidah kotor (+)

Leher

: Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Tenggorok

: Faring hiperemis (-)

Thorak : Paru
Inspeksi

: retraksi (-)

Statis

: Hemithorax dextra dan sinistra simetris

Dinamis

: Hemithorax dextra dan sinistra simetris

Palpasi

: Sterm fremitus dextra sama dengan sinistra

Perkusi

: Sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler


Suara tambahan : ronkhi basah halus nyaring ( - ), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

Batas atas

: SIC II linea parasternalis sinistra

Batas pinggang

: SIC III linea parasternal sinistra


8

Batas kanan bawah

: SIC V linea sternalis dextra

Batas kiri bawah

: SIC V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra

Kesan : konfigurasi jantung dalam batas normal


Auskultasi: BJ I-II regular, bising (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, simetris

Auskultasi : Peristaltik (+)


Perkusi

: Timpani(+), pekak alih(-), pekak sisi(-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan abdomen(+), defance muskular (-)

Genital

: laki-laki, dalam batas normal

Ekstremitas

Superior

Inferior

Akraldingin

-/-

-/-

Akral sianosis

-/-

-/-

Oedem

-/-

-/-

Capillary refill

< 2

< 2

7. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium Tanggal 8 Desember 2012
Darah rutin :
Hemoglobin

: 11,9 g/dl

Hematokrit

: 35,2 %

Leukosit

: 9,42 ribu/uL

Eritrosit

: 4,80 juta/uL

Trombosit

: 227 ribu/uL

Eusinofil

: 0,0%

Basofil

: 0,2 %
9

Neutrofil

: 44,4 %

Limfosit

: 47,3 %

Monosit

: 8,1 %

MCV

: 73,3 fl

MCH

: 24,8 pg

MCHC

: 33,8 g/dl (H)

LED I

: 73 mm/jam

LED II

: 91 mm/jam

TES WIDAL :
Salmonella thipy O

: (+) 1/160

Salmonella parathipy AO

: (+) 1/320

Salmonella parathipy BO

: (+) 1/320

Salmonella parathipy CO

: (+) 1/160

Salmonella thipy H

: (+) 1/160

Salmonella parathipy AH

: (+) 1/160

Salmonella parathipy BH

: (-)

Salmonella parathipy CH

: (-)

8. Pemeriksaan Khusus
Data Antropometri :
Anak laki-laki, usia 9 tahun 1bulan= 109 bulan
Berat badan

: 22 kg

Panjang badan : 126 cm


Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :
WAZ =
HAZ

126-

2228,1
3,8

= -1,605 (N)
=

-2,23

140,3
(pendek)
WHZ6,4= 22 24,8 - = -1,4 (N)
2

10

Kesan Status Gizi :Baik

ASSESMENT :
-

Observasi Febris

Gizi Baik

INITIAL PLAN :
Assesment : Observasi febris
DD : Demam reumatik
Malaria
ISK
Demam thypoid
IPDx : S : O : pemeriksaan mikrobiologi (kultur kuman).
IP Tx : Infuse RL 20 tpm
Kloramfenikol

4 x 250 mg

Parasetamol syr 3x1 cth (bila perlu)


Antasid syr

3x1 cth

IP Mx : Tanda-tanda vital, Keadaan umum


IP Ex :- Istirahat cukup
- Minum obat secara teratur dan tepat waktu
- Tidak mengkonsumsi makanan di sembarang tempat
- Menjaga lingkungan dan kebersihan diri
- Meningkatkan makan dan minum yang bergizi
Assesment :Gizi baik
DD :
Gizi buruk
11

Gizi baik
IpDx :
S:O: IpRx :
IpMx : KU, Tanda Vital, penambahan BB dan TB
IpEx :
o Asupan makanan yang bergizi seimbang
o Jangan mengkonsumsi makanan di sembarang tempat
o Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
o Olahraga teratur
o Menimbang berat badan secara rutin

PERJALANAN PERAWATAN
Waktu
Tanggal
Keluhan

Hari ke-1

Hari ke-2

perawatan
9-12-2012
Panas(+),batuk(-),

Hari ke-3

Hari ke-4

perawatan
perawatan
perawatan
10-12-2012
11-12-2012
12-12-2012
Panas(+), batuk(-), Panas(-), batuk(-), Panas (-), batuk (-),

pilek(-), mual(+), pilek (-), mual (+), pilek(-),

pilek (-), mual (-),

muntah(-),

muntah (-), lidah

muntah (-),

mual(-) muntah(-)

lidah kotor (+), lidah kotor (+),

lidah

kotor(-), kotor (-),

akral dingin (-), akral dingin (-), akral dingin (-), akral

dingin

makan

(+)

<<, makan

(+)

<<, makan (+)

makan (+)

minum

(+)

<<, minum

(+)

<<, Minum (+)

Minum (+)

BAB (+) Lunak, BAB (-) Lunak, BAB (+) Lunak

BAB(+)

BAK (+),

BAK (+)

nyeri

perut

BAK (+),

BAK (+)

(-),

di nyeri perut di regio nyeri perut mulai

Keadaan

regio atas tengah


atas tengah
berkurang
Compos mentis, Compos
mentis, Compos mentis, Compos

Umum

lemah, tidak sesak lemah, aktif, tidak aktif, tidak sesak aktif, tidak sesak
nafas, tampak gizi sesak

mentis,

nafas, nafas, tampak gizi nafas, tampak gizi


12

cukup

tampak gizi cukup

cukup

cukup

Tensi

100/80 mmHg

100 / 70 mmHg

100/80 mmHg

110/70 mmHg

Nadi

100x/mnt

88x/mnt

100x/mnt

100x/mnt

RR

32x/mnt

24x/mnt

28x/mnt

24 x / mnt

Suhu
Assesment

39,4C(axilla)
Demam Typhoid

38,8C(axilla)
Demam Typhoid

37C(axilla)
Demam Typhoid

37C(axilla)
Demam Typhoid

Terapi

Infus 2A N

Infus 2A N

Infus 2A N

Infus 2A N

21 tpm

21 tpm

21 tpm

21 tpm

Po

Po

Po

Po

- Kloramfenicol

TTV

Kloramfenicol

4x500mg /hr
-

Parasetamol
3 x tab /hr

Program

Kloramfenicol
4x500mg /hr

Parasetamol
3 x tab /hr

4x500mg /hr
- Parasetamol
3 x tab /hr

Kloramfenicol

4x500mg /hr
- Parasetamol
3 x tab /hr

Evaluasi KU dan Evaluasi KU dan Evaluasi KU dan Evaluasi KU dan


TTV

TTV

TTV

TTV,persiapan
pulang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Demam
parartifoid lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau menyebabkan
enteritis akut. Sinonim demam tifoid dan demam tifoid dan demam paratifoid adalah enteric
fever, typhus dan paratyphus abdominalis.
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran
darah yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C,
13

selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak
menyerang usus).
B. ETIOLOGI
Demam tifoid dan demam paratifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, B, C. Merupakan bakteri Gram-negatif, mempunyai flagele, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, fakultatif abaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari
ologosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang
terdiri dari polisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotik.
C. CARA PENULARAN
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui
mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <2 ) banyak bakteri yang mati.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, dan di usus halus tepatnya diileum dan
yeyenum akan menembus dinding usus. Bakteri mencapai folekel limfe usus halus, ikut aliran
kelenjar limfe mesentrika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan
retikulum endoplasmik system di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multipikasi
di dalam sel fagosit mononuclear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesentrika, hati dan
limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan oleh
jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari
habitatnya dan melalui ductus torasikus akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini
organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella
typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan Peyerpatch dari ileum.
Pada demam tifoid biasanya sumber penularan berasal dari individu dengan status karier
Salmonella dan kurang menjaga kebersihan. Penularan dapat meluas dari individu satu ke
individu yang lain terutama pada anak-anak prasekolah maupun di rumah-rumah. Pada umumnya
penularan tersebut terjadi di rumah-rumah sakit atau di pusat-pusat kesehatan yang lain. Infeksi
tersebut menular dari pasien satu ke pasien yang lain atau dari perawat ke pasien melalui tangan,
14

pakaian, handuk, wastafel atau tempat cuci tangan maupun debu. Tingkat kepekaan individu
dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi seperti perubahan saluran pencernaan normal
pada manusia akibat proses penyembuhan dari penyakit, pengobatan dengan antibiotik atau
peningkatan pH lambung oleh antasid sehingga menghasilkan lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Tingkat keparahan tifoid tergantung pada beberapa
faktor. Selain kemampuan adaptasi serovar Salmonella pada tipe hospesnya, jumlah bakteri
(dosis infeksi), status kekebalan pasien dan usia hospes juga sangat berperan. Demam tifoid
dapat menyerang semua golongan umur dan seks pada manusia namun laki-laki lebih sering
terkena infeksi daripada perempuan. Namun penderita usia yang lebih muda atau bayi, orangorang dengan usia lanjut dan orang-orang dengan sistem imun lemah, pada umumnya lebih
sensitif sehingga dengan dosis yang lebih rendah mereka dapat terinfeksi dan penyakit tersebut
dapat menjadi parah. Pada pasien ini, infeksi dapat meluas dari usus ke sirkulasi darah dan
menyebar ke bagian tubuh lain dan dapat menyebabkan kematian jika tidak diobati dengan
antibiotik yang tepat.
D. PATOGENESIS
Bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi yang dapat melewati lambung akan
masuk dalam usus, kemudian berkembang biak. Apabila respon imunitas humoral mukosa
(imunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel
M), selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh
sel-sel fagosit terutama makrofag. Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag
kemudian di bawa ke plaques penyeri. Di ileum distal. Selanjutnya ke kelenjar getah bening
mesentrika. Melalui ductus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakterimia pertama yang asimptomatik

atau tidak

menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama


hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di
luar sel atau durang sinusoid, kemudian masuk lagi ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan
bakterimia kedua yang simptomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit sistemik. Di dalam
hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan diekskresikan ke dalam
lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari bakteri ini dikeluarkan melalui feses dan
sebagian lainnya menembus usus lagi. Proses yang sama kemudian terjadi lagi, tetapi dalam hal
15

ini makrofag telah teraktivasi. Bakteri yang berada dalam makrofag ini akan merangsang
makrofag menjadi hiperaktif dan melepaskan beberapa mediator seperti prostaglandin
menyebabkan dilepaskannya elektrolit dan menarik air ke dalam lumen usus sehingga terjadi
diare (adanya enterotoksin non inflamatori dalam usus besar). Dinding sel bakteri akan
menghasilkan endotoksin yang tersusun dari lipopolisakarida (LPS). Diduga LPS ini merupakan
penyebab timbulnya gejala demam pada penderita tifoid.
Di dalam Plaque Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan rekasi hiperplasia dan nekrosis
jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah Plaque Peyeri yang
mengalami hiperplasi dan nekrosis. Proses patologi jaringan lifoid ini dapat berkembang ke
lapisan otot, lapisan serosa usus sehingga dapat mengakibatkan perforasi usus.
E. GEJALA
Gejala yang dialami penderita demam tifoid dapat diuraikan menjadi berikut ini :

Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi, terutama pada sore dan malam hari. Terjadi
selama 7 10 hari, kemudian panasnya menjadi konstan dan kontinyu. Umumnya paginya
sudah merasa baikan, namun ketika menjelang malam kondisi mulai menurun lagi.

Pada fase awal timbul gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan, rasa tidak enak di
perut, sembelit atau terkadang sulit buang air besar, dan diare.

Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai menurun.

F. PENATALAKSANAAN

Istirahat tirah baring dan perawatan professional, dengan tujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan

Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif) dengan tujuan mengembalikan rasa
nyaman dan kesehatan penderita secara optimal

Pemberian antibiotik

G. PENCEGAHAN

Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar s. typhi maka setiap indiviu hrus
memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. S. typhi didalam air
16

akan mati apabila dipanasi setinggi 57 C untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi /
klorinasi.

Untuk makanan pemanasan sampai suhu 57C beberapa menit dan secara merata juga dapat
mematikan kuman S. typhi. Penurunan endemisitas suatu Negara atau daerah tergantung pada
baik buruknya pengadaan air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran
individu terhadap higienitas pribadi

Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pasien anak F.H yang berusia 9 tahun dinyatakan menderita atau terinfeksi kuman
Salmonella typhi adalah tepat karena dari anamnesis awal ditemukan data-data yang dapat
mengarah pada diagnosis demam tifoid antara lain riwayat pasien panas naik turun selama 8 hari,
panas tinggi terutama pada malam dan sore hari, mual, pusing, batuk, nyeri perut di regio atas
tengah, terdapat gangguan pencernaan pada awal demam, tidak mimisan, gusi tidak berdarah,
tidak sesak nafas, tidak ada bintik-bintik merah dikulit, tidak pegal-pegal, tidak nyeri sendi,
makan dan minum kurang dari biasanya, buang air kecil tidak ada keluhan.
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin. Hasil yang
didapatkan pada pemeriksaan darah rutin yaitu kadar leukosit, kadar hemoglobin, kadar
hematokrit dan trombosit dalam batas normal. Pada pemeriksaan widal, ditemukan peningkatan
titrasi pada Salmonella typhi dan paratyphi. Banyak hal di atas yang diantaranya yang dapat
menuju ke arah diagnosa demam tifoid.
17

Penatalaksanaan yang diberikan yaitu berupa aspek pemberian cairan, aspek dietetic
(pemberian makanan), dan aspek medikamentosa sudah sesuai dengan teori yang ada. Selama
pasien rawat inap di rumah sakit hal yang perlu untuk dilakukan monitoring yaitu meliputi tanda
vital seperti suhu (untuk memonitoring demam), nadi (untuk memonitoring adanya perbaikan,
atau adanya tanda-tanda dehidrasi, atau syok), dan monitoring mengenai pernafasannya untuk
mengetahui adanya gangguan pada pola pernafasannya atau tidak. Kemudian perlu
memonitoring keadaan umum dari pasien yaitu mengenai kesadarannya, keaktifannya, apakah
ada tanda-tanda kegawatan. Kemudian perlu juga memonitoring mengenai buang air besarnya
apakah sudah buang air besar.
Untuk penatalaksanaan edukasi terhadap orang tua pasien selama pasien dirawat yaitu
untuk supaya istirahat yang cukup, supaya pemberian minum ditingkatkan agar kebutuhan cairan
tubuh maupun kekebalan dapat terpenuhi, supaya minum obat yang teratur dan tepat waktu
supaya pengobatannya menjadi efektif dan cepat sembuh, kemudian perlu untuk menjelaskan
tentang perjalanan penyakit supaya orang tua mengetahui sehingga dapat lebih menjaga
kesehatan anak dari segala aspek seperti misalnya tidak sembarangan mengkonsumsi makanan.
BAB V
KESIMPULAN
Penyakit demam tifoid merupakan infeksi berat pada usus yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Penularannya dapat terjadi melalui kontak antar manusia atau jika makanan
dan minuman yang dikonsumsi terkontaminasi dikarenakan penanganannya yang tidak bersih.
Penyakit demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan di negara-negara berkembang,
umumnya di daerah tropis dan khususnya di Indonesia. Selain memerlukan perawatan dan masa
pemulihan yang cukup lama, tidak jarang penyakit tersebut disertai dengan komplikasi dan
berakhir dengan kematian.
Pada pasien ini dengan umur 9 tahun telah didiagnosa dengan demam tifoid karena dari
hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis terdapat kriteria yang mengarah demam tifoid dari
pemeriksaan lab tidak terdapat penurunan trombosit, peningkatan hematokrit, dan leukosit dalam
batas normal, peningkatan titrasi Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi dan telah diterapi
yang meliputi aspek cairan, aspek dietetik, dan aspek medikamentosa yang sesuai dan tirah
baring.
18

19

Anda mungkin juga menyukai