Naskah Publikasi 03320079
Naskah Publikasi 03320079
TWIBLING RIVALRY
Oleh :
SELLY IKE WARDANI
03 320 079
NASKAH PUBLIKASI
TWIBLING RIVALRY
_________________________
TWIBLING RIVALRY
INTISARI
Pengantar
Sebagian besar wanita yang normal akan melahirkan seorang bayi (anak
tunggal). Namun kenyataannya, adakalanya wanita dapat melahirkan anak kembar
(multiple birth) yakni apakah kembar dua, tiga atau empat orang (Dariyo, 2007).
Menurut Hurlock (1997) istilah kelahiran kembar mengacu pada kelahiran dua atau
lebih bayi dalam jangka beberapa jam atau hari, dapat berupa kembar dua, kembar
tiga, kembar empat dan kembar lima.
Dilihat dari perspektif perkembangan, kelahiran anak tunggal dan kembar
jelas memiliki perbedaan yang signifikan, serta mempunyai pengaruh terhadap pola
perkembangan sebelum dan sesudah kelahiran (Desmita, 2005). Menurut Hurlock
(1997) anak identik dari kelahiran kembar mempunyai potensi fisik dan mental yang
serupa. Akibatnya tidak dapat dihindarkan bahwa mereka akan kurang mempunyai
individualitas sekalipun mereka mempunyai lingkungan pascalahir yang sangat
berbeda dibandingkan dengan anak dari kelahiran kembar yang nonidentik atau
lahir tunggal. Perbedaan ini dapat ditelusuri ketiga pengaruh yang penting.
Pertama, lingkungan pralahir anak-anak dari kelahiran kembar berbeda
dalam hal-hal yang penting dari anak kelahiran tunggal. Anak dari kelahiran kembar
biasanya berdesakan dalam ruang alamiah yang ditujukan hanya bagi satu anak.
Akibatnya,
salah
satu
di
antaranya
berada
dalam
posisi
yang
kurang
menguntungkan daripada yang lain. Anak kelahiran kembar sering lahir prematur
karena rahim tidak mampu lagi merenggang lebih lanjut dengan bertambah
besarnya janin. Ini tentu saja tidak selalu benar, tetapi cacat fisik atau psikologis
lebih umum terjadi di antara anak kelahiran kembar daripada kelahiran tunggal.
Kedua, dalam lingkungan pascalahir anak kelahiran kembar juga cukup
berbeda dari kelahiran tunggal. Anak kelahiran kembar harus berbagi waktu dan
perhatian orangtua. Bila satu anak lebih lemah ia mungkin lebih banyak mendapat
perhatian. Oleh karena itu, saudaranya mungkin merasa bahwa orang tuanya
bersikap
pilih
kasih.
Di
samping
itu,
anak
yang
lebih
lemah
mungkin
seperti sikap membanding-bandingkan antara anak yang satu dengan anak yang lain
atau sikap orangtua yang pilih kasih. Disamping itu, kadang-kadang ada anak yang
punya ambisi untuk mengalahkan anak yang lain, termasuk saudara sendiri.
Pertengkaran yang terus menerus dipupuk sejak kecil akan terus meruncing saat
anak-anak beranjak dewasa. Mereka akan terus bersaing dan saling mendengki.
Bahkan ada kejadian dimana saudara sekandung saling membunuh karena
memperebutkan warisan (Priatna dan Yulia, 2006).
Hubungan antar saudara yang buruk sangat berbahaya sebab hubungan
buruk ini mempengaruhi semua hubungan antar anggota keluarga, dan bahkan juga
hubungan dengan orang luar. Hubungan orangtua dengan anak menjadi tegang bila
terjadi perselisihan antar saudara. Tidak diragukan lagi bahwa salah satu aspek yang
paling serius dari perselisihan antar saudara ialah bahwa hubungan buruk ini sering
menjadi pola hubungan sosial yang akan dibawa anak ke luar rumah untuk
diterapkan dalam hubungan teman sebaya. Lagipula perselisihan antar saudara
melemahkan motivasi untuk menjalin hubungan dengan orang di luar lingkungan
keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa salah satu bahaya terbesar yang mengancam
hubungan keluarga yang baik, berasal dari hubungan saudara yang penuh
perselisihan (Hurlock, 1993).
Kompetisi antara saudara laki-laki dan atau saudara perempuan (atau dalam
beberapa kasus sanak keluarga dengan usia sama yang tinggal dalam satu rumah
tangga) untuk perhatian, pujian, dan tempat dalam keluarga diistilahkan dengan
sibling rivalry. Sibling rivalry merupakan jenis persaingan atau rasa permusuhan
antara kakak beradik, sedarah maupun tidak. Menurut psikolog anak Sylvia Rimm,
sibling rivalry terutama sangat kuat ketika anak memiliki jarak usia yang berdekatan
dan berjenis kelamin sama, atau dimana dalam sebuah keluarga terdapat seorang
anak pandai dan berbakat (MediaWiki, 2009).
Sibling rivalry pada anak kembar seringkali diistilahkan dengan
twibling
rivalry (twin sibling rivalry). Twibling rivalry dapat terbentuk dan dimulai pada
berbagai usia, namun ketika anak kembar masuk pada awal dan atau pertengahan
masa sekolah, twibling rivalry seringkali menajam. Satu dari beberapa bentuk
twibling rivalry yang umum terjadi pada usia sekolah yaitu persaingan dalam meraih
prestasi di sekolah (Wisconsin Twin Project, 2003). Seorang ibu bahkan
menggambarkan, setiap nafas merupakan twibling rivalry untuk oksigen. Setiap kata
yang terucap ditujukan untuk twibling rivalry. Twibling rivalry terjadi untuk apa saja
dan mengenai segala hal (Fierro, 2003).
Twibling rivalry bukanlah sesuatu yang baru karena sudah ada sejak jaman
dahulu. Dalam cerita Nabi Yaqub a.s. dikisahkan bahwa Nabi Ya'qub adalah putera
dari Nabi Ishaq bin Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim,
bernama Rifqah binti A'zar. Ishaq mempunyai anak kembar, satu Ya'qub dan satu
lagi bernama Ishu. Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun
dan damai serta tidak ada menaruh kasih sayang satu terhadap yang lain bahkan
Ishu mendendam dengki dan iri hati terhadap Ya'qub saudara kembarnya yang
memang dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan
mereka yang renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah
diketahui oleh Ishu bahwa Ya'qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya
minta kedatangan anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak
diberitahu dan karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya'qub memperoleh
berkah dan doa ayahnya, Nabi Ishaq (MediaWiki, 2008).
Salah satu anak kembar yang fenomenal saat ini yaitu Mary Kate Olsen dan
Ashley Fuller Olsen juga mengalami twibling rivalry. Mary Kate Olsen dan Ashley
Fuller Olsen lahir di Sherman Oaks, California, Amerika Serikat, 13 Juni 1986. Mary
Kate Olsen dan Ashley Olsen menjadi trendsetter di Hollywood sejak berperan di
serial Full House pada tahun 1987 hingga 1995 (Kapanlagi, 2009). Mary Kate Olsen
dan Ashley Fuller Olsen terlibat twibling rivalry yang disebabkan perbedaan
pandangan mengenai karier di bisnis pakaian yang sedang mereka tekuni. Mary Kate
Olsen dan Ashley Fuller Olsen merilis label pakaian mereka dengan label The Row.
Tetapi Ashley Fuller Olsen memutuskan tidak melibatkan Mary Kate dalam bisnis
tersebut. Pada akhirnya Mary Kate Olsen memilih fokus pada bisnis pakaian lainnya,
yakni Elizabeth and James (Kodrati, 2008).
Uniknya, walaupun anak kembar selalu ingin menunjukkan semacam
kelebihan mereka satu sama lain, hubungan diantara anak kembar tetap harmonis.
Walaupun terjadi twibling rivalry, tapi anak kembar tetap merasa senang bila
saudara kembarnya juga merasa senang. Bahkan, anak kembar saling menghormati
satu sama lain. Dan untuk beberapa kepentingan satu sama lain, walaupun terjadi
twibling rivalry, anak kembar akan tetap bekerjasama. Kerjasama mereka ini
mungkin lebih cocok disebut dengan pertemanan dalam kejahatan. Karena anak
Metode Penelitian
Responden penelitian
Karakteristik responden:
1. Anak kembar identik.
2. Berusia 12 hingga 23 tahun.
Metode pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara
mendalam (indepth interview). Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua
orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Metode
ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua responden,
tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden
(Mulyana, 2003).
Metode analisis data
Huberman dan Miles (Idrus, 2007) mengajukan model analisis interaktif.
Model interaktif ini terdiri dari tiga hal utama yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat
10
sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk
membangun wawasan umum yang disebut analisis.
Pembahasan
Twibling rivalry bertujuan untuk menarik perhatian dari orangtua dan
lingkungannya serta untuk mendapat pujian dari orangtuanya (MediaWiki, 2009).
Selain itu, twibling rivalry juga dapat terjadi karena adanya keinginan anak untuk
bersaing dan lebih unggul, adanya keinginan mengembangkan individualitas dan
mendapat tempat dalam keluarga.
Faktor yang memperkuat twibling rivalry pada setiap individu berbeda. Faktor
yang memperkuat twibling rivalry tergantung pada lingkungan dan karakter individu.
Faktor eksternal yang memperkuat twibling rivalry antara lain adanya favoritisme
dan sikap membanding-bandingkan (Priatna dan yulia, 2006), dalam keluarga
terdapat seorang anak yang pandai dan berbakat (MediaWiki, 2009), dalam keluarga
terdapat seorang anak yang lemah fisik (Hurlock, 1997), usia, jenis kelamin, jumlah
saudara, jenis disiplin yang otoriter, sikap orangtua yang membekukan individualitas,
serta tidak menyukai urutan posisi yang diberikan (Hurlock, 1993). Faktor internal
yang memperkuat twibling rivalry antara lain mengembangkan perasaan tidak
berdaya (Hurlock, 1997), temperamen difficult children (Priatna dan yulia, 2006),
merasa orangtua pilih kasih, merasa didiskriminasi (Hurlock, 1997), sikap anak yang
ingin
sama
individualitas.
dengan
saudara
kembarnya
dan
keinginan
mengembangkan
11
Suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan merupakan suatu usaha
tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai
membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu disebut sebagai
coping.
Menurut Lazarus dan Folkman (Wangsadjaja, 2008) dalam melakukan coping
menggunakan dua strategi yang dibedakan menjadi problem-focused coping dan
emotion focused coping. Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres
dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan
sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan. Emotion focused coping, yaitu
usaha mengatasi stress dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau
situasi yang dianggap penuh tekanan. Coping akan menjadi perilaku otomatis lewat
proses belajar. Karenanya pola coping yang muncul pada tiap individu akan berbeda.
Problem-focused coping yang muncul akibat twibling rivalry antara lain (1)
seeking social support : yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan
bantuan informasi dari orang lain, (2) planful problem solving : usaha untuk
mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap,
dan analitis, (3) confrontative coping : usaha untuk mengubah keadaan yang
dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi,
dan pengambilan resiko.
Emotion focused coping yang muncul akibat twibling rivalry antara lain, (1)
escape/avoidance : usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi
12
tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum,
merokok, atau menggunakan obat-obatan, (2) positive reappraisal : usaha mencari
makna positif dari permasalahan dengan terfokus pada pengembangan diri,
biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius, (3) self-control : usaha untuk
mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan.
Twibling rivalry yang terjadi menimbulkan dampak sosial dalam kehidupan
individu. Dampak sosial yang terjadi akibat twibling rivalry meliputi dampak sosial
dalam hubungan keluarga, teman sebaya dan aktivitas dalam masyarakat. Dampak
sosial yang timbul akibat twibling rivalry dapat berupa dampak sosial yang negatif
maupun dampak sosial yang positif. Dampak sosial yang terjadi dapat berupa
dampak sosial yang positif ataupun dampak sosial yang negatif tergantung dari pola
coping masing-masing individu.
Walaupun terjadi twibling rivalry, namun terdapat beberapa faktor yang
memperlemah twibling rivalry. Faktor yang memperlemah twibling rivalry pada
setiap individu berbeda. Faktor yang memperlemah twibling rivalry tergantung pada
lingkungan dan karakter individu. Faktor yang memperlemah twibling rivalry terbagi
dalam dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang
memperlemah twibling rivalry antara lain menyukai urutan posisi yang diberikan,
jenis kelamin, usia antar saudara, jumlah saudara, jenis disiplin, dan sikap orangtua
(Hurlock, 1993). Faktor internal yang memperlemah twibling rivalry antara lain
temperamen easy children (Priatna dan yulia, 2006) serta menerima sikap orangtua.
13
Twibling Rivalry
Dampak Sosial
- keluarga
- sosialisasi dengan teman sebaya
- aktivitas dalam masyarakat
Problem-focused coping :
- seeking social support
- planful problem solving
- confrontative coping
Emotion focused coping :
- escape/avodidance
- positive reappraisal
- self-control
14
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara umum tujuan twibling rivalry
yaitu untuk mencari perhatian dari orangtua dan lingkungannya serta untuk
mendapat pujian dari orangtua dan lingkungannya. Faktor-faktor yang memperkuat
twibling rivalry tergantung pada lingkungan serta karakter individu. Begitupun
dengan faktor yang memperlemah twibling rivalry juga tergantung pada lingkungan
dan karakter individu. Faktor lingkungan yang mempengaruhi twibling rivalry yaitu
sikap orangtua, urutan posisi, jenis kelamin saudara kandung, perbedaan usia dan
jumlah saudara jenis disiplin. Karakter yang mempengaruhi twibling rivalry yaitu
bagaimana sikap individu atas pengaruh lingkungan dan temperamen individu.
Secara umum pola coping yang dilakukan individu dalam menghadapi twibling rivalry
yaitu escape/avoidance dimana individu berusaha mengatasi twibling rivalry dengan
lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain.
Sedangkan dampak sosial yang timbul akibat twibling rivalry bergantung pada pola
coping yang dilakukan individu.
Saran
Bagi Responden
Responden
mengkomunikasikan
perasaan
dalam
diri
responden
atas
15
16
DAFTAR PUSTAKA
17
IDENTITAS PENULIS
Nama
Alamat
Mobile Phone
: eternal.freiya@yahoo.com