Word
Word
TINJAUAN PUSTAKA
Pada dasarnya ada 3 langkah penting dalam penyusunan perencanaan yaitu : (a)
identifikasi kondisi masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan serta fasilitas
pelayanan kesehatan tentang cakupan dan mutu pelayanan, (b) identifikasi potensi
sumber daya masyarakat dan provider, dan (c) menetapkan kegiatan-kegiatan
untuk menyelesaikan masalah.
Hasil perencanaan puskesmas adalah Rencana Usulan Kegiatan (RUK) tahun
yang akan datang setelah dibahas bersama dengan Badan Penyantun Puskesmas
(BPP). Setelah mendapat kejelasan dana alokasi kegiatan yang tersedia
selanjutnya puskesmas membuat Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Proses
perencanaan dapat menggunakan instrumen Perencanaan Tingkat Puskesmas
(PTP) yang telah disesuaikan dengan kondisi setempat atau dapat memanfaatkan
instrument lainnya.
2. Penggerakkan Pelaksanaan
Puskesmas melaksanakan serangkaian kegiatan yang merupakan penjabaran lebih
rinci dari rencana pelaksanaan kegiatan.
Penyelenggaraan penggerakan
Penyantun Puskesmas atau badan sejenis dan mitra yang lain puskesmas
sebagai wujud tanggung jawab puskesmas perihal kegiatan.
3. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Untuk terselenggaranya proses pengendalian, pengawasan dan penilaian
diperlukan instrumen yang sederhana. Instrumen yang telah dikembangkan di
puskesmas adalah:
a. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
b. Penilaian/Evaluasi Kinerja Puskesmas sebagai pengganti dan stratifikasi.
2.3. Penyakit Berbasis Lingkungan
Lingkungan tidak mungkin mampu mendukung jumlah kehidupan yang tanpa
batas dengan segala aktivitasnya. Karena itu, apabila lingkungan sudah tidak mampu
lagi mendukung kehidupan manusia, manusia akan menuai berbagai kesulitan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak pada kualitas daya
dukung lingkungan, yang pada akhirnya akan merusak lingkungan itu sendiri.
Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan akan berdampak buruk pada manusia
(Anies, 2006).
Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama
disadari, seperti dikemukakan Blum dalam Planing for health, development and
applicationof social change theory, bahwa factor lingkungan berperan sangat besar
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebaliknya kondisi kesehatan
masyarakat yang buruk, termasuk timbulnya berbagai penyakit juga dipengaruhi oleh
lingkungan yang buruk (Anies, 2006).
kemanusia
karena
manusia
tidak
mampu
menjaga
kebersihan
Diare adalah buang air besar lembek sampai encer yang lebih dari 3 kali
dalam satu hari. Diare dapat disebabkan oleh bakteri/virus seperti : Rotavirus,
Escherrichia Coli Enterotoksigenik (ETEC), Shigella, Compylobacter Jejuni,
Cryptospondium (Depkes RI, 2001).
Diare karena bakteri Escherrichia Coli (E.Coli) disebabkan oleh bakteri
E.Coli , tempat berkembang biak bakteri ini adalah dalam tinja manusia, cara
penularan melalui makanan yang terkontaminasi dengan bakteri E.Coli yang dibawa
oleh lalat yang hinggap pada tinja yang dibuang sembarangan, melalui minum air
yang terkontaminasi bakteri E.Coli yang tidak dimasak sampai mendidih, melalui
tangan yang terkontaminasi bakteri E.Coli karena sudah buang air besar tidak
mencuci tangan dengan sabun (Depkes RI, 2001).
Cara pencegahan diare dapat dilakukan antara lain : menutup makanan agar
tidak dihinggapi lalat, tidak buang air besar sembarangan, mencuci tangan dengan
sabun sebelum menyiapkan makanan dan setelah buang air besar, mencuci bahan
makanan dengan air bersih, memasak air sampai mendidih dan menggunakan air
bersih yang memenuhi syarat (Depkes RI, 2001).
2.3.3. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh
nyamuk Aedes Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam darahnya mengandung
virus Dengue bila digigit nyamuk akan terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk
dan berkembang biak, kemudian masuk ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah
satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk menggigit orang sehat akan
menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh nyamuk sehingga
dapat menularkan kepada orang sehat lainnya (Depkes RI, 2001).
Nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak di dalam dan di luar rumah seperti
ember, drum, tempayan, tempat penampungan air bersih, vas bunga, kaleng bekas
yang berisi air bersih bak mandi, lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, potongan bambu yang dapat menampung air (Depkes RI, 2001).
Upaya praktis yang dapat dilakukan dalam pengendalian vector dan
pemberantasan penyakit DBD adalah sebagai berikut (Anies, 2006) :
1. Menguras tempat penyimpanan air seperti bak mandi, drum, gantilah air di vas
bunga serta di tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti drum dan tempayan agar nyamuk
tidak dapat masuk dan berkembang biak.
3. Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol bekas.
4. Tutuplah lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen.
5. Jangan meletakkan pakaian digantungan di tempat terbuka misalnya di belakang
pintu kamar agar nyamuk tidak hinggap.
6. Untuk tempat penampungan air yang sulit dikuras taburkan bubuk abate ke dalam
genangan air tersebut, untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini
setiap 2-3 bulan sekali. Takaran penggunaan bubuk abate, untuk 10 liter air cukup
dengan 1 gram bubuk abate.
7. Perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan anti
nyamuk dan memakai kelambu yang diberi intektisida pada saat tidur.
2.3.4. Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa, yang penularannya melalui vector
nyamuk Anopheles spp, dengan gejala demam, pening, lemas, pucat, nyeri otot,
menggigil, suhu bias mencapai 40C terutama pada infeksi Plasmodium falcifarum.
Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium yaitu (Achmadi 2008) :
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, termasuk wilayah
beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropic. Demam terjadi setiap 48 jam atau
setiap hari ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasi Plasmodium vivak
antara 12 hingga 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau
splenomegali.
2. Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika secara klinik berat
dan dapat menimbulkan berupa malaria cerebral dan fatal. Masa inkubasi malaria
tropika sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu
nyata serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.
3. Plasmodium ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium ovale
adalah 12 hngga 17 hari, dengan gejala setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh
sendiri.
4. Plasmodium malariae merupakan penyebab malaria guartana yang memberikan
gejala demam setiap 72 jam, malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah
gunung dataran rendah pada daerah tropic. Biasanya berlangsung tanpa gejala
dan ditemukan secara tidak sengaja namun malaria jenis ini sering mengalami
kekambuhan.
tempat air minum burung dan vas bunga secara teratur, menimbun atau mengalirkan
air yang tergenang, membersihkan tambak, empang serta saluran irigasi dari
tumbuhan air (Depkes RI, 2001).
Pencegahan malaria juga dapat dilakukan dengan memasang kasa nyamuk dan
jendela, memasang kelambu yang berinsektisida waktu tidur pada malam hari,
menggunakan anti nyamuk, jangan bergadang pada malam hari serta menutup seluruh
badan jika diluar rumah pada malam hari (Depkes RI, 2001).
2.3.5. Penyakit Kulit
Penyakit kuliat atau sering disebut dengan kudis/scabies/gudik/budukan yang
disebabkan oleh tungau atau sejenis kutu yang sangat kecil (Sarcoptes Scabies),
tempat berkembangbiaknya adalah dilapisan tanduk kulit dan membuat terowongan
dibawah kulit sambil bertelur.
Penularannya dapat melalui kontak langsung dengan penderita dan dapat pula
ditularkan melalui perantara seperti baju, handuk, sprei yang digunakan penderita
kemudian digunakan oleh orang sehat, pencegahan dapat dilakukan dengan
menghindar menukar baju, handuk, lingkungan tidak terlalu padat, menjaga
kebersihan lingkungan dan personal hygiene (Depkes RI, 2001).
2.4. Upaya Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status
kesehatan yang optimal pula (Soekidjo, 2007).
Adapun tujuan dilakukannya upaya kesehatan lingkungan adalah untuk
menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga
faktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor resiko timbulnya penyakit
menular dimasyarakat (Muninjaya, 2004).
Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk
menciptakan lingkungan sehat telah dipilih beberapa indikator, yaitu persentase
rumah sehat, persentase keluarga yang memiliki akses air bersih dan air minum,
jamban sehat, saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan sampah serta
Tempat-Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TTUPM). Beberapa upaya untuk
memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai
instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan
lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan (Dinkes Dumai,
2008).
2.4.1. Perumahan
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia.
Perumahan yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan berbagai
fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat sampah, sumber
air bersih, lampu jalan, dan lain-lain. Standar arsitektur bangunan terutama untuk
perumahan umum pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan rumah tinggal yang
cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan, serta fasilitas lainnya agar
dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal
yang sehat dan menyenangkan (Budiman, 2006).
jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang dari 15% dari
luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat
mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka.
d. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan
jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama didalam satu rumah
atau sekitar 5 m per orang.
bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini
sumber air minum dan air bersih semakin langka (Soemirat, 2007).
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih
harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang
terbatas memudahkan timbulnya penyakit dimasyarakat. Volume rata-rata kebutuhan
air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter. Kebutuhan air tersebut
bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan
masyarakat.
Bagi manusia air minum adalah salah satu kebutuhan utama, manusia
mengunakan air untuk berbagai keperluan seperti mandi, cuci, kakus, produksi
pangan, papan dan sandang. Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat dibawa oleh
air kepada manusia pada saat memanfaatkannya, maka tujuan utama penyediaan air
minum/bersih bagi masyarakat adalah untuk mencegah penyakit bawaan air. Dengan
demikian diharapkan, bahwa semakin banyak liputan masyarakat dengan air bersih,
semakin turun morbiditas penyakit bawaan air ini (Soemirat, 2007).
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara
langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air
disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Berdasarkan cara
penularannya, mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat, yaitu :
1. Waterborne mechanism, didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui
mulut atau sistem pencernaan.
memenuhi
persyaratan-persyaratan
kesehatan,
setidak-tidaknya
7. Sederhana desainnya
8. Murah
9. Dapat diterima oleh pemakainya
Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah tentu
berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu, teknologi
jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan jamban sehat juga
harus didasarkan pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat pedesaan (Soekidjo,
2007).
Pengelolaan tinja manusia dapat dilakukan didalam septik tank. Di dalam
septik tank tinja akan dikonversi sacara anaerobik menjadi biogas (campuran gas
Carbindioksida dan gas Metan). Diharapkan dengan penyedian jamban yang sehat
dan pengelolaan tinja secara tepat, angka kejadian penyakit bawaan air dapat
diminimalkan (Ricki, 2005).
2.4.4. Pengelolaan air limbah
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari
rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan
manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air
limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah
pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah,
air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 1985).
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang
sisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti
industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya
besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan
manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar).
Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan digunakan oleh
manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik
(Soekidjo, 2007).
Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang berasal
dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta
(tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri
dari bahan-bahan organik.
2. Air buangan industri, yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses
produksi. Zat-zat yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai dengan
bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri. Oleh sebab itu pengolahan
jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi lebih
rumit.
3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah : perkantoran,
perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah dan
sebagainya. Pada umumnya zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama
dengan air limbah rumah tangga.
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak
buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut
Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse. Sampah
ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat
kembali baik melalui suatu proses ataupun secara langsung. Apabila tidak dapat
didaur ulang, maka diperlukan proses untuk memusnahkannya, seperti pembakaran.
Sampah berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan
bakar ataupun sampah tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk
mendatarkan tanah atau penimbunan. Selama tidak mengandung zat yang beracun,
maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap lingkungan dan masyarakat.
Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang karena
jumlahnya,
atau
konsentrasinya,
atau
karena
sifat
kimiawi,
fisika
dan
ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran
masyarakat akan persoalan persampahan.
3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun
kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam.
Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit menular dan
tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan lain-lain. Oleh
sebab itu dapat dipahami bahwa pengelolaan sampah perlu didasarkan atas berbagai
pertimbangan, yaitu : untuk mencegah terjadinya penyakit, konservasi sumber daya
alam, mencegah gangguan estetika, memberi intensif untuk daur ulang atau
pemanfaatan, dan bahwa kuantitas dan kualitas sampah akan meningkat (Soemirat,
2006).
Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat
melakukan teknik pembuangan sampah. Teknik pembuangan sampah dapat dilihat
mulai dari sumber sampah sampai pada tempat pembuangan akhir sampah. Baik dari
segi kualitas maupun kuantitas dengan : meningkatkan pemeliharaan dan kualitas
barang sehingga tidak cepat menjadi sampah, meningkatkan efisiensi pengunaan
bahan baku, dan meningkatkan pengunaan bahan yang dapat terurai secara alamiah.
Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran sertanya (Soemirat,
2006).
Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari
produsen sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat
penampungan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan
pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu baik
untuk memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.
2.4.6. Sanitasi Tempat-Tempat Umum
Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan
penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan
dan pemeriksaan sanitasi terhadap
tempat-tempat
oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kebiasaan mengolah makanan
secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih dan tidak memenuhi
persyaratan sanitasi.
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan
keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada
manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan antara
lain : menjamin keamanan dan kebersihan makanan, mencegah penularan wabah
penyakit.
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor, yakni faktor fisik,
faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan
yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang
baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk
menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu
diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan
(Ricki, 2005).
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zatzat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan,
penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain.
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena
adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi
makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan
tersebut.
Kesehatan kerja
j.
Pengendalian kebisingan
sanitasi
yang
berhubungan
dengan
keadaan
j.
dan
kesejahteraan
hidup
manusia.
3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan
institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam
atau
wabah
penyakit
menular.
Kegiatan surveylance kualitas air terdiri dari observasi sarana air bersih dan
observasi penduduk yang menggunakan sarana air bersih dan bukan sarana air bersih.
Kegiatan pengawasan kualitas air secara umum bertujuan mengetahui gambaran
keadaan sanitasi sarana dan kualitas air sebagai data dasar dan penyediaan informasi
pengamanan kualitas air sehingga tersedia rekomendasi tindak lanjut dalam upaya
perlindungan pencemaran dan perbaikan kualitas air. Pengawasan kualitas air
dilakukan dengan upaya inspeksi sanitasi sarana air bersih.
2.8.2. Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Penyelenggaraan upaya penyehatan lingkungan permukiman, dilaksanakan
dengan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup serasi dengan lingkungan
dan dapat mewujudkan kualitas lingkungan permukiman yang bebas dari risiko yang
membahayakan kesehatan pada berbagai substansi dan komponen lingkungan, yaitu
meliputi jamban keluarga, saluran pembuangan air limbah (SPAL), dan pengelolaan
sampah.
2.8.3. Penyehatan Tempat -Tempat Umum (TTU)
Program Penyehatan Tempat Tempat Umum (TTU) bertujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan tempat-tempat umum dan sarana kemasyarakatan
lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga dapat melindungi
masyarakat dari penularan penyakit, keracunan, kecelakaan, pencemaran lingkungan
serta gangguan kesehatan lainnya.
Penyehatan tempat-tempat umum meliputi hotel dan tempat penginapan lain,
pasar, kolam renang dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana angkutan
umum, salon kecantikan, bar dan tempat hiburan lainnya. Selain itu juga dilakukan
upaya pembinanan institusi yang meliputi : Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain,
sarana pendidikan, dan perkantoran.
Target program penyehatan tempat-tempat umum yaitu: memenuhi syarat
kesehatan 76%.
2.8.4. Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM)
Secara umum penyehatan TPM bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis
dan pengawasan terhadap tempat penyehatan makanan & minuman, kesiapsiagaan
dan penanggulangan KLB keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit bawaan
makanan.
Target program TPM memenuhi syarat sehat sebesar 55 % dengan upaya
kegiatan antara lain melaksanakan pengawasan higiene dan sanitasi TPM pada
restoran, rumah makan, jasa boga, industri rumah tangga, dan depot air minum isi
ulang.
2.9. Kriteria Keberhasilan Program Kesehatan Lingkungan
Lingkungan mempunyai dua unsure pokok yang sangat erat kaitannya satu
sama lain yaitu unsure fisik dan social, lingkungan fisik dapat mempunyai hubungan
langsung dengan kesehatan dan perilaku sehubungan dengan kesehatan seperti akibat
pengelolaan limbah yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan penyakit antara
lain ISPA, DBD, Diare, Malaria, Penyakit Kulit. Lingkungan social seperti
ketidakadilan social yang menyebabkan kemiskinan yang berdampak terhadap status
kesehatan masyarakat yang mengakibatkan timbulnya penyakit berbasis lingkungan
(Depkes RI, 2001).
Program
Kesehatan Lingkungan
(Kepmenkes RI Nomor
HK.03.01/160/I/2010)
1. Cakupan rumah yang memiliki
sarana air bersih 100%
2. Persentase penduduk yang
menggunakan jamban sehat
64%
3. Persentase cakupan rumah
yang memenuhi syarat 75%
4. Cakupan rumah yang
memiliki SPAL yang
memenuhi syarat
5. Cakupan rumah yang memiliki
tempat pembuangan sampah
yang memenuhi syarat
6. Persentase cakupan tempattempat umum yang memenuhi
syarat 76%
7. Persentase cakupan tempat
pengolahan makanan yang
memenuhi syarat 55%
Mencapai
target
Tidak
mencapai
target