Stigma Orang Tua Terhadap Tuberkulosis Di Balai Besar Kesehatan Paru PDF
Stigma Orang Tua Terhadap Tuberkulosis Di Balai Besar Kesehatan Paru PDF
(BBKPM) Bandung
Dedih Suandi1 Windy Rakhmawati1 Siti Yuyun R F1 Susana Laorensia2
1.
2.
ABSTRAK
Stigma terhadap tuberkulosis bisa berdampak negatif pada proses pengobatan.
Sehinga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stigma orang tua
terhadap penyakit tuberkulosis. Responden dalam penelitian ini adalah orang tua yang
anaknya sakit tuberkulosis dan berkunjung ke BBKPM. Responden berjumlah 80
orang dengan rata-rata lama pengobatan anak 6 bulan. Jenis penelitian adalah
deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan
skala likert yang meliputi domain kekhwatiran terhadap penularan, nilai dan sikap,
dan penyingkapan penyakit. Analisa data mengunakan mid-point score. Hasil
penelitian menunjukan 81,25 % responden memiliki stigma rendah. Maka dapat
disimpulkan bahwa stigma orang tua di terhadap tuberkulosis di BBKPM Bandung
adalah rendah. Domain kekhawatiran merupakan domain yang paling tinggi dan bisa
memberikan andil terhadap munculnya stigma. Oleh karena itu, diperlukan dukungan
instansi kesehatan, institusi pendidikan, dan petugas kesehatan untuk upaya
pereduksian stigma dengan memberikan dukungan bagi anak penderita tuberkulosis
beserta orang tuanya.
Kata Kunci : Tuberkulosis, Stigma, Orang Tua
ABSTRACT
Stigma tuberculosis has negative impact for tuberculosis treatment. Purpose of this
research was for knowing stigma description among parent with tuberculosis
children. The respondents were the parents with tuberculosis children whom took
treatment in BBKPM Bandung. The number of respondent were 80 person. The
average of children had taken treatment for six month. Descriptive quantitative was
this research design. It used questionare likerts scale that covered domains fear of
transmissin, values and attitudes, and disclosure. The data were anlyzed by mid-point
score. 81,25 % had lower stigma. It can been concluded that parents tuberculosis
stigma in BBKPM was low. While other showed higher stigma that can affected
Dedih Suandi, S.Kep
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl.Raya Bandung-Sumedang KM 21)
E-mail : Dedihtooxford@gmail.com, 085724866349
treatment process. Fear of the disease trnasmission domain was the highest domain
that can caused stigma. Therefore, it was needed support from health provider and
education institution to reduce stigma by give support to tuberculosis children and
their parents.
PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang biasanya menyerang paru-paru (WHO, 2011), tetapi bisa juga
menyerang organ tubuh lainnya (Gerdunas, 2011). Penyakit ini merupakan penyakit
mematikan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan
ancaman besar bagi pembangunan sumber daya manusia.
Angka kejadian TB di dunia masih tinggi terutama di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan laporan WHO (2009) pada tahun 2008
Indonesia berada pada peringkat ke-5 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak
di dunia setelah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria (Depkes, 2011).
TB merupakan penyakit yang bisa menyerang semua usia, tidak terkecuali
bayi dan anak-anak. Jumlah kasus TB pada bayi dan anak di Indonesia sekitar
seperlima dari seluruh kasus TB (Depkes, 2011). Menurut Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2008, jumlah kasus baru TB paru Basil Tahan Asam (BTA) positif kelompok
umur 0-14 tahun di Indonesia sebesar 1861 kasus. TB pada bayi dan anak adalah
fenomena yang sangat mencemaskan. Bayi dan anak-anak merupakan sumber daya
manusia pada masa yang akan datang.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif, yaitu ingin mendapatkan gambaran mengenai stigma orang tua terhadap
tuberkulosis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Bandung.
Variabel dalam penelitian ini adalah Stigma orang tua dengan tiga subvariabel
yaitu, kekhawatiran terhadap penularan penyakit, nilai dan sikap yang berhubungan
4
dengan perasaan malu, bersalah dan penilaian orang lain, dan penyingkapan status
penyakit.
Populasinya adalah orang tua yang anaknya sakit Tuberkulosis dan berobat ke
BBKPM Bandung. Teknik sampling yang dgunakan adalah accidental sampling,
yang dialaksanakan mulai tanggal 23 April sampai dengan 23 Mei 2012 dengan
jumlah responden yang didapatkan sebanyak 80 orang.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen yang pernah
dikembangkan oleh Van Rie et al untuk mengukur stigma pada pasien tuberkulosis di
Thailand. Instrumen inventori ini terdiri dari 12 pernyataan dengan skala pengukuran
menggunakan skala likert dengan opsi sangat setuju (3) dan opsi sangat tidak setuju
(0). Namun, karena disesuaikan dengan responden penelitian maka ada beberapa item
yang tidak digunakan sehingga jumlah item yang digunakan hanya sembilan
pernyataan. Rentang skor dari instrumen ini berkisar antara 0-27.
Hasil ukur dari instrumen ini adalah stigma rendah dan stigma tinggi. Untuk
teknik analisanya menggunakan mid-point dari total skor instrumen. Perhitungannya
sebagai berikut:
(
= 13,5
{( ).( ) ( ).( )}
maka untuk stigma rendah adalah jika skornya < 13,5 atau ada pada rentang nol
sampai tiga belas (0-13) dan stigma tinggi jika nilianya > 13,5 atau jika rentang
skornya berkisar antara empat belas sampai dengan dua puluh tujuh (14-27).
Selanjutnya, dilakukan analisis statistika prosentase untuk mendapatkan
gambaran distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti dengan menggunakan rumus
:
=
100 %
Frekuensi
12
68
15
85
18
56
6
22,5
70
7,5
61
19
76,25
23,75
7
19
48
6
8,75
23,75
60
7,5
Frekuensi
65
15
Persentase ( % )
81,25 %
18, 75 %
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stigma orang
tua terhadap penyakit tuberkulosis. Hasil penelitian tentang Gambaran Stigma Orang
Tua terhadap Penyakit Tuberkulosis di BBKPM Bandung menunjukan hampir
seluruh responden (81,75%) memiliki stigma rendah terhadap penyakit tuberkulosis
dan sebagian kecil responden ( 18,25 %) memiliki stigma tinggi terhadap penyakit
tuberkulosis. Stigma adalah proses sosial atau pengalaman pribadi yang ditandai
dengan pengucilan, penolakan, celaan, atau devaluasi karena adanya anggapan sosial
yang merugikan tentang individu maupun kelompok dikarenakan masalah kesehatan
tertentu (Kipp et al, 2011).
Van Rie et al (2008) dalam instrumennya menggunakan tiga domain kunci
mengukur stigma penyakit tuberkulosis. Domain ini merupakan indikator yang
digunakan untuk mengukur stigma. Ketiga domain tersebut yaitu kekhawatiran akan
penularan penyakit, nilai dan sikap yang berhubungan dengan perasaan malu, dan
penyingkapan status penyakit.
menstigma. Stigma muncul karena pengalaman diskriminasi dari orang lain dan juga
perasaan malu yang muncul dari internal individu tersebut. Dukungan terhadap orang
tua dan anaknya sangatlah penting untuk mereduksi stigma dan dampaknya.
Courtwright and Turner (2010), mengatakan bahwa selain meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis hal yang penting dalam mereduksi stigma
adalah dengan memberikan dukungan kepada orang yang distigma. Dukungan yang
diberikan kepada orang tua dan anakanya menjadi salah satu hal yeng penting
mengingat stigma berkaitan pula dengan nilai dan sikap dari individu yang
bersangkutan.
Dari domain yang terdapat dalam instrumen didapatkan
hampir seluruh
responden (85 %) memiliki hasil ukur rendah untuk domain penyingkapan status
penyakit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa hampir
seluruh responden memiliki stigma rendah.
Berdasarkan uraian mengenai stigma rendah dan dampaknya tidak
mengindikasikan bahwa stigma rendah harus dibiarkan saja. Harus diupayakan agar
stigma orang tua yang rendah tidak berubah menjadi stigma tinggi. Karena dari skor
yang menjadi kategori stigma rendah pun ada skor-skor yang bisa dianggap kritis dan
mendekati stigma tinggi. Meskipun telah dimiliki pengetahuan yang benar mengenai
penyakit kalau dukungan tidak diberikan dapat menyebabkan orang tua tidak
membawa anaknya berobat. Nilai dan sikap yang muncul dari internal individu yang
berhubungan dengan perasaan malu, bersalah, dan penilaian dari orang lain bisa
berubah jika kurangnya dukungan. Oleh karena itu, selain peningkatan pengetahuan
9
mengenai penyakit adanya dukungan dari berbagai pihak terhadap orang tua dan
anaknya harus menjadi fokus perhatian. Courtwright and Turner (2010)
mengemukakan bahwa adanya TB clubs memberikan pengaruh terhadap upaya
pereduksian stigma. TB clubs ini dimaksudkan agar tiap-tiap pasien atau dalam hal ini
orang tua tidak merasa sendiri. Dalam kelompok ini diharapkan adanya upaya saling
memotivasi dan mengingatkan dalam berobat antar sesama orang tua.
Dari penelitian juga didapatkan sebagian kecil responden (18,75 %) memiliki
stigma tinggi terhadap penyakit tuberkulosis.
Soma et al pada tahun 2008 menunjukan bahwa responden dengan stigma
tinggi merefleksikan bahwa penyingkapan status penyakit akan menimbulkan
masalah. Penyingkapan status penyakit memang menjadi masalah bagi pasien-pasien
tuberkulosis. Diketahuinya penyakit oleh orang lain merupakan masalah. Pandangan
negatif yang muncul dimasyarakat mengenai penyakit Tuberkulosis dapat
menimbulkan diskriminasi terhadap pasien tuberkulosis. Orang akan melarang
anaknya bermain dengan anak yang sakit tuberkulosis. Dengan demikian orang tua
penderita akan menyembunyikan status penyakit anaknya karena ditakutkan anaknya
minder. Dampak yang lebih dikhawatirkan adalah orang tua tidak membawa anaknya
pergi berobat karena takut orang lain mengetahui penyakit anaknya.
Berbagai
literatur
menyebutkan
bahwa
stigma
dapat
menyebabkan
SIMPULAN
Stigma rendah mengindikasikan bahwa penyingkapan akan status penyakit
bukanlah perkara yang besar bagi responden dan menunjukan harapan yang tinggi
agar stigma bisa diubah menjadi support. Domain yang paling tinggi dalam
pengukuran stigma tuberkulosis bagi orang tua yang anaknya menderita tuberkulosis
di Balai Besar Kesehatan Masyarakat (BBKPM) adalah kekhawatiran akan penularan
penyakit sehingga pemahaman yang benar mengenai penyakit tuberkulosis harus
menjadi perhatian.
12
Dalam hal ini, yang paling penting adalah upaya bertahan dari yang distigma
tersebut agar mampu memberikan pemahaman yang benar mengenai penyakit
tuberkulosis kepada orang lain.
Domain nilai dan sikap individu turut mendukung domain-doamin yang
lainnya. Pengetahuan yang tepat perlu di dukung oleh nilai dan sikap yang positif dari
internal individu tersebut.
SARAN
Bagi Pelayanan Kesehatan dan BBKPM Bandung
1. Memberikan dukungan dan motivasi agar mampu memiliki mkenisme koping
postif terhadap stigma dari masyarakat.
2. TB Clubs bisa menjadi salah satu alternatif dalam upaya memberikan dukungan
dan motivasi terhadap orang tua dan anaknya.
3. Petugas kesehatan hendaknya menjadi role model dengan bersikap tidak
diskriminatif terhadap anak penderita tuberkulosis dan orang tuanya
Bagi Institusi Pendidikan
Terus menggali informasi mengenai cara untuk mereduksi stigma
dimasyarakat dan dampaknya terhadap penyakit tuberkulosis pada anak.
Bagi Penelitian Selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan mampu melakukan penelitian
mengenai faktor-faktor sosiodemografik yang mempengaruhi stigma beserta
hubungan masing-masing faktor tersebut dengan stigma.
13
DAFTAR PUSTAKA
Brakel, W H V. 2005. Measuring health-related stigma- a literature review.
Measuring health-related stigma vs2.doc : 1-27. Available online at
http://www.kitpublishers.nl
Cramm, J M and Anna P N. 2011. The relationship between (stigmatizing) views and
lay public preferences regarding tuberculosis treatment in the Eastern Cape,
South Africa. International Journal for Equity in Health : 10 : 2. Available
online at http://search.proquest.com
Courtwright, A and Abigail N T. 2010. Tuberculosis and stigmatization : pathways
and interventions. Public health report : 125 : 34-42. Available online at
http://www.publichealthreports.org/
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Available online
at http://www.depkes.go.id
__________. 2011. TBC masalah kesehatan dunia. Available online at
http://depkes.go.id
Gerdunas. 2011. Apa itu TBC. Available online at http://www.tbindonesia.or.id
Ginting T T, Wibisono S, Kusumadewi I, Damayanti R, Wiyono W H, Susanto M.
2008. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya gangguan jiwa
pada penderita tuberkulosis paru dewasa di RS persahabatan, Jakarta. J
Respir Indo. 28 : 20-21. Available online at http://isjd.pdii.lipi.go.id
Kipp A M, Pungrassami P, Nilmanat K, Sengupta S, Poole C, Strauss R P et al. 2011.
Socio-demographic and AIDS-related factors associated with tuberculosis
stigma in southern Thailand: a quantitative, cross-sectional study of stigma
among patients with TB and healthy community members. BMC Public Health
: 11 :675. Available online at http://search.proquest.com
Mathew and Takalkar. 2007. Living with tuberculosis: the myths and the stigma from
the Indian perspective. CID. 45:1247. Available online at
http://cid.oxfordjournals.org
Moya, M.M. 2010. Tuberculosis and stigma: impacts on health-seeking
behaviors and access in ciudad jurez, mxico, and el paso, texas. Texas :
University of Texas. Available online at http://search.proquest.com
Permatasari, A. 2005. Pemberantasan penyakit TB paru dan strategi DOTS.
Available online at http://library.usu.ac.id
Rachmawaty dan Turniani. 2006. Pengaruh dukungan sosial dan pengetahuan
tentang penyakit TB terhadap motivasi untuk sembuh penderita tuberkulosis
paru yang berobat di puskesmas. Buletin penelitian kesehatan : vol.9 : 134141. Available online at http://jurnal.pdii.lipi.go.id
Rofiq, A. 2001. Kejadian putus berobat penderita tuberkulosis paru dengan
pendekatan DOTS. Available online at http://digilib.litbang.depkes.go.id
Soma D, Thomas B E, Karim F, Kemp J, Arias N, Auer C, et al. 2008. Gender and
socio-cultural determinants of TB-related stigma in Bangladesh, India,
14
Malawi, Colombia. Interanational journal tuberculosis lung disease : 12 : 856866. Available online at http://docstore.ingenta.com
Stevens P, Schade A, Chalk B, Slevin O. 2006. Pengantar Riset Pendekatan Imiah
untuk Profesi Kesehatan. Terj. Widyastuti. Jakarta : EGC
UKK Respirologi. 2007. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta: UKK
Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Van Rie A, Sengupta S, Pungrassami P, Balthip Q, Choonuan S, Kasetjaroen Y et
al. 2008. Measuring stigma associated with tuberculosis and HIVAIDS in
southern Thailand: exploratory and confirmatory factor analyses of two new
scales. Tropical Medical and International Health : 13 : 21-30. Available
online at http://www.kit.nl
World Health Organization. 2011. Tuberculosis. Available online at
http://www.who.int
15