bunyi dan urutan-urutannya, hal-hal kata dan bentuk-bentuknya, hal-hal kalimat dan
susunan-susunannya. Dapat diketahui bahwa bahasa itu merupakan kumpulan
aturan-aturan, kumpulan pola-pola, kumpulan kaidah-kaidah atau dengan singkat
merupakan sistem (Samsuri, 1983:10).
Untuk dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar, perlu kita pahami
terlebih dahulu struktur dasar suatu kalimat. Kalimat adalah bagian ujaran yang
memiliki sturktur minimal subjek (S) dan predikat (P) dan intonasinya menunjukkan
kalimat itu sudah lengkap dengan makna. Penetapan struktur minimal subjek dan
predikat dalam hal ini menunjukkan bahwa kalimat bukanlah semata-mata gabungan
atau rangkaian kata-kata yang tidak mempunyai kesatuan bentuk. Kalimat harus
mendukung pokok pikiran yang lengkap sebagai pengungkap maksud penuturnya.
Ditinjau dari struktur kalimat dan otografinya (bentuk tulisannya) bahasa
Jepang memiliki ciri tersendiri dibandingkan dengan bahasa lain. Susunan struktur
kalimat bahasa Jepang adalah subjek-objek-predikat (SOP). Tidak seperti struktur
kalimat bahasa Indonesia yang susunannya adalah subjek-predikat-objek (SPO).
20
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
Watashi wa hon wo yomimasu
S
kalimat.
Dalam bahasa Jepang, tata bahasa baku kata diklasifikasikan menjadi
sepuluh kelas kata. Murakami dalam Dahidi (2004:147) menjelaskan bahwa terdapat
sepuluh kelas kata bahasa Jepang, yaitu:
1. Kata benda (meishi = )
2. Kata kerja (doushi = )
3. Kata sifat I (I keiyoushi / keiyoushi = )
4. Kata sifat II (na keiyoushi / keiyoudoushi = )
5. Kata keterangan (fukushi = )
6. Kata petunjuk (rentaishi = )
7. Kata sambung (setsuzokushi = )
21
Universitas Sumatera Utara
Kelompok I
Kelompok ini disebut dengan godan-doushi ( ) karena mengalami
perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang yaitu A-I-U-E-O ( - - - ). Cirinya yaitu verba yang berakhiran gobi U, TSU, RU, MU, NU, BU, KU,
GU, SU ( , , , , , , , , ).
Contoh :
-
ka-u
membeli
ma-tsu
menunggu
u-ru
menjual
ka-ku
menulis
oyo-gu
berenang
yo-mu
membaca
shi-nu
mati
aso-bu
bermain
22
Universitas Sumatera Utara
b.
hana-su
bicara
Kelompok II
Kelompok ini disebut ichidan-doushi ( ) karena perubahannya
terjadi hanya dalam satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini yaitu yang
berakhiran suara e-ru (e-) disebut kami ichidan doushi atau berakhiran i-ru (i-)
disebut shimo ichidan doushi.
Contoh:
-
tabe-ru
makan
abi-ru
mandi
ne-ru
tidur
mi-ru
melihat
c.
Kelompok III
Verba kelompok III merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan
ku-ru
datang
su-ru
melakukan
23
Universitas Sumatera Utara
2.2
mempunyai makna yang hampir sama dengan kata lainnya. Salah satu contoh adalah
ishikei + to omou dan jishokei + tsumori yang berarti maksud, niat, rencana,
kehendak. Tetapi apabila kata tersebut digunakan dalam kalimat maka akan terlihat
perbedaan-perbedaan yang menonjol, salah satunya adalah perubahan kata kerja atau
kata benda yang mengiringi bentuk ishikei + to omou dan jishokei + tsumori.
Perbedaan kedua bentuk maksud ini akan lebih jelas saat digunakan dalam
kalimat.
Contoh:
kalimat
memiliki
makna
yang
hampir
sama
yaitu
untuk
24
Universitas Sumatera Utara
dan lain-lain namun tetap berencana akan pergi di lain waktu, sedangkan kalimat
kedua memiliki arti dan pembicara terkesan lebih yakin karena sudah direncanakan
dan persiapan pun telah dilakukan seperti membeli tiket, menyewa hotel, dan rute
perjalanan (Yoshikawa, 2003:179). Dari kedua kalimat tersebut dapat terlihat
perbedaan kandungan makna meskipun ishikei + to omou dan jishokei + tsumori
adalah bersinonim.
2.2.1
menyampaikan keinginan, niat, dan maksud (ishi), dan biasanya tidak dapat berdiri
sendiri, seperti yang akan penulis bahas dalam skripsi ini. Frasa ini biasanya tidak
digunakan sendirian tetapi berkonjugasi dengan to omou dan omou merupakan
golongan doushi. Dalam buku A Dictionary Of Basic Japaneses Grammar,
Seiishimakino dan Tsutsui dalam Simanjuntak (2010:17) meegklasifikasikan verba
secara semantik menjadi beberapa jenis, antara lain:
1. Verba stative (menyatakan diam / tetap)
Verba ini menunjukkan keberadaan. Biasanya verba ini tidak muncul
bersamaan dengan verba bantu iru.
Contoh:
-
iru
(ada)
dekiru
(dapat)
iru
(membutuhkan)
25
Universitas Sumatera Utara
- nomu (minum)
- utsu (memukul)
26
Universitas Sumatera Utara
Contoh:
- iku (pergi)
hashiru
(berlari)
iku
(pergi)
2.2.2
dalam kelas kata meishi. Sakakura dalam Cahjadi (2009:14) membagi meishi
menjadi empat jenis. Pembagian tersebut yaitu:
1. Futsuu meishi () yaitu nomina yang menyatakan nama-nama
benda, barang, peristiwa, dan sebagainya yang bersifat umum, misalnya:
Hon, kutsu, tsukue, isu.
2. Keishiki meishi (), yaitu nomina yang menerangkan fungsinya
secara formalitas tanpa memiliki hakekat atau arti yang sebenarnya
sebagai nomina, misalnya:
Wake, bakari, koto, mono, gurai.
27
Universitas Sumatera Utara
pengelompokkan
verba
tersebut,
Yoshikawa
(2003:2)
berpendapat bahwa tsumori merupakan salah satu dari keishiki meishi ().
Keishiki meishi yaitu nomina yang menerangkan fungsinya secara formalitas tanpa
memiliki hakekat atau arti yang sebenarnya sebagai nomina, misalnya :
Koto, mono, wake, bakari, hodo, gurai
Izumi dalam Yoshikawa (2003:1) menjelaskan definisi keshiki meishi adalah
sebagai berikut:
Kata yang kehilangan makna sebenarnya dan menjadi kata benda yang
hanya memiliki peranan secara formalitas dengan syarat, jika dipadukan
dengan kata lain maka akan memiliki fungsi yang sangat penting dalam tata
bahasa.
Selain itu, Terada dalam Sudjianto dan Dahidi ( 2004:160) juga
mendefinisikan keishiki meishi sebagai berikut:
28
Universitas Sumatera Utara
Konsep Hyougen
Pola kalimat yang berkaitan dengan hyougen (ungkapan) biasanya digunakan
dalam kalimat, maka yang disebut dengan kalimat adalah struktur ekspresi bahasa
atau gengo hyougen no kata (). Metode dalam pengajaran bahasa
pada pendidikan bahasa Jepang , berbagai macam ekspresi bahasa disusun dalam
tipe yang sederhana dalam jumlah yang terbatas, dengan mempertimbangkan
ekspresi dan tingkat kesulitannya dan memperkenalkannya dalam urutan yang sudah
ditentukan, mengubahnya dan secara berurutan mendekati hyougen yang rumit.
(Takamizawa, 1997:112)
Berdasarkan pada sudut pandang bahasa, pola kalimat diatur dalam jenis
sebagai berikut: kelas kata atau hinshi ( ), konjugasi atau katsuyo ( ),
partikel atau joshi ( ), dan kata kerja bantu atau jodoushi ( ).
Dikelompokkan dari struktur kalimat yang dasar dan sederhana hingga menjadi
struktur kalimat majemuk dan rumit.
29
Universitas Sumatera Utara
2.3
Studi Semantik
2.3.1
Pengertian Semantik
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari
bahasa Yunani sema (nomina) tanda: atau dari verba samaino menandai,
berarti. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu
bahasa yang mempelajari makna. (Djajasudarma, 2008:1)
Menurut Sutedi (2004:111), semantik (imiron / ) merupakan salah
satu cabang linguistik (gengogaku / ) yang mengkaji tentang makna.
Semantik memegang peranan penting dalam berkomunikasi, karena bahasa yang
digunakan dalam komunikasi tiada lain untuk menyampaikan suatu makna.
Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna antar
satu kata dengan kata lainnya (go no imi kankei) , makna frase (ku no imi) dan
makna kalimat (bun no imi).
2.3.2
30
Universitas Sumatera Utara
31
Universitas Sumatera Utara
panas dan berjalan, sedangkan gobi-nya yaitu [ i] dan [ ku] sebagai makna
gramatikalnya.
2.
atau gaien (). Makna denonatif adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat
hubungannya dengan dunia luar bahasa (objek atau gagasan), dan dapat dijelaskan
oleh analisis komponen (Kridalaksana, 2008:149).
Sedangkan makna konotatif dalam bahasa Jepang adalah anjiteki imi (
) tau naihou ( ). Makna konotatif yaitu makna yang ditimbulkan
perasaan atau pikiran pembicara dan lawan bicara. Perbedaan makna denotatif dan
konotatif dapat kita lihat dari contoh berikut ini:
-
sama yaitu senang, tetapi nilai rasa berbeda. Kata ureshii merujuk pada rasa
gembira yang biasanya disertai rasa terharu, tanoshii lebih kepada rasa senang yang
ada prosesnya.
32
Universitas Sumatera Utara
Makna denotatif kedua kata tersebut sama yaitu ayah, tetapi nilai rasa
berbeda. Kata chichi digunakan lebih formal dan halus, oyaji terkesan lebih akrab
dan dekat.
3.
dimiliki oleh suatu kata. Makna asli yang dimaksud adalah makna bahasa yang
digunakan pada masa sekarang ini. Hal ini perlu ditegaskan karena berbeda dengan
gen-gi () atau makna asal. Dalam bahasa Jepang modern banyak sekali makna
asal suatu kata yang sudah berubah dan tidak digunakan lagi. (Sutedi, 2004:116)
Makna perluasan atau disebut juga dengan ten-gi ( ) merupakan makna
yang muncul sebagai hasil perluasan dari makna dasar, diantaranya akibat
penggunaan secara kiasan atau majas (hiyu).
4.
Makna Kontekstual
Makna kontekstual (contextual meaning, situational meaning) adalah
hubungan antar ujaran dan situasi di mana ujaran itu dipakai (Kridalaksana,
2008:149). Sehubungan dengan hal itu Parera (2004:47) berpendapat bahwa makna
sebuah kata terikat pada lingkungan kultural dan ekologis pemakai bahasa tertentu.
Lebih lanjut, Parera mengatakan teori kontekstual mengisyaratkan bahwa
sebuah kata atau simbol ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks.
33
Universitas Sumatera Utara
pembicara/pendengar
pada
pembicara/pendengar;
(j)
konteks
Makna Tekstual
Menurut Pateda (2001:129), makna tekstual (textual meaning) adalah makna
yang timbul setelah membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak
diperolah hanya melalui makna setiap kata atau pun setiap kalimat, tetapi makna
tekstual dapat ditemukan setelah sesorang membaca keseluruhan teks. Dengan
demikian makna tekstual lebih berhubungan dengan bahasa tertulis. Orang harus
membaca teks secara keseluruhan, setelah itulah baru maknanya dapat ditentukan.
Makna tekstual lebih berhubungan dengan amanat, pesan, atau boleh juga tema yang
ingin disampaikan melalui teks.
2.4
Pengertian Sinonim
34
Universitas Sumatera Utara
Salah satu hubungan antara satu makna dan makna lain secara leksikal
adalah sinonim. Secara etimologi, sinonim atau dalam bahasa Inggris synonym
berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma atau nama dan syn dengan. Secara
harafiah, kata sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. (Chaer,
1995:82)
Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan ruigigo. Pengertian ruigigo
menurut Shirou (1984:969) adalah:
katachi wa chigau ga, arawasu imi ga daitai nikayotteiru tango. Tatoeba
jikan to jikoku .nado.
Artinya, yang dimaksud dengan sinonim adalah kata yang memiliki bentuk
berbeda tetapi mengandung pengertian atau makna yang hampir sama.
Misalnya kata jikan, jikoku, dan lain-lain.
Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
sinonim (ruigigo) adalah beberapa kata yang memiliki makna yang hampir sama.
Berbicara mengenai kesamaan makna, ada prinsip semantik yang mengatakan bahwa
apabila bentuk berbeda maka makna pun berbeda, walaupun perbedaan hanya
sedikit. Begitu pun dengan kata yang bersinonim (ruigigo) karena setiap kata yang
mempunyai bentuk yang berbeda maka maknanya pun tidak persis sama.
35
Universitas Sumatera Utara