Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

TINJAUAN OBAT

1.1. Monografi

Klorfeniraminmaleat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
100,5% C16H19ClN2.C4H4O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan dan memiliki berat
molekul 390,87. Klorfeniraminmaleat berupa serbuk hablur, putih; tidak berbau, mempunyai
kelarutan mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan kloroform; sukar larut dalam eter dan
benzene. (Farmakope IV, 1995)
1.2. Golongan
Obat Bebas Terbatas

P.No 1
Awas! Obat Keras
Baca aturan memakainya
1.3. Komposisi
Tiap tablet mengandung: Chlorpheniraminemaleat 4 mg
Page 1

1.4. Farmakologi
Chlorpheniraminmaleat atau lebih dikenal dengan CTM merupakan salah satu
antihistaminika yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk). Namun, dalam
penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding antihistamin sendiri.
Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam obat sakit kepala maupun
influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang ditimbulkan sehingga pengguna dapat
beristirahat.
CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping
dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM
sehingga dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia.
CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan
bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas
dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi
dan Terapi edisi IV(FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging
dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.
Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan
gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek
samping ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu
bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu,
pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan.
Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan
efek samping dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang
menghambat pengikatan histamin pada resaptor histamin.
1.5. Farmakokinetika
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul
15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 generasi
I setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivatepiperizin
seperti meklizindnhidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang, seperti juga umumnya
antihistamin generasi II. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar
maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam, dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam
Page 2

berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam. Kadar tertinggi
terdapat pada paru-paru sedangkan pada, limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya lebih
rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan
ginjal. Tripenelamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi, sedangkan klorsiklizin dan
siklizin merupakan prodrug, dan metabolit aktif hasil karboksilasi adalah cetirizine,
sedangkan fexofenadine merupakan metabolit aktif hasil karboksilasiterfenadin. AH1
dieksresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
1.6. Indikasi
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah
atau mengobati mabuk perjalanan.
1.7. Kontraindikasi
Serangan asama akut, bayi premature
1.8. Dosis
-Dewasa: 3 - 4 kali sehari 0.5 - 1 tablet.
-Anak-anak 6 - 12 tahun: 0.5 dosis dewasa.
-Anak-anak 1 - 6 tahun: 0.25 dosis dewasa.
1.9. Efek Samping
Sedasi, gangguan gastrointestinal, efek muskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinitus,
eufria, sakit kepala, merangsang susunan saraf pusat, reaksi alergi, kelainan darah.
1.10. Peringatan dan Perhatian
Jangan mengemudi kendaraan bermotor/mengoperasikan mesin. Glaukoma sudut
sempit, hamil, retensi urin, hipertrofi prostat, lesi fokalpada korteks serebri. sensisitifas
silang.

Page 3

1.11. Interaksi

Alcohol

Meningkatkan
efek
sedasi
saat
antihistamin diberikan bersamaan dengan
alcohol.

Analgesic

Efek sedasi mungkin meningkat saat


antihistamin sedative diberikan dengan
analgesic opioid.

Antidepresan

Meningkatkan efek antimuskarinik dan


sedasi saat
antihistamine diberikan
bersamaan MAOI atautrisiklik.

Ansiolitikdanhipnotik

Meningkatkan efek
sedative
saat
antihistamin
diberikan
bersamaan
ansiolitik dan hipnotik.

Betahistin

Antihistamin secara teoritis melawan efek


betahistin .

1.12. Penyimpanan
Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.

Page 4

BAB 2
MEDICATION ERROR
2.1 Latar belakang
Medicationerrordidefinisikan setiap peristiwa yang dapat menyebabkan
ataupun

menimbulkan

membahayakan

pada

apakah
pasien

obat

dalam

layak

kendali

digunakan

profesional

atau

meliputi

perawat,pasien atau konsumen.Kejadian-kejadian tersebut berkaitan


dengan praktik profesional,produk perawatan kesehatan,prosedur,dan
sistem termasuk resep diantarnya: komunikasi saat memesan, label
produk,kemasan,tata

nama,peracikan,pengeluaran,dustribusi,tata

usaha,pendidikan,pemantauan dan penggunaan Dari definisi di atas terlihat


bahwa medicationerror tidak saja hanya menyangkut kesalahan peresepan, tetapi juga
termasuk prosedur pemberian obat yang tidak jelas yang mengakibatkan kelirunya
penggunaan obat di pihak pasien(US Pharmacopoeia).
Selain dari definisi di atas beberapa definisi yang kami dapat dari berbagai literatur
tentang Medication error dianataranya sebagai berikut :
Medicationerror adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat
selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Kerugian
yang dialami pasien bisa bermacam-macam mulai dari kerugian dalam hal biaya
bahkan sampai menyebabkan kematian
(Menurut Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004)
Medicationerror adalah kesalahan pengobatan didefinisikan sebagai pemberian obat
yang tidak sesuai dengan (1) perintah dokter, (2) spesifikasi

atau (3) standart

profesional. Sebuah kesalahan pengobatan yang signifikan yang menyebabkan


ketidaknyamanan penduduk atau membahayakan

kesehatan atau keselamatan.

(Remingtonpage 2302)
Dalam hal penulisan resep terdapat titik-titik yang rawan yang harus dipahami baik
oleh penulis resep (prescriber) maupun pembaca resep(dispenser). Resep harus ditulis
Page 5

dengan jelas dan lengkap untuk menghindari adanya salah persepsi diantara keduanya dalam
mengartikan sebuah resep. Menurut Michelle R. Colien kegagalan komunikasi dan salah
interpretasi antara prescriber dengan dispenser merupakan salah satu faktor penyebab
timbulnya kesalahan medikasi (medicationerror) yang bisa berakibat fatal bagi penderita.
(Cohen, 1999)
Menurut JAMA 5 Juli 1995, kesalahan pengobatan (medicationerror) dapat terjadi Dalam
prose prescribing (39%), transcribing (12%),dispensing (11%)

dan administering (38%),

adapun pengertian dari masing-masing tersebut adalah :


Prescribing
Kesalahan dalam proses prescribing merupakan kesalahan yang terjadi dalam
penulisan resep obat oleh dokter seperti; dokter salah menulis jumlah atau dosis obat yang
tepat untukpasien, tidak jelasnya tulisan dalam resep, keliru dalam menuliskan nama obat
atau tidak jelasnya instruksi yang diberikan dalam resep.
Transcribing
Kesalahan dalam proses transcribing merupakan kesalahan yang terjadi dalam
menterjemahkan resep obat di apotek. Misalnya, resep yang keliru dibaca/diterjemahkan
sehingga otomatis salah juga obat yang diberikan kepada pasien. Bisa juga karena secara
sengaja instruksi yang diberikan dalam resep tidak dikerjakan atau secara tidak sengaja ada
instruksi dalam resep yang terlewatkan sehingga tidak dikerjakan.
Dispensing
Kesalahan dalam proses dispensing merupakan kesalahan yang terjadi dalam
peracikan atau pengambilan obat di apotek. Misalnya, obat salah diambil karena adanya
kemiripan nama atau kemiripan kemasan, bisa juga karena salah memberi label obat
sehingga aturan pemakaian obat atau cara pemakaian obat menjadi tidak sesuai lagi atau
mengambil obat yang sudah kadaluarsa.
Administering
Kesalahan dalam proses administering berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
administrasi pada saat obat diberikan atau diserahkan kepada pasien. Misalnya, karena keliru
dalam membaca nama pasien atau tidak teliti dalam memeriksa identitas pasien maka obat
Page 6

yang diberikan/diserahkan juga menjadi salah. Bisa juga karena salah dalam menuliskan
instruksi pemakaian obat kepada pasien atau salah memberi penjelasan secara lisan kepada
pasien sehingga pasien pun akhirnya salah dalam menggunakan obat tersebut

2.2 Bentuk-bentuk medication error


Disadari ataupun tidak, medication error sebenarnya sering dan banyak terjadi di
sekeliling kita, mulai di lingkungan puskesmas, rumah sakit, apotek hingga pelayananpelayanan kesehatan lainnya. Resep resep tertentu jika ditelaah lebih lanjut akan terlihat
seperti adanya dosis yang tidak tepat, cara pemberian keliru, dan lama pemberian yang tidak
sesuai. Dalam pengertian diatas (Prescribing, Transcribin, Dispensing, Administering)
disebutkan bahwa sebenarnya medication error secara umum dapat terjadi karena beberapa
hal. Namun dari bentuk-bentuk medication error kita dapat mencegah ataupun merubah
sistem saat pelayanan farmasi yang bertujuan agar tidak merugaikan pasien dan mengurangi
terjadinya medication error,misalnya seperti beberapa penerapan sistem human error disini
dimaksudkan untuk meminimalisasi terjadinya medication error. Tetapi kita juga bisa
menggunakan cara lain dengan dari bentuk-bentuk medication error kemudian menelaah dari
permasalahn dan mencari solusi , dimana bentuk-bentuk

medication error seperti yang

terdapat dibawah ini :


Menurut American Hospital Association, medicationerror antara lain dapat terjadi pada
situasi berikut:
a) Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang riwayat alergi dan
penggunaan obat sebelumnya.
b)Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau menggunakan obat,
frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul efek samping.
c) Miskomunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi farmasis yang keliru dalam membaca
resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang relatif mirip dengan obat lainnya,
kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak
jelas (q.d atau q.i.d/QD);
d)Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru oleh pasien; dan

Page 7

e) Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak terang, hingga suasana
tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan timbulnya medicationerror
(American Hospital Association)

Tabel 1.Bentuk-bentuk medicationerror

Tabel 2.Taksonomi & kategorisasi Medication error

Page 8

Menurut National Coordinating Council for MedicationerrorReportingand Prevention (NCC


MERP)
2.3 MedicationError Obat Chlorpheniraminemaleat
A. Medication ErrorAdministering
Melalui gambaran pada tabel 2 maka kesalahan yang terjadi di salah satu komponen
dapat saja secara berantai menimbulkan kesalahan lain di komponen-komponen
selanjutnya.Pada obat Chlorpheniraminemaleat

yang menjadi medication error adalah

proses

kepada

Administering(tahap

pemberian

obat

pasien).

Kesalahan

dalam

proses administering berkaitan dengan hal-hal yang bersifat administrasi pada saat obat
diberikan atau diserahkan kepada pasien seperti salah maupun kurang memberi penjelasan
secara lisan kepada pasien sehingga pasien pun akhirnya salah dalam menggunakan obat
tersebut dengan mengindikasikan untuk penggunaan yang lain. Dimana hal ini ditunjukkan
dengan masyarakat yang lebih mengenal Chlorpheniraminimaleat sebagai obat tidur
dibanding dengan efek antihistamin sendiri.Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun
campuran dalam obat sakit kepala maupun influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang
ditimbulkan sehingga pengguna dapat beristirahat. Pada kasus tertentu, misalnya pada
keadaan stres, dalam perjalanan, atau adanya hal-hal kecil yang mengganggu tidur, maka
CTM dapat digunakan sebagai obat tidur. Tetapi ini dibatasi untuk dua atau tiga hari saja.
Mengapa demikian? Karena efek ngantuk CTM cepat ditoleransi oleh tubuh. Artinya,
semakin lama kita gunakan CTM, semakin kurang kemanjurannya untuk menimbulkan
Page 9

kantuk. Sebaliknya, semakin besar kemungkinan terjadinya efek samping. Rasa kantuk yang
ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek samping dari obat tersebut.
Penyebab medication error

dalam CTM ini menurut (The American Hospital

Association) yang sudah dijelaskan diatas diantaranya terjadi karena Informasi obat tidak
tersedia (seperti kurangnya up-to-date peringatan). Sedangkan seharusnya Sedangkan
indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang menghambat pengikat anhistamine pada
reseptor histamine, karena CTM adalah obat yang dijual Overthe Counter bisa dibeli tanpa
resep dokter, maka penggunaannya sulit diawasi. Kurangnya penjelasan dan pengetahuan dari
pasien tentang peringatan efek samping dari CTM ini dapat membahayakan pasien, jika
pasien yang alergi sedang berkendara setelah menggunakan CTM maka dapat mengakibatkan
kecelakaan dijalan. Dalam hal ini MedicationError yang terjadi dapat diakibatkan dari
petugas di apotek ataupun pasien itu sendiri, Padahal MedicationErrorseperti ini sangat dapat
dihindari.
B. Medication ErrorDispensing
Kesalahan dalam proses dispensing merupakan kesalahan yang terjadi dalam
peracikan atau pengambilan obat di apotek. Mediation error lainnya yang kami dapat kan dari
Chlorpheniramine Maleat mengenai LASA ,dari obat yang dipasaran yang banyak produk
obat yang mengkombinasikan nya dengan CTM, misal pada tabel dibawah ini banyak
produk yang memiliki nama depan produk yang sama namun memeliki bahan aktif yang
berbeda. Dari nama-nama produk obat dibawah ini sangat rentang mengalami kesalahan pada
saat pengambilan obat. Dikarenakan memiliki nama depan produk yang sama yaitu Advil,
padahal bahan aktif nya berbeda, indikasinya juga pasti berbeda. Kita ambil contoh dari obat
Advil Allergy Sinus yang memiliki komposisi bahan aktif Ibuprofen 200mg,
Pseudoephedrine HCL 30mg, dan Chlorpheniramine Maleate 2 mg. Berbeda komposisi
bahan aktifnya dan indikasinya dengan obat Advil Cold & Sinus yang berisi hanya
Ibuprofen 200mg, Pseudoephedrine HCL 30mg.
Produk Advil yang ada dipasaran

Page 10

Jika terjadi medication error, dimana pasien yang seharusnya mendapatkan obat Advil
Cold & Sinus, Namun petugas apotek memberikan obat Advil Allergy Sinus. Maka Efek
ngantuk yang ditimbulkan dari Advil Allergy Sinus yang mengandung Chlorpheniramine
Maleat dapat terjadi pada pasien, Jika pasien tidak diberi informasi mengenai efek samping
ngantuknya dan pasien melakukan aktivitas seperti mengemudi atau lainnya, maka ini dapat
membahayakan nyawa pasien.

Produk LASA Advil

Page 11

Produk LASA lainnya yang ada dipasaran

Page 12

Page 13

C. Medication ErrorPrescribing&Transcribing

Menurut JAMA 5 Juli 1995, kesalahan pengobatan (medicationerror) dapat terjadi


Dalam prose prescribing (39%), transcribing (12%),Dari contoh diatas Medication yang
dapat kita lihat sangat jelas dari tulisan dokter yang tidak jelas dapat berpotensi penerjemahan
resep obat yang salah sehinnga memungkinkan terjadinya medicatioon error.

Page 14

BAB 3
PENYELESAIAN
3.1.

Medication ErrorAdministering
Dari MedicationErroryang terjadi dalam kasus diatasMenurut National Coordinating

Council for MedicationerrorReportingand Prevention (NCC MERP) masuk kategori G yaitu


error terjadi dan mengakibatkan resiko. Kasus diatas dapat dihindari dengan cara Apoteker
memberikan informasi mengenai obat CTM tersebut, Namun sebelumnya Apoteker harus
menanyakan kepasien tentang penyakit apa yang pasien diderita sehingga Apoteker dapat
memberikan rekomendasi pengobatan kepada pasien. Apabila pasien mengalami stres
ataupun sulit tidur maka Apoteker dapat merekomendasikan obat sedatif atau hipnotik yang
tepat bagi pasien selain itu Apoteker juga dapat menanyakan penyebab pasien stres sehingga
dapat diatasi dengan cara terapi non farmakologi, misal pasien stres akibat pekerjaan yang
tidak ada liburnya, Mungkin apoteker dapat memberi saran kepada pasien untuk mengambil
cuti dan liburan sejenak untuk menyegarkan pikirannya kembali.
Mengenai efek samping CTM yang mengakibatkan ngantuk, jika digunakan pasien
alergi yang sedang berkendara maka dikhawatirkan akan menyebabkan sesuatu yang tidak
diinginkan saat mengemudi di jalan. Namun hal ini dapat dihindari dengan cara Apoteker
memberi tahu efek samping CTM

yang menyebabkan kantuk pada pasien sehingga

disarankan pasien istirahat dan tidak berkendara dahulu. Apoteker juga dapat menyarankan
bagi pasien alergi yang ingin berkendara dapat menggunakan obat antihistamin generasi ke 2
atau 3 yang efek samping ngantuknya sedikit bahkan tidak ada.
Selain menyampaikan tentang efek samping obat, Apoteker juga harus memberikan
informasi semua tentang obat yang digunakan pasien baik aturan pakai, indikasi,
kontraindikasi, cara penyimpana dan sebagainya mengenai obat yang akan diberikan kepada
pasien.
3.2.

Medication ErrorDispensing
Medication error LASA dapat dihindari dengan cara pemberian label LASA pada

produk obat selain itu Apoteker harus menggali informasi dari pasien mengenai keluhan yang
dirasakan pasien dan memberikan informasi terhadap pasien mengenai obat ini walupun obat
ini OTC karena obat ini sangat berpotensial terjadinya medication error.Solusi terhadap resep
yang tulisannya tidak jelas diharapakan dokter untuk menulis dengan jelas obat yang ingin
diresepkannya agar Apoteker bisa menterjemahkannya dengan benar.
Page 15

C. Medication ErrorPrescribing&Transcribing
Dalam kesalahan ErrorPrescribing yang berarti kesalahan yang terjadi dalam
penulisan resep obat oleh dokter seperti; dokter salah menulis jumlah atau dosis obat yang
tepat untukpasien, tidak jelasnya tulisan dalam resep, keliru dalam menuliskan nama obat
atau tidak jelasnya instruksi yang diberikan dalam resep. Dalam penyelesaian nya sebaiknya
konfirmasi ke dokter lagi untuk memastikan bahwa resep yang ditulisakn sudah benar. Agar
tidak tidak terjadi medication error yang beruntun. Memastikan dengan menelaah resep
tersebut untuk kesesuaian tentang obat dalam resep yang tertuliskan berdasarkan kebutuhan
masing-masing pasien.
Selain itu juga terjadi Error Transcribing dimana dalam proses ini juga terjadi karena
menerjemahkan resep obat yang tersedia di apotek maupun di apotek rumah sakit.
Penyelesaiannya karena tulisan dokter mungkin berbeda-beda dan mungkin sulit dibaca hal
yang dapat dilakukan adalah ketelitian untuk pembacaan resep. Penerimaan resep seharusnya
langsung diterima oleh Apoteker. Dengan ini bisa juga mnelaa resep dengan kessesuaian
antara resep yang tertulis dengan dokter spesialis, terkadang memang lebih mudah apabila
dalam suatu apotek terdapat praktek bersama dengan dokter sehingga dapat memastikan
karena telah terbiasa oleh penulisan dokter yang mungkin rawan salah dalam pembacaan oleh
pharmacist. Sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam proses menerjemahkan resep dan
mencegah resep tida dikerjakan.

BAB 4
PENUTUP
Page 16

KESIMPULAN
Medication error sebenarnya dapat terjadi di mana saja,kapan saja dan dapat
menimpa siapa saja. Namun juga perlu diperhatikan dampak yang akan terjadi juga dapat
memeberikan resiko yang sebenarnya dapat kita cegah. Medication error juga dapat terjadi
melalui proses saat peresepan ,dengan dimulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh
apotek, penyerahan obat, hingga penggunaan obat oleh pasien.Kesalahan kesalahan dapat
terjadi karena hal yang bermacam-macam seperti yang dijelaskan di atass. Seperti

contoh

pada kasus Administering pemberian obat CTM yang seharusnya diindikasikan untuk
antihistamin, tetapi pada penerapan nya di masyarakat menggunakan sebagai obat tidur.
Sebenarnya pada situasi seperti ini dapat diminimalisir bahakan dikurangi untuk menjamin
efek terapi pada pasien salah satunya memberikan konseling tentang manfaat atau fungsi
sebenarnya tentang obat yang akan dikonsumsi. Dengan demikian peran pharmacist di apotek
maupun dirumah sakit sangatlah penting. Terlebih jika pasien datang ke Apotek dengan
membeli obat CTM secara langsung,peran pharmacist adalah menanyakan untuk apakah
sebenarnya pembelian obat tersebut. Dan selain itu juga merubah mainsetpada masyarakat
ataupun pasien tentang obat CTM yang diketahui sebagai obat tidur,yang sebenarnya dapat
dicegah dengan pemantauan efektifitas penggunaan (InterupsiPemakaian).
Proses terjadinya kesalahan dalam pelayanan pun tidak hanya meliputi Administering
tetapi juga dalam kasus di atasa disebutkan Dispensing merupakan kesalahan yang terjadi
dalam peracikan atau pengambilan obat di apotek maupun di apotek rumah sakit. Pada
makalah kami menerangkan tentang LASA (Look Alike Sound Alike) . Di pasaran banyak
sekali obat yang dikombinasi dengan CTM dimana obat-obat tersebut sangat rentan
mengalami kesalahan dalam proses pengambilan oba, yaitu memiliki produk yang sama
tetapi bahan aktifnya berbeda yang telah dijelasakan di atas. Oleh karena itu disebuah apotek
itu sendiri harus menerapkan misalnya seperti sistem label LASA pada produk obat tertentu
dan juga Apoteker juga harus memberikan informasi tentang obat CTM ini walapun obat
tersebut merupakan OTC. Karena obat ini sangat berpotensial terjadinya medication error
yang dapat merugikan pada pasien.

SARAN

Page 17

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya
pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan
makalah ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik
saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis. Aamiin

DAFTAR PUSTAKA
Page 18

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia, Edisi IV 1995


Departemen Farmakologi dan Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Farmakologi dan
Terapi , edisi V 2011
Kepmenkes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004)
Remington The Science and Practice Of Pharmacy,21th edition page 2302
Lissa C. Owens, PharmD, Department of Health and Human Services Public Health Service
Food and Drug Administration Center for Drug Evaluation and Research Office of
Surveillance and Epidemiology Office of Medication Error Prevention and Risk
Management,September 14, 2011

Page 19

Anda mungkin juga menyukai