Anda di halaman 1dari 5

BAB III

ANALISIS DATA

Pada tanggal 29 September datang pasien Tn. K, 62 tahun dengan


keluhan utama batuk. Pasien mengeluh batuk +/- 2 minggu berdahak
berwarna putih kental, tanpa sesak nafas. Pasien menyangkal adanya
nyeri dada, demam sumer sumer, adanya mual, muntah dan keringat
malam. Buang air besar dan kecil pasien masih dalam batas normal. Pada
pasien

didapatkan

penurunan

nafsu

makan

dan

penurunan

berat

badan,serta batuk hilang timbul selama 3 bulan.


Dari hasil anamnesis juga diketahui bahwa pasien memiliki riwayat
mondok dan dalam program kemoterapi pada (1). Juli 2014, cisplatin 90
mg dan doksetaksel 115 mg; (2). 13 agustus 2014, cisplatin 90 mg dan
doksetaksel 120 mg; (3). 8 september 2014, cisplatin 90 mg dan
doksetaksel 120 mg. Pada riwayat keluarga pasien menyangkal adanya
riwayat sesak napas, hipertensi, penyakit jantung, DM, asma, dan alergi
makanan. Diketahui pula, pasien seseorang perokok berat dengan rerata
47 batang perhari, riwayat minum alcohol dan penggunaan kayu bakar
juga disangkal. Pasien adalah seorang kuli panggul. Pasien berobat
menggunakan pelayanan BPJS.
Pada anamnesis yang telah dilakukan telah tegak diagnosis bahwa
pasien menderita kanker dan sedang dalam program kemoterapi lanjutan
yang ke 4. Pasien mendapatkan diagnosis tumor paru kiri jenis large cell
carsinoma T4N3M1b stadium IV pro kemoterapi. Hasil anamnesis ini
sesuai dengan faktor risiko kanker paru.
Faktor awal yang diperhatikan adalah pasien seorang pria berusia
62 tahun. Pada suatu studi epidemiologi melaporkan pasien kanker paru
lebih banyak menyerang pria daripada wanita dengan perbandingan 5:1.
Faktor ini diperbesar dengan usia lebih dari 40 tahun. Riwayat perokok
pasien juga menopang risiko kanker paru melalui proses paparan asap

rokok. Risiko perokok berat (>20 batang/hari selama

>10-20 tahun)

mempertinggi risiko terkena kanker paru sebanyak 4-120 kali.


Pemeriksa mendapati pasien dalam kondisi kesan sakit sedang, CM,
dengan gizi kurang. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan
darah 130/80 mmHg; nadi

86x/menit, isi dan tegangan cukup, irama

teratur; Respirasi 20 x/menit, irama tidak teratur, tipe thorakal; Suhu


36,7oC per aksiler dan SiO2 98% dengan O2 ruang.
Hasil pemeriksaan fisik dari kepala sampai ujung kaki mendapatkan
adanya kelainan pada pemeriksaan paru. Pada inspeksi paru terlihat
adanya perbedaan ukuran dan pengembangan dinding dada kiri lebih
besar dari kanan. Pada pasien teraba fremitus raba kiri lebih jelas dari
kanan. Pada hasil perkusi juga didapatkan suara redup pada kiri SIC III-V
(anterior)

atau

SIC

IV-V

(posterior).

Pada

auskultasi

dada

pasien

didapatkan suara dasar vesikuler yang menurun pada dada kiri SIC III-V/+
(anterior) atau SIC IV-VI/+ (posterior).
Adanya massa pada paru menyebabkan kelainan hasil pada
pemeriksaan fisik paru. Asimetrisan ukuran dada diduga akibat adanya
massa paru yang menyebabkan adanya retraksi intrathoraks yang
menyebabkan dada kiri lebih kecil dari kanan. Fremitus raba dada kiri juga
lebih jelas karena massa merupakan benda padat yang lebih mudah
menghantarkan getaran suara. Adanya suara redup mengindikasikan
adanya benda atau massa dalam sebuah ruang, sedangkan hasil
auskultasi penurunan suara vesikuler akibat massa karena massa paru
tidak menghantarkan getaran akibat perpindahan udara intraalveolar
dengan baik.
Hasil pemeriksaan penunjang terbaca Hb, Anthal eritrosit, dan
creatinin yang menurun disinyalir akibat massa paru yang menyebabkan
paraneoplastik sindrom. Patofisiologi terjadinya penurunan angka tersebut
masih belum diketahui.
Dari hasil foto thoraks didapatkan kelainan adanya penampakan
opasitas homogen di parahiller kiri yang pada foto lateral terproyeksi di
superior

segmental

lower

lobe.

Opasitas

homogen

tersebut

mengindikasikan massa intrathoraks dan sudut lancip antara tepi massa


dan garis khayal vertebra membuat kesan massa ada pada intra
pulmonal. Pada foto thoraks tidak tampak lesi osteolitik/osteoblastik
mengesankan tidak tampaknya metastasis tulang dada.
Hasil

pemeriksaan

penunjang

mendukung

adanya

dugaan

paraneoplastik sindroma akibat massa pada pulmo. Diketahuinya ada


massa pulmo diketahui dari hasil foto toraks, tetapi pada foto thoraks
tersebut mengesankan tidak adanya metastasis pada tulang thoraks.
Penegakan diagnosis untuk jenis, letak, ukuran harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut seperti CT scan dan biopsi. Akan tetapi pasien ini
dirawat atas indikasi melakukan kemoterapi. Sehingga pasien hanya
dilakukan monitoring kondisi agar tidak buruk atauupn memburuk
sehingga siap untuk dilakukan kemoterapi, karena pasien diketahui telah
didiagnosis dengan Tumor paru kiri jenis large cell carsinoma T4N3M1b
stadium IV pro kemoterapi IV PS 70-80
Karsinoma

sel

besar

adalah

sel-sel

ganas

yang

besar

dan

berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran


inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru
perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempattempat yang jauh. Kanker pada tubuh pasien sesuai dengan deskripsi ini
dan pasien mendapati kanker paru ini sudah stadium IV yang memiliki
ukuran berapapun yang meluas ke organ lain intra thoraks, serta telah
menginvasi limfonofi mediastinal, dan sudah bermetastasis jauh.
Tata laksana pada pasien diberikan O2 2 lpm kalau perlu, Diet TKTP
1700 kkal, IVFD Nacl 0,9 % 20 tpm, vitamin B complex 3 x 1 dan
Paracetamol 3 x 1. O2 2 lpm untuk mengatasi apabila pasien mengalami
sesak, diet TKTP merupakan tata laksana non medikamentosa yang
diperlukan untuk mengatasi peningkatan metabolisme ekstra pada pasien
dengan neoplasma. Vitamin B complex dan paracetamol diberikan untuk
mengatasi adanya sindroma paraneoplasi. Rencana selanjutnya adalah
kemoterapi IV.

Terapi penderita kanker paru bukan sel kecil dapat berupa


pembedahan apabila stadium pasien belum IIIB. Prinsip pembedahan
adalah seluruh tumor direseksi secara lengkap beserta KGB intrapulmoner
dengan lobektomi maupun pneumonektomi.

KGB mediastinum juga

diambil kemudian diperiksa patologi anatomi.


Pada pasien Kanker paru bukan sel kecil juga dapat dilakukan radiasi
atas indikasi : Performance Scale (PS)< 70, penurunan BB > 5% dalam 2
bulan, Fungsi paru buruk. Akan tetapi tidak dilakukan pada pasien karena
adanya ketidaksesuaian dengan syarat radioterapi.
Pemilihan terapi yang rasional pada pasien ini adalah dengan
kemoterapi. Kemoterapi dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi
obat anti kanker. Prinsip pemilihan jenis obat anti kanker adalah platimun
based therapy menggunakan sisplatin atau karboplatin, respon obyektif
satu obat anti kanker 15%, toksisitas obat tidak melebihi grade 3 skala
WHO, harus dihentikan atau diganti jika tumor menjadi progresif setelah 2
siklus obat.
Layaknya pembedahan dan radioterapi, kemoterapi juga memiliki
syarat yaitu Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia
lanjut, dapat diberikan obat antikanker; dengan regimen tertentu dan/atau
jadual tertentu; Hb > 10 g%, Granulosit > 1500/mm3; Trombosit >
100.000/mm3; fungsi hati dan ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70
ml/menit).
Selanjutnya pada pasien dilakukan monitoring untuk melihat kondisi
pasien telah siap dilakukan kemoterapi. Pada DPH 1 tidak didapatkan
penurunan kondisi pasien. Pada DPH 2, pasien siap melakukan kemoterapi
pada hari tersebut (2 Oktober 2014). Pasien diberikan kemoterapi
menggunakan kombinasi cisplatin 90 mg dan doksetaksel 120 mg.
Evaluasi kemoterapi dilakukan pada beberapa periode sekali.
Respon yang dinilai adalah respon subyektif yaitu penurunan terhadap
keluhan awal, respons semisubyektif dilihat dari perbaikan tampilan
seperti penambahan berat badan, efek samping obat dan repons obyektif.

Pada siklus ke empat, dilakukan CT-Scan toraks. Pada pasien ini belum
diketahui hasil evaluasi kemoterapi secara obyektif.
Setelah dilakukan kemoterapi, pasien direncanakan melakukan
MSCT

scan

thoraks

dengan

kontras

pada

DPH

3.

Perencanaan

pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi perbaikan post kemoterapi


siklus ke 4.

Hingga DPH 5 tidak ditemukan kelainan berarti khususnya

perburukan kondisi pasien, sehingga pada pasien diberikan tata laksana


seperti pre kemoterapi dengan penambahan ondansentron jika pasien
merasa mual muntah akibat kemoterapi.

Anda mungkin juga menyukai