Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh occidental
(Barat) dalam berbagai segi kehidupan termasuk kebudayaan, hal ini antara lain
dapat dilihat dalam bentuk kota dan bangunan (Sumalyo, 1995:3). Kota kolonial
merupakan percampuran bentuk-bentuk urban Barat (Eropa) dengan penduduk
dan kebudayaan setempat, disamping itu kota kolonial bersifat unik karena fokus
fungsinya pada fungsi komersial (Haris, 2007:7). Kota Batavia merupakan salah
satu diantaranya dan secara bertahap mengalami perkembangan. Di awal
permulaan, Batavia berdiri sebagai pusat perdagangan berbenteng. Batavia
kemudian menjadi kota dengan dua pusat yakni sebagai pusat niaga diantaranya
sebagai tempat perkantoran dan perusahaan dagang; sementara itu wilayah
Weltevreden1 menyediakan bangunan baru bagi pemerintah, militer, orang kaya,
dan sejumlah pertokoan (Brommer, 2002:109).
Produk dari hasil penjajahan kolonial Belanda dapat ditelusuri dari
bangunan-bangunan tinggalannya. Bangunan kolonial dalam ilmu arkeologi
masuk ke dalam kategori fitur2. Kajian mengenai bangunan, penting bagi ilmu
arkeologi karena untuk dapat mengungkapkan sejarah budaya manusia yang
menjadi pendukung suatu produk budaya tersebut. Bangunan dengan arsitektur
kolonial meliputi bangunan rumah tinggal, gedung-gedung pemerintahan/umum,
perkantoran, benteng, monumen, bangunan keagamaan, dan sebagainya,
khususnya yang mempunyai nilai keindahan, nilai historis atau mewakili
zamannya (Soekiman, 1980:659).

Weltevreden merupakan wilayah baru dalam kota Batavia dan sejak tahun 1905 meliputi daerah
Gambir, gondangdia, Menteng, Tanah Abang, Karet, Senen, Kemayoran, Cempaka Putih, Kwitang
Timur, Kramat dan Salemba (Hardi, 1987:92).
2
Tinggalan arkeologi dapat berwujud: (1) Artefak (artifact), yaitu benda yang jelas menampakkan
hasil garapan tangan manusia, baik secara keseluruhan atau sebagian; (2) Fitur (feature), yaitu
artefak yang tidak dapat diangkat atau dipindahkan, tanpa merusak matriksnya; (3)Ekofak
(ecofact) adalah benda-benda dari unsur lingkungan hidup, yang berperan pada kehidupan manusia
masa lampau, yang terdiri atas unsur biota atau manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, serta
unsur biota seperti tanah, air dan udara (Sharer & Ashmoer, 1979: 70-72).

Bentuk dan..., Idham Maulana, FIB UI, 2009

1Universitas Indonesia

Arsitektur kolonial di Batavia seiring berjalannya waktu berubah sesuai


dengan kebutuhan yang ingin dicapai oleh masyarakatnya. Perubahan itu terjadi
ketika dilakukan pemindahan pemerintahan Hindia Belanda ke wilayah baru
yakni disebut sebagai Weltevreden sekarang meliputi Jakarta Pusat. Kota lama
yang sebagian besar bangunannya berdempet dengan ventilasi yang minim, serta
terjadinya pendangkalan kali yang disebabkan pembuangan kotoran, sampah dan
ampas tebu ke dalam kali Ciliwung membuat lingkungan di sekitarnya menjadi
kurang sehat (Putriana, 2004:76). Dari hal itu, pada abad 19 masyarakat
cenderung beralih ke wilayah baru ini, mereka membuat rumah-rumah yang besar
dengan pekarangan yang luas. Bangunan pada abad 19 sebagian besar memiliki
bentuk yang hampir serupa yakni rumah bertingkat satu dengan tiang-tiang atau
pilar-pilar di depan dan di dalam rumah serta mempunyai pintu gerbang yang
besar untuk masuk ke pekarangan rumah (Hanna, 1988:212).
Penghapusan sistem tanam paksa pada tahun 1870 menghantarkan Hindia
Belanda ke masa timbulnya perusahaan swasta. Adanya peluang-peluang yang
sangat menarik untuk investasi dalam bidang perdagangan, menjadikan makin
besar pula minat orang Eropa untuk datang ke negeri jajahan. Ditambah lagi
dengan adanya pembangunan infrastruktur rel kereta api dan jalan raya membuat
orang lebih mudah merambah ke kota-kota pedalaman seperti Bandung dan
Malang, selain itu juga memungkinkan pengembangan kota-kota lainnya (Nas,
2009:130). Secara arsitektural, perubahan yang diakibatkan oleh pertumbuhan
perusahaan-perusahaan swasta di Hindia Belanda amat nyata terlihat di kota-kota
besar (Gill, 2002:117). Akibatnya adalah berbagai macam bangunan di Batavia
pun bermunculan, ditambah lagi dengan berdatangannya para arsitek terdidik dari
negara asalnya ke Hindia Belanda pada awal abad ke-20 memperkaya bentuk
bangunan kolonial itu sendiri. Arsitek tersebut antara lain adalah M.A.J. Mojen,
Hendri Maclaine Pont, Thomas Karsten, G.C. Citroen, Wolf Schoemaker, A.R.
Aalbers, dan sebagainya (Handinoto dan Samuel, 2007:58).
Hampir semua arsitek yang berpraktek di Hindia Belanda pada abad ke 20
mempunyai latar belakang pendidikan di Negeri Belanda (Handinoto, 1996:151).

Universitas Indonesia

Bentuk dan..., Idham Maulana, FIB UI, 2009

Sehingga tidak heran kalau gaya3 arsitektur yang berkembang di Eropa dapat
dengan cepat diterapkan atau diadopsi juga di negeri jajahannya.4
Para arsitek Belanda yang bekerja dalam kelompok, ternyata mengerjakan
lebih banyak proyek dan lebih besar dari lainnya ketimbang yang perseorangan
(Sumalyo, 1996:224). Arsitek yang bekerja dalam kelompok yang cukup dikenal
ialah biro arsitek Hulswi & Cuypers atau lengkapnya yaitu biro arsitek Hulswit en
Fermont te Weltevreden Ed. Cuypers te Amsterdam. Biro ini banyak mengerjakan
proyek-proyek pembangunan terutama di Batavia diantaranya meliputi perusahaan
swasta, gereja, sekolah, dan lain sebagainya. Contoh hasil karya biro ini yang
diperuntukan bagi perusahan swasta seperti kantor pusat Javasche Bank
merupakan salah satu badan keuangan terbesar pada zaman Belanda, terletak di
Jalan Pintu Besar Selatan dalam kawasan Kota Lama, gedung Chartered Bank of
India Australia and China di Jalan Kali Besar Barat, Bank Hongkong and
Shanghai Bangking Corporation di Jalan Kali Besar Timur. Biro ini juga
memperbaharui dan memperluas beberapa bangunan diantaranya yakni rumah
presiden direktur Javasche Bank di tahun 1922 yang kini menjadi Istana Wakil
Presiden (Heuken, 2008:48).
Biro arsitek ini juga merancang suatu rumah besar untuk kegiatan sosial
yakni Rumah Yatim Piatu Vincentius atau yang sekarang dikenal sebagai Panti
Asuhan Vincentius Putra. Bangunan ini dirancang oleh biro arsitek Hulswit,
Femont & Cuypers dibangun tahun 1915 berada di Jalan Kramat Raya No.34,
Jakarta Pusat. Panti Asuhan merupakan rumah tempat merawat yatim piatu(Alwi,
2000:826). Di Hindia Belanda, rumah yatim piatu menjadi pusat penampungan
yang memang diperlukan bagi anak-anak yang dilahirkan dari hasil hubungan

Gaya arsitektur adalah hasil akhir suatu pengalaman membangun yang meliputi waktu yang lama
didalam masyarakat tertentu (Budiharjo, 49:1983). Gaya (style) juga dapat diartikan sebagai suatu
kumpulan karakteristik bangunan dimana struktur, kesatuan dan ekspresi digabungkan kedalam
suatu bentuk-bentuk yang dapat mengingatkan pada suatu periode atau wilayah tertentu, kadang
kala kepada seorang perancang (Onggodipuro, 23:1982).
4
Kemajuan pelayaran dengan kapal api di awal abad ke-20 membuat jarak antara Eropa dan
Batavia menjadi semakin singkat. Cepatnya hubungan ini mengakibatkan banyaknya orang-orang
Belanda datang dan pergi dari Eropa ke Hindia Belanda dengan berbagai keperluan. Cepatnya
komunikasi ini juga mempengaruhi imbasnya ide-ide modern ke Hindia Belanda. Buku-buku
perpustakaan arsitektur modern dari Barat juga dengan mudah dapat dibaca oleh para arsitek
kolonial Belanda yang berdomisili di sini. Sebaliknya para arsitek kolonial Belanda di sini juga
menerbitkan majalah arsitektur yang membahas tentang arsitektur modern seperti majalah
Nederlandish-Indie Oude & Nieuw, Indische Bouwkundig Tijdschrift, dan sebagainya. Lihat
Handinoto (1996:247).

Universitas Indonesia

Bentuk dan..., Idham Maulana, FIB UI, 2009

(luar nikah) lelaki Eropa (ambtenar5, militer, tuan kebun) dengan perempuan
Indonesia (Bank, 1999:7). Salah satu ciri khas pemukiman Belanda di tanah
jajahan adalah gedung untuk anak yatim (Handinoto, 1996:139).
Alasan diperlukannya sebuah bangunan Panti Asuhan, bisa terjadi karena
beberapa penyebab sebagai contoh yakni dipicu oleh kebijakan pemerintah
kolonial yang memberikan batasan-batasan terhadap orang Eropa yang ingin
bekerja di Hindia Belanda. Heuken (2007:88) menyatakan bahwa para pegawai
pemerintah dan perkebunan yang baru tiba dari Belanda dilarang membawa serta
istrinya sampai cuti kedua kalinya, akibatnya banyak diantara mereka melakukan
hubungan di luar nikah. Pemasalahan akan terjadi ketika para istri mereka datang
ke Hindia Belanda sehingga secara terpaksa para wanita pribumi ini tersingkir.
Terkadang anak dari hubungan luar nikah dikirim ke Belanda, namun banyak
diantaranya dibiarkan begitu saja sedangkan ibu pribumi sendiri kurang mampu.
Lembaga sosial milik gereja berupaya mengatasi hal itu dengan
mendirikan bangunan yang diperuntukan bagi anak-anak tersebut sehingga
mereka dapat dididik dengan baik. Bangunan Panti Asuhan Vincentius Putra
sendiri berada di bawah pengelolaan lembaga Perhimpunan Vincentius Jakarta
dan merupakan bangunan kolonial terbesar di Jakarta yang diperuntukan sebagai
panti asuhan.

1.1 Permasalahan dan Tujuan Penelitian


Bangunan Panti Asuhan Vincentius Putera merupakan bangunan yang
didirikan di awal abad 20. Di Batavia pada masa itu banyak gedung dirancang
oleh para arsitek Belanda dengan bermacam bentuk. Mereka ini terkadang
mengadopsi berbagai gaya bangunan yang berkembang di Eropa diantaranya
seperti neo-klasik, art & craft, art nouveau, art deco, Amsterdam school, de stijl
dan lain sebagainya.6 Gaya bangunan tersebut sebagian besar turut juga
mempengaruhi bangunan di Hindia Belanda.

Ambtenar adalah sebutan untuk pegawai pemerintah kolonial Belanda.


Neo-klasik adalah suatu gaya yang berkembang diawal abad 20 sebagai bentuk pelawanan
terhadap gaya art nouveau, menerapkan unsur-unsur klasik (Yunani, Romawi, Bizantin dan
Renaissance) dalam bentuk bangunannya. Art& craft merupakan bentuk perlawanan terhadap
produk industri, gaya ini memfokuskan diri pada pengerjaan tangan dalam membuat furnitur, seni
membuat kaca dalam bentuk natural dan lain sebagainya. Art nouveau adalah gaya yang berusaha

Universitas Indonesia

Bentuk dan..., Idham Maulana, FIB UI, 2009

Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia awal abad 20 merupakan bentuk


yang spesifik dikarenakan pada masa itu banyak bangunan menerapkan berbagai
macam gaya arsitektur, sehingga menghasilkan bentuk bangunan yang beragam.
Bentuk tersebut merupakan hasil kompromi dari arsitektur yang berkembang di
Eropa pada zaman yang bersamaan dan dengan iklim tropis di Indonesia
(Handinoto, 1996:163). Maka, menurut Heuken (2008:44) sangat sukar untuk
menggolongkan beberapa bangunan pada masa itu berdasarkan pada suatu gaya
tertentu. Oleh karena itu menjadi suatu pertanyaan bagaimana bentuk dan gaya
Bangunan Panti Asuhan Vincentius Putra ini dan seperti apa kemiripan dengan
bentuk dan gaya-gaya bangunan yang terdapat di Batavia awal abad 20. Tujuan
dari penelitian ini berupaya mengungkapkan kesamaan dan kecenderungan dari
berbagai bentuk dan gaya yang ada pada masa itu terhadap bangunan Panti
Asuhan Vincentius Putra. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi awal mengenai suatu bentuk bangunan panti asuhan, sehingga nantinya
dapat dijadikan sebagai pembanding terhadap penelitian selanjutnya mengenai
bangunan kolonial yang diperuntukan sebagai panti asuhan.
1.2 Ruang lingkup Penelitian
Dalam hal ini lingkup penelitian difokuskan untuk mencari kesamaan
bentuk dan gaya-gaya bangunan yang terdapat di awal abad ke-20 terhadap
bangunan ini. Objek penelitian adalah bangunan lama Panti Asuhan Vincentius
Putra yang dirancang oleh biro arsitek Hulswit, Fermont & Cuypers tahun 1915
yang terletak di Jalan Kramat Raya 134, kecamatan Senen, kotamadya Jakarta
Pusat.

meninggalkan ciri-ciri klasik dalam penerapan bangunannya, mempunyai ciri penggunaan elemenelemen floral dalam bentuk abstrak. Amsterdam school berkembang antara tahun 1910 sampai
dengan 1925 menekankan pada bentuk profil-profil plesteran, penggunaan bata, batu alam dan
kayu. Bangunan dengan gaya de stijl mempunyai ciri penggunaan atap datar, bentuk geometrik
dan penggunaan warna-warna dasar. Semua gaya tersebut tumbuh dan berkembang di Eropa
pengaruhnya terasa pada daerah-daerah koloni seperti Hindia Belanda, penjelasan lebih lanjut
terdapat pada bab selanjutnya.

Universitas Indonesia

Bentuk dan..., Idham Maulana, FIB UI, 2009

1.3 Metode Penelitian


Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan metode untuk mencapai
tujuan yang diharapkan dari penelitian tersebut. Adapun metode yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi tiga tahapan yaitu, pengumpulan data, pengolahan
data, dan penafsiran data. Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan
data, tahap ini meliputi studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan
dilakukan dengan cara mengumpulkan sumber-sumber kepustakaan yang
berkenaan dengan topik penelitian antara lain buku-buku, artikel, majalah, jurnal
maupun hasil penelitian baik yang berhubungan langsung maupun tidak langsung
dengan bangunan Panti Asuhan (Weeshuis) Vincentius Putra. Pengumpulan data
berupa peta keletakan dimaksudkan untuk dapat menelusuri kembali berbagai
informasi yang tertuang dalam suatu peta keletakan mengenai batas-batas lokasi
obyek penelitian.
Pengumpulan data berupa foto dan gambar dalam studi ini dimaksudkan
untuk memperoleh informasi secara visual terhadap berbagai hal tentang
bangunan Panti Asuhan (Weeshuis) Vincentius Putra. Data berupa foto dan
gambar semacam itu sangat bermanfaat sebagai bahan informasi terhadap data
yang dijumpai saat ini. Hal itu dianggap penting mengingat bahwa berbagai data
arkeologis seringkali mengalami banyak perubahan baik secara kualitas maupun
kuantitas.
Pada studi lapangan dilakukan dengan cara pengamatan langsung pada objek
penelitian, memfoto, dan mendeskripsikan bangunan baik secara horizontal
(denah) maupun vertikal (struktur). Pengukuran bangunan dilakukan selengkap
mungkin secara verbal, yaitu meliputi ukuran bangunan (panjang, lebar, dan
tinggi). Disamping itu juga dilakukan pengukuran dan pendeskripsian terhadap
elemen yang ada pada bangunan misalnya ruang, lantai, tangga, pintu, jendela,
tingkap, dan tiang atau pilar.
Tahap kedua merupakan proses pengolahan data. Seluruh hasil yang telah
diperoleh dalam tahap pertama, kemudian dianalisis. Dalam melakukan analisis
Bangunan Panti Asuhan Vincentius Putra, dilakukan dengan cara pemilahan agar
unsur-unsur bentuk dan gaya bangunan dapat dimengerti secara keseluruhan.
Pemilahan dilakukan dengan membagi bangunan menjadi 3 bagian yakni bagian

Universitas Indonesia

Bentuk dan..., Idham Maulana, FIB UI, 2009

dasar (fondasi dan lantai), dinding, dan atap bangunan. Dalam pemilahan ini,
analisis yang dilakukan meliputi dua hal yakni pertama, menganalisis komponen
arsitektur dengan cara mencari persamaan bentuk dengan komponen arsitektur
yang berkembang di Eropa. Selanjutnya, mencari persamaan bentuk dan ciri
dengan bangunan-bangunan kolonial lainnya yang dibangun pada masa yang
sama sekaligus juga mencari persamaan gaya bangunan. Dalam mencari
persamaan gaya tersebut, terlebih dahulu dipaparkan gaya-gaya bangunan yang
terdapat di Eropa awal abad 20 serta contoh bangunannya di Batavia berdasarkan
literatur yang telah didapat.
Tahap terakhir adalah penafsiran data, yakni mengintegrasikan dari
pemilahan yang dilakukan terhadap adanya kesamaan komponen bangunan Panti
Asuhan Vincentius Putra dengan komponen bangunan yang terdapat di Eropa dan
kesamaan dengan bangunan kolonial yang terdapat di Batavia awal abad 20 serta
gaya bangunannya. Kemudian dari pola-pola yang terlihat ditarik kesimpulan
untuk menjawab sesuai dengan pemasalahan dan tujuan penelitian.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan bertujuan agar dalam pemaparan suatu penelitian
yang dituangkan dalam penulisan tersusun secara teratur sehingga dapat
dimengerti dan dipahami. Adapun sistematika penulisan peneliti terdiri dari 4 Bab
sebagai berikut:
Bab 1 merupakan Bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, permasalahan,
tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab 2 berupa sejarah dan deskripsi Bangunan Panti Asuhan Vincentius Putra
terdiri dari penjelasan arsitektur kolonial awal abad ke-20 di Batavia, riwayat biro
arsitek Hulswit, Fermont & Cuypers, latar sejarah panti asuhan yang terdapat di
Batavia sampai dengan Bangunan Panti Asuhan Vincentius Putra dan terakhir
berisi deskripsi (pemerian) Panti Asuhan Vincentius Putra.

Universitas Indonesia

Bentuk dan..., Idham Maulana, FIB UI, 2009

Bab 3 merupakan analisis yakni berupaya mencari kesamaan terhadap bentuk


komponen bangunan yang terdapat di Eropa dan juga bangunan kolonial di Hindia
Belanda awal abad 20 serta gaya bangunannya.
Bab 4 penutup berupa kesimpulan maupun saran.

Universitas Indonesia

Bentuk dan..., Idham Maulana, FIB UI, 2009

Anda mungkin juga menyukai