Laporan PJBL 1
Laporan PJBL 1
BLOK RESPIRATORY
Asthma
115070200111013
Arfianita Ramadhani
115070200111015
115070200111017
115070201111003
115070201111001
Hartono
115070200111055
115070201111011
115070201111013
115070201111015
Frita Ferdina
115070200111031
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai
sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel,
serta meningkatnya respon saluran napas (hipereaktivitas bronkus) terhadap berbagai
stimulant. Inflamasi kronik ini akan menyebabkan penyempitan (obstruksi) saluran
napas yang reversible, membaik secara spontan dengan atau tanpa pengobatan. Gejala
yang timbul dapat berupa batuk, sesak nafas dan mengi.
Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat
bersifat menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian sehigga
menurunkan kualitas hidup, salah satu faktor pencetus serangan asma adalah kondisi
psikologis klien yang tidak stabil termasuk di dalamnya cemas. Hal ini sering
diabaikan oleh klien sehingga frekuensi kekambuhan menjadi lebih sering dan klien
jatuh pada keadaan yang lebih buruk, kondisi ini merupakan suatu rantai yang sulit
ditentukan mana yang menjadi penyebab dan mana yang merupakan akibat.
Badan kesehatan sedunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia
menderita asma. Bahkan, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga
mencapai 180.000 orang setiap tahun. Kondisi ini tidak hanya terjadi di negara
berkembang, tapi juga di negara maju sekalipun.
Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah
sekitar 4%. Berdasarkan laporan Heru Sundaru (Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM), prevalensi asma di Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar
(4,3%) dan Jakarta (7,5%). Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi
penyakit Asma tertinggi di Indonesia adalah Aceh Barat (13,6%), Buol (13,5%),
Pohuwato (13,0%), Sumba Barat (11,5%), Boalemo (11,0%), Sorong Selatan (10,6%),
Kaimana (10,5%), Tana Toraja (9,5%), Banjar (9,2%), dan Manggarai (9,2%).
Sedangkan 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Penyakit Asma terendah adalah
Yakuhimo (0,2%), Langkat (0,5%), Lampung Tengah (),5%), Tapanuli Selatan
(0,6%), Lampung Utara (0,6%), Kediri (0,6%), Soppeng (0,6%), Karo (0,7%),
Serdang Bedagai (0,7%), dan Kota Binjai (0,7%). Berdasarkan tingginya prevalensi
asma di Indonesia, maka makalah ini dibuat untuk menambah pengetahuan
mahasiswa dan masyarakat tentang penyakit asma.
2. Batasan Topik
a. Definisi
b. Etiologi
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Faktor Resiko
Epidemiologi
Patofisiologi
Tanda dan Gejala
Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan
Pencegahan
Komplikasi
BAB II PEMBAHASAN
1.
Definisi
Asma adalah serangan dispnea proksimal berulang disertai mengi akibat
kontraksi spasmodic bronki. Keadaan ini biasanya disebabkan manifestasi
alergi atau sekunder akibat kondisi kronik atau berulang.
Asma adalah Gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai
sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai
tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernapasan (mengi dan sesak).
Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran
nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus.
Faktor-faktor penyebab dan pemicu penyakit asma antara lain debu rumah
dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain.
Penyakit ini merupakan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua,
kakek atau nenek anak menderita penyakit asma maka bisa diturunkan ke anak.
Penyebab penyakit asma belum jelas. Diduga, ada beberapa faktor pencetus
yaitu:
a. Faktor Ekstrinsik
- Reaksi antigen antibodi dan alergen (debu, serbuk serbuk, bulu bulu
binatang)
- Infeksi (virus influenza, pnemonia, respiratory syncytial virus (RSV),
mycoplasma)
- Bakteri (pertusis dan streptokokkus)
- Jamur (aspergillus)
- Iritan : kimia, polusi udara (CO, asap rokok, minyak wangi, bau-bauan
-
2.
3.
4.
5.
3.
4.
aktifitas tertentu
Perubahan cuaca
Kekurangan berat badan saat kelahiran
Obesitas
Jalan nafas sempit sejak lahir
Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana
terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi
pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada
anak-anak (GINA, 2003).
Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai
propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari
sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik
dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai
penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu
pada SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per
1.000 penduduk (PDPI, 2006).
Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia
adalah sekitar 4%. Menurut Sastrawan, dkk (2008), angka ini konsisten dan
prevalensi asma bronkial sebesar 515%.
5.
Patofisiologi
6.
yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi
dapat berlangsung sekitar 34 hari dan batuknya dapat berlangsung 1014
hari. Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi
alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak
biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.
b. Asma episodik sering
Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga
golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada
permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas.
Pada umur 56 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya
orang tua menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen,
aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun dan
tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan
paling banyak pada umur 813 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang
sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya
gejala paling buruk terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang
dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika
waktu serangan lebih dari 12 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan
fisik. Hay fever dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan
ini jarang ditemukan gangguan pertumbuhan.
c. Asma kronik atau persisten
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum
umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama
dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan lebih
jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu
terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat
dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai
puncaknya pada umur 814 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma persisten
atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa muda.
Pada pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada
burung (pigeon chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison.
Pada golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil.
timbul segera setelah terkena alergen, misalnya bulu binatang, minum aspirin,
zat warna tartrazine, makan makanan atau minum minuman yang mengandung
zat pengawet..
f. Batuk malam
Banyak terdapat pada semua golongan asma. Batuk terjadi karena inflamasi
mukosa, edema dan produksi mukus yang banyak. Bila gejala menginya tidak
jelas sering salah didiagnosis, yaitu pada golongan asma anak yang berumur
26 tahun dengan gejala utama serangan batuk malam yang keras dan kering.
Batuk biasanya terjadi pada jam 14 pagi. Pada golongan ini sering didapatkan
tanda adanya alergi pada anak dan keluarganya.
g. Asma yang memburuk pada pagi hari
Golongan yang gejalanya paling buruk jam 14 pagi. Keadaan demikian dapat
terjadi secara teratur atau intermitten. Keadaan ini diduga berhubungan dengan
irama diurnal caliber saluran napas, yang pada golongan ini sangat menonjol.
Gejala klinis:
Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara
klinis asma dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
Stadium I
Disaat terjadi edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk
kering. Sputum yang kering dan terkumpul merupakan benda asing yang
merangsang batuk.
Stadium II
Sekresi bronkus bertambah banyak dan timbul batuk berdahak jernih berbusa.
Pada stadium ini anak akan mulai berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi
memanjang dan terdengar mengi. Tampak otot napas tambahan turut bekerja.
Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin sela iga. Anak lebih
senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau
kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk ke
depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang
lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi suprasternal dan
interkostal.
Stadium III
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga
suara napas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering
disangka ada perbaikan. Batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur
dan frekuensi napas yang mendadak meninggi
7.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen
akan semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila
terjadi
pneumonia
mediastinum,
pneumotoraks,
dan
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
8.
Arif Mutaqqin dalam bukunya yang berjudul Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Klien dengan
Pencegahan
Pemeriksaan substansi yang mencetuskan asma pada penderita asma, kemudian
melakukan upaya untuk menghindari agens penyebab asma seperti:
a. Mengeluarkan binatang peliharaan.
b. Menghindari asap rokok dan asap dari benda terbakar.
c. Penggunaan air conditioner untuk meminimalkan membuka jendela terutama
saat musim semi dimana banyak udara yang mengandung serbuk sari.
d. Pola hidup sehat dan bersih.
10. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak lengkap pada bayi atau
pengempisan paru pada orang dewasa.
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asma tidak
sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan
nonfarmakologi dan farmakologi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit asma adalah dengan cara mengeluarkan binatang peliharaan, menghindari asap
rokok dan asap dari benda terbakar, penggunaan air conditioner untuk meminimalkan
membuka jendela terutama saat musim semi dimana banyak udara yang mengandung serbuk
sari dan pola hidup yang tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi apabila asma tidak segera
ditangani diantaranya adalah atelektasis, hipoksemia, pneumothoraks, emfisema, deformitas
thoraks, gagal nafas, bronkietaksis, bronkopneumonia, kegagalan jantung dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronial. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo.
Mutaqqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Lenfant C. Khaltaev N. 2002. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Work Shop
Report.
GINA (Global Initiative for Asthma). 2006. Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.
Vita Health. 2005. Asma Informasi Lengkap Untuk Penderita dan Keluarganya. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anonim.
2005.
Asthma.http/www.omni.ac.uk/browse/mesh/Doo1249html.
Sidhartani M. 2007. Peran Edukasi Pada Penatalaksanaan Asma Pada Anak. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 2-4.
Fordiastiko. 2005. Asma dan Seluk-Beluknya Simposium awam, Mengetahui Diagnosis
dan Pengobatan Asma. PDPI. Semarang.
Kurnia P. 2006. Analisis Hubungan Kondisi Rumah dan Perilaku Keluarga dengan
Kejadian Serangan Asma Anak di Kota Semarang, FK UGM , RSUP DR. Sarjito, Yogyakarta.
Sundaru H, Sukamto. 2006. Asma Bronkial. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.
Anonim. 2006. Asma. www kalbe.co.id.