Anda di halaman 1dari 18

Setelah sedikit banyak kita mengkaji hukum mulai dari pengertian hukum itu sendiri lalu segala aspek

yang mendukung terjadinya kaedah hukum serta pembidangan hukum itu tersebut dan lain sebagainya,
kini kita akan mencoba mengupas satu dari pengklasifikasian hukum-hukum tersebut yaitu Hukum
International atau hukum antar negara dan antar organisasi internasional, atau bisa kita sebut hukum
transnasional, termasuk didalamnya hukum diplomatik dan konsuler, kali ini kita akan mencoba sedikit
menelaah hubungan internasional antar negara yang mana telah diatur oleh hukum internasional, politik
yang genjar selalu menjadi background tiap praktisi negara untuk mencapai interest tiap-tiap negara,
hubungan hukum internasional dengan politik internasional menjadi kata kunci untuk menjelaskan
permasalahan pokok yang berkaitan dengan masalah efektifitas hukum internasional dalam menjamin
kepatuhan negara terhadap aturan main yang ada pada level antarnegara. Hukum internasional itu
sendiri hadir dari beberapa konvensi dan juga resolusi-resolusi PBB, dengan satu tujuan suci tiada lain
ialah membina masyarakat internasional yang bersih dari segala hal yang berbau merugikan sesuatu
negara, dengan demikian dapat mempererat terjalinnya hubungan internasional atau hubungan antar
negara secara sehat, dinamis dan harmornis.
Definisi Hukum Internasional
Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan seperti politik, sosial,
ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum yang diharap bisa menuntaskan segala
masalah yang timbul dari hubungan antar negara tersebut. Hukum Internasional ialah sekumpulan
kaedah hukum wajib yang mengatur hubungan antara person hukum internasional (Negara dan
Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi hubungan
yang terjadi antara person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.
Oleh karena itu hukum internasional adalah hukum masyarakat internasional yang mengatur segala
hubungan yang terjalin dari person hukum internasional serta hubungannya dengan masyarakat sipil.
Hukum internasional mempunyai beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle
of mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip komunikasi bebas (principle of
free communication), princip tidak diganggu gugat (principle of inciolability), prinsip layak dan umum
(principle of reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of exterritoriality), dan prinsipprinsip lain yang penting bagi hubungan diplomatik antarnegara.
Maka hukum internasional memberikan implikasi hukum bagi para pelangarnya, yang dimaksud
implikasi disini ialah tanggung jawab secara internasional yang disebabkan oleh tindakan-tindakan
yang dilakukan sesuatu negara atau organisasi internasional dalam melakukan segala tugas-tugasnya
sebagai person hukum internasional.
Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan unsur-unsur terpenting dari hukum internasional:
Objek dari hukum internasional ialah badan hukum internasional yaitu negara dan organisasi
internasional.
Hubungan yang terjalin antara badan hukum internasional adalah hubungan internasional dalam artian
bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan hubungan luar negeri yang melewati batas teritorial
atau geografis negara, berlainan dengan hukum negara yang hanya mengatur hubungan dalam negeri .
Kaedah hukum internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua kaedah hukum, dan ini yang
membedakan antara hukum internasional dengan kaedah internasional yang berlaku dinegara tanpa
memiliki sifat wajib seperti life service dan adat kebiasaan internasional.
Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu negara dalam mengatur segala
urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum
internasional ialah hukum yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain.
Sumber-sumber Hukum Internasional

Hukum traktat, yakni hukum yang terbentuk dalam perjanjian-perjanjian internasional (tractaten-recht)
Kesepakatan dan perjanjian international. Seperti Konvensi Vina, Konvensi New York serta perjanjian
serta kesepakatan yang lainnya.
Hukum kebiasaan (costumary), yaitu keajegan-keajegan dan keputusan-keputusan (penguasa dan warga
masyarakat) yang didasarkan pada keyakinan akan kedamaian pergaulan hidup.
Sumber-sumber hukum internasioanl yang lainnya seperti: dasar umum negara, hukum peradilan
internasional, fiqh internasional, kaedah keadilan, serta keputusan-keputusan organisasi internasional.
Tanggung Jawab Internasional
Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional demi berlangsungnya
kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan yang merugikan negara lain. Oleh
sebab itu negara yang melakukan tindakan yang dapat merugikan negara lain atau dalam artian
melanggar kesepakatan bersama akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus bertanggung
jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan hukum dimana hukum
internasional mewajibkan kepada person hukum internasional pelaku tindakan yang melanggar
kewajiban-kewajiban internasional yang menyebabkan kerugian pada person hukum internasional
lainnya untuk melakukan kompensasi.
Suatu negara dapat dimintai pertanggung jawabannya secara internasional bila telah memenuhi syarat
sebagai berikut:
Negara tersebut telah benar-benar melakukan tindakan yang merugikan, tindak positif ataupun negatif.
Tindakan yang merugikan ini timbul dari person hukum internasional yang meliputi negara dan
organisasi internasional.
Yang terakhir yaitu tindakan yang merugikan itu sendiri, bila tidak ada kerugian yang timbul dari
person hukum internasional pertanggungjawaban internasional tidak dapat di terapkan
Tindakan yang merugikan ini dapat timbul dari perangkat badan internasional itu sendiri, yaitu badan
legislatif, eksekutif dan pula yudikatif.
Pengertian Negara menurut Hukum Internasional
Pengertian person hukum internasional itu sendiri ialah kesatuan internasional yang diterapkan hukum
internasional kepadanya, atau yang mempunyai kelayakan dalam hak dan dibebani oleh beberapa
kewajiban yang ditetapkan hukum internasional.
Disini kita perlu membahas sedikit tentang negara yang merupakan subjek sekaligus objek dari hukum
internasional, negara dalam pengertian hukum internasional ialah sekumpulan orang-orang yang
berdomisili di suatu teritorial tertentu secara mapan(stabil) serta patuh kepada kekuatan hukum yang
bijaksana dan mempunyai kedaulatan serta memiliki kewenangan penuh.
Negara mempunyai tiga unsur penting yaitu; Rakyat, Teritorial (daerah), dan Kekuasan (kewenangan).
Rakyat terbentuk dari penduduk yang menetap di teritorial negara secara mapan(stabil) dan terikat pada
negara secara politik serta hukum, atau dapat kita sebut kewarganegaraan. Sedangkan teritorial adalah
letak geografis dimana suatu negara dapat melaksanakan segala kekuasannya yang ditetapkan oleh
hukum internasional sebagai person hukum internasional, iklim meliputi area daratan, air dan lapisan
langit. Kemudian Kekuasaan itu sendiri ialah kemerdekaan secara utuh dalam urusan internal dan
eksternal Negara, kebebasan internal dalam artian suatu negara dapat melaksanakan seluruh urusan
dalam negerinya yang ditanggani oleh dewan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, sedangkan kebebasan
eksternal atau luar dimaksudkan ialah kelayakan suatu negara guna melaksanakan seluruh juridiksi atau
kompetensi internasional.

Suatu negara mempunyai hak yang sama dimata hukum internasional seperti; kemerdekaan,
kedaulatan, persamaan didepan hukum, dan pertahan diri, selain itu negara juga mempunyai kewajiban
seperti; pelarangan interpensi dalam urusan negara lain, menghargai negara lain dan lain sebagainya.
Subjek hukum internasional juga berasal dari Organisasi Internasional, organisasi internasional dapat
kita definisikan sebagai berikut; organisasi antarpemerintah yang diakui sebagai subjek hukum
internasional dan mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian internasional.
Peristiwa Internasional
Dari segi yang berbeda hukum internasional merupakan hukum yang berhubungan dengan Peristiwa
Internasional, adapun yang termasuk Peristiwa Internasional ialah:
Hukum Tantra (Tata Tantra maupun Karya/Administrasi Tantra) substantif/materiel dan ajektif/formil,
Hukum Pidana substantif/materiel dan ajektif/formil,
Hukum Perdata substantif/materiel dan ajektif/formil
Dan karena itu masing-masing disebut Hukum Tantra Internasional. Hukum Pidana Internasional dan
Hukum Perdata Internasional.
Oleh sebab itu jelaslah bahwa hukum itu disebut Hukum Internasional atau Hukum Nasional bukan
ditentukan oleh sumbernya, Nasional atau Internasional. Sumber Nasional dari pada Hukum Tantra
Internasional adalah misalnya pasal 11 & 13 UUD45 dan bila sumber itu berupa hasil karya Tantra
Internasional (perjanjian) maka untuk berlakunya perlu pengukuhan secara Nasional, sekurangnya
diumumkan dalam Lembaran/Berita Nasional. Contoh dari ketentuan Hukum Pidana International yang
bersumber Nasional adalah pasal 2 s/d 8 KUHP, sedang yang bersumber Internasional ialah misalnya
Perjanjian Ekstradisi. Hukum Perdata Internasional adalah sungguh Hukum Internasional karena
berhubungan dengan peristiwa dalam sikap tindak, kejadian, dan keadaan Internasional, misalnya:
bidang hukum harta kekayaan seperti warga Indonesia mempunyai rumah di Singapura, bidang hukum
keluarga seperti Warga negara Malaysia menikah dengan warga negara Indonesia, bidang hukum waris
seperti seorang Pewaris warga negara Cina mempunyai ahliwaris warganegara Indonesia. Dalam hal ini
perlu juga ditegaskan bahwa bila peristiwa Hakim Nasional; mengadili perkara suatu
(Tantra/Pidana/Perdata) Internasional, maka menyelenggarakan Peradilan Internasional (dedoublement
functionel) dan keputusannya merupakan hukum konkrit internasional walaupun ia bukan hukum
internasional dan lembaganya tetap Pengadilan Nasional.
Hukum Diplomatik dan Konsuler
Pengertian hukum diplomatik masih belum banyak diungkapkan, karena pada hakekatnya hukum
diplomatik merupakan bagian dari Hukum Internasional yang mempunyai sebagian sumber hukum
yang sama seperti konvensi-konvensi Internasional.
Diplomasi merupakan suatu cara komunikasi yang dilakukan antara berbagai pihak termasuk negoisasi
antara wakil-wakil yang sudah diakui. Praktik-praktik negara semacam itu sudah melembaga sejak
dahulu dan kemudian menjelma sebagai aturan-aturan hukum internasional. Namun pengertian secara
tradisional kata hukum diplomatik digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional
yang mengatur tentang kedudukan fungsi misi diplomatik yang dipertukarkan oleh negara-negara yang
telah membina hubungan diplomatik, lain halnya dengan pengertian-pengertian sekarang yang bukan
saja meliputi hubungan diplomatik dan konsuler antarnegara, tetapi juga keterwakilan negara dalam
hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional.
Dari pengertian sebagaimana tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan adanya beberapa faktor yang
penting yaitu hubungan antara bangsa untuk merintis kerjasama dan persahabatan, hubungan tersebut
dilakukan melalui pertukaran misi diplomatik termasuk para pejabatnya. Dengan demikian, pengertian
hukum diplomatik pada hakikatnya merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum internasional
yang mengatur hubungan diplomatik antar negara yang dilakukan atas dasar permufakatan bersama dan

ketentuan atau prinsip-prinsip tersebut dituangkan didalam instrumen-instrumen hukum sebagai hasil
dari kodifikasi hukum kebiasaan internasional dan pengembangan kemajuan hukum internasional.
Dalam perkembangannya, hukum diplomatik mempunyai ruang lingkup yang lebih luas lagi bukan saja
mencakupi hubungan diplomatik antarnegara, tetapi juga hubungan konsuler dan keterwakilan negara
dalam hubunganya dengan organisasi-organisasi internasional khususnya yang mempunyai
tanggungjawab dan keanggotaannya yang bersifat global atau lazim disebut organisasi internasional
yang bersifat universal. Bahkan dalam kerangka hukum diplomatik ini dapat juga mencakupi
ketentuan-ketentuan tentang perlindungan keselamatan, pencegahan serta penghukuman terhadap
tindak kejahatan yang ditujukan kepada para diplomat.
Para pejabat diplomatik yang dikirimkan oleh sesuatu negara ke negara lainnya telah dianggap
memiliki suatu sifat suci khusus. Sebagai konsekuensinya, mereka telah diberikan kekebalan dan
keistimewaan diplomatik, ini merupakan aturan kebiasaan hukum internasional yang telah ditetapkan,
termasuk harta milik, gedung dan komunikasi. Untuk menunjukkan totalitas kekebalan dan
keistimewaan diplomatik tersebut, terdapat 3 teory yang sering digunakan dalam hal ini, yaitu;
exterritoriality theory, representative character theory dan functional necessity theory. Sifat dan prinsip
tersebut itu diberikan kepada para diplomat oleh hukum nasional negara penerima. Pemberian hak-hak
tersebut didasarkan resiprositas antarnegara dan ini mutlak diperlukan dalam rangka:
Mengembangkan hubungan persahabatan antarnegara, tanpa mempertimbangkan sistem ketatanegaraan
dan sistem sosial mereka berbeda.
Bukan untuk kepentingan perseorangan tetapi untuk menjamin terlaksananya tugas para pejabat
diplomatik secara efisien terutama dalam tugas dari negara yang mewakilinya.
Kekebalan dan keistimewaan diplomatik akan tetap berlangsung sampai diplomat mempunyai waktu
sepantasnya menjelang keberangkatannya setelah menyelesaikan tugasnya di sesuatu negara penerima.
Namun negara penerima setiap kali dapat meminta negara pengirim untuk menarik diplomatnya apabila
ia dinyatakan persona non grata.
Esensial Hukum Internasional
Apa yang menjadi kepentingan hukum internasional adalah memberikan batasan yang jelas terhadap
kewenangan negara dalam pelaksanaan hubungan antarnegara. Hal ini bertolak belakang dengan
kepentingan penyelenggaraan politik internasional yang bertujuan untuk mempertahankan atau
memperbesar kekuasaan. Karena itu, hukum bermakna memberikan petunjuk operasional perihal
kebolehan dan larangan guna membatasi kekuasaan absolut negara.
Realitanya keterkaitan diantara kedua dimensi hubungan ini berujung kepada persoalan esensi hukum
sebagai suatu kekuatan yang bersifat memaksa. Masalah efektifitas hukum dalam hubungan
internasional ini menimbulkan dua konsekuensi yang secara diameteral saling bertolak-belakang.
Pertama, struktur hukum nasional lebih tinggi dari pada hukum internasional. Pemahaman ini
membawa implikasi hukum internasional terhadap kebijakan domestik suatu negara akan diukur
berdasarkan sistem hukum nasional. Di sini hukum internasional baru akan berlaku jika tidak
bertentangan dengan kaedah hukum nasional. Agar berlaku, hukum internasional juga perlu diadopsi
terlebih dahulu menjadi hukum nasional, yaitu suatu proses yang dilakukan antara lain melalui
ratifikasi. Dasarnya adalah doktrin hukum pacta sunc servanda di mana perjanjian berlaku sebagai
hukum bagi para pihak. Perjanjian merefleksikan itikad bebas yang dicapai secara sukarela oleh subjek
hukum internasional yang memiliki kesetaraan satu sama lain. Sebaliknya, hukum dinilai tidak dapat
berfungsi secara efektif jika tidak ada keinginan negara untuk tunduk di bawah ketentuan yang
diaturnya. Kemudian pemahaman kedua sementara itu mendalilkan bahwa hukum internasional
otomatis berlaku sebagai kaedah hukum domestik yang mengikat negara tanpa melalui proses adopsi
menjadi hukum nasional. Menurut paradigma ini, hukum internasional merupakan fondasi tertinggi

yang mengatur hubungan antarnegara. Sumber kekuatan mengikat hukum internasional adalah prinsip
hukum alam(costumary) yang menempatkan akal sehat masyarakat internasional sebagai cita-cita dan
sumber hukum ideal yang tertinggi. Terlepas dari ada atau tidaknya persetujuan ini, secara yuridis
negara dapat terikat oleh prinsip hukum internasional yang berlaku universal atau oleh kaedah
kebiasaan internasional. Customary itu sendiri membuktikan bahwa praktek negara atas sesuatu hal
yang sama dan telah mengkristal, sehingga diakui oleh masyarakat internasional memiliki implikasi
hukum bagi pelanggaran terhadapnya.
Penutup
Pembahasan tentang hukum internasional tidak akan pernah berakhir itu disebabkan eksistensi hukum
internasional bersinggungan langsung dengan peristiwa internasional yang selalu menimbulkan hal-hal
baru, kedaulatan sesuatu negara selalu menjadi polemik tiada henti dalam aplikasi hukum internasional
itu sendiri. Hukum internasional mempunyai lahan yang sangat luas ini dikarenakan menyangkut
pelbagai macam aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Hukum internasional
juga mencakup hukum laut dan udara yang bukan teritorial negara tertentu, dan juga hukum pada
waktu perang serta lain sebagainya.
Daftar Bacaan
Suryokusumo, Sumaryo,.(1995) Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Bandung: Alumni.
Soekanto, Soerjono,.(1993) Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung: Citra Aditya.
Mahmud, Abdul Ghani,.(2003) Al-Qonun al-Dauli al-Amm, Cairo : Dar el-Nahdlah el-Arabia.
PENDAHULUAN
Timbulnya hubungan internasional secara umum tersebut pada hakikatnya
merupakan proses perkembangan hubungan antar Negara, karena kepentingan
dua Negara tidak dapat menampung kehendak banyak Negara. Dalam
membentuk organisasi internasional, negara negara melalui organisasi itu akan
berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi kepentingan bersama, dan
kepentingan itu menyangkut bidang kehidupan internasional.
Di bidang perhubungan misalnya, negara negara Eropa dalam tahun 1815 telah
mengatur hubungan pelayaran melalui Sungai Rhine ( Cenral Commission for
Navigation of the Rhine ), dan di dalam Kongres Paris 1856 juga telah disepakati
suatu persetujuan pelayaran melalui Sungai Danube bagi negara negara yang
dilalui oleh sungai ini ( Danube Commission ). Di bidang perdagangan, dalam
tahun 1933 telah ada International Wheat Agreement yang mangatur produksi
dan pemasaran gandum internasional, dan dalam tahun 1934 beberapa negara
telah menyetujui tentang pengaturan produksi dan eksport karet melalui
Regulation of the Production and Export of Rubber, sampai kepada Havana
Charter 1948 untuk membentuk International Trade Organization khususnya yang
mengatur tentang komoditi. Demikian juga di bidang moneter ketika negara
negara Amerika Selatan dalam tahun 1865 mengadakan peraturan bersama
melalui Latin Monetary Union.Sejak pertengahan abad 17 perkembangan
organisasi internasional tidak saja diwujudkan dalam berbagai konferensi
internasional yang kemudian melahirkan persetujuan persetujuan, tetapi lebih
dari itu telah melembaga dalam berbagai variasi dari komisi ( commission ),
perserikatan bangsa bangsa ( united nations ), persemakmuran
( commonwealth ), masyarakat ( community ), kerjasama ( cooperation ), dan lain
lain.

Dengan proses perkembangan organisasi internasional tersebut sekaligus telah


menciptakan norma norma hukum yang berkaitan dengan organisasi itu, yang
kemudian membentuk suatu perjanjian yang disebut instrument dasar atau
instrument pokok ( constituent instrument
Pembahasan hukum organisasi internasional ini hanya menyangkut pada
organisasi organisasi internasional tingkat pemerintahan karena lebih
melibatkan pada pemerintah negara negara anggotanya sebagai pihak, oleh
sebab itu organisasi internasional dalam pengertian ini dapat disebut sebagai
organisasi internasional public ( public international organization ). Sebaliknya ada
pula organisasi internasional yang bersifat non pemerintah yang melibatkan
badan badan atau lembaga lembaga swasta di dalam berbagai negara
( private international organization ).Agar sesuatu organisasi internasional
mempunyai status pemerintahan ( public ), organisasi itu harus dibentuk dengan
suatu persetujuan internasional, mempunyai badan badan, dan arena
mempunyai persetujuan internasional maka pembentukkan itu di bawah hukum
internasional. Organisasi organisasi internasional yang tidak memenuhi syarat
syarat bagi organisasi internasional dimasukkan dalam jenis organisasi
internasional privat. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi organisasi
internasional privat di cakup oleh hukum privat dan bukan hukum public. Karena
hukum privat merupakan hukum privat dari suatu negara, maka organisasi
internasional privat tersebut dicakup oleh hukum nasional, sedangkan organisasi
internasional public dicakup oleh hukum internasional.
PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah aspek umum dari status Hukum Organisasi Internasional?
2. Bagaimanakah kaitan Personalitas Hukum dengan Hukum Internasional ?
3. Bagaimanakah Personalitas Hukum dari Organisasi Internasional ?
4. Apakah Fungsi pembuat Hukum dari Organisasi Internasional ?
PEMBAHASAN
Aspek Umum
Siapakah yang merupakan pihak pihak dalam organisasi internasional ? Bagi
organisasi organisasi internasional yang dibentuk atau didirikan melalui
perjanjian, diperlukan negara negara sebagai pihak dan bukan pemerintah,
karena pemerintah hanya bertindak atas nama negara. Setelah menjadi pihak
dari suatu perjanjian untuk membentuk suatu organisasi internasional, sesuatu
negara menerima kewajiban kewajiban yang pelaksanaannya akan dilakukan
oleh pemerintah negara itu dan bukan negara sebagai keseluruhan. Atas dasar itu
maka tidaklah tepat dikatakan sebagai organisasi antar pemerintah (inter
governmental organization ).
Perjanjian untuk membentuk suatu organisasi internasional pada hakikatnya
merupakan instrument pokok pada organisasi tersebut, yang juga merupakan
sumber hukum pokok bagi organisasi itu. Sejak organisasi internasional
diciptakan, maka organisasi itu berlaku sejak ditetapkan dan berlangsung terus
sampai perjanjian itu menyatakan berakhir. Namun jarang sekali terjadi perjanjian
itu untuk membentuk organisasi: menyatakan secara tegas berakhirnya
organisasi itu ( express act ). Baik Liga Bangsa Bangsa maupun PBB tidak
memuat keterangan tentang berakhirnya organisasi itu karena memang
mempunyai tujuan yang permanent. Walaupun demikian, tanpa ada rekomendasi
Dewan, Majelis Liga telah membubarkan Liga dengan resolusi pada tanggal 18

April 1946. Di samping itu juga membentuk Board of Liquidation yang diberi tugas
mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan pembubaran Liga Bangsa
Bangsa.
Dengan bubarnya Liga Bangsa bangsa dalam tahun 1946 maka PBB menjadi
satu satunya organisasi internasional yang merupakan penggantinya, walaupun
Piagam Atlantic maupun Dumberton Oaks sama sekali tidak menyinggung
masalah Liga Bangsa Bangsa. Bagaimana dengan pembubaran Liga Bangsa
Bangsa dan penjelmaannya dalam bentuk organisasi Internasional yang baru?
Mengenai pelimpahan tugas, Komisi Persiapan PBB dalam menanggapi laporan
dari Komite Eksekutif Liga pada mulanya tidak begitu dapat menerima gagasan
mengenai pelimpahan tugas tugas tersebut secara en bloc. Tetapi kemungkinan
Komite Persiapan PBB mengadakan tinjauan seperlunya dalam berbagai tugas
yang dikehendaki oleh PBB sendiri maupun badan badan khusus, seperti :
(i). Tinjauan mengenai tugas politik Majelis Umum; dan
(ii). Tinjauan mengenai tugas teknik dan non politik Dewan Ekonomi dan Sosial.
Pelimpahan tugas tugas tertentu ini kemudian disahkan oleh Majelis Umum
PBB . Namun ternyata tidak ada tugas tugas politik yang dibebankan kecuali
masalah masalah politik selama itu yang telah menjadi wewenang Liga. Adapun
mengenai sistem mandate, pelimpahan mengenai sistem perwalian yang baru,
hanya menyangkut mengenai wewenang administrasi saja untuk memutuskan,
demikian juga biro - biro dalam kaitannya dengan Liga seperti termuat dalam
Pasal 22 Covenant, yang perlu dirundingkan dengan PBB. Dalam perjanjian
perjanjian yang ada, Liga Bangsa Bangsa atau organisasi organisasi yang ada
hubungannya dengan Liga telah melaksanakan tugas administrasi yang
pelimpahannya memerlukan permufakatan dari pihak perjanjian perjanjian
tersebut. Karena itu dalam hal persetujuan mengenai narkotik misalnya, perlu
adanya protokol tersendiri dari tiap tiap pihak untuk menggantikan ketentuan
ketentuan yang diperlukan oleh PBB maupun WHO terhadap ketentuan
ketentuan yang sudah ada, baik di Liga maupun di Internasional Office of Public
Hygiene. Mengenai tugas untuk menerima penyerahan instrumen seperti
perjanjian perjanjian, secara mudah dapat disetujui dengan Resolusi Majelis
Umum PBB yang mencantumkan secara jelas kesediaan PBB menerima tugas
semacam itu.
Pada waktu dibubarkannya Permanent Court of International Justice agar
yurisdiksi Mahkamah tetap dapat diterima, ketentuan mengenai hal itu
dimasukkan dalam Pasal 36 (5) dan 37 Mahkamah Internasional yang baru
( international Court of Justice ), termasuk program pensiun para hakimnya yang
kemudian dipercayakan kepada ILO. ILO sendiri kemudian sudah barang tentu
menampungnya, sedangkan masalah masalah yang menyangkut keuangan
telah dilimpahkan juga kepada ILO melalui suatu badan yang disebut Working
Capital Fund. Untuk ini Liga Bangsa Bangsa mengambil langkah langkah dalam
rangka menyerahkan tanah dan gedung gedung, perlengkapan, arsip
perpustakaan dan lain lain di atur melalui Common Plan yang pembayarannya
dilakukan oleh PBB. Pembentukan Common Plan ini telah disetujui dengan resolusi
oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 12 Pebruari 1946. Semua staf diberhentikan
meskipun beberapa orang di antara mereka membuat kontrak baru untuk bekerja
pada PBB.
Kasus penjelmaan dalam organisasi internasional lainnya dapat dilihat pada

Organization for European Cooperation yang kemudian berubah menjadi


Organization for Economic Cooperation and Development ( EOCD ) dengan
masuknya negara negara di luar Eropa seperti Canada, Jepang dan Amerika
Serikat. Di samping pelimpahan milik seperti yang terjadi dalam kasus antara Liga
Bangsa bangsa dan PBB, ada pula pelimpahan wewenang dari sebuah organisasi
internasional ke organisasi internasional lainnya ( transfer of competence )
sebagaimana terjadi dalam tahun 1959 ketika Western European Union
melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Council of Europe yaitu wewenang
dalam bidang kegiatan sosial dan kesehatan saja, sedangkan wewenang di bidang
kegiatan politik dan militer tetap diteruskan oleh Western Europe Union. Hal ini
dimungkinkan karena keanggotaan dua organisasi tersebut sama. Pelimpahan
semacam itu hanya diatur melalui persetujuan terpisah ( partial agreement ).
Organisasi internasional dapat membentuk organisasi internasional yang lebih
baru dalam rangka melaksanakan beberapa kegiatan yang lebih aktif lagi. Dengan
di bentuknya organisasi internasional yang baru yang merupakan organisasi
internasional generasi kedua ini maka organisasi itu secara terpisah dapat
menjalankan fungsinya secara bebas, apalagi mempunyai anggaran dasar dan
aturan tata cara tersendiri. Kasus ini terjadi pula dalam sistem PBB dan Dewan
Eropa ( Council of Europe ). Dalam rangka PBB, Majelis Umum PBB dalam tahun
1965 membentuk United Nations Institute for Training and Research ( UNITAR )
sebagai lembaga otonom dalam kerangka PBB khususnya, untuk melaksanakan
kegiatan latihan dan riset agar dalam mencapai tujuan pokoknya PBB dapat
berfungsi secara efektif. Sedangkan dalam tahun 1967 PBB juga telah membentuk
organisasi baru lainnya yang disebut dengan United Nations Industrial
Development Organization ( UNIDO ). Organisasi ini juga bersifat otonom dengan
tugas memajukan dan meningkatkan industrialisasi negara negara berkembang
dan untuk mempersatukan kegiatan pengembangan industri dalam sistem PBB.
Dalam lingkungan dewan Eropa, Komite Menteri ( Committee of Ministers) telah
membentuk Dana Pemukiman ( Resettlement Fund ) untuk menangani masalah
masalah pengungsian. Tindakan untuk membentuk organisasi secara terpisah ini
dilakukan agar dapat menjamin adanya dana tersendiri bagi organisasi baru
tersebut, di samping akan dapat meningkatkan kapasitas bantuan dari luar
maupun dalam mengajukan tuntutan tuntutan secara terpisah.
Personalitas Hukum Organisasi Internasional
Suatu organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan
bentuk instrument pokok apa pun akan memiliki suatu personalitas hukum di
dalam hukum taurat internasional. Personalitas hukum ini mutlak penting guna
memungkinkan organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan
internasional, khususnya kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi hukum seperti
membuat kontrak, membuat perjanjian dengan suatu negara atau mengajukan
tuntutan dengan negara lainnya. Seperti juga di singgung oleh Maryan Green .
Di dalam membentuk organisasi internasional semacam itu, negara negara
anggotanya melalui organisasi tersebut akan berusaha mencapai tujuan bersama
dalam berbagai aspek kehidupan internasional, dan bukan untuk mencapai tujuan
masing masing negara atau pun suatu tujuan yang tidak dapat disepakati
bersama. Guna mencapai tujuan itu sebagai suatu kesatuan; organisasi
internasional harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya atas nama
semua negara angggotanya.

Tindakan yang dilakukan oleh organisasi internasional semacam itu pada


hakikatnya merupakan hak yang dijamin oleh hukum internasional. Dalam
hubungan ini Weisberg mengemukakan pandangannya mengenai hubungan
personalitas hukum dan kapasitas hokum sebagai berikut :
An entity wich execises international rights and is bound by international
obligations, in short wich has international legal capacity, is one which is endowed
with international legal personality.
Mengenai persoalan apakah dengan demikian personalitas hukum itu dengan
sendirinya oleh organisasi internasional ataukah perlu suatu penegasan dalam
instrument pokoknya? Khususnya, sebelum terbentuk PBB masalah personalitas
hukum suatu organisasi internasional ini banyak menimbulkan pertentangan
sendiri di kalangan para ahli hukum organisasi internasional.
Dalam hal organisasi seperti Liga Bangsa Bangsa yang di dalam Convenant-nya
tidak secara khusus memuat masalah personalitas hukum, pada waktu itu pernah
timbul masalah. Namun demikian masalah itu kemudian dapat diselesaikan oleh
pemerintah Swiss dengan Liga Bangsa Bangsa melalui modus vivendi 1921.
Sekretaris Jenderal PBB menyambut baik pernyataan pemerintah Swiss tersebut
dan menganggap bahwa masalah personalitas hukum itu tidak perlu dirinci dan di
atur secara tuntas hanya atas pernyataan semacam itu saja. Dalam
perkembangan selanjutnya pemerintah Swiss kemudian menegaskan lagi
sikapnya yang lebih jelas dalam modus vivendi 1926, yang didalam pasal I
dinyatakan sebagai berikut :
The Swiss Federal Government recognizes that League of Nations, which
possesses international personality and legal capacity, cannot in principle,
according to the rules of international law, be sued before the Swiss Courts
without its express conset .
Dengan demikian walaupun personalitas hukum bagi sesuatu organisasi
internasional itu tidak tercantumkan dalam instrument pokoknya, sebagai subjek
hukum internasional, Organisasi Internasional tersebut tidak perlu akan
kehilangan personalitas hukum, karena Organisasi Internasional itu akan
mempunyai kapasitas untuk melakukan prestasi hukum sesuai dengan aturan dan
prinsip prinsip hukum internasional.Dengan adanya personalitas hukum itu
maka Organisasi Internasional akan dapat mengembang dan memperluas
fungsinya dalam rangka mencapai tujuan tujuan utamanya.
Dalam hal pembentukan organisasi internasional seperti PBB pada waktu
merumuskan Piagam dalam Komperensi Internasional mengenai Organisasi
internasional di San Fransisco pada bulan April 1945, tidak secara khusus
dicantumkan masalah personalitas hukum kecuali yang termuat dalam Pasal 104
Piagam, yaitu bahwa badan PBB jika perlu dapat memiliki kapasitas hukum di
wilayah setiap negara anggotanya dalam rangka melaksanakan fungsi dan
mencapai tujuan badan tersebut.
Kapasitas hukum yang diartikan dalam pasal 104 tersebut kemudian diberi
batasan dalam kaitannya dengan Juridical Personality dalam General Convention
on Privileges and Immunities of The United Nations sebagaimana tersebut dalam
Pasal I ayat I :
The United Nations shall possess juridical personality. It shall have the capacity :
(a) to contract
(b) to acquire and dispose of immovable and moveable property

(c) to institute legal proceedings


Dari uraian tersebut maka personalitas hukum organisasi internasional dapat
dibedakan dalam dua pengertian, yaitu personalitas hukum dalam kaitannya
dengan hukum negara di mana negara itu menjadi tuan rumah atau markas besar
organisasi internasional ( personalitas hukum dalam kaitannya dengan hubungan
internasional ), dan personalitas hukum dalam kaitannya dengan negara negara
atau subjek hukum internasional lainnya ( personalitas hukum dalam kaitannya
dengan hukum internasional )
Personalitas Hukum dalam Kaitannya dengan Hukum Nasional
Walaupun di dalam Convenant Liga Bangsa Bangsa masalah personalitas hukum
tidak secara khusus dimuat, namun masalah keistimewaan dan kekebalan badan
tersebut, termasuk keistimewaan dan kekebalan bagi para pejabat sipil
internasional serta para wakil negara negara anggotanya secara jelas
disebutkan :
Representative of the Members of the League and officials of the League when
engaged on the business of the League shall enjoy diplomatic privileges and
immunities. The buildings and other property occupied by the League or its
officials or Representatives attending its meetings shall be inviolable
Adapun Piagam PBB memuat baik personalitas hukum maupun keistimewaan dan
kekebalan badan tersebut, termasuk wakil negara negara anggotanya dan para
pejabat sipil internasionalnya. Hal itu tercermin pada Pasal 104 dan 105 yang
menyangkut aspek aspek yang berkaitan dengan status hukum badan PBB yang
berada di dalam lingkungan wilayah dari dan dalam hubungannya dengan negara
negara anggotanya. Dalam kaitannya dengan keistimewaan dan kekebalan
tersebut Sekjen PBB telah menandatangani suatu perjanjian dengan Pemerintah
Swiss mengenai peraturannya secara rinci.
Lebih dari itu Majelis Umum PBB telah diberi mandat untuk merinci keistimewaan
dan kekebalan melalui suatu konvensi. Untuk itu Komisi Persiapan yang dibentuk
telah merumuskannya dan dalam sidangnya yang pertama Majelis Umum PBB
menyetujui Konvensi mengenai Keistimewaan dan Kekebalan dari PBB dan
menyerahkan kepada semua negara anggotanya untuk aksesi.
Dalam kaitannya dengan Pasal 104 Piagam, Konvensi memberikan batasan
mengenai kapasitas hukum sebagai termuat dalam Pasal I ayat 1, yaitu untuk
membuat kontrak, untuk memperoleh dan menghapuskan milik bergerak dan
tidak bergerak, serta untuk mengadukan ke pengadilan. Di samping itu Konvensi
juga memuat ketentuan ketentuan mengenai kekebalan milik dan aktiva lainnya
terhadap proses hukum, tidak dapat di ganggu gugatnya gedung gedung dan
arsip arsip, hak untuk menahan dana, membuka giro dan memindahkan dana
secara bebas, pembebasan pajak langsung, bea cukai dan pembatasan impor
serta ekspor barang barang untuk keperluan dinas, pelayanan yang paling
menguntungkan bagi komunikasi komunikasi resmi, dan hak untuk
menggunakan kode dan kurir.
Di samping itu terdapat juga beberapa Headquarters Agreement yang dibuat oleh
PBB dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Negeri Belanda,
Switzerland dan Austria dimana terdapat Markas Markas besar PBB.
Headquarters Agreement, suatu persetujuan mengenai Markas Besar PBB di New
York antara PBB dan pemerintah Amerika Serikat, ditandatangani oleh Sekjen PBB
dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada tanggal 26 Juni 1947, yang

kemudian disahkan oleh Majelis Umum PBB tanggal 31Oktober 1947. Persetujuan
ini merupakan pelengkap pada General Convention karena kedua instrument
tersebut dimaksudkan untuk memberikan rincian mengenai status PBB di Negara
tempat Markas Besar itu berada.
Headquarters Agreement ini di dalam Pasal V merinci siapa saja yang dapat
dikelompokkan sebagai Resident Representatives to the United Nations, seperti
mereka yang berpangkat Duta Besar atau Menteri Berkuasa Penuh. Namun
demikian, persetujuan tersebut tidak secara khusus merinci keistimewaan dan
kekebalan para wakil negara anggota, kecuali bagi mereka yang bertempat
tinggal baik di dalam maupun di luar distrik tempat Markas Besar PBB dan dapat
menikmati keistimewaan serta kekebalan di wilayah Amerika Serikat, dengan
syarat syarat atau kewajiban yang telah disetujui bagi wakil wakil diplomatik
yang diakreditasikan di negara itu. Sedangkan bagi negara negara yang tidak
diakui oleh Amerika Serikat, keistimewaan dan kekebalan hanya diberikan dalam
lingkungan distrik tempat Markas Besar PBB berada, rumah kediaman, kantor
yang berada di luar distrik dan di dalam transit dari dan ke negara lain. Dalam
Headquarters Agreement juga tidak memuat ketentuan ketentuan yang merinci
keistimewaan dan kekebalan bagi pejabat pejabat sipil internasional.
Persetujuan antara Mahkamah Internasional sebagai salah satu badan utama PBB
di den Haag dengan Pemerintah Belanda, secara khusus mengenai keistimewaan
dan kekebalan serta kemudahan yang dinikmati oleh para hakim internasional
dan orang orang lainnya yang ada hubungannya dengan pekerjaan dan tugas
tugas Mahkamah.21 Demikian juga para panitera dan Wakil Panitera yang
bertindak sebagai panitera akan menikmati keistimewaan dan kekebalan
diplomatik.
Di samping itu persetujuan persetujuan lainnya telah dibuat dalam rangka
pelaksanaan ketentuan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 104 dan 105
Piagam, termasuk beberapa persetujuan mengenai pemberian keistimewaan dan
kekebalan di negara negara bukan anggota, antara lain Interim Arrangement
yang disetujui oleh PBB dan Pemerintah Switzerland pada tanggal 1 juli 1946,
bukan saja memuat ketentuan ketentuan mengenai pengakuan secara eksplisit
tentang personalitas hukum gedung PBB di Jenewa, termasuk keistimewaan dan
kekebalan gedung tersebut, tetapi juga bagi wakil wakil negara anggota dan
para pejabat sipil internasional yang bekerja sama.
Persetujuan lain ialah antara PBB dan Republik Austria mengenai Markas Besar
PBB UNIDO di Wina yang ditanda tangani di New York pada tanggal 13 April 1967.
Dalam persetujuan ini Pemerintah Austria mengakui ekstra-teritorialitas bagi
kedudukan Markas Besar UNIDO di Wina, termasuk hak badan UNIDO tersebut
untuk membuat peraturan peraturan dalam rangka melaksanakan fungsinya.
Kedudukan Markas Besar tersebut tidak dapat diganggu gugat, termasuk
pengenaan proses hukum atau penyitaan milik UNIDO kecuali jika ada pernyataan
izin dan di dalam kondisi kondisi yang disetujui oleh Direktur Eksekutif UNIDO.
Persetujuan ini juga memberikan keistimewaan dan kekebalan bagi para wakil
negara negara anggotanya, termasuk perwakilan tetap masing masing.
Personalitas hukum organisasi internasional dalam kaitannya dengan hukum
Nasional pada hakikatnya menyangkut keistimewaan dan kekebalan bagi
organisasi internasional itu sendiri yang berada di wilayah sesuatu nagara
anggota, bagi wakil wakil dari negara anggotanya dan bagi pejabat pejabat

sipil internasional yang bekarja pada organisasi internasional tersebut. Hampir


semua instrument pokok mencantumkan ketentuan bahwa organisasi
internasional yang dibentuk itu mempunyai kapasitas hukum dalam rangka
menjalankan fungsinya atau memiliki personalitas hukum. Ada kalanya ketentuan
semacam itu dicantumkan dalam perjanjian secara terpisah bagi beberapa
organisasi internasional. Dalam konstitusi Internasional Atomic Energy Agency
( IAEA ) misalnya mencantumkan, sebagai tambahan, bahwa para anggotanya
tidak akan dapat dikenakan dalam hal pinjaman yang diberikan oleh badan
tersebut. Ketentuan ini menjelaskan bahwa personalitas badan tersebut benar
benar terpisah dari personalitas negara anggotanya.
Personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum nasional tersebut tidak perlu
dikaitkan kepada kesatuan kesatuan yang dimiliki personalitas internasional.
Beberapa kasus di mana badan badan itu termasuk dalam kesatuan
internasional memerlukan personalitas terpisah dalam hukum nasional dari
negara negara yang bersangkutan.
Bank Investasi Eropa merupakan badan dari Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
Dalam hubungan internasional MEE bertindak atas namanya. Bank tersebut
memiliki personalitas secara terpisah dalam hubungan nasional. Sama halnya
dengan Supply Agency of Euratom. Lembaga lembaga MEE seperti Dewan,
Komisi, Parlemen Eropa dan pengadilan tidak mempunyai personalitas hukum
secara terpisah. Badan badan subsider dari PBB seperti UNICEF dan UNRWA
yang telah diberi mandat secara luas mengenai fungsinya secara langsung telah
melaksanakan kontrak kontrak secara teratur atas nama mereka sendiri.
Ketentuan ketentuan yang terdapat dalam instrument pokok organisasi
internasional yang memberi organisasi tersebut personalitas hukum dalam hukum
nasional memungkinkan organisasi itu bertindak sebagai kesatuan dalam
lingkungan hukum setiap negara anggotanya.
Dalam hubungan dengan keistimewaan dan kekebalan dari badan PBB, piagam
dan Pasal 105 ( I ) menyatakan bahwa PBB memiliki personalitas secara terpisah.
Keistimewaan dan kekebalan tersebut dinikmati karena benar benar diperlukan
dalam rangka melaksanakan tujuan tujuan PBB. Demikian juga ketentuan
khusus yang terdapat dalam General Convention yang menyangkut masalah
masalah yang tercantum masing masing dalam Pasal II dan III.
Dalam Headquarters Agreement, PBB telah diberi keistimewaan dan kekebalan
tambahan yang diperlukan karena lokasi dari kemudahan kemudahan PBB
beserta para stafnya yang berada dalam lingkungan wilayah sesuatu negara
anggota.
Mengenai keistimewaan dan kekebalan bagi para wakil negara anggota PBB,
Piagam dalam Pasal 105 ( 2 ) mencantumkan bahwa wakil wakil negara anggota
akan menikmati keistimewaan dan kekebalan semacam itu yang diperlukan guna
melaksanakan fungsi mereka secara bebas dalam hubungannya dengan PBB.
Meskipun Pasal IV General Convention memuat sifat keistimewaan dan kekebalan
secara rinci, hanya semua negara baik anggota maupun bukan anggota dalam
perjanjian mereka secara khusus dengan PBB telah memberikan keistimewaan
dan kekebalan diplomatik sepenuhnya kepada wakil wakil negara negara
anggotanya yang mengikuti pertemuan, badan badan PBB di wilayah mereka.
Didalam ayat ( 16 ) telah diberikan batasan tentang wakil wakil negara anggota
PBB, yang meliputi semua delegasi, wakil delegasi, penasehat, ahli teknis, dan

sekretaris delegasi.
Mengenai keistimewaan dan kekebalan bagi para pejabat sipil internasional (
international civil sevants ) sesuai dengan ketentuan dalam General Convention
( Pasal V ayat 16 ), Sekjen PBB akan merinci pengelompokan pejabat pejabat
tersebut secara khusus sesuai dengan ketentuan dalam Pasal V dan Pasal VII, dan
kemudian menyampaikannya kepada Majelis Umum. Sesudah itu pengelompokan
tersebut diteruskan kepada semua negara anggotanya. Nama para pejabat dalam
kelompok ini dari waktu ke waktu juga akan diberitahukan kepada semua negara
anggotanya.
General Convention juga menetapkan untuk mengeluarkan United Nations laissez
- passer kepada para pejabatnya, agar diterima oleh para penguasa di negara
anggota sebagai dokumen yang sah. Pejabat pejabat itu harus diberi
kemudahan untuk mengadakan perjalanan secepat cepatnya. Sekjen PBB, para
Asisten Sekjen, dan para Direktur yang mengadakan perjalanan dengan
menggunakan United Nations laissez-passer dalam tugas tugas PBB berhak atas
kemudahan yang dinikmati oleh para utusan diplomatik. Dalam statuta
Mahkamah Internasional dan persetujuan antara Mahkamah dengan Negeri
Belanda, maka para Hakim, Panitera, Wakil Panitera yang bertindak atas nama
Panitera menikmati keistimewaan dan kekebalan diplomati.
Personalitas Hukum Dalam Kaitannya Dengan Hukum Internasional
Personalitas hukum dari sesuatu organisasi internasional dalam kaitannya dengan
hukum internasional pada hakikatnya menyangkut kelengkapan organisasi
internasional tersebut dalam memiliki suatu kapasitas untuk melakukan prestasi
hukum, baik dalam kaitannya dengan negara lain maupun negara negara
anggotanya, termasuk kesatuan ( entity ) lainnya. Kapasitas itu telah diakui dalam
hukum internasional itu sendiri sebagai subjek hukum internasional, tetapi juga
karena organisasi itu harus menjalankan fungsinya secara efektif sesuai dengan
mandat yang telah dipercayakan oleh para anggotanya.
Dari segi hukum, organisasi internasional sebagai kesatuan ( entity ) yang telah
memiliki kedudukan personalitas tersebut, sudah tentu akan mempunyai
wewenangnya sendiri untuk mengadakan tindakan tindakan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen pokoknya maupun keputusan
organisasi internasional tersebut, yang telah disetujui oleh para anggotanya.
Namun hal ini banyak menumbuhkan perselisihan karena secara eksplisit tidak
disebutkan di dalam instrumen pokok.
Personalitas hukum di dalam kaitannya dengan hukum nasional lebih banyak
menyangkut masalah keistimewaan dan kekebalan organisasi internasional,
termasuk wakil wakil negara anggotanya dan para pejabat sipil internasional
yang bekerja pada organisasi internasional tersebut. Dalam rangka
perkembangan personalitas hukum, khususnya dari organisasi internasional
seperti PBB, telah terjadi suatu proses evolusi yang sangat penting, terutama
sekali hal hal yang tidak termuat secara eksplisit di dalam ketentuan
ketentuan Piagamnya. Perkembangan tersebut menyangkut hak sesuatu
organisasi internasional atau kesatuan lain mengenai kebebasan di dalam
kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pejabatnya, termasuk
kewajiban organisasi itu untuk melindungi mereka. Apakah dengan kata lain PBB
mempunyai kapasitas hukum untuk mengajukan tuntutan internasional terhadap
sesuatu negara atau bukan negara anggota PBB, jika terjadi suatu bencana yang

menimpa pejabat pejabat di dalam melakukan tugas PBB?


Dalam sejarah pertumbuhan organisasi internasional untuk pertama kalinya
terjadi peristiwa pembunuhan Count Folke Bernadotte, seorang mediator PBB di
Palestina dan ajudannya Kolonel Serot dalam perjalanan dinasnya ke Jerusalem
dalam rangka tugas PBB pada tahun 1948. Peristiwa ini oleh Sekjen PBB Trygve
Lie dianggap sebagai suatu penghinaan yang sangat berat dan belum pernah
terjadi terhadap wewenang dan martabat PBB. Kejadian yang menyedihkan ini
kemudian mengungkapkan seluruh persoalan yang menyangkut status
internasional seluruh organisasi internasional yang ada.
Dalam mengambil langkah langkah selanjutnya Sekjen PBB kemudian
mempersiapkan suatu memorandum mengenai persoalan penggantian kerugian
atas musibah yang terjadi dalam rangka tugas PBB dan disampaikan kepada
Sidang Majelis Umum PBB yang ke-3 tahun 1948 dengan mengajukan tiga
masalah pokok sebagai berikut : pertama, suatu pernyataan apakah sesuatu
negara mempunyai tanggung jawab terhadap PBB atas musibah atau kematian
dari salah seorang pejabatnya ; kedua, kebijaksanaan secara umum mengenai
kerusakan dan usaha usaha untuk mendapatkan ganti rugi; dan ketiga, cara
cara yang akan ditempuh untuk penyampaian dan penyelesaian mengenai
tuntutan tuntutan.
Sekjen PBB Trygve Lie kemudian juga mengemukakan pandangannya sendiri
mengenai masalah tersebut kepada Majelis Umum PBB, bahwa secara analogis
atas dasar hak negara untuk menuntut ganti rugi terhadap warga negaranya,
maka musibah yang terjadi pada seorang Pejabat utusan PBB dalam menunaikan
tugasnya, pada hakikatnya merupakan musibah atau kerugian pada PBB, sebagai
kesatuan ( entity ) yang mempunyai hak untuk mengajukan kompensasi. Sekjen
tidak sangsi lagi bahwa PBB memiliki kapasitas hukum untuk mengajukan
tuntutan di bawah hukum internasional terhadap suatu negara baik sebagai
anggota PBB maupu bukan. Sekjen juga menggariskan kebijaksanaan umum yang
harus diikuti, dan dalam menjawab pertanyaannya yang ke-3 telah menyarankan
bahwa dialah yang merupakan badan paling sesuai dan tepat untuk
menyelesaikan tuntutan internasional.
Masalah tersebut kemudian dimasukkan sebagai mata acara dalam agenda
Sidang Majelis Umum PBB yang ke-3 atas rekomendasi Sekjen, dan selanjutnya
diputuskan oleh Majelis untuk dibahas dalam satu Komite Utamanya yang
menangani masalah hukum ( Komite VI ). Pada waktu dibicarakan di Komite VI
masalahnya telah berkisar apakah PBB memiliki personalitas hukum secara
internasional ( international legal personality ), dan jika demikian halnya apakah
PBB juga mempunyai kekuasaan untuk mengajukan tuntutan pada tingkat
internasional. Dari pembicaraan di Komite VI dapat ditarik beberapa pandangan
sebagai berikut :
Pertama, satu kelompok wakil negara tidak menyetujui satu pandangan yang
telah dikemukakan Sekjen. Wakil Yunani, Spiroppulos, menyatakan hampir yakin
bahwa PBB tidak mempunyai kapasitas de lege lata dalam mengambil tindakan
untuk mempertahankan pejabat utusannya. Juga wakil Syria, Tarazi, menanggapi
bahwa PBB tidak menikmati hak semacam itu, karena tidak ada ketentuan
dalam hukum yang memberikan untuk itu dan belum pernah juga terjadi
sebelumnya yang dapat dijadikan contoh. Yang ada hanya hukum yang
mengakui personalitas internasional sesuatu negara tetapi bukan personalitas

hukum secara internasional dari PBB itu sendiri.


Kedua, menurut anggapan wakil Inggeris, Sir Gerald Fitzmaurice, ada peluang
untuk menyangsikan mengenai kedudukan yang tepat bagi PBB dan haknya untuk
mengajukan suatu tuntutan dalam taraf internasional. Ia juga menyatakan
bahwa selama kapasitas di bawah hukum nasional telah diberikan kepada suatu
kesatuan ( entity ) di bawah Piagam,maka tidak diberikan lagi kapasitasnya di
bawah hukum internasional. Sedangkan wakil Belgia, Kaeckenbeeck,
menyatakan bahwa di Konperensi San Fransisco negaranya telah mengusulkan
bahwa Piagam memuat suatu Pasal terpisah mengenai personalitas hukum secara
internasional ( international legal personality ). Ia juga mengakui dokumen
tersebut sudah merupakan secara khusus bahwa PBB dapat mengajukan tuntutan
dalam taraf internasional. Tetapi ia menyarankan bahwa kesimpulan yang dapat
ditarik bahwa tidak ada ketentuan bagi PBB secara tersendiri, mengenai
personalitas hukum secara internasional. Karena itu ia menganggap bahwa hal
itu tidak pasti bahwa para perancang Piagam telah menghilangkan ketentuan
semacam itu tidak memasukkan personalitas yang dimaksudkan atau memang
untuk menyebutnya.
Ketiga, ada juga kelompok wakil negara negara lainnya seperti Maktos dari
Amerika Serikat yang tetap beranggapan bahwa PBB dapat mengajukan tuntutan
internasional.
Namun ia membatasi hak PBB pada kerugian kerugian yang dideritanya akibat
pelanggaran hukum internasional. Ia juga berpendapat, hak untuk memprakarsai
suatu tuntutan atas nama korban merupakan hak negaranya, dan PBB tidak dapat
mengambil alih kekuasaan dari suatu negara untuk mengajukan tuntutan atas
nama warga negaranya.
Keempat, kelompok negara negara lainnya justru mempunyai doktrin yang
paling maju, dan yakin bahwa PBB mempunyai kemampuan untuk mengajukan
suatu tuntutan internasional untuk dua jenis kerugian. Seperti halnya Chaumont
dan Abdoh, masing masing wakil dari Perancis dan Iran, yang menyatakan
bahwa yang penting ialah mengikuti semangat Piagam bukan secara harfiah,
karena kesatuan mempunyai personalitas hukum dalam hukum internasional.
Chaumont menegaskan bahwa personalitas internasional diatur dalam Pasal 104
Piagam dan diakui dalam Pasal 1 Convention on Privileges anf Immunities. Di
samping itu ia berpendapat bahwa menurut Pasal 105, Majelis Umum PBB dapat
menentukan status internasional para pejabatnya. Ia menunjukkan pada Pasal
100 Piagam yang menyebutkan kapasitas internasional suatu kesatuan untuk
mempertahankan kepentingan kepentingan dari wakil yang diakui secara
implisit. Kemudian Raafat, wakil Mesir menambahkan bahwa personalitas hukum
PBB secara internasional telah diberlakukan, dan selanjutnya menyarankan,
hukum internasional telah berkembang secara berlahan lahan ke arah
pengakuan terhadap hak personalitas hukum secara internasional ( international
legal capacity ) untuk mengajukan tuntutan secara bebas oleh negara negara
atas para korban yang merupakan warga negaranya.
Kelima, wakil Uni Soviet, Morozov, menganggap bahwa setelah PBB memberikan
konpensasi kepada wakilnya, maka Sekjen telah berkonsultasi dengan negara
yang warga negaranya menjadi korban, haruslah mengajukan tuntutan kepada
pengadilan dari negara bertanggung jawab untuk menutupi kerugian, atau
dengan kata lain untuk mendapatkan pembayaran ganti rugi Pandangan

Morozov ini kemudian oleh wakil Mesir dianggap sebagai amandemen dari
resolusi yang dimajukannya, yaitu mengenai kapasitas hukum yang dimiliki oleh
PBB untuk mengajukan tuntutan internasional.
Rancangan resolusi Mesir Uni Soviet tersebut setelah dilakukan pemungutan
suara dalam komite VI, hanya memperoleh 9 suara saja sehingga Komite gagal
mengambil keputusan.
Sehubungan dengan hal itu Wakil Sekjen PBB memberikan tanggapan penafsiran
sebagai berikut : Pertama, hasil pembahasan dalam Komite VI tersebut tidak perlu
berpengaruh terhadap wewenang untuk mengadakan cara kerja dalam
pengadilan masing masing negara. Kedua, penolakan resolusi dalam Komite VI
juga tidak perlu diartikan sebagai keputusan yang negatif terhadap hak untuk
memajukan tuntutan dalam taraf internasional.
Fungsi Pembuat Hukum dari Organisasi Internasional
Organisasi internasional yang dibentuk oleh negara negara anggotanya melalui
instrument pokok yang telah disetujui bersama pada hakikatnya merupakan suatu
mekanisme untuk mengadakan kerjasama dalam suatu kegiatan di berbagai
sektor kehidupan internasional yang menjadi kepentingan bersama. Di dalam
mencapai tujuan organisasi internasional tersebut dan untuk menghadapi
berbagai tantangan akan adanya perkembangan dan kemajuan sektor sektor
dalam kehidupan internasional, kadang kadang ketentuan ketentuan yang
tercermin dalam instrument pokok kurang atau bahkan tidak dapat
menampungnya.
Untuk menjawab tantangan tantangan semacam itu, organisasi internasional
tersebut haruslah menciptakan aturan aturan baru melalui suatu proses
pembuatan hukum ( lawmaking process ), apakah berbentuk persetujuan,
perjanjian, konvensi atau dalam bentuk instrument lainnya, deklarasi dan lain
lain. Dengan melihat sifat organisasi internasional yang dinamis, maka dalam
proses pengembangannya akan melihat pada dua aspek, yaitu aspek keluar dan
aspek kedalam. Keluar, dengan segala tantangan tersebut organisasi
internasional harus dapat mengembangkan kegiatannya di berbagai bidang,
sesuai dengan tujuan tujuan yang dicapainya. Kedalam, tantangan tantangan
yang dihadapi meliputi masalah masalah yang bersifat konstitusional, termasuk
struktur organisasi internasional itu sendiri. Untuk menjawab tantangan
tantangan baik keluar maupun kedalam haruslah dilakukan dalam kerangka
hukum internasional yang disetujui bersama melalui apa yang disebut proses
pembuatan hukum.
Dalam rangka berbagai proses pembuatan hukum oleh sesuai organisasi
internasional, tidaklah terlepas dari klasifikasi secara umum sumber sumber
hukum internasional. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah
Internasional, sumber utama hukum internasional adalah perjanjian, kebiasaan
dan prinsip prinsip hukum secara umum, yang masing masing mempunyai
cara yang berbeda beda dalam pembuatan hukum internasional. Di satu pihak
perjanjian dibuat melalui persetujuan yang dinyatakan ( express conset ) oleh
semua pihak, sedangkan aturan aturan dalam hukum yang disepakati secara
diam diam oleh negara negara. Di lain pihak, prinsip prinsip hukum secara
umum bukanlah merupakan suatu sumber hukum internasional yang dapat
disepakati.
Mengenai fungsi pembuat hukum sesuatu organisasi internasional telah

dimasukkan di dalam ketentuan ketentuan instrument pokoknya. Di dalam


organisasi internasional seperti PBB misalnya, dalam tujuan yang terkandung di
dalam Pasal I (3) Piagam tercermin kemungkinannya mengadakan kerjasama
internasional dalam memecahkan masalah masalah seperti ekonomi, sosial,
kebudayaan, pendidikan, kesehatan, perikemanusiaan dan sebagainya. Lebih
jelas lagi fungsi pembuat hukum badan PBB itu akan terlihat dalam Pasal 13 (1)
(a) dan (b) Piagam. Di bidang pemeliharaan perdamaian dan keamanan
Internasional khususnya, Pasal 11 (1) dan Pasal 26 tersebut memberikan dasar
bagi PBB untuk menetapkan lebih lanjut prinsip prinsip yang mengatur
perlucutan senjata serta pengaturan mengenai persenjataan bagi anggotanya.
Istilah fungsi pembuat hukum dapat ditafsirkan baik secara sempit maupun
secara luas. Fungsi pembuatan hukum dapat mencakup semua bidang dalam
organisasi internasional, termasuk masalah yang bersifat konstitusional maupun
bersifat struktural. Klasifikasi fungsi pembuat hukum dalam lingkungan
internasional haruslah mengikuti klasifikasi secara umum dari sumber Hukum
Internasional, sebagaimana telah dikemukakan di atas. Dalam setiap kasus maka
cara pembuatan hukum internasional adalah berbeda beda. Badan PBB sendiri
melakukan pembuatan hukum melalui perjanjian dan kebiasaan.
KESIMPULAN
Setiap masyarakat, bagaimanapun kecilnya, memerlukan suatu organisasi di
antara para anggota, agar kehidupan mereka berjalan dengan lancar dan tertib.
Wujud dan luas - sempitnya organisasi itu tergantung dari sifat tata hidup dan
jumlah kepentingan kepentingan para anggota masyarakat.
Di dunia ada banyak kelompok masyarakat yang tergantung dalam suatu
organisasi kemasyarakatan terbesar yang disebut negara, di mana masing
masing menjadi anggota dari apa yang dinamakan masyarakat internasional.
Organisasi hukum dari masyarakat internasional ini merupakan
organisasi yang luas fungsinya mencakup kepentingan kepentingan
dari semua negara yang menjadi anggota masyarakat internasional.
Pembahasan Hukum Organisasi internasional tidak dapat terlepas dari aspek
aspek filosofis maupun administrative dari organisasi internasional itu sendiri,
mengingat dua aspek tersebut merupakan faktor yang penting dalam
pembentukan suatu organisasi internasional. Sebelum memasuki aspek hukum
dan organisasi internasional perlu dibahas kedua aspek tersebut yaitu aspek
filosofis yang menyangkut nilai nilai histories dan aspek administratif yang lebih
banyak menentukan tingkat personalitas dan kapasitasnya.
Organisasi internasional adalah suatu proses organisasi internasional juga
menyangkut aspek aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah
dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional diperlukan dalam rangka
kerjasama, menyesuaikan dan mencari kompromi untuk meningkatkan
kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama, serta mengurangi
pertikaian yang timbul. Dari aspek hukumnya, organisasi internasional lebih
menitik beratkan antara lain seperti wewenang dan pembatasan pembatasan
(restrictions) baik terhadap organisasi internasional itu sendiri maupun
anggotanya sebagaimana termuat di dalam ketentuan ketentuan instrumen
dasarnya termasuk di dalam perkembangan organisasi secara praktis.
Saran
1. Intervensi organisasi internasional jangan sampai menyalahi falsafah dan

pandangan hidup dari negara negara yang menjadi anggotanya.


2. Sebaiknya hukum dari organisasi internasional dapat mewakili seluruh aspirasi
dari negara negara yang menjadi anggota organisasi tersebut.
3. Sebaiknya organisasi internasional harus menjalankan fungsinya secara efektif
sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para anggotanya
DAFTAR PUSTAKA
Starke, J. G., Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1997.
Batra, T. S., Institusi Internasional, Some Legal Essay, ( New Delhi : Bookhive,
1982 ).
Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Organisasi Internasional, UI PRESS, Jakarta, 1990.
Bowett, D. W., Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.
Prodjodikoro Wirjono, S.H., Dr., Asas Asas Hukum Publik Internasional, PEMMAS,
Jakarta, 1967.

Anda mungkin juga menyukai