Anda di halaman 1dari 5

Mama

dangdut
Ironis ! kata yang tepat untuk menggambarkan diriku.
Namaku Sinta dalia, pemberian mama. Kamu sudah dapat
mengira. Ya, nama itu terinsprirasi dari idolanya mama
sepanjang masa, Iis Dahlia. Kata papa, aku memang
diharapkan bakal meneruskan cita-cita mama yang tak sempat
terwujud, jadi penyanyi dangdut. Dulu mama punya orkes
melayu yang lumayan terkenal di kampungnya. Tapi apa boleh
buat, garis hidup berkata lain. Mama malah bekerja di salah
satu perusahan ternama di Jakarta dan meninggalkan orkesnya.
Makanya mama ingin anak-anaknya kelak dapat mewujudkan
mimpinya yang terpeendam. Tapi aku memang berbakat jadi
anak durhaka. Bukannya mengikuti jejak mama, aku malah
menentangnya dengan menyukai musik jazz. Entah kenapa
aku tidak bisa mencerna musik dangdut apalagi menyukainya.
Sia-sia usia mama. Sejak aku masih dalam kandungan, mama
selalu
memperdengarkan
lagu-lagu
dangdut
dengan
menempelkan earphone walkmanke perutnya. Tapi tetep ,,
irama itu tidak familiar di kupingku.

Mama memperdengarkanku musik kesayangannya itu


hingga aku lahir. Menurut papa, setiap malam sebelum tidur
lagu-lagu itu yang menemaniku tidur hingga ku terlelap. Dan
itu terjadi sampai aku berumur 11 tahun. Sejak duduk di SMP,
aku mulai berontak. Musik lain mulai masuk ke telingaku,
menggeser kedudukan musik dangdut yang memang tak
pernah bisa singgah di hatiku.
Sekedar info, saking sukanya dengan musik dangdut, di
dinding rumah kami nyaris semuanya ditutupi dengan poster Iis

Dahlia. Baik yang sedang bernyanyi di atas panggung, ataupun


lagi nyanyi bareng Krisdayanti dan Yuni shara. Aku ingat, di
masa kecil dulu mama senang bercerita tentang masa
mudanya. Menurut mama, di kampungnya tidak ada orang
yang tak menyukai Iis Dahlia. Bahkan masyarakat di sana rela
tidak membeli beras asal dapat membeli tiket konser Iis Dahlia.
Sampai sekarang, mama juga tak pernah bosan menonton
acara musik yang ada Iis Dahlianya di tv.

******

Minggu pagi di rumah om Amrin benar-benar membuatku


tersiksa, baru melek aja telingaku sudah di suguhi lagu dangdut
yang di putar sangat keras di ruang depan. Kayanya sih
volumenya udah superduper volume dan mungkin juga makek
double speaker raksasa. Aku jadi merasa aneh sendiri. Kurasa
tak ada tempat yang aman untukku disini. Ingin rasanya aku
pulang kerumah sendirian sekarang. Untung tak lama bang
Razi, anak sulung om Amrin, mengajakku pergi.
ada beberapa peralatan yang harus di ambil di rumah
tukang rias pengantin untuk resepsi besok, mau ikut? ajak
bang Razi.
Mau,mau,mau. Tanpa banyak tanya aku mengangguk
dengan cepat.
Setidaknya untuk beberapa waktu kedepan telingaku bisa
bebas dari virus mematikan . jarak rumah Om Amrin ke rumah
tukang rias tak terlalu jauh. Sepuluh menit dengan mobil sudah
sampai. Ketika kami masuk, rumah dalam keadaan sepi. Hanya
ada ibu perias dengan gadisnya yang sedang nonton tv.

Ketika bang Razi beranjak masuk ke dalam, aku


menunggu sambil menonton tv bersama cewek itu. Tak lama
kami pun berkenalan dan berbasa-basi. Beberapa menit
kemudian kami sudah akrab dan terlibat obrolan seru.
Namanya Keisya. Dia sebaya denganku dan kuliah di semester
tiga sastra inggris. Keisya tak hanya baik tapi juga pintar.
Wawasannya luas. Apalagi kalo soal musik. Sayang waktu
terasa cepaat berlalu. Bang Razi kemudian muncul dan
mengaajakku pulang.

******

Rumah Om Amrin masih ramai ketika aku pulang bersama


bang Razi dari rumah Keisya. Ada yang membantu buat bolu,
ada yang meramaikan suasana dan ada juga yang membantu
menghabiskan kue konsumsi. Tapi lagi-lagi badai melanda
telingaku. Konser dadakan di gelar. Mereka pada ramai
karokean lagu dangdut. Dan para remaja sampai manula bau
tanah semua menyumbangkan suara. Mending suaranya
merdu. Nah ini..., kebanyakan dari mereka bersuara fals dan
tidak sesuai dengan musik yang ada. Aku lantas memilih
bergabung dengan beberapa anak sebayaku yang lagi
membuat bolu. Papa berada tak jauh dari tempatku, bersama
bapak-bapak yang tak henti-hentinya menghisap rokok dan
meminum kopi gratis.
Mustahil menyanyi di atas panggung tanpa menyanyikan
lagu IisDahlia, ujar mama kepada seorang teman yang ada di
sampingnya . ibu itu hanya manggut-manggut. Mulutnya tak
bisa berbicara karena lagi di sumpal dengan keu apem.

Lela benar-benar menjadi bintang malam ini. Suaranya,


yang kata mama mirip Iis Dahlia itu menuai banyak perhatian
terutama bagi para pemuda-pemuda. Tentu saja Lela senang.
Disini dia bisa melampiaskan hobinya yang tak pernah
tersalurkan selama ini. Lela mendadak ngetop dan menjadi
idola baru di kampung Om Amrin. Setelah Lela selesai , tibatiba mama maju ke depan. Oh no, rupanya mama ingin ikutan
menyumbang lagu juga . melihat itu seseorang berkata
padaaku.
wah, kalian sekeluarga benar-benar pecinta dangdut
rupanya,serunya kagum.
Aku speechles, ngga tau harus menjawab apa. Aku hanya
mempersembahkan senyum hambar. Sebelum mama bereaksi
aku sudah menyingkir ke belakang. Aku mau di cap sebagai
keluaga pecinta dangdut. Oh no, itu fitnah besar.

******

Hari senin cuaca sangat cerah. Rumah Om Amrin telah


menjelma menjadi gedung yang megah. Tenda-tenda sudah
terpasang dengan kokoh. Meja-meja hidangan dan kursi pun
telah tersusun rapi. Pelaminan untuk mempelai bagaikan
sebuah singgasana di sebuah kerajaan. Disana telah duduk raja
dan ratu sehari yang diapit oleh kedua orangtua masingmasing. Senyum mereka kian merekah ketika melihat para
undangan menyelipkan amplop di kotak uang. Dari tadi pagi
aku dan Lela sudah dapet tugas negara dari papa. Apalagi
kalau bukan nge-shoot momen-momen bahagia dari kedua
mempelai.

Di sebelah pelaminan ada tenda yang di khususkan untuk


pemain keyboard. Bentuknya pun telah di sulap menjadi
panggung mini lengkap dengan sound systemnya. Dari sanalah
kosentrasiku terbelah. Di panggung kecil itu sang pemain organ
terus melayani tamu-tamu dengan lagu-lagu dangdut yang
dilantunkan bersama beberapa anggotanya. Sebenarnya aku
sih bisa aja fokus dengan kerjaanku , tapi tetep saja tidak bisa.
Lagu-lagu medayu itu terus bergentayangan di telingaku.
Namun kemudian ada yang beda. Tiba-tibaa terdengar olehku
sebuah intro dari lagu The Way You Look at me nya Christian
bautista. Aku seperti mendapatkan energi baru mendengar
lagu itu. Aku tambah surprise ketika mendengar suara papa
yang berduet dengan seorang cewek. Ada rasa bangga ketika
mendengar suara papa yang baru kusadari ternyata merdu.
Namun di bagian reff aransemennya berubah drastis. Musik
yang tadinya terdengar elegan kini berubah menjadi ketukan
irama dangdut yang mendayu-dayu. Halah, apa-apaan ini? Aku
refleks menoleh dan mengarahkan kamera ke arah panggung
mini.
Oh my God! Aku sepertinya tidak percaya dengan apa yang
kulihat. Cewek yang bernyanyi bersama papa di sana ternyata
Keisya.

By : nisak

Anda mungkin juga menyukai