Anda di halaman 1dari 9

MASYARAKAT MADANI

Masyarakat madani (Civil society) = masyarakat


kewargaan = masyarakat sipil = masyarakat
berbudaya (Cula A. Suryadi, 1999)
Civil (Latin) : civitas dei atau Kota Ilahi
masyarakat kota
Civil (Inggris) : civilisation (beradab)
masyarakat beradab
Madani, menurut Nurcholis Madjid, dikaitkan
dengan Madinah (masa lalu), yakni kota yang
berperadaban tinggi yang dipimpin oleh Nabi
Muhammad s.a.w.
Bahasa Arab : Madaniyah,artinya peradaban.

Karakteristik Masyarakat Madani


Dalam mewujudkan masyarakat madani diperlukan
prasyarat2 yang menjadi nilai universal dalam
penegakan masyarakat madani. Prasyarat ini tidak
bisa dipisahkan satu sama lain karena merupakan
kesatuan yang integral. Karakteristik tersebut
antara lain :

1. Free Public Sphere


Yang dimaksud adalah adanya ruang publik yang
bebas sebagai sarana dalam mengemukakan
pendapat. Pada ruang publikyang bebaslah maka
individu mampu menyampaikan wacana2 dan
praksis politik tanpa ada rasa khawatir (Arendt
dan Habermas)

2. Demokratis
Demokratis merupakan satu syarat yang menjadi
penegak wacana masyarakat madani, di mana
warganegara memiliki kebebasan penuh ntuk
menjalankan aktivitas kesehariannya termasuk
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Demokratis berarti masyarakat dapat berlaku
santun dalam pola hubungan interaksi dengan
masyarakat sekitarnya dengan tidak
mempertimbangkan suku, ras dan agama.
3. Toleran
Sikap toleran harus dikembangkan dalam
masyakat madani untuk menunjukkan sikap saling
menghargai dan menghormati aktivitas yang
dilakukan oleh orang lain.

4. Pluralisme
Sebagai sebuah prasyarat penegakan masyarakat
madani, maka pluralisme harus dipahami secara
mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan
kehidupan yang menghargai dan menerima
kemajemukan dalam konteks kehidupan seharihari. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan
sikap mengakui dan menerima kenyataan adanya
masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai
sikap yang tulus untuk menerima kenyataan
bahwa pluralisme itu sebagai sesuatu yang bernilai
positif dan merupakan rakhmat Tuhan.

Menurut Nurcholish Madjid, konsep pluralisme ini


merupakan pertalian sejati kebhinekaan dalam
ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of
diversities within the bonds of civility).Bahkan
pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi
keselamatan umat manusia antara lain melalui
mekanisme pengawasan dan pengimbangan
(check and balance).
5. Keadilan sosial (social justice)
Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan
keseimbangan dan pembagian yang proporsional
terhadap hak dan kewajiban setiap warganegara
yang mencakup seluruh aspek kehidupan.

Pandangan tentang Masyarakat Madani :


1. Melihat posisi negara yang mengungguli masyarakat
madani
sistem otoritarianisme
2. Melihat adanya otonomi dari masyarakat madani yang
harus diperjuangkan untuk mengimbangi kekuasaan
negara.
Jadi : keduanya menekankan pentingnya pemisahan antara
domain negara dengan masyarakat madani.
3. Pandangan eklektis (pilihan/gabungan dari berbagai
sumber): terdapat hubungan yang fungsional antara
negara dengan masyarakat madani. Masyarakat madani
dapat terpecah akibat perbedaan kepentingan: antara
sektor pribadi dan umum, individu dan masyarakat, dan
sebagainya. Negara dianggap bertugas memberikan
pengawasan dan pengaturan sosial.

Dalam negara demokrasi yang matang, domain


negara dan masyarakat madani tidak relevan
untuk dipertentangkan (Henningsen). Masyarakat
madani dan negara merupakan dua hal yang
simultan harus ada dalam masyarakat demokratis.
Reformasi tidak menjadikan masyarakat madani
untuk keperluan pragmatis. Karena bila kekuasaan
otoriter telah hilang maka eksistensi masyarakat
madani akan kehilangan makna. Akibatnya
muncul persoalan baru yang membahayakan
antara lain: longgarnya hubungan diantara
segmen-segmen sosial, kebebasan individu yang
berlebihan,krisis kepatuhan terhadap hukum, dan
lain-lain.Karena itu masyarakat Madani harus
dijiwai nilai-nilai Pancasila.

Revitalisasi Pancasila pada era Reformasi

Diperlukan reformasi di segala bidang : hukum,


politik, ekonomi, sosial, budaya,dll. Namun
kerangka berpikir/orientasi dasar (paradigma)
tidak boleh lepas dari Pancasila. Reformasi bukan
berarti mengubah cita-cita, nilai dasar dan
pandangan hidup, melainkan melakukan
perubahan dengan menata kembali dalam suatu
platform yang bersumber pada Pancasila.
Pancasila bukan paradigma baru, tetapi revitalisasi
dari paradigma yang ada (Pancasila), yang selama
Orde Lama dan Orde Baru, Pancasila
dimanfaatkan untuk kepentingan kekuasaan.

Anda mungkin juga menyukai