Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian Hipertensi Esesnsial


Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah
mirip dengan tekanan dari air (darah) di dalam pipa air (arteri). Makin kuat
aliran yang keluar dari keran (jantung) makin besar tekanan dari air
terhadap dinding pipa. Jika pipa tertekuk atau mengecil diameternya
(seperti pada atherosklerosis), maka tekanan akan sangat meningkat
(Manik.2012).
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah terjadinya peningkatan
secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan
tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak
berjalan sebaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara
normal. Sedangkan menurut Erfitrina (2013), hipertensi adalah Hipertensi
adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi
adalah peningkatan secara abnormal dimana tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg dan terusmenerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan
satu atau beberapa faktor risiko.
Hipertensi dapat diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) dan
hipertensi sekunder. Dikatakan hipertensi primer (esensial) apabila
Hipertensi primer (hipertensi esensial), adalah hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui. Terjadi pada sekitar 90% penderita
hipertensi. Hipertensi esensial kemungkinan disebabkan oleh beberapa
perubahan pada jantung dan pembuluh darah yang kemungkinan bersamasama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktor yang dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungan. Pengaruh faktor gentik ini sangat
bervariasi, dilaporkan sekitar 15% pada populasi tertentu sampai dengan
60% pada populasi lainnya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
tekanan darah antara lain obesitas, stres, peningkatan asupan natrium,
konsumsi alkohol yang berlebihan, dan lain-lain. Pada hipertensi esensial,
diastolik meninggi saat berdiri, penurunan menunjukkan hipertensi

sekunder. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 50 tahun.


(Manik.2012).
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya
tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang
hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah
terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan
jantung ( Manik.2012)
B. Patologi Hipertensi Esensial
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam
pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar:
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer. (Sianturi.2008).
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan
hipertensi esensial antara lain (Haniefa.2011) :
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Kaplan mengatakan peningkatan Curah Jantung dapat melalui
2 cara, yaitu : peningkatan volume cairan (preload) atau
rangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraksi jantung. Bila
curah jantung meningkat tiba-tiba, misalnya akibat gangguan
syaraf adrenergik, barorefleks akan menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler dan tekanan darah akan normal, namun pada
orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak
adekuat, ataupun kencenderungan yang berlebihan akan terjadi
vasokonstriksi perifer, menyebababkan hipertensi yang temporer
akan menjadi hipertensi yang menetap. Peningkatan curah jantung
dijumpai pada awal borderline hipertensi dan sirkulas hiperkinetik.
Pada hipertensi yang menetap, terjadi peningkatan resistensi perifer
sedangkan curah jantung normal /menurun (Sianturi.2008).
2. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume
cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin
merupakan system endokrin yang penting dalam pengontrolan
tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus
ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan

asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik


(Hanifa.2011).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting
enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal)
akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif).
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin
II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat
sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu (Hanifa.2011).
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar
pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah
meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan
tekanan darah
3. Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan


vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini
mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan
darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf
otonom dan sistem renin-angiotensin bersama sama dengan
faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa
hormon .(Hanifa.2011).
4. Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting
dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi
sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida
endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus
hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi
menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit
(Hanifa.2011).
5. Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium
dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal.
Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga
endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada
tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal.
Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di
atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini
dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang
akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi
(Hanifa.2011).
6. Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan
dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan
sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan
fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik
dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan

merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan


pemberian obat anti-hipertensi (Hanifa.2011).
7. Disfungsi diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat
beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk
memenuhi peningkatan kebutuhaninput ventrikel, terutama pada
saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atriumkiri melebihi
normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Hanifa.2011).
C. Pencegahan
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu usaha pencegahan predisposisi
terhadap hipertensi, belum terlihat adanya faktor yang menjadi risiko
hipertensi, contoh adanya peraturan pemerintah membuat peringatan
pada rokok, dengan melakukan senam kesegaran jasmani untuk
menghindari terjadinya hipertensi ( Manik.2012).
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum
seseorang menderita hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktorfaktor risiko hipertensi terutama pada kelompok risiko tinggi. Tujuan
pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit
dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktorfaktor risikonya.(Kurnia.2009)
Upaya-upaya yang dilakukan dalam pencegahan primer terhadap
hipertensi antara lain ( Manik.2012):
a. Pola makan yang baik
1) Mengurangi asupan garam dan lemak tinggi
Terlalu banyak mengonsumsi garam dapat meningkatkan
tekanan darah hingga ke tingkat yang membahayakan.
Panduan

terkini

dari

British

Hypertension

Society

menganjurkan asupan natrium dibatasi sampai kurang dari 2,4


gram sehari. Jumlah tersebut setara dengan 6 gram garam,

yaitu sekitar 1 sendok teh per hari. Mengurangi asupan garam


<100 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram garam) bisa
menurunkan TDS 2-8 mmHg. Lemak dalam diet meningkatkan
risiko terjadinya atherosklerosis yang berkaitan dengan
kenaikan tekanan darah. Mengurangi lemak dalam diet dapat
menurunkan

tekanan

darah

TDS/TDD

6/3

mmHg.

(Manik.2012)
2) Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
Dengan mengonsumsi sayur dan buah secara teratur dapat
menurunkan risiko kematian akibat hipertensi, stroke, dan
penyakit jantung koroner, menurunkan tekanan darah, dan
mencegah kanker. Sayur dan buah mengandung zat kimia
tanaman (phytochemical) yang penting seperti flavonoids,
sterol, dan phenol. Mengonsumsi sayur dan buah dengan
teratur dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg.
( Manik.2012)
b. Perubahan Gaya Hidup
1) Olahraga teratur
Olahraga sebaiknya dilakukan teratur dan bersifat aerobik,
karena kedua sifat inilah yang dapat menurunkan tekanan
darah. Olahraga aerobik maksudnya olahraga yang dilakukan
secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat
dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam, renang, dan
bersepeda. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran
kalori). Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan sekurangkurangnya 30 menit perhari dengan baik dan benar. Melakukan
olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah
sistolik 4-8 mmHg. ( Manik.2012).
2) Menghentikan rokok
Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja
jantung dan menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah

berkurang dan tekanan darah meningkat. Berhenti merokok


merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk
mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi.
(Manik.2012).
3) Membatasi konsumsi alkohol
Minum alkohol secara berlebihan telah dikaitkan dengan
peningkatan tekanan darah. Minuman keras sangat berbahaya
bagi kesehatan karena alkohol berkaitan dengan stroke. Wanita
sebaiknya membatasi konsumsi alkohol tidak lebih dari 14 unit
per minggu dan laki-laki tidak melebihi 21 unit perminggu
Menghindari konsumsi alkohol bisa menurunkan TDS 2-4
mmHg (Manik.2012).
4) Mengurangi Kelebihan Berat Badan
Dibandingkan dengan yang kurus, orang yang gemuk lebih
besar peluangnya mengalami hipertensi. Penurunan berat
badan pada penderita hipertensi dapat dilakukan melalui
perubahan

pola

makan

dan

olahraga

secara

teratur.

Menurunkan berat badan bisa menurunkan TDS 5-20 mmHg


per 10 kg penurunan BB ( Manik.2012).
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi yang
sudah pernah terjadi untuk berulang atau menjadi berat. Pencegahan
ini ditujukan untuk mengobati para penderita dan mengurangi akibatakibat yang lebih serius dari penyakit, yaitu melalui diagnosis dini dan
pemberian pengobatan. Dalam pencegahan ini dilakukan pemeriksaan
tekanan darah secara teratur dan juga kepatuhan berobat bagi orang
yang sudah pernah menderita hipertensi. (Kurnia. 2009)
a. Diagnosis Hipertensi
Data yang diperlukan untuk diagnosis diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering

merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga


diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Anamnesis
yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan
seperti penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan
lainnya, apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala
yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktivitas
atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan
faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain).
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah
dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa
ulang dengan kontrolatera. ( Manik.2012)
b. Penatalaksanaan Hipertensi
1) Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal
sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu
diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat.
Pada

pasien

hipertensi

yang

terkontrol,

pendekatan

nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat


pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya
hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena
berperan

dalam

keberhasilan

penanganan

hipertensi

(Manik.2012).
2) Penatalaksanaan Farmakologis
Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan
utama hipertensi primer adalah dengan obat. Keputusan
untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan
beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah,
terdapatnya

kerusakan

organ

target,

dan

terdapatnya

manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko


lain. Terapi dengan pemberian obat antihipertensi terbukti

dapat menurunkan sistol dan mencegah terjadinya stroke


pada pasien usia 70 tahun atau lebih. ( Manik.2012)
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat atau kematian. Upaya yang dilakukan pada
pencegahan tersier ini yaitu menurunkan tekanan darah sampai batas
yang aman dan mengobati penyakit yang dapat memperberat
hipertensi. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan follow up
penderita hipertensi yang mendapat terapi dan rehabilitasi. Follow up
ditujukan untuk menentukan kemungkinan dilakukannya pengurangan
atau penambahan dosis obat (Manik.2012).

D. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa jumlah penderita hipertensi
bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Baik hipertensi sistolik
maupun kombinasi dari hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada
lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun (Mehuli, 2007).
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal
dari negara-negara yang sudah maju. Dari data The National Health and
Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukan bahwa adanya
peningkatan insidensi hipertensi pada orang dewasa sekitar 29-31% pada
tahun 1999-2000, yang berarti sekitar 58-65 juta orang mengalami
hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III
tahun 1988-1991. Hipertensi primer (essensial) merupakan 95% dari
seluruh kasus hipertensi (Mehuli.2007).
Di Indonesia, belum ada data nasional lengkap untuk prevalensi
hipertensi. Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi
hipertensi di Indonesia adalah 8.3%. Survei faktor risiko penyakit
kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka
prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada
pria adalah 13,6% (1988), 16,5% (1993), dan 12,1% (2000). Pada wanita,

angka prevalensi mencapai 16% (1988), 17% (1993), dan 12,2% (2000).
Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar
antara 15%-20%. Survei di pedesaan Bali (2004) menemukan prevalensi
pria sebesar 46,2% dan 53,9% pada wanita (Depkes, 2007)
Manik, Margaret Elisabeth.2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Hipertensi Pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas
Parsoburan Kecamatan Siantar Marihat Pematangsiantar Tahun 2011.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31642/5/Chapter
%20II.pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni 2014.
Nadya, Syarifah. 2013. Tingkat Pengetahuan Mengenai Hipertensi pada Pasien
Hipertensi yang Berobat Rawat Jalan di Poliklinik Kardiologi RSUP H.
Adam Malik Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/38691/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni
2014.
Rosalina. 2009. Analisa Determinan Hipertensi Esensial Di Wilayah Kerja Tiga
Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6783/1/09E01491.pdf.
Diakses pada tanggal 26 Juni 2014.
Asmarida, Rita .2008. Penatalaksanaan Pasien Hipertensi Di Praktek Dokter
Gigi. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/8408/1/000600095.
pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni 2014.
Erfitrina.2013. Hubungan Tekanan Darah Pada Pasien Retinopati Hipertensi
dengan Stadium Retinopati Hipertensi Di RSUP H. Adam Malik Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37304/4/Chapter
%20II.pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni 2014.
Kurnia, Rissa. 2009. Karakteristik Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap Di
Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang
Sumatera Barat Tahun 2002 - 2006. http://repository.
usu.ac.id/bitstream/123456789/14618/1/08E01513.pdf. Diakses pada
tanggal 26 Juni 2014.

Mehuli, Sonya Arih. 2013. Gambaran Persepsi Penderita Hipertensi Terhadap


Penyakit Hipertensi dan Pengobatannya Di RSU Kabanjahe.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38927/4/Chapter
%20ll.pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni 2014.
Sianturi, Efendi . 2008. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui
Pendekatan Faktur Resiko Di RS. Umum Pirngadi Kota Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6856/1/05004920.pdf.
Diakses pada tanggal 26 Juni 2014.
Hanifa, Anggie.2011. Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal
Kronik Di Unit Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21480/4/Chapter
%20II.pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni 2014.
Departemen Kesehatan RI.2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Indonesia tahun
2007. Badan Penelitian dan pengembangan kesebatan Depkes RI,
Desember,hal 111-113.

Anda mungkin juga menyukai